Fraktur Hidung
Fraktur Hidung
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter, 2002).
Fraktur merupakan gangguan sistem muskuluskeletal, dimana terjadi
pemisahan atau patahnya tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
(Doenges E Marilyn, 2000).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang,fraktur patologis terjadi
tanpa trauma pada tulang yang lemah karena dimineralisasi yang berlebihan ( Linda
Juall C, 2002 ).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).
Fraktur hidung adalah terhalangnya jalan pernafasan dan deformitas pada tulang,
jenis dan kerusakan yang timbul tergantung kekuatan arah mekanismenya
(Robinstein,2000).
Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang yang
disebabkan oleh trauma benda keras, seperti kecelakaan dan pemukulan.
Majiidsumardi
Setengah bagian bawah dari hidung disokong oleh 2 kartilago lateral atas, 2
kartilago lateral bawah, dan kartilago quadrangularis Kartilago lateral atas memiliki
artikulasi jenis fibrosa di bagian superiornya dengan os nasal, di bagian medialnya
dengan kartilago quadrangularis medial, dan di bagian inferiornya dengan kartilago
lateral bawah. Konfigurasi berbentuk sayap burung camar ini memberikan dukungan
yang penting untuk katup nasal internal, bagian dari tahanan terbesar terhadap aliran
udara inspirasi.
Kartiloago lateral bawah terdiri dari crus medial dan lateral dalam konfigurasi
berbentuk sayap burung camar yang sama. Terdapat hubungan secara fibrosa di
bagian superiornya dengan kartilago lateral atas, dan di bagian medialnya satu sama
lain. Kartilago lateral bawah tebal dan menggambarkan kontur dari apex nasal dan
nostril. Kartilago quadrangularis bertindak sebagai tiang tenda, memberikan sokongan
untuk apex dan dorsum nasi. (Rubinstein Brian, 2011)
C.Etiologi / Predisposisi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
10
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan
absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas dikemiliteran.
D. Patofisiologi
Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan deformitas
eksternal dan obstruksi jalan napas yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal
tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera. Sebuah benda kecil dengan
kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang lebih
besar pada kecepatan yang lebih rendah. Trauma nasal bagian lateral yang paling umum
dan dapat mengakibatkan fraktur salah satu atau kedua os nasal.
Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar krista maxillaris
Dislokasi septal dapat mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan
obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara langsung pada hidung sering menyebabkan
depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang terkait. Cedera yang
lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi kecil-kecil seluruh piramida
11
nasal. Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan
memiliki hasil kosmetik dan fungsional yang jelek.
Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan pemeriksaan
fisik yang menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian terhadap kekuatan,
arah, dan mekanisme cedera munculnya epistaksis atau rhinorea cairan serebrospinalis,
riwayat fraktur atau operasi nasal sebelumnya, dan obstruksi nasal atau deformitas
nasal eksterna setelah cedera. Pemeriksaan fisik yang paling akurat jika dilakukan
sebelum timbulnya edema pasca trauma. Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan
yang cukup lampu kepala atau otoskop, instrumentasi spekulum hidung, dan suction
sebaiknya tipe Frasier. Inspeksi pada bagian dalam hidung sangat penting. (Rubinstein
Brian, 2011)
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen
pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
12
4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera ( Smelzter, 2002)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan
dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup dengan sebelumnya
b. Elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital
dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi.
Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, membutuhkan sedasi yang lebih dalam atau anestesia umum.
Indikasinya antara lain fraktur luas-dislokasi dari tulang nasal dan septum,
dislokasi fraktur dari septum kaudal, fraktur septum terbuka, deformitas persisten
setelah reduksi tertutup, untuk indikasi relatifnya seperti hematom septum,
reduksi tulang yang inadekuat terkait dengan deformitas pada septum, deformitas
kartilagenus, pembedahan intranasal baru-baru ini.
b. Reduksi tertutup, elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada
daerah periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi
edema yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur
hidung yang terjadi.
13
Dari hasil anamnesis didapatkan data pasien dengan nyeri pada hidungnya
disertai keluar darah/mimisan. Dari pemeriksaan hidung didapatkan jejas pada hidung,
tampak deformitas, terdapat nyeri tekan hidung, deviasi septum nasi. Dari pemeriksaan
radiologi water positions, pada foto cranium anteroposterior, foto nasale lateral,
didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak
pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis
fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena kecelakaan lalu lintas. Terapi yang
diberikan pada pasien ini adalah dengan mengelevasikan kepala dan kompres dingin,
kemudian dilakukan pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup
dengan sebelumnya diberikan medikasi. Untuk tindakan operasinya sendiri tergantung
dari jenis frakturnya. (Hidayat, 2009)
G .Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika
tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah infeksi, tromboemboli yang dapat
menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler
diseminata (KID).
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan dara
eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra karena tulang
merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi kehilangan darah dalam
jumlah yang besar sebagai akibat trauma,khususnya pada fraktur femur pelvis.
14
a. Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit vascular perifer
atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan thrombus ).
b. Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis.
c. Makanan / Cairan
Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukkan / periode puasa pra operasi).
15
d. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi
immune (peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, anti
inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obatobatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri
pasca operasi).
Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
b. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
16
I. Pathways Keperawatan
Rentan fraktur
Fraktur nasal
Perdarahan
Saraf terjepit
Reposisi
Kuman
Gangguan rasa
nyaman
Kurang
pengetahuan
Fiksasi
Nyeri
Cemas
Resiko infeksi
Ansietas
Nafsu makan
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Sumber : Mansjoer, arif, 2000, Carpenito, lynda juall,
17
17
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur Wilkinson, 2006
meliputi :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang.
2. Cemas berhubungan dengan pengetahuan tentang luka post op
3. Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri.
K. Fokus Intervensi dan Rasional
Diagnosa
keperawatan
Hasil
Intervensi
Rasional
1. pendekatan pada
klien & keluarga
1.
hubungan yang
baik membuat
klien & keluarga
kooperatif
2.
2.
Tingkat
intensitas nyeri
&
frekuensi
menunjukkan
skala nyeri
kaji
tingkat
intensitas
&
frekuensi nyeri
3. Jelaskan
pada
klien penyebab
dari nyeri
3. Memberikan
penjelasan akan
menambah
pengetahuan
klien
tentang
nyeri
4. Untuk
mengetahui
perkembangan
klien
5. Melakukan
5. Merupakan
tindakan
dependent
perawat, dimana
analgetik
berfungsi untuk
memblok
stimulasi nyeri
kolaborasi
dengan tim
medis dalam
pemberian
analgetik
18
Cemas
berhubungan Klien tidak merasa 1.Lakukan pendekatan
dengan
pengetahuan cemas lagi
pada
klien
tentang
tentang luka post op
penyakitnya
Klien tampak rilek 2.Berikan
penjelasan
dan tidak gelisah
pada
klien
tentang
penyakitnya
3.Memberikan motivasi
pada klien dan keluarga
1. Dorong
ekspresi
ketakutan/mara
h
Mengakui dan
mendiskusikan rasa
takut
2. Akui kenyataan
atau normalitas
perasaan,
termasuk marah
1.
Klien kooperatif
dengan perawat
2. Klien mengerti
dengan
penyakitnya
3. Memberikan
dorongan pada
klien untuk
sembuh
1. Mendefinisikan
masalah dan
pengaruh pilihan
intervensi.
2. Memberikan
dukungan emosi
yang dapat
membantu klien
melalui
penilaian awal
juga selama
pemulihan
19
L. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
20