Anda di halaman 1dari 22

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadangkadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal
terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor.
Pada daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan
distal. .
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada
bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan
menghilang dengan bertambahnya umur.12

Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus


yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron
selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang
sudah ada disertai maturasi fungsional.12
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga

13

kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi


plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.12

Gambar 2. Perdarahan pada ginjal


B. FUNGSI GINJAL
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan
volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi
dan sekresi tubulus.12,14
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi

14

Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.


Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan
plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah
melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah
hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain.
Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung
untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi
yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah :
Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus
yang akan menghasilkan cairan filtrasi. Jika cairan filtrasi ini mengalir
melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi
sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam
plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma
dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansisubstansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung
melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansisubstansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang
disekresi.14
3. Sistem glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus
dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada
perbatasan korteks dan medula (juxtame-dullary) lebih besar dari yang
15

terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,


membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya
terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis.
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel
mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar.
Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai
sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel
viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka
itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan
podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular
basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh
lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana
basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah
lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai
Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng,
yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis
ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler,
dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan
patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk
bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial,
dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
I.

glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek


berada dibagian luar korteks.
glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle
yang panjang sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus
semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
16

merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk


reabsoprsi air dan slut. 1

Gambar 3. Bagian-bagian nefron 6


Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang
berfungsi sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel
endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung
banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran
basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan,
antara sel endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi
lain.12
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel
endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
1
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan
membentuk tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan dengan
lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celahcelah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-pori
tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium
(sel-sel

mesangial

dan

matrik)

terletak

dianatara

kapiler-kapiler

gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium


17

berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran


dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor
melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.12

Gambar 4. Kapiler gomerulus normal


Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat
gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus
sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel,membran basal dan sel epitel
dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat.
Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparansulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam
daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan

18

negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus
yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.12

gambar 5. anatomi sistem ginjal 6


C. FISIOLOGI
1. Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut
yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit,
glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat
molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000
(seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman
dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.12
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate
(GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih
berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN
GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus
dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.12
SN GFR = Kf.(P-)
= Kf.P.uf

19

Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan


kapiler glomerulus yang tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik
membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler
ditentukan oleh:
tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)
tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena
ultra filtrat tidak mengandung protein.12
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara
pengukuran klirens kreatinin atau memakai rumus berikut:
Harga k pada: BBLR < 1 tahun

= 0,33

LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun

= 0,45

Kretinin serum (mg/dl) 1 12 tahun

= 0,55

E. GLOMERULONEFRITIS AKUT
1. DEFINISI
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu
inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama
disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan
patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada
anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi,
paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.2,12
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis
pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi
ialah

akibat

infeksi

kuman

streptococcus.

Glomerulonefritis

merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai


ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.
Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
20

korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,


patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.13

2. PREVELENSI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun
tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi.
Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 610 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan,
namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada
faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku
atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi
kemungkinan

prevalensi

meningkat

pada

orang

yang

sosial

ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak


sehat.3,7,12
3. ETIOLOGI
Sebagian

besar

(75%)

glomerulonefritis

akut

paska

streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas,


yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A
tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus,
timbul

gejala-gejala

klinis.

Infeksi

kuman

streptokokus

beta

hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut


paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan bahwa :
Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4
21

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor


alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan
kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling
sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus,
penyebab lain diantaranya:
a. Bakteri :

streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus

Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae,


Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
b. Virus

hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,

influenza, parotitis epidemika dl


: malaria dan toksoplasma 12,13

c. Parasit

4. STREPTOKOKUS
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang
secara

khas

membentuk

pasangan

atau

rantai

selama

masa

pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih


dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies
nama S. pyogenes 12,14
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua
hemolisin, yaitu:
a. Sterptolisin O
adalah

suatu

protein

(BM

60.000)

yang

aktif

menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH)


tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika
pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan
pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan
antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia
setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan
22

sterptolisin

O.

antibody

ini

menghambat

hemolisis

oleh

sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk


antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.14
b. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar
koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar
darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat
oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum
manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa
lalu dengan sterptokokus.14

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 10


Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga
kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah
faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.14
5. PATOFISIOLOGI
Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit
dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR.

Periode laten antara

infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses


imunologis memegang peran penting dalam mekanisme penyakit.
Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus
23

antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan


terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran
basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang
melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang
dilepas

netrofil

merupakan

faktor

responsif

untuk

merusak

glomerulus.2,4,10 Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan


oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen.
Terbentuknya autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut,
mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi,
kemudian mengendap dalam ginjal.13 Pada kasus ringan, pemeriksaan
dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya
terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks.
Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel
endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit,
serta

penyumbatan

proliferatif

lumen

eksudatif

kapiler.2,13

endokapiler

Istilah
difus

glomerulonefritis
digunakan

untuk

menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini.3 Bentuk bulan sabit


dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai
kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding
kapiler.

Endapan

immunoglobulin

dalam

kapiler

glomerulus

didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat


dilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron
menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah
subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab
kompleks.10
6. GEJALA KLINIS
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. 11 Kasus klasik
atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri
tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. 1 Periode laten
ratarata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit. 10
24

Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik.


Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. 2 Variasi
lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri,
nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.1,4 Pada pemeriksaan
fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya
ringan atau sedang.7 Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi
selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan
dalam waktu 1-2 minggu. 2,13 Edema bisa berupa wajah sembab, edem
pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. 10,11 Asites dijumpai
pada sekitar 35% pasien dengan edem.1,4,13 Bendungan sirkulasi secara
klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne.2,3,5 Gejala gejala tersebut
dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).1,10
7. PEMERIKSAAN
a. Gambaran laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita,
kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta
torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+)
dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum
meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen
hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah
pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal
atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada
50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.12
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis
akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga
25

normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann


parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai
kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu
memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang
juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih
lama.2,12
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan
biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah
diberi

antimikroba.

Beberapa

uji

serologis

terhadap

antigen

sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara


lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.
Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti
sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan
GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus
tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih
dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer
ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada
awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG,
IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji
tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan
secara rutin pada tatalaksana pasien.12
b. Biopsi Ginjal
Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi
dipertimbangkan bila,7,10

26

Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas

(berkembang menjadi gagal ginjal atau sindrom nefrotik).


Tidak ada bukti infeksi streptokokus
Tidak terdapat penurunan kadar komplemen
Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap,
azotemia, gross hematuria setelah 3 minggu, kadar C3 yang
rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap setelah 6
bulan dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.

8. DIAGNOSIS
Diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptokok perlu
dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata
yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi
streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti
adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi
beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pasca
streptokok

pada

glomerulonefritis

awal
kronik.

penyakit,
Anak

yaitu

dengan

nefropati-IgA
nefropati-IgA

dan
sering

menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi


saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok,
tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan
pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak
pada nefropati-IgA.1,2,7,12
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran
klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan
gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan
gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis
lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan

27

glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal


sakit.1,2,7,12
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan
penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal
akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih
jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
dibandingkan

pada

glomerulonefritis

kronik.

Pola

kadar

komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda


(marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut
pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar
komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu
pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada
glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50
mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada
glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari
strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif.

Pasien

glomerulonefritis

akut

pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk


menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi
ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau
memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2,7
c. DIAGNISI BANDING
GNAPS

harus

dibedakan

dengan

beberapa

penyakit,

diantaranya adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut


Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
Hematuria idiopatik
Nefritis herediter (sindrom Alport )
Lupus eritematosus sistemik. 10

28

d. PENATALAKSANAAN
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik.12 Perawatan
dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai
berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak
dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi
ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.12,13 Pasien hipertensi dapat
diberi diuretik atau anti hipertensi.2,3 Bila hipertensi ringan (tekanan
darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya
diobservasi tanpa diberi terapi.5,12 Hipertensi sedang (tekanan darah
sistolik > 140 150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan
pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau
sublingual.1,2 Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien
hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada
hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena,
dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3
mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis
hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi
diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB
iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6
jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat
diulang setiap 6 jam bila diperlukan.2,5,12 Retensi cairan ditangani
dengan pembatasan cairan dan natrium.2,3,12 Asupan cairan sebanding
dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan
tubuh/hari ) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila
berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/
kgBB, 1-2 kali/hari.1,2 Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi
perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus
diberikan antibiotic untuk eradikasi organisme dan mencegah
penyebaran ke individu lain.2 Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40
29

mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. 10,12


Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal,
dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea 61 Sari
Pediatri, Vol. 5, No. 2, September 2003 N kurang dari 75 mg/dL atau
100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5
g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan
NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan
diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian
kalium harus dibatasi.2,12 Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi
pada 5-10 % anak.

4,6

Penanganannya sama dengan GGA dengan

berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.1,5


9. PERJALANAN PENYAKIT/ PEMANTAUAN
Fase awal glomerulonefritis akut berlangsung beberapa hari sampai
2 minggu. Setelah itu anak akan merasa lebih baik, diuresis lancar,
edem dan hipertensi hilang, LFG kembali normal. 3,4,7 Penyakit ini
dapat

sembuh

sendiri,

jarang

berkembang

menjadi

kronik.2

Kronisitasdihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan kelainan


morfologis berupa hiperselularitas lobulus.11,
Pasien sebaiknya kontrol tiap 4-6 minggu dalam 6 bulan pertama
setelah awitan nefritis. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
eritrosit dan protein urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk
menilai perbaikan.1,5 Kadar C3 akan kembali normal pada 95% pasien
setelah 8-12 minggu, edem membaik dalam 5-10 hari, tekanan darah
kembali normal setelah 2-3 minggu, walaupun dapat tetap tinggi
sampai 6 minggu.11 Gross hematuria biasanya menghilang dalam 1-3
minggu, hematuria mikroskopik menghilang setelah 6 bulan, namun
dapat bertahan sampai 1 tahun.4,12 Proteinuria menghilang 2-3 bulan
pertama atau setelah 6 bulan. Pearlman dkk, di Minnesota menemukan
17% dari 61 pasien dengan urinalisis rutin abnormal selama 10 tahun
pemantauan. Ketidaknormalan tersebut meliputi hematuria atau
30

proteinuria mikroskopik sendiri-sendiri atau bersama-sama. Dari 16


spesimen biopsi ginjal tidak satupun yang menunjukkan karakteristik
glomerulonefritis

kronik.

Penelitian

Potter

dkk,

di

Trinidad,

menjumpai 1,8% pasien dengan urin abnormal pada 4 tahun pertama


tetapi hilang 2 tahun kemudian dan 1,4% pasien dengan hipertensi.
Hanya sedikit urin dan tekanan darah yang abnormal berhubungan
dengan kronisitas GNAPS. Nissenson dkk, mendapatkan kesimpulan
yang sama selama 7-12 tahun penelitian di Trinidad. Hoy dkk,
menemukan mikroalbuminuria 4 kali lebih besar pada pasien dengan
riwayat GNAPS,24 sedangkan Potter dkk di Trinidad, menemukan
3,5% dari 354 pasien GNAPS mempunyai urin abnormal yang
menetap dalam 12 -17 tahun pemantauan. Penelitian White dkk,
menemukan albuminuria yang nyata dan hematuria masing-masing
pada 13% dan 21% dari 63 pasien selama 6-18 tahun pemantauan.
Kemungkinan nefritis kronik harus dipertimbangkan bila dijumpai
hematuria bersama-sama proteinuria yang bertahan setelah 12 bulan.5
e. KOMPLIKASI
Komplikasinya adalah komplikasi gagal ginjal akut, dan meliputi
kelebihan

volume,kongesti

sirkulasi,

hipertensi,

hiperkalemia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang,uremia, dan anemia.


12,13

f. PROGNOSIS
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis
GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit,
galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik,
tingkat

penurunan

fungsi

ginjal

dan

gambaran

histologis

glomerulus.11 Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik


disbanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena
GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.2,3
Perbaikan

klinis

yang

sempurna

dan

urin

yang

normal
31

menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal


berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %;
sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat
dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase
gagal ginjal terminal.13 Angka kematian pada GNAPS bervariasi
antara 0-7 %.2 Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak,
maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan
kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan
lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi
kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden
penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.

32

DAFTAR PUSTAKA
1. Travis LB, Kalia. Acute nephritic syndrome. Dalam: Poslethwaite RJ,
penyunting.

Clinical

pediatric

nephrology.

Edisi

ke-2.

Oxford:

Butterworth-Heinemann, 1994. h. 201-9.


2. Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut
pasca streptokokus. Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R,
penyunting. Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan
simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia Palembang, 2001.
h. 141-62.
3. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53.
4. Gauthier B,Edelmann CM, Barnett HL. Clinical acute glomerulonephritis.
Dalam: Nephrology and urology for the pediatrician. Edisi ke-1. Boston:
Little Brown & Co, 1982. h. 109-22.
5. Travis LB. Acute post infections glomerulonephritis. Dalam: Rudolph AM,
Hoffman JIE, Axelrod S, penyunting. Pediatrics. Edisi ke-18. Connecticut:
Appleton & Lange, 1987. h. 1169-71.
6. Langman CB. Hematuria. Dalam: Stockman III JA, penyunting. Difficult
diagnosis in pediatrics.Philadelphia: W.B.Saunders, 1990. h. 315-22.
7. Ramayati R dan Rusdidjas. Penanggulangan glomerulonefritis kronik pada
anak. Disampaikan pada: Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak X.
Bukit Tinggi: Pancaran Ilmu, 1996. h. 105-19.
8. Ogle JW. Infections: bacterial and spirochaetal. Dalam: Hay WW, Grothuis
JR, Hayward AR, Levin MJ, penyunting. Current pediatric diagnosis &
treatment. Edisi ke-13. Connecticut: Appleton & Lange, 1997. h. 1003-6.
9. Svensson MD, Sjorbring U dan Bessen DE. Selective distribution of a
high affinity plasminogen-binding site among group A Streptococci
10.

associated with impetigo. Infect and Immun1999; 67:3915-20.


Bergstein JM. Condition particularly associated with hematuria.
Dalam:Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
texbook of pediatrics. Edisi ke- 16. Philadelphia: WB Saunders, 2000. h.
1577-82.
33

11. Nordstrand A, McShan WM, Ferretti JJ, Holm SE dan Norgren M.Allele
substitution of the streptokinase gene reduces the nephritogenic capacity
of group A streptoccocal strain NZ131. Infect and Immun 2000; 68:101925.
12. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit,
ed 4, EGC, Jakarta.
13. Agustian. 2003. Ginjal. Ilmu Penyakit Dalam. Rumah Sakit Immanuel
Bandung. hal. 367-371.
14. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_Hem
aturiPadaAnak.html. Accessed April 8th, 2009.

34

Anda mungkin juga menyukai