Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh
meliputi metabolism, biotransformasi, sisntesis, penyimpanan dan imunologi. Penyebab
penyakit hati sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara fekal-oral,
parerental, seksual, efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur dan lain-lain.
Upaya dalam penanggulangan dan mengurangi prevalensi penyakit hati di Indonesia
dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui penyuluhan maupun pemberian vaksin
hepatitis A dan B. Sebagai tenaga kesehatan, apoteker berperan penting dalam menunjang
upaya baik dalam pencegahan ataupun penanggulangan penyakit hati. Untuk itu, apoteker
perlu meningkatkan pemahaman mengenai gangguan atau penyakit hati, upaya pencegahan
dan terapinya.
Sehubungan dengan upaya untuk meningkatkan pemahaman tersebut dan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi, maka dibuatlah makalah ini dengan judul
Hepatotoksisitas.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
makalah Hepatotoksisitas ini, diucapkan terima kasih banyak dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, 26 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............. 1
DAFTAR ISI. 2
DAFTAR TABEL 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang. 4
1.2.

Tujuan 5

BAB 2 FISIOLOGI HATI


2.1.
Fungsi hati.. 7
2.2.

Organisasi struktural hati. 9

2.3.

Bile formation ( Empedu ) I0

BAB 3 PATOFISIOLOGI HATI


3.1
Tipe dan mekanisme toksik yang merusak hati..... II
BAB 4 TERAPI DAN PENCEGAHAN
4.1.
Antidotum dan mekanisme pencegahan kerusakan hati..I9
4.2.

Pencegahan terjadinya kerusakan hati.. 27

BAB 5 PENUTUP 29
DAFTAR PUSTAKA 30

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Tabel 2

I6

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh
meliputi metabolism, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Sel-sel hati (
hepatosit ) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas
tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada
gangguan yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang serius dan bisa berakibat fatal.
Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang
menular secara fekal-oral, parerental, seksual, perinatal dan sebagainya. Penyebab lain dari
penyakit hati adalah adalah akibat efek toksik dari obat-obatan, alkohol,racun, jamur dan
lain-lain. Disamping itu, juga terdapat beberapa penyakit hati yang belum diketahui pasti
penyebabnya.
Walaupun angka pasti prevalensi dan insiden penyakit hati di Indonesia belum
diketahui, tetapi data WHO menunjukkan bahwa untuk penyakit hati yang disebabkan oleh
virus, Indonesia termasuk dalam peringkat endemic yang tinggi.
Upaya pemerintah dalam mengurangi prevalensi penyakit hati di Indonesia dilakukan
dengan berbagai cara, baik melalui penyuluhan maupun pemberian vaksin hepatitis A dan B
secara gratis. Namun, tanpa kesadaran dari masyarakat sendiri dan kerjasama dari berbagai
pihak yang terkait, upaya ini tidak akan berjaln dengan baik.
Sebagai tenaga kesehatan, apoteker berperan penting dalam menunjang upaya yang
berkaitan dengan pencegahan ataupun penanggulangan penyakit hati. Untuk itu perlu
kiranya apoteker meningkatkan pemahaman mengenai gangguan atau penyakit hati, upaya
pencegahan dan terapinya serta mewaspadai obat-obat yang berpengaruh pada gangguan
hati.

1.2 TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi
dengan topik bahasan Hepatotoksisitas, dengan pokok bahasan utama akan menjawab
pertanyaan berikut :
1. Apa tipe dan bagaimana mekanisme toksik yang merusak hati ?
2. Apa antidotum dan bagaimana mekanisme pencegahan kerusakan hati ?
Makalah ini juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa farmasi
Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan di
masyarakat.

BAB 2
FISIOLOGI HATI
Hati adalah organ utama yang digunakan untuk memetabolisme dan mengeksresi
senyawa kimia. Sebagai konsekuensinya, hepatosit ( sel hati ) akan mengandung senyawasenyawa kimia tersebut dalam konsentrasi tertentu. Hal ini bisa berakibat pada disfungsi
hati, kerusakan sel, bahkan kerusakan organ.
Pada industri kimia, contohnya karbon tetraklorida, bromobenzena, vinil klorida
yang teridentifikasi sebagai hepatotoksan, penggunaan senyawa tersebut bisa dibatasi dan
dampak negatifnya bisa diminimalisir dengan menggunakan peralatan keselamatan seperti
masker dan penelitian serta percobaan untuk membuat senyawa pengganti dengan khasiat
dan fungsi yang sama sebagai alternative yang lebih aman.
Di industry farmasi, efek merugikan ( berkaitan dengan ) hati adalah sebagai alasan
untuk menghentikan berkembangnya obat-obatan. Ditambah lagi, hepatotoksisitas sudah
dikenal sebagai penyebab utama dilakukannya penarikan obar dari pasaran ( Temple and
Himel, 2002). Troglitazone ( Rezulin ) adalah obat antidiabetes baru yang ditarik dari
pasaran setelah hampir 100 dari 1,9 juta pasien diabetes yang diobati dengan obat tersebut
menderita Liver failure (Chojkier, 2005).
Dengan perkembangan obat sekarang ini, obat herbal mempunyai popularitas yang
meningkat, yang umumnya berasal dari ekstrak tanaman tertentu. Hal ini mempertinggi
insiden berkurangnya penggunaan obat untuk kerusakan hati bahkan untuk liver failure.
Dengan adanya penemuan obat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan meningkatnya
permintaan dan penggunaan produk alam sebagai suplemen makanan dan obat, identifikasi
dini dari hepatotoksisitas merupakan tantangan berat dikemudian hari. Hati dengan
multiple-sel nya dan fungsi yang banyak, bisa memberikan respon yang berbeda untuk akut
maupun kronis.
Untuk mengenali potensi kerusakan sel, kerusakan organ hati, sudah seharusnya
untuk mempunyai pengetahuan tentang struktur dasar hati, organisasi structural hati,
termasuk proses ekskresi hati, mekanisme sel dan kerusakan organ. Masing-masing aspek
bisa memberikan kontribusi yang berbeda untuk tiap senyawa kimia yang berbeda.

2.1 FUNGSI HATI


Hati (bahasa Yunani: , hpar) merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh,
terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Dengan letaknya
yang strategis, pembuluh vena dari perut dan saluran pencernaan mengalir ke vena portal
dan mengalir ke hati sebelum memasuki sirkulasi sistemik. Demikianlah, hati merupakan
organ pertama yang ditemui oleh nutrien yang dicerna, vitamin, logam, obat, toksikan
lingkungan seperti produk buangan bakteri yang masuk ke tubuh. Terjadi proses memilahmemilah yang efisien atau proses ekstraksi secara cepat dari zat yang diserap dari darah
yang nantinya akan dikatabolisme, disimpan, atau dieksresi ke empedu.
Semua fungsi utama dari hati bisa berubah dan terganggu karena akut atau kronis
yang disebabkan oleh toksikan. Jika toksikan menghalangi atau mengganggu transport dan
proses sintesis hepar, disfungsi bisa terjadi tanpa kerusakan sel yang cukup besar.
Berkurangnya fungsi juga terjadi jika toksikan membunuh sejumlah besar sel dan jika
kerusakan kronis menyebabkan digantikannya sel yang rusak dengan sel yang jaringan yang
nonfungsional.
Penyalahgunaan alkohol adalah penyebab utama dari kerusakan hati di sebagian
besar Negara barat (Crawford, 1999). Stadium awal dari penyalahgunaan etanol berciri-ciri
terjadinya penumpukan lemak (fatty liver) yang berdampak pada terjadinya
ketidakseimbangan penggunaan lemak sebagai bahan bakar tubuh dan terganggunya proses
sintesis lipoprotein serta proses transport keluarnya lipid dari hati. Terjadinya kematian sel
dalam jumlah banyak, penggantian sel yang rusak digantikan oleh sel nonfungsional, dan
kapasitas hepar untuk biotransformasi oleh obat tertentu.
Penderita sirosis hati karena penyalahgunaan alkohol akan mengalami kemunduran
fungsi dari proses detoksifikasi hati; pembentukan ammonia dari perombakan atau
katabolisme asam amino dan bilirubin yang didapatkan dari proses perombakan
hemoglobin. Pendarahan yang tidak terkontrol menjadi akibat fatal dari sirosis alkohol.
Resiko kerusakan hati bisa menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan penyimpangan
(aberasi) pada sistam organ lainnya bahkan kematian. Dapat disimpulkan fungsi hati
diantaranya adalah :
- Tempat penyimpanan karbohidrat dan metabolism
- Metabolism hormone, buangan endogenous, dan bahan kimia asing
- Sintesis protein darah
- Metabolism lemak
- Pembuatan cairan empedu
Organ ini dapat member efek ataupun terkena efek dari bahan kimia yang dicerna
melalui oral atau yang masuk melalui rongga perut, dikarenakan hati merupakan organ
pertama yang dimasuki oleh darah yang mengandung bahan kimia. Hati akan
7

menghilangkan dan memetabolisme hampir semua substansi yang masuk melalui darah.
Jika metabolism dan penghilangan tersebut selesai dengan cepat dan baik, maka tahap
pertama terhadap bahan kimia dapat mengurangi kandungan bahan kimia dalam darah
sebelum dapat mencapai organ lainnya.
Senyawa toksik atau senyawa yang teraktivasi menjadi bentuk toksik di dalam hati
akan lebih bersifat toksik jika masuk melalui perut (intraperitoneal) daripada yang melalui
absorpsi dari kulit atau paru-paru. Hal ini dikarenakan dipossisi bahan tersebut ke jaringan
lain yang mengikuti absorpsi, yang akan membuat konsentrasi bahan kimia menjadi lebih
rendah di dalam darah sebelum memasuki hati dan akan memperpanjang waktu yang
diperlukan hati untuk membersihkan bahan kimia tersebut dari tubuh. Alasan lain karena
kepekaan hati terhadap serangan bahan kimia adalah bahwa hati adalah organ primer
untuk proses biotransformasi senyawa kimia di dalam tubuh. Pada umumnya hasil
biotransformasi yang diinginkan adalah untuk mengubah senyawa yang dimetabolisme
sehingga senyawa tersebut tidak lagi aktif secara biologi di dalam tubuh dan membuat
senyawa tersebut menjadi lebih polar dan dapat dieksresikan keluar tubuh. Dikarenakan
hal inilah hati berperan sebagai organ penetralisasi ( detoksifikasi ). Akan tetapi, ada hal
negative yang dapat terjadi sehubungan dengan peran hati menjadi organ utama untuk
memetabolisme bahan kimia, yaitu : dalam proses metabolissme bahan kimia bisa saja
terbentuk senyawa toksik atau reaktif dan hati akan menjadi organ yang paling sering
terkena dampak dari bahan kimia yang teraktifasi tersebut.
Type of function
Nutrient
homeostasis
Filtration of
particulates
Protein synthesis

Bioactivation and
detoxification

Formation of bile
and biliary
secretion

Examples
Glucose storage and synthesis
Cholesterol uptake
Products of intestinal bacteria (e.g.,
endotoxin)
Clotting factor
Albumin
Transport proteins(e.g., very low
density lipoproteins)
Bilirubin and ammonia
Steroid hormones
Xenobiotics
Bile acid-dependent uptake of dietary
lipids and vitamins
Bilirubin and cholesterol
Metals (e.g., Cu and Mn)
Xenobiotics

Consequences of impaired functions


Hypoglycemia, confusion
Hypercholesterolemia
Endotoxemia
Excess bleeding
Hypoalbuminemia, ascites
Fatty liver
Jaundice, hyperammonemia-related coma
Loss of secondary male sex characteristics
Diminished drug metabolism, Inadequate
detoxification
Fatty diarrhea, malnutrition, Vitamin E
deficiency
Jaundice, gallstones,hypercholesterolemia
Mn-induced neurotoxicity
Delayed drug clearance
Table 1 ( Casarett and Doulls Toxicology 2008 )

2.2 ORGANISASI SRTUKTURAL HATI


Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25%
berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat
kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati
berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari
iga IX kanan ke iga VIII kiri.

Hati merupakan organ yang yang memiliki beberapa fungsi sekaligus seperti
metabolism dan penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan detoksifikasi. Hati
tersusun atas kapsula dari jaringan ikat padat, menembus ke dalam hepar dan membagi
hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Setiap lobus hati terdiri dari banyak loblus.
Segitiga ( trigonum ) Kiernan merupakan bentukan segitiga yang terdapat diantara 3 lobi,
yang terdiiri atas arteri interlobaris, vena interlobaris, dan duktus empedu. Duktud empedu
tersusun atas epithelium kolumnar simplex, membrane basalis, tunika vibro elastika,
embukuh limfe dan serabut syaraf.

Lobules hati berbentuk hexagonal, dimana


sel-sel parenkim hepar tersusun secra radier (
menjari ) dengan vena sentralis terletak di
tengahnya. Sel-sel ini berbentuk polygonal,
sitoplasma granular dengan tetes-tetes glikogen,
pembuluh limfe dan serabut syaraf, sinusoid
diantara sel-sel parenkim, dibatasi oleh sel-sel
endotalium, makrofag dan sel kupffer vena
sentralis. Setiap hepatosit berkontak langsung
9

dengan darah dari dua sumber. Darah vena yang langsung datang dari saluran pecernaan
dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena
porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar disebut sinusoid.
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang
dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara
langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus
terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap
dari saluran cerna untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk
tersebut kembali ke sirkulasi besar.
Sel-sel hati juga menghasilkan getah empedu sebagai hasil dan dieksresikan lewat
duktus koledokus dan muaranya ( Spingter oddi ). Getah atau cairan empedu mengandung
pigmen empedu yang selanjutnya dikeluarkan lewat feses dan urin.

2.3 EMPEDU
Kantung empedu atau kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ
berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh
untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kantung empedu adalah sekitar 7-10 cm
dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan
empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu.
Empedu adalah cairan bersifat basa yang pahit dan berwarna hijau kekuningan
karena mengandung pigmen bilirubin, biliverdin, dan urobilin, yang disekresikan oleh
hepatosit hati pada sebagian besar vertebrata. Setiap harinya cairan empedu disekresikan
oleh hati sebanyak 500-1000cc dimana sekresinya berjalan terus menerus, jumlah yang
disekresikan akan meningkat jika mencerna lemak. Pada beberapa spesies, empedu
disimpan di dalam kantung empedu dan dilepaskan ke usus dua belas jari untuk membantu
proses pencernaan makanan. Sebuah kantong empedu berbentuk terong dan merupakan
membran berotot, letaknya dalam sebuah lobus disebelah permukaan dibawah hati sampai
pinggir depannya, panjangnya 8-12 cm, berkapasitas 60 mL. Lapisan empedu (kantong)
terdiri dari lapisan luar serosa atau pariental, lapisan otot bergaris, lapisan dalam mukosa
atau viseral yang disebut juga membran mukosa. Bagian-bagian kantong empedu, yaitu :
1. Fundus vesika felea
merupakan bagian kantong empedu yang paling akhir setelah korpus vesika felea.
2. Korpus vesika felea
bagian dari kantong empedu yang dalamnya berisi getah empedu atau cairan empedu.
3. Leher kandung kemih

10

merupakan leher dari kantong empedu yaitu saluran pertama masuknya getah empedu
ke kantong empedu.
4. Duktus sistikus
panjangnya 3 cm berjalan dari leher kantung empedu dan bersambung dengan duktus
hepatikus, membetuk saluran empedu ke duodenum.
5. Duktus hepatikus
saluran keluar dari leher.
6. Duktus keledokus
saluran yang membawa getah empedu ke duodenum.

BAB 3
PATOFISIOLOGI HATI
3.1 TIPE DAN MEKANISME TOKSIK YANG MERUSAK HATI
Respon hati terhadap senyawa kimia tergantung dari intensitas senyawa kimia,
jumlah sel yang terkena efek senyawa kimia, dan durasi atau lama senyawa kimia
menyerang hati ( akut atau kronis ). Kerusakan yang tidak terlalu parah hanya menyebabkan
disfungsi organ. Kerusakan hati bisa disebabkan oleh berbagai macam substansi kimia
seperti obat ( asetaminofen ), alkohol, vitamin A, logam ( Mn, Cu, Fe ), senyawa kimia
industry ( dimetilformamida, metilen dianilin ), kuman, serta toxin yang dihasilkan oleh
jamur ( sporidesmin ) dan alga ( mikrositin ). Secara umum, hati akan mengalami respon
berikut jika terkena dampak dari senyawa kimia,
3.1.1 Kematian sel
Berdasarkan morfologinya, dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Nekrosis
Nekrosis hati adalah kematian hepatosis. Nekrosis dapat bersifat fokal
(sentral,pertengahan,perifer) atau massif. Kematian sel terjadi bersama
dengan pecahnya membran plasma. Tidak ada perubahan ultrastruktural
membran yang dapat dideteksi sebelum pecah. Namun, ada beberapa
perubahan yang mendahului kematian sel. Perubahan morfologik awal antara
lain berupa edema sitoplasma, dilatasi reticulum endoplasma dan disagregasi
polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel.
Perubahan yang terdahulu merupakan pembengkakan mitokondria progresif
dengan kerusakan Krista. Pembengkakan sitoplasma,penghancuran organel
dan inti,dan pecahnya membrane plasma.
Ciri-ciri nekrosis :
- Pembengkakan sel
- Lisisnya sel atau kebocoran sel
- Karyolisis ( disintegrasi nuclear )
- Sel yang meradang
11

Pada umunya nekrosis merupakan akibat dari senyawa kimia atau kondisi
trauma tertentu seperti iskemia, banyak sel hepatosit yang telah tertular
dengan sel nonparenkim yang sudah terkena dampak senyawa kimia.
Molekul-molekul ini dikenali oleh system imun dan kemudian berdampak
pada respon inflamasi diikuti dengan kerusakan jaringan.
Proses nekrosis bisa diidentifikasi dengan dihasilkannya enzim spesifik hati;
yaitu alanin ( ALT ) atau aspartat ( AST ) pada plasma sel ( secara histology,
area tempat terjadinya nekrosis, akan kehilangan inti sel dan hal ini mudah
dideteksi oleh H&E section )
b. Apoptosis
Berbeda halnya dengan nekrosis, apoptosis bercirikan dengan
- Menyusutnya sel
- Terkondensasinya kromatin
- Fragmentasi nuclear
- Pembentukan kumpulan apoptosis
- Umumnya berkurangnya peradangan
Karakteristik morfologi apoptosis disebabkan oleh aktifasi caspases sebagai
pemicu aktifnya enzim seperti caspase-activated DNase (CAD) yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya fragmentasi DNA ( Nagata et al,.
2003 ). Apoptosis biasanya terjadi pada sekumpulan sel yang sama pada
suatu waktu dengan tujuan utama untuk membuang sel-sel yang sudah tidak
dibutuhkan lagi selama proses perkembangan atau mengeliminasi sel yang
sudah tua pada suatu jaringan yang terjadi secara teratur. Pada kondisi ini,
kumpulan apoptosis akan difagositosis oleh kupffer sel ( salah satu sel imun
bawaan ) atau juga bisa oleh sel hepatosis yang letaknya bersebelahan.
Hilangnya sel yang sudah difagositosis ini tidak meninggalkan bekas atau sisa
sisa lainnya dan menghilang tanpa menyebabkan respon inflamasi atau
radang.
Meskipun apoptosis merupakan regenerasi yang efektif pada pergantian sel
yang normal, hati adalah organ yang terbatas untuk melakukan apoptosis.
3.1.2 Kolestasis kanalikular
Merupakan bentuk dari disfungsi hati yang ditandai secara fisiologi dengan
menurunnya produksi cairan empedu atau melemahnya eksresi suatu cairan
tertentu menuju ke empedu. Karakteristeik dari kolestasis adalah meningkatnya
tingkat serum suatu senyawa melebihi normal yang terdapat pada empedu,
khususnya garam empedu dan bilirubin. Ketika proses ekresi untuk menghasilkan
pigmen kekuningan melemah atau berkurang, pigmen ini akan terakumulasi di
kulit dan mata, menjadi warna kekuningan, dan dibuang melalui urin. Urin akan
menjadi warna kuning cerah atau coklat terang. Hal seperti ini menjadi ciri umum
12

jika terjadi disfungsi hati. Selain itu juga menjadi peringatan serius dalam
mengamati tanda klinis untuk penyakit tertentu.
Karakteristik histology dari kolestasis ini sangat rumit dan sulit untuk
dideteksi tanpa studi ultrastruktural. Perubahan struktur seperti pembesaran
kanalikuli empedu dan adanya penyumbatan pada saluran empedu dan kanalikuli.
Kolestasis akibat toksikan bisa bersifat akut maupun kronis, pada hakekatnya hal
tersebut tetap saja berhubungan dengan pembengkakan sel, kematian sel, dan
radang. Kerusakan sel biasanya terjadi jika banyak zat kimia yang terakumulasi di
hati.
Mekanisme molecular dari kolestasis berhubungan dengan pernyataan dan
fungsi dari system transportasi pada basolateral dan membrane kanalikuli. Pada
prinsipnya, dengan meningkatnya kerja hati, menurunnya eksresi bilirubin, dan
meningkatnya reabsorpsi dari suatu obat bisa berkontribusi pada penumpukannya
pada hati. Suatu senyawa inhibitor untuk ekresi garam empedu, dapat memicu
terjadinya akumulasi senyawa seperti rifampicin ataau esterogen di dalam
hepatosit dan menyebabkan kerusakan sel.
3.1.3 Kerusakan saluran empedu
Nama lain dari kerusakan saluran empedu intrahepatic adalah
cholangiodestructive cholestatis. Sebuah indeks biokimia yang digunakan dari
kerusakan saluran empedu adalah adanya peningkatan yang tajam pada aktifitas
enzyme yang ada pada saluran empedu, khususnya alkalin pospatase. Jika tingkat
serum dari asam empedu dan bilirubin meningkat, hali ini diamati juga dengan
kolestasis kanalikuli. Jejas dari kerusakan saluran empedu juga termasuk
bengkaknya epitel, puing-puing dari sel yang sudah rusak dalam saluran lumens,
rusaknya portal tracts. Jika sudah kronis, bisa menyebabkan hancurnya saluran
empedu, bisa memicu proliferasi dan fibrosis hati, yang menyerupai sirosis
primer. Jika pada suatu kasus terdapat pasien yang mengalami kerusakan saluran
empedu atau bahkan kehilangan saluran empedu, hal ini termasuk kasus yang
langka, ( vanishing bile duct syndrome ). Kasus seperti ini pernah dilaporkan
terjadi pada pasien yang menerima antibiotik, anabolic steroid, kontrasepsi
steroid, atau antikonvulsan karbamazepin.
3.1.4 Mengganggu sitoskeleton
Phalloidin dan mikrositin dapat merusak sitoskeleton dari sel hepatosit,
dengan berefek pada protein, yang merupakan molekul vital utama. Efek
kerusakan dari 2 hepatotoksin poten ini khusus untuk sel hepatosit, karena
keduanya tidak bersifat toksik bagi jenis sel lainnya. Ikatan yang terbentuk dari
phalloidin dengan filament aktin mencegah terjadinya fase pembongkaran dari
proses penyusunan normal dari filament aktin yang merupakan konstituen dari
stoskeleton. Phalloidin ini akan memicu terjadinya pemogokan reaksi aktin di
13

jaringan yang kaya akan aktin pada sitoskeleton yang berdekatan dengan
membrane kanalikuli. Jaringan aktin ini akan tertekan dan membrane kanalikuli
akan mengalami dilatasi.
Sedangkan mikrositin yang berada pada sel hepatosit akan memicu terjadinya
hiperposporilasi dari protein primer sitoskeleton menjadi toksik yang mempunyai
ikatan kovalen sebagai katalisator subunit phospatase protein serin atau theonin.
Dosis rendah mikrositin, sacara khusus bisa memicu tumor hati, dan membunuh
sel hepatosit di zona 3, dimana mikrositin terakumulasi.
3.1.5 Fatty liver
Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%.
Beberapa toksikan seperti tetrasiklin menyebabkan banyak butiran lemak kecil
dalam suatu sel sementara toksikan lainnya seperti etanol menyebabkan butiran
lemak besar yang menggantikan inti dan akhirnya menyebabkan penimbunan lipid
dalam hati. Mekanisme yang paling umum adalah rusaknya pelepasan trigliserid
hati ke plasma. Karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan
tergabung dengan lipoprotein ( membentuk lipoprotein berdensisitas sangat
rendah (VLDL)).
Penimbunan lipid hati dapat terjadi lewat beberapa mekanisme :
1. Penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein (misalnya karbon
tetraklorid, etionin)
2. Penekanan konjugasi trigliserid dengan lipoprotein (misalnya karbon
tetraklorid)
3. Hilangnya kalium dan hepatosit, mengakibatkan gangguan transfer VLDL
melalui membran sel ( misalnya etionin )
4. Rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondria (misalnya etanol)
5. Penghambatan sistesis fosfolipid, bagian penting dari VLDL (misalnya
kekurangan kolin, asam orotat)
3.1.6 Fibrosis dan sirosis
Sirosis ditandai oleh adanya septa kologen yang tersebar di sebagian besar
hati. Kumpulan hepatosis muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan
berserat ini. Patogenesisnya tidak sepenuhnya dimengerti,tetapi dalam sebagian
besar kasus, sirosis berasal dari nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme
perbaikan.Kemudian aktifitas ini menyebabkan aktivitas fibroblastic dan
pembentukan jaringan parut. Tidak cukupnya aliran darah dalam hati merupakan
menjadi factor pendukung.
Fibrosis hati adalah salah satu jenis hepatitis atau radang yang terjadi pada
hati sebagai upaya untuk menyembuhkan luka yang terjadi pada hati, dan
melibatkan sederet jenis sel dan mediator. Walaupun cedera akut yang
mengaktivasi
mekanisme
fibrogenesis,
transduksi
sinyal
seluler
14

berkesinambungan yang mengisyaratkan penyakit hati kronis, seperti akibat


infeksi, obat-obatan dan kelainan metabolisme atau gangguan sistem kekebalan,
itulah, yang menyebabkan akumulasi/endapan fibrosis berupa protein matriks
ekstraseluler dari senyawa kolagen tipe I pada jaringan lumen sinusoid yang
terbentuk antara sel Ito dan SEC, akibat sekresi berlebih oleh sel Ito setelah
teraktivasi memasuki siklus sel.
3.1.7 Kanker dan Tumor
Banyak bahan kimia yang digunakan di lingkungan kerja, seperti cat, pelarut,
logam, pestisida, dan lainnya yang dapat menyebabkan kanker hati. Agen yang
sudah pasti memberikan dampak buruk bagi manusia adalah aflatoksin dan
alkohol, bersifat karsinogen. Hepatocellular carcinoma berkembang dalam
hepatocyte dan ditandai dengan tersebarnya nodul dan terdapat tumor ganas
yang besar di hati.
Hati adalah salah satu organ utama tubuh, dan sangat penting untuk hidup
(oleh karenanya dalam bahasa inggris diberi nama "live-r". live = hidup, liver =
hati). Hati berperan dalam banyak proses tubuh, diantaranya memproduksi
berbagai protein penting, memproses dan menyimpan nutrisi, menghancurkan
toksin dan racun. Hati terbuat dari berbagai macam tipe sel tetapi dua sel utama
hati adalah sel hati (hepatosit) dan sel-sel lapisan saluran empedu (kolangiosit),
Tumor atau barah (bahasa Inggris: tumor, tumour) adalah sebutan untuk
neoplasma atau lesi padat yang terbentuk akibat pertumbuhan sel tubuh yang
tidak semestinya, yang mirip dengan simtoma bengkak. Tumor berasal dari kata
tumere dalam bahasa latin yang berarti "bengkak". Pertumbuhannya dapat
digolongkan sebagai ganas (malignan) atau jinak (benign).
Tumor ganas disebut kanker. Kanker memiliki potensi untuk menyerang dan
merusak jaringan yang berdekatan dan menciptakan metastasis. Tumor jinak tidak
menyerang tissue berdekatan dan tidak menyebarkan benih (metastasis), tetapi
dapat tumbuh secara lokal menjadi besar. Mereka biasanya tidak muncul kembali
setelah penyingkiran melalui operasi.
Seperti bagian tubuh lainnya, sel-sel hati dapat mengalami perubahan
dan menjadi kanker. Sel-sel hati yang bersifat kanker membentuk kanker hati
(hepatoselular karsinoma, HCC). Sel-sel kanker yang berasal dari bagian tubuh
lainnya dan menyebar ke hati, misalnya kanker usus besar yang sudah menyebar,
pada dasarnya tidak dianggap sebagai kanker hati melainkan dikenal sebagai
tumor hati sekunder atau kanker metastasis ke hati.
Kanker hati merupakan kanker paling umum keempat di dunia. Di Singapura,
kanker hati adalah kanker paling umum keempat pada pria, dan kanker saluran
pencernaan paling umum ketiga dan diderita oleh sekitar 14 individu per 100.000
orang per tahun. Kanker hati bisa dikatakan merupakan penyakit Asia, dan umum
15

di Asia Tenggara, Cina, Jepang dan Korea. Juga umum terjadi di beberapa bagian
dari Afrika dan Mediterania (khususnya Italia).
Kanker hati terutama dialami oleh kelompok usia lebih tua, dari 40-an hingga
50-an walaupun bisa juga dialami oleh individu lebih muda yang telah terkena
hepatitis-B atau C kronis sejak lahir atau pada mereka dengan kondisi bawaan
tertentu.
Penyakit hati sebelum menjadi kronis, sel-sel hati yang rusak tumbuh menjadi
tumor hati yang jinak (benigna) dan ganas (maligna). Kemudian hati akan
mengalami perlemakan yang kemudian hati akan membengkak (fatty liver).
Tumor jinak atau ganas menyebabkan hati mengalami pembesaran dan
perdarahan ke dalam rongga perut. Tumor hati yang jinak sering ditemukan,
tetapi biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala yang signifikan.
Tumor disebabkan oleh mutasi dalam DNA sel. Sebuah penimbunan mutasi
dibutuhkan untuk tumor dapat muncul. Mutasi yang mengaktifkan onkogen atau
menekan gen penahan tumor dapat akhirnya menyebabkan tumor. Sel memiliki
mekanisme yang memperbaiki DNA dan mekanisme lainnya yang menyebabkan
sel untuk menghancurkan dirinya melalui apoptosis bil DNA rusak terlalu parah.
Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini dapat juga menyebabkan kanker.
Sebuah mutasi dalam satu oncogen atau satu gen penahan tumor biasanya tidak
cukup menyebabkan terjadinya tumor. Sebuah kombinasi dari sejumlah mutasi
dibutuhkan.
DNA microarray dapat digunakan untuk menentukan apakah oncogene atau
gen penahan tumor telah termutasi. Di masa depan kemungkinan tumor dapat
dirawat lebih baik dengan menggunakan DNA microarray untuk menentukan
karakteristik terperinci dari tumor.
Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi di DNA mereka. Ini berarti
"prevalence" tumor meningkat kuat sejalan dengan penuaan. Ini juga kasus di
mana orang tua yang terdapat tumor, kebanyakan tumor ini merupakan tumor
ganas.

Tipe kerusakan
Fatty liver
Hepatosit death
Immun-mediated respon
Canalicular cholestasis
Bile duct damage
Sinusoidal disorders
Fibrosis and sirosis
Tumor

Toksikan penyebab
Amiodaron, CCl4, etanol, fialuridin, tamoxifen, valproic acid
Asetaminofen, allil alkohol, CU, dimetilformamida, etanol
Diklofenak, etanol, halotan, tienilic acid
Clorpromazin, cyclosporine A, 1.1 dikloroetilen, esterogen, Mn,
phalloidin
Amoxillin, metilen dianilin, sporidesmin
Anabolic steroid, siklofosfamida, mikrositin, pirolizdin alkaloid
CCl4, etanol, thioasetamida, vitamin A, vinil klorida
Alfatoxin, androgens, arsenic, thorium dioksid, vinil clorida
Table 2 ( Casarett and Doulls Toxicology 2008 )

16

Mekanisme kerusakan hati yang disebabkan oleh:


parasetamol atau asetaminofen, alkohol, dan CCl4
Kejadian hepatotoksisitas karena obat kerap terjadi. Pada dosis terapetik, angka
kejadian idiosinkrasi timbul pada 1 kasus per 1000-100.000 pasien dengan pola yang
menetap untuk masing-masing obat atau kelas obat. Jika reaksi idiosinkrasi timbul,
seringkali berakibat fatal jika konsumsi obat tetap dilanjutkan.
Beberapa obat seperti asetaminofen menyebabkan kerusakan hepar dengan pola
dose-dependent relationship, dimana besarnya dosis obat yang digunakan lebih berperan
dibandingkan dengan konstitusi metabolic penjamu.
Mekanisme kerusakan hepar karena obat
Terdapat beberapa mekanisme kerusakan hepar yang disebabkan oleh obat, yaitu :
1. Jika reaksi energy reaksi tinggi yang melibatkan enzin sitokrom p450 menyebabkan
terjadinya ikatan kovalen obat dengan protein intrasel, maka akan terjadi disfungsi
intraseluler berupa hilangnya gradient ion, penurunan kadar ATP, dan disrupsi aktin
pada permukaan hepatosit yang menyebabkan pembengkakan sel dan berakhir
dengan rupture sel.
2. Disrupsi aktin pada membrane kanalikuli dapat menghalangi aliran bilier. Proses ini
akan menyebabkan kolestasis. Kombinasi kolestasis dengan proses kerusakan
intraseluler lainnya akan menyebabkan terakumulasinya asam empedu yang
berakibat pada kerusakan hepar lebih lanjut.
3. Banyak reaksi hepatoseluleryang melibatkan senyawa besi heme ( yang terkandung
dalam enzim sitokrom p450 ). Pada keadaan tertentu, reaksi ini akan mengakibatkan
terjadinya ikatan kovalen antara enzim dengan obat sehingga reaksi enzimatik tidak
bekerja.
4. Obat dengan molekul kecil dapat berfungsi sebagai hapten. Setelah berikatan
dengan protein, akan membentuk kompleks apoprotein yang bersifat imunogenik
yang bermigrasi ke permukaan sel hematosit dalam bentuk vesikel. Vesikel ini dapat
menginduksi sel T untuk membentuk ( antibodiantibody-mediated citotoxity ) atau
menginduksi respon sitotoksik ( direct cytotoxic T-cell response ) dan sitokin.
5. Obat yang bersifat imunogenik dapat mengaktifasi Tumor Necrosis Factor- ( TNF- )
yang dapat memacu caspese intrasel sehingga memacu apoptosis.
6. Obat yang menghambat oksidasi dan system respirasi mitokondria, akan
menyebabkan penumpukan reactive oxygen spesies atau reactive nitrogen spesies (
ROS / RNS ) , gangguan sintesis ATP. Selama sel tidak mendapat energy dari proses
oksidatif, akan terjadi proses glikolisis anaerob yang akan menghasilkan ATP dan
energy. Akibatnya, asam laktat sebagai produk akhir dari proses glikolisis akan
meningkat. Peningkatan asam laktat di dalam sel akan mengakibatkan DNA inti
memadat, sehingga sintesis RNA baru dan sistesis protein akan terganggu bahkan
terhenti. Selain itu, akumulasi ROS / RNS yang berlebihan juga dapat memacu proses
apoptosis.
17

Asetaminofen
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang
populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan,
serta demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik selesma dan flu.
Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik
sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,
parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam
obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan
dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal, atau duktus arteriosus pada
janin.
Merupakan merupakan derivate para amino fenol, penghambat
prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi
yang bermakna. Hal ini disebabkan ketidakmampuan asetaminofen menghambat
siklooksigenase pada konsentrasi peroksida yang tinggi pada keadaan inflamasi. Efek
antipiretik didapat melalui penghambatan siklooksigenase di dalam hipotalamus.
Asetaminofen tidak menghambat aktifasi netrofil, tidak berpengaruh pada,
platelet, waktu perdarahan dan eksresi asam urat. Selain itu, asetaminofen juga
tidak berefek pada system respirasi dan kardiovaskular.
Metabolism hepatic asetaminofen lewat jalur enzim
sitokrom p450 menghasilkan metabolit reaktif yang
bersifat elektrofilik yang disebut NAPQ1. Sitokrom p450
yang paling berperan dalam metabolism ini adalah
CYP2E1. Meskipun yang lain ikut berperan seperti CYP3A4 dan CYP1A2 juga ikut
berperan, namun peranannya tidak sebesar CYP2E1.
Alkohol
Alkohol akan diubah menjadi asetaldehid kemudian akan diubah menjadi asetat oleh
aldehid dehidrogenase di dalam mitokondria. Pemakaian alkohol yang lama akan
menimbulkan perubahan pada mitokondria, yang menyebebkan berkurangnya
kapasitas untuk oksidasi lemak. Semua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya
perlemakan hati. Perubahan pada system oksidasi etanol mikrosom yang disebabkan
pemakaian alkohol yang berlangsung lama dapat menginduksi dan meningkatkan
metabolism obat-obatan, meningkatkan lipoprotein dan menyebabkan
hiperlidlidemia.
CCl4
Melalui reaksi dengan enzin sitokrom p450, yang bisa berubah menjadi
bentukradikalnya, yaitu OCCl3 dan kemudian menjadi OCClOO3 yang bersifat
xenobiotik yang bisa memisahkan atom hydrogen dari asam lemak tak jenuh dari
phospolipid. Ditambah lagi OCCl3 bisa berikatan dengan makromolekul pada jaringan
dan beberapa produk peroksida lipid, aldehid reaktif.

18

BAB 4
TERAPI DAN PENCEGAHAN
4.1 ANTIDOTUM DAN MEKANISME PENCEGAHAN KERUSAKAN HATI
Terapi antidotum didefinisikan sebagai tata cara yang ditunjukan untuk membatasi
intensitas efek toksik zat kimia atau menyembuhkanya sehingga bermanfaat dalam
mencegah timbulnya bahaya selanjutnya.
SPESIFIK
Adalah terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-zat tertentu. Terapi untuk mengatasi
hepatotoksisitas imbas obat belum ada antidotum yang spesifik untuk setiap obat, kecuali
kelainan yanng disebabkan oleh asetaminofen dapat diberikan N-asetilsistein. Oleh karena
itu terapi efek hepatotoksik yang baik adalah segera menghentikan penggunaan obat-obat
yang dicurigai.
Mekanisme N-asetilsistein untuk keracunan asetaminofen
- Keracunan acetaminophen, toksisitas terjadi karena dimetabolisme menjadi Nacetyl-P-benzoquinoneimine (NABQI).
- NABQI menyebabkan kerusakan di hepar SGPT dan SGOT.
- Asetilsistein sebagai antioksidan berikatan NABQI membentuk senyawa nontoksik.
- Metionin dalam tubuh mengalami metabolisme menjadi homosistein sebgai donor
sulfat untuk diikat oleh NABQI sehingga sebagai alternatif asetilsistein.
NON SPESIFIK
Yaitu suatu terapi keracunan yang bermanfaat hampir pada semua kasus melalui cara-cara
memacu muntah, bilas lambung, dan memberikan zat absorben. Cara lain adalah untuk
mempercepat eliminasi dengan pengasaman dan pembasaan urin atau hemodialisis. Hati
mampu melakukan hal-hal berikut sebagai pertahanan terhadap senyawa kimia dan
merupakan factor-faktor penting dalam mekanisme antidotum hepatotoksisitas,
diantaranya :
4.2.1 Uptake and konsentrasi
Hati adalah organ pertama yang dileawi oleh berbagai senyawa kimia lipofilik
yang masuk ke dalam tubuh, seperti obat, polusi lingkungan, yang dengan mudah
berdifusi ke dalam hati. Karena itu, membrane hati kaya akan senyawa yang
lipofilik. Contohnya pada kasus keracunan air yang sudah terkontaminasi oleh
alga biru-hijau Micositis aeruginosa. Diketahui jamur ini menghasilkan mikrositin
yang merupakan hepatoksin. Hal ini diketahui dari penelitian dengan
menggunakan sampel air yang diminum oleh pasien yang meninggal karena
penyakit hepar.

19

Phalloidin dengan organ spesifiknya bile-ducy ligation, yang meningkatkan


kosentrasi asam empedu yang menyebabkan hepatotoksisitas. Hal ini bisa diatasi
dengan meningkatkan uptake ( reaksi ) yang terjadi antara sinusoidal transporter
untuk asam empedu atau anion organic lainnya.
Akumulasi vitamin A dan logam juga menentukan factor hepatotoksisitas.
Vitamin A berefek pada stellate sel yang bereaksi aktif dan sebagai sel
penyimpan vitamin ini. Dosis tinggi vitamin ini, akan mengakibatkan sel stellate
breaksi, aktifasi, dan terjadi penambahan jumlah, sehingga menonjol keluar
sinusoid.
Hepatotoksik Cadmium terjadi jika sel tidak mampu lagi untuk menyimpan logam
ini dalam bentuk ikatan kompleks antara logam dam protein methalothionin.
Logam lainnya yaitu besi. Protein yang akan berikatan dengan besi yaitu ferritin.
Jika sel sudah tidak mampu lagi berikatan dengan logam ini, maka akan
terbentuk ion logam bebas yang bisa bereaksi sebagai donor electron pada reaksi
fenton. Keracunan besi biasa terjadi pada anak-anak yang mengkonsumsi tablet
Fe. Akumulasi Fe secara berlebih akan menyebabkan hemocromatosis sehingga
akan mempunyai kesempatan 200 kali lebih besar untuk mengalami kanker hati.
Dari contoh-contoh yang diuraikan diatas, kerusakan hati masih bisa
ditanggulangi oleh hati apabila belum melebihi batas dosis sesuai dengan
kemampuan sel itu sendiri untuk bereaksi dengan hepatoksin.
4.2.2 Bioaktivasi dan detoksifikasi
Salah satu fungsi utama dari hati adalah untuk mengeliminasi senyawa kimia
yang berasal dari luar tubuh maupun yang dihasilkan oleh tubuh. Bioaktivasi atau
biotransformasi adalah suatu mekanisme tubuh untuk menginaktifasi dan
mengeksresikan bahan-bahan asing keluar tubuh. Secara umum, proses
biotransformasi meliputi 2 reaksi utama, yaitu :
1. Fase 1 ( reaksi perubahan )
Merupakan reaksi umum untuk mengubah suatu senyawa menjadi
senyawa metabolit reaktif elektrofilik. Terjadi di dalam RE halus. Reaksi ini
akan menyebabkan peningkatan polaritas dan penurunan aktifitas
biologic atau sifat racun suatu senyawa. Namun dalam kedaan tertentu
untuk beberapa obat dan zat karsinogen, reaksi ini bisa menyebabkan
senyawa kimia menjadi bentuk aktifnya dan bersifat toksik. Jenis reaksi
yang terjadi pada fase 1 ini adalah :
- Oksidasi : hidroksilasi, pembentukan epoksida, pembentukan
sulfoksida, dealkilasi dan desaminasi.
- Reduksi: dari senyawa karbonil, azo, atau nitro dan dehalogenasi.
- Metlasi
- desulfurisasi

20

2. Fase 2 ( reaksi konjugat )


Merupakan reaksi yang merubah suatu senyawa menjadi lebih polar
dengan penambahan gugus tertentu pada senyawa lipofil, sehingga lebih
mudah untuk proses eksresi selanjutnya.
Fase 2 dikatalis oleh enzin transferase. Produk yang dihasilkan berupa
konjugat, yang merupakan molekul yang sangat polar dan dapat larut
dalam air sehingga mudah untuk dieksresi. Konjugat dengan berat
molekul lebih dari 300 akan dieksresikan oleh system bilier. Dan jika
kurang dari 300 akan di eksresi melalui ginjal.
Sedangkan detoksifikasi adalah proses pemecahan senyawa toksik
oleh hati. Hati mampu membantu fungsi ginjaldengan cara memecah
beberapa senyawa racun yang dan menghasilkan ammonia, urea, dan
asam urat dengan memanfaatkan asam amino dan protein. Hati juga
mendetoksifikasi dengan menetralkan racun dari obat-obatan, meski
tidak semuanya berhasil didetoksifikasi. Tubuh manusia memiliki
mekanisme detoksifikasi yang mengeluarkan racun dari tubuh manusia.
4.2.3 Regenerasi
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi merupakan suatu proses yang
sangat penting agar hati dapat pulih dari kerusakan yang ditimbulkan dari proses
detoksifikasi dan imunologis. Regenerasi tercapai dengan interaksi yang sangat
kompleks antara sel yang terdapat dalam hati, antara lain hepatosit, sel Kupffer,
sel endotelial sinusoidal, sel Ito dan sel punca; dengan organ ekstra-hepatik,
seperti kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pankreas, duodenum, hipotalamus.
Hepatosit, adalah sel yang sangat unik. Potensi hepatosit untuk melakukan
proliferasi (fase sel saat mengalami pengulangan siklus sel tanpa hambatan.
Proliferasi berbeda dengan mitosis. Istilah proliferasi sering digunakan pada
hepatosit dalam konteks penggantian massa parenkima hati yang hilang akibat
proses detoksifikasi, radang atau imunitas, dan digunakan pada sel B dan sel T
pada saat kedua jenis sel ini distimulasi oleh ekspresi molekul antigen.), muncul
pada saat-saat terjadi kehilangan massa sel, yang disebut fase prima atau fase
kompetensi replikatif yang umumnya dipicu oleh sel Kupffer melalui sekresi
sitokina IL-6 (dapat berupa protein, peptida atau glikoprotein) dan TNF- (Faktor
nekrosis tumor-). Pada fase ini, hepatosit memasuki siklus sel dari fase G0 ke
fase G1.
TNF- dapat memberikan efek proliferatif atau apoptotik, bergantung pada
spesi oksigen reaktif dan glutathion, minimal 4 faktor transkripsi diaktivasi
sebelum hepatosit masuk ke dalam fase proliferasi, yaitu
- NF-B : nuclear factor-kappaB,
21

adalah keluarga faktor transkripsi yang beranggotakan tujuh senyawa organik


yang berperan dalam pertumbuhan kardiovaskular, respon stres, dan
peradangan, sistem kekebalan tiruan, sistem kekebalan turunan, apoptosis,
dengan mengendalikan ekspresi genetik.
Disrupsi fungsi pada NF-B atau IKK dapat menyebabkan berbagai penyakit
termasuk kanker. Sejak ditemukan pada tahun 1986, banyak studi
menunjukkan hubungan antara lintasan sinyal NF-B dan respon peradangan.
- STAT-3 : signal transducer and activator of transcription 3, acute-phase
response factor, APRF, HIES, FLJ20882, MGC16063, STAT3)
adalah faktor transkripsi dari keluarga STAT. Protein ini teraktivasi melalui
proses fosforilasi setelah terstimulasi berbagai sitokina dan faktor
pertumbuhan
- AP-1 : activator protein 1, AP-1)
adalah protein di dalam inti sel berbentuk heterodimerik dari kompleks fos,
jun dan subgroup ATF, yang merupakan faktor transkripsi yang memiliki
peran penting dalam ekspresi genetik selular seperti transformasi, proliferasi
melalui represi ekspresi gen supresor tumor, diferensiasi, apoptosis, migrasi
sel; mengendalikan ekspresi dan fungsi regulator siklus sel seperti siklin D1,
supresor tumor p53, p21(cip1/waf1), p19(ARF) dan p16; dan peradangan.
- C/EBP-beta. CCAAT/enhancer-binding protein beta) adalah faktor transkripsi
yang memiliki berkas genetik CEBPB. C/EBP-beta dapat membentuk kompleks
heterdimer dengan protein sejenis seperti C/EBP-alfa, C/EBP-delta, C/EBPgamma. C/EBP-beta menginduksi transkripsi IL-1, IL-6 beserta respon
kekebalan dan peradangan, termasuk pada fase akut.
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi telah diketahui semenjak
zaman Yunani kuno dari cerita mitos tentang seorang titan yang bernama
Prometheus. Kemampuan ini dapat sirna, hingga hepatosit tidak dapat masuk ke
dalam siklus sel, walaupun kehilangan sebagian massanya, apabila terjadi fibrosis
hati. Lintasan fibrosis yang tidak segera mendapat perawatan, lambat laun akan
berkembang menjadi sirosis hati dan mengharuskan penderitanya untuk
menjalani transplantasi hati atau hepatektomi demi kelangsungan hidupnya.
Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial merupakan proses yang sangat
rumit di bawah pengaruh perubahan hemodinamika, modulasi sitokina, hormon
faktor pertumbuhan dan aktivasi faktor transkripsi, yang mengarah pada proses
mitosis. Hormon PRL yang disekresi oleh kelenjar hipofisis menginduksi respon
hepatotrofik sebagai mitogen yang berperan dalam proses proliferasi dan
diferensiasi. PRL memberi pengaruh kepada peningkatan aktivitas faktor
transkripsi yang berperan dalam proliferasi sel, seperti AP-1, c-Jun dan STAT-3;
dan diferensiasi dan terpeliharanya metabolisme, seperti C/EBP-alfa, HNF-1,
HNF-4 dan HNF-3. c-Jun merupakan salah satu protein penyusun AP-1. Induksi
NF-B pada fase ini diperlukan untuk mencegah apoptosis dan memicu derap
22

siklus sel yang wajar. Pada masa ini, peran retinil asetat menjadi sangat vital,
karena fungsinya yang menambah massa DNA dan protein yang dikandungnya.
4.2.4 Inflamasi
Inflamasi bisa dianggap sebagai rangkaian kejadian komplek yang terjadi
karena tubuh mengalami injury, baik yang disebabkan oleh bahan kimia atau
mekanis atau proses self-destructive (autoimun). Walaupun ada kecenderungan
pada pengobatan klinis untuk memperhatikan respon inflammatory dalam hal
reaksi yang dapat membahayakan tubuh, dari sudut pandang yang lebih
berimbang sebenarnya inflamasi adalah penting sebagai sebuah respon protektif
dimana tubuh berupaya untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum terjadi
injury (preinjury) atau untuk memperbaiki secara mandiri setelah terkena injury.
Respon inflammatory adalah reaksi protektif dan restoratif dari tubuh yang
sangat penting karena tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis
dibawah pengaruh lingkungan yang merugikan.
Tanda-tanda klasik inflamasi sudah dikenal dengan baik, yaitu bengkak,
kemerahan, panas, sakit, dan perubahan fungsi. Respon inflammatory sangat
tergantung pada pembuluh darah yang utuh dan sel-sel sirkulasi serta cairan di
dalam pembuluh tersebut. Pada umumnya, ada tiga status inflamasi yang
diketahui, masing-masing ditetapkan berdasarkan kriteria histologis tipikal yaitu :
1. Respon inflammatory akut
Ditandai dengan dilatasi pembuluh-pembuluh darah serta melimpahnya
leukosit dan cairan. Terlihat kemerahan (eritema) disebabkan oleh dilatasi
pembuluh darah, bengkak (edema) disebabkan oleh pelepasan cairan ke
dalam jaringan lunak, dan kaku (mengeras) karena akumulasi cairan dan selsel. Hasil dari proses tersebut menyebabkan hilangnya kapasitas normal
pembuluh darah untuk mempertahankan cairan dan sel-sel di dalam sistem
vaskular. Leukosit kemungkinan tertarik oleh substansi kimia yang berdifusi
ke dalam pembuluh dari sisi ekstravaskular. Selain itu, diketahui bahwa
pelepasan faktor-faktor tertentu, misalnya histamin dari sel-sel mast jaringan,
selanjutnya dapat merubah pembuluh menjadi permeabel terhadap cairan
plasma. Pada kebanyakan kasus, respon inflammatory akut menunjukkan
efek aksi mediator pada pembuluh darah, daripada injury nonspesifik ke
pembuluh, menghasilkan pelepasan selektif cairan dan sel. Setelah terjadi
trauma mekanis atau thermal injury, perubahan vasopermeabilitas terjadi
lebih awal pada respon inflammatory akut. Kenyataannya, permeabilitas
histamine-dependent terjadi dalam hitungan menit setelah thermal injury,
kemungkinan disebabkan oleh pelepasan kandungan granular dari sel-sel
mast jaringan. Fase permeabilitas ini berlangsung cepat, berakhir hanya
dalam beberapa menit saja. Dalam 30 menit, dimulai fase permeabilitas yang
lebih panjang (prolonged). Mediator yang bertanggungjawab dalam
23

memperlambat fase untuk meningkatkan permeabilitas ini belum diketahui


dengan jelas namun dipercaya melibatkan beberapa faktor, termasuk
produk-produk komplemen, kinin, dan prostaglandin.
Dalam 30 sampai 60 menit setelah injury, granulosit neutrofilik muncul.
Pertama kali membentuk cluster disepanjang sel-sel endotelial pembuluh
pada area injury. Akumulasi neutrofil dalam jumlah besar ini, yang masih di
dalam lumen pembuluh, disebut dengan marginasi. Segera setelah itu,
leukosit meneruskan perjalanan keluar dari pembuluh dengan cara
menyelinap/menekan melalui junction diantara sel-sel endotelial. Dalam
beberapa menit, granulosit sudah berada di ekstravaskular dan mulai
terakumulasi pada area injury. Ketika sudah keluar dari batas pembuluh,
neutrofil membentuk garis pertahanan terhadap invasi mikroorganisme.
Fungsi utama dari neutrofil adalah untuk memakan (fagosit) atau
menghancurkan benda-benda asing potensial berbahaya, seperti bakteri.
Dalam 4-5 jam, jika respon inflammatory akut masih berlanjut, sel-sel
mononuklear (termasuk limfosit dan monosit) akan muncul pada sisi
inflamasi, setelah meninggalkan pembuluh melalui mekanisme yang sama
dengan neutrofil. Kehadiran sel-sel ini menambah barier protektif diantara
benda-benda asing dan channel (saluran) limfatik, pembuluh darah, dan
jaringan sekitar. Monosit memperkuat pertahanan dengan menambah fungsi
fagositnya pada area tersebut, sementara limfosit membawa kapasitas
imunologis untuk merespon terhadap benda-benda asing dengan fenomena
humoral dan cell-mediated spesifik.
Penjelasan yang ada sejauh ini masih menekankan pada fungsi protektif dari
proses inflammatory. Namun harus dipahami bahwa jika respon
inflammatory menyimpang dari biasanya, maka akan menimbulkan akibat
serius. Jika cairan yang keluar dari pembuluh vaskular ke area injury terlalu
banyak/melimpah, misalnya pada otak akan menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial serius.
Mediator-mediator pada respon inflammatory akut dapat dibagi menjadi
yang berfungsi dalam vasopermeabilitas atau kemotaktik (leukotaktik).
Faktor-faktor vasopermeabilitas mencapai efeknya dengan menyebabkan
pembukaan endothelial junctions reversibel, kemungkinan dihasilkan dari
aktivasi elemen-elemen kontraktil di dalam sel-sel endotelial.
Faktor-faktor kemotaktik menunjukkan peran yang penting sebagai mediator
inflammatory. Efeknya dalam interaksi dengan reseptor-reseptor permukaan pada
leukosit. Interaksi reseptor kemotaktik menghasilkan kation (Na+, K+, Ca+ +) yang
mengalir diantara membran sel, menyebabkan depolarisasi dan hiperpolarisasi.
2. Respon inflammatory subakut
adalah fase tertunda dari respon inflammatory akut yang ditandai dengan akumulasi
limfosit dan monosit serta pembentukan jaringan granulasi. Sebagai contoh, satu
24

sampai tiga hari setelah laserasi kulit, terjadi proliferasi dramatis sel-sel endotelial
dan fibroblas. Secara kolektif, sel-sel ini membentuk hutan lebat berupa kapilerkapiler halus yang tumbuh ke dalam area injury. Kapiler-kapiler meningkatkan suplay
darah ke area injury dan menyediakan nutrisi untuk mempercepat proses metabolik
pada area inflamasi. Fibroblas secara aktif mensintesa protein dan
mukopolisakarida, dan fungsi utamanya adalah deposisi kolagen pada area injury.
Pada saat ini sudah diketahui bahwa proliferasi sel-sel endotelial dipicu oleh faktorfaktor
yang
dihasilkan
dari
activated
T-lymphoid cells atau activated macrophages.
Faktor-faktor plasma dan platelet juga diketahui mempunyai aktifitas
mempengaruhi pertumbuhan sel-sel endotelial. Faktor-faktor pertumbuhan
fibroblas, yang menyebabkan proliferasi sel serta meningkatkan sintesis kolagen,
juga ditemukan dalam cairan supernatant pada activated T-cells atau makropag.
Fibroblas mensekresi tropokolagen dan pada akhirnya membentuk rantai silang
(cross-linked), kekuatan/daya tarik jaringan secara bertahap meningkat dan
mencapai kekuatan maksimum dalam lima hari, pada saat itu terbentuk jembatan
jaringan ikat diatas area yang sebelumnya terbuka. Agar jaringan sembuh dengan
sempurna, harus tersedia nutrisi yang mencukupi setelah pembedahan. Bersamaan
dengan munculnya jaringan granulasi terjadi proliferasi sel-sel epitelial, yang

menyediakan struktur protektif untuk area injury dan terbuka.


3. inflamasi kronis
Bila respon inflammatory tidak berhasil memperbaiki jaringan injury seperti
keadaan semula sebelum injury (misal kegagalan untuk menghilangkan
substansi asing) atau bila perbaikan jaringan tidak bisa dicapai, maka
statusnya akan berlanjut menjadi inflamasi kronis. Inflamasi kronis ditandai
dengan masih ada limfosit, monosit, dan sel-sel plasma. Penjelasan mengapa
kondisi ini berlanjut sampai tahap kronis kemungkinan karena persistensi
material asing, baik dalam keadaan hidup atau mati, yang memobilisasi reaksi
imunologis. Sebagai contoh, pada viral hepatitis, replikasi virus masih
persisten/ada di dalam liver. Sel-sel plasma dan limfosit terakumulasi dalam
jumlah besar, kemungkinan untuk membangun pertahanan imunologis pada
area lokal dalam bentuk specific antibody-synthesizing B-cells atau Tlymphocytes. Persistensi sel-sel inflammatory ini dapat menyebabkan
kerusakan fungsional pada jaringan, dapat disebabkan oleh aksi langsung
mediator yang diuraikan oleh sel-sel limfoid, misalnya limfotoksin, atau
karena deposisi terus-menerus kolagen oleh fibroblas. Bila hal ini terjadi di
dalam liver, akan terbentuk jaringan parut fibrous padat yang dapat
menyebabkan cirrhosis. Pada jantung, akan menyebabkan jaringan parut
fibrous yang menggantikan otot. Perlu ditekankan bahwa meskipun respon
inflammatory terkait akan mengikuti perkembangan kejadian-kejadian yang
telah disebutkan sebelumnya, hal ini tidak selalu menjadi masalah.

25

4.2.5

Respon imun
Hati berperan sebagai penapis dan bisa menyaring bakteri serta virus dari
aliran darah juga menghancurkan dan mengeluarkan bahan toksik dalam tunuh.
Liver mempunyai banyak sel pemangsa seperti fagosit yang disebut sel kupffer.
Sel ini terletak diantara system vena porta dan system sistemik. Sel ini berfungsi
sebagai penapis yang efektif. Bila darah mengalir melaui liver, sel pemangsa ini
membersihkan darah dengan memusnahkan bahan toksik, bakteri, virus parasit
sel tumor dan partikel asing yang bisa membahayakan tubuh.

4.2.6 Idiosyncratic liver injury


Cedera pada hepatosit dapat terjadi akibat toksisitas langsung, terjadi melalui
konversi xenobiotik menjadi toksin aktif oleh hati, atau ditimbulkan oleh
mekanisme imunologik (biasanya oleh obat atau metabolitnya berlaku sebagai
hapten untuk mengubah protein sel menjadi immunogen). Reaksi obat
diklasifikasikan sebagai reaksi yang dapat diduga (intrinsic) dan yang tidak dapat
diduga (idiosinkratik).
- Reaksi Intrinsik terjadi pada semua orang yang mengalami akumulasi obat
pada jumlah tertentu.
- Reaksi idiosinkratik tergantung pada idiosinkrasi pejamu (terutama pasien
yang menghasilkan respon imun terhadap antigen, dan kecepatan pejamu
memetabolisme penyebab).
Gambaran klinis hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis
dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Oleh karena itu
riwayat pemakaian obat atau substansi hepatotoksik lain harus diungkap. Onset
umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati
akut yang berat terutama bila pasien masih minum obat itu setelah terjadi onset.
Bila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase akan
meningkat paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan
akalifosfatase dan billirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat
idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan
derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus gejala hepatitis biasanya
muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak minum obat bahkan sesudah
obat penyebab dihentikan. Berdasarkan Internatonal Concensus Criteria, maka
diagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan hal-hal berikut :
1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai onset reaksi
nyata adalah sugestif (5-90hari dari awal minum obat) atau kompatibel (<5
hari atau >90 hari Sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15 hari dari
penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari
penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.
26

2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif


(penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas
normal dalam 8 hari) atau sugestif (penurunan konsentrasi enzim hati paling
tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi
kolestatik) dari reaksi obat.
3. Alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan telita,
termasuk biopsi hati pada setiap kasus.
4. Dijumpai respon positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling
tidak kenaikan 2 kali lipat enzim hati.
Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau
jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan responpositif pada
pemaparan ulang obat.
Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit, tapi
kemungkinan sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus
dipertimbangkan pada pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat
harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat
alternatif. Obat harus menjadi diagnosis Bandung pada setiap abnormalitas tes
fungs hati atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yanng menjadi
penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti
bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat dan membaik secara nyata
setelah obat tersebut dihentikan merupakan hal esencial dalam diagnosis
hepatotoksisitas imbas obat.

4.2 PENCEGAHAN TERJADINYA KERUSAKAN HATI


Banyak orang yang mengalami sakit parah karena hatinya rusak. Mulai dari
perlemakan hati (fatty liver), hepatitis, tumor, sirosis hingga kanker hati. Ketahui cara
merawat organ penting ini agar tetap sehat.
Hati manusia memiliki banyak pekerjaan seperti, mengeluarkan racun dari tubuh
dalam bentuk empedu, menyimpan energi, mengatur kadar gula darah dan juga sebagai
salah satu faktor dalam proes pembekuan.
Namun ada banyak hal yang bisa menyebabkan kerusakan pada hati, mulai dari
racun di lingkungan hingga konsumsi obat sembarangan. Pada kondisi tertentu kerusakan
yang terjadi mengharuskan seseorang melakukan transplantasi hati dengan biaya yang
tinggi. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah kerusakan hati dan
menjaganya tetap sehat, yaitu :
1. Menghindari konsumsi obat-obatan terlarang
Obat-obatan terlarang yang dikonsumsi bisa menyerang hati dan membahayakan
kesehatan. Selain itu obat yang disuntikan melalui intravena juga berisiko menularkan
hepatitis C yang menyebabkan sirosis hati.
27

2. Menggunakan obat dengan takaran yang pas


Berdasarkan Brigham and Women's Hospital, beberapa obat kolesterol dan obat
dengan kandungan Tylenol bisa menyebabkan kerusakan hati jika dikonsumsi terlalu
sering atau dosis yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan. Untuk itu konsumsi
obat secara bijak sesuai dengan resep dan petunjuk pemakaian yang tertera di label.
3. Membatasi minum alkohol
Alkohol adalah racun yang dapat menyebabkan kerusakan hati menjadi berat yang
berujung pada kegagalan hati. Jika kerusakan hati sudah terdeteksi oleh dokter,
sebaiknya seger aberhenti minum alkohol, sehingga memungkinkan sel-sel hati
memperbaiki dirinya sendiri.
4. Menghindari paparan polusi
Berdasarkan Hepatitis Foundation International, bahan kimia dalam polusi seperti dari
pengencer cat, semprotan serangga dan bahan kimia lainnya bisa masuk ke hati. Pada
jumlah tertentu zat ini bisa didetoksifikasi, tapi jika jumlahnya terlalu banyak justru
akan menyebabkan kerusakan hati. Untuk itu gunakan selalu masker dan sarung tangan
sebagai pelindung ketika berhadapan dengan bahan kimia dan selalu mencuci tangan.
5. Mengonsumsi makanan rendah lemak
Makanan berlemak tinggi bisa memicu penyakit hati non-alkohol yang dapat
menyebabkan sirosis hati. Untuk itu batasi konsumsi daging dan produk susu tinggi
lemak, serta tetap mengonsumsi makanan nabati, biji-bijian, buah, sayuran dan kacangkacangan.
6. Berhenti merokok
Merokok menyebabkan seseorang harus menghirup banyak racun beragam yang harus
didetoksifikasi di hati. Tapi jumlah racun yang terlalu tinggi dari asap rokok bisa justru
bisa menimbulkan kerusakan hati.
7. Olahraga secara teratur
Melakukan rutinitas olahraga secara teratur bisa membantu mempertahankan berat
badan yang sehat dan menurunkan risiko mengembangkan simpanan lemak di hati.
8. Melakukan vaksin hepatitis
Saat ini vaksin yang tersedia untuk hepatitis A dan hepatitis B. Jika seseorang
mendapatkan vaksin hepatitis secara signifikan membantu mengurangi risiko terkena
hepatitis yang bisa mengakibatkan kerusakan hati seperti sirosis.

28

BAB 5
PENUTUP
Sudah jelas bahwa obat-obatan dapat menyebabkan berbagai lesi pada hepar.
Dalam beberapa kasus mungkin tidak dapat dibedakan dari penyebab lainnya, baik secara
patologis atau biokimia. Hepatotoksisitas melibatkan reaksi metabolism dan reaksi lainnya
untuk merubah senyawa toksik menjadi tidak toksik yang bertujuan untuk melindungi
tubuh. Penelitian terhadap obat yang sudah beredar dipasaran maupun obat yang akan
dipasarkan harus benar-benar diteliti untuk menghindari terjadinya perkembangan
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan hati. Makalah tentang hepatotoksisitas ini
mungkin masih jauh dari sempurna, karenanya saran dari pembaca sangat dibutuhkan untuk
makalah-makalah selanjutnya.

29

DAFTAR PUSTAKA

30

Anda mungkin juga menyukai