Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh
meliputi metabolism, biotransformasi, sisntesis, penyimpanan dan imunologi. Penyebab
penyakit hati sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara fekal-oral,
parerental, seksual, efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur dan lain-lain.
Upaya dalam penanggulangan dan mengurangi prevalensi penyakit hati di Indonesia
dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui penyuluhan maupun pemberian vaksin
hepatitis A dan B. Sebagai tenaga kesehatan, apoteker berperan penting dalam menunjang
upaya baik dalam pencegahan ataupun penanggulangan penyakit hati. Untuk itu, apoteker
perlu meningkatkan pemahaman mengenai gangguan atau penyakit hati, upaya pencegahan
dan terapinya.
Sehubungan dengan upaya untuk meningkatkan pemahaman tersebut dan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi, maka dibuatlah makalah ini dengan judul
Hepatotoksisitas.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
makalah Hepatotoksisitas ini, diucapkan terima kasih banyak dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............. 1
DAFTAR ISI. 2
DAFTAR TABEL 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang. 4
1.2.
Tujuan 5
2.3.
BAB 5 PENUTUP 29
DAFTAR PUSTAKA 30
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
I6
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh
meliputi metabolism, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Sel-sel hati (
hepatosit ) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas
tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada
gangguan yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang serius dan bisa berakibat fatal.
Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang
menular secara fekal-oral, parerental, seksual, perinatal dan sebagainya. Penyebab lain dari
penyakit hati adalah adalah akibat efek toksik dari obat-obatan, alkohol,racun, jamur dan
lain-lain. Disamping itu, juga terdapat beberapa penyakit hati yang belum diketahui pasti
penyebabnya.
Walaupun angka pasti prevalensi dan insiden penyakit hati di Indonesia belum
diketahui, tetapi data WHO menunjukkan bahwa untuk penyakit hati yang disebabkan oleh
virus, Indonesia termasuk dalam peringkat endemic yang tinggi.
Upaya pemerintah dalam mengurangi prevalensi penyakit hati di Indonesia dilakukan
dengan berbagai cara, baik melalui penyuluhan maupun pemberian vaksin hepatitis A dan B
secara gratis. Namun, tanpa kesadaran dari masyarakat sendiri dan kerjasama dari berbagai
pihak yang terkait, upaya ini tidak akan berjaln dengan baik.
Sebagai tenaga kesehatan, apoteker berperan penting dalam menunjang upaya yang
berkaitan dengan pencegahan ataupun penanggulangan penyakit hati. Untuk itu perlu
kiranya apoteker meningkatkan pemahaman mengenai gangguan atau penyakit hati, upaya
pencegahan dan terapinya serta mewaspadai obat-obat yang berpengaruh pada gangguan
hati.
1.2 TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi
dengan topik bahasan Hepatotoksisitas, dengan pokok bahasan utama akan menjawab
pertanyaan berikut :
1. Apa tipe dan bagaimana mekanisme toksik yang merusak hati ?
2. Apa antidotum dan bagaimana mekanisme pencegahan kerusakan hati ?
Makalah ini juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa farmasi
Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan di
masyarakat.
BAB 2
FISIOLOGI HATI
Hati adalah organ utama yang digunakan untuk memetabolisme dan mengeksresi
senyawa kimia. Sebagai konsekuensinya, hepatosit ( sel hati ) akan mengandung senyawasenyawa kimia tersebut dalam konsentrasi tertentu. Hal ini bisa berakibat pada disfungsi
hati, kerusakan sel, bahkan kerusakan organ.
Pada industri kimia, contohnya karbon tetraklorida, bromobenzena, vinil klorida
yang teridentifikasi sebagai hepatotoksan, penggunaan senyawa tersebut bisa dibatasi dan
dampak negatifnya bisa diminimalisir dengan menggunakan peralatan keselamatan seperti
masker dan penelitian serta percobaan untuk membuat senyawa pengganti dengan khasiat
dan fungsi yang sama sebagai alternative yang lebih aman.
Di industry farmasi, efek merugikan ( berkaitan dengan ) hati adalah sebagai alasan
untuk menghentikan berkembangnya obat-obatan. Ditambah lagi, hepatotoksisitas sudah
dikenal sebagai penyebab utama dilakukannya penarikan obar dari pasaran ( Temple and
Himel, 2002). Troglitazone ( Rezulin ) adalah obat antidiabetes baru yang ditarik dari
pasaran setelah hampir 100 dari 1,9 juta pasien diabetes yang diobati dengan obat tersebut
menderita Liver failure (Chojkier, 2005).
Dengan perkembangan obat sekarang ini, obat herbal mempunyai popularitas yang
meningkat, yang umumnya berasal dari ekstrak tanaman tertentu. Hal ini mempertinggi
insiden berkurangnya penggunaan obat untuk kerusakan hati bahkan untuk liver failure.
Dengan adanya penemuan obat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan meningkatnya
permintaan dan penggunaan produk alam sebagai suplemen makanan dan obat, identifikasi
dini dari hepatotoksisitas merupakan tantangan berat dikemudian hari. Hati dengan
multiple-sel nya dan fungsi yang banyak, bisa memberikan respon yang berbeda untuk akut
maupun kronis.
Untuk mengenali potensi kerusakan sel, kerusakan organ hati, sudah seharusnya
untuk mempunyai pengetahuan tentang struktur dasar hati, organisasi structural hati,
termasuk proses ekskresi hati, mekanisme sel dan kerusakan organ. Masing-masing aspek
bisa memberikan kontribusi yang berbeda untuk tiap senyawa kimia yang berbeda.
menghilangkan dan memetabolisme hampir semua substansi yang masuk melalui darah.
Jika metabolism dan penghilangan tersebut selesai dengan cepat dan baik, maka tahap
pertama terhadap bahan kimia dapat mengurangi kandungan bahan kimia dalam darah
sebelum dapat mencapai organ lainnya.
Senyawa toksik atau senyawa yang teraktivasi menjadi bentuk toksik di dalam hati
akan lebih bersifat toksik jika masuk melalui perut (intraperitoneal) daripada yang melalui
absorpsi dari kulit atau paru-paru. Hal ini dikarenakan dipossisi bahan tersebut ke jaringan
lain yang mengikuti absorpsi, yang akan membuat konsentrasi bahan kimia menjadi lebih
rendah di dalam darah sebelum memasuki hati dan akan memperpanjang waktu yang
diperlukan hati untuk membersihkan bahan kimia tersebut dari tubuh. Alasan lain karena
kepekaan hati terhadap serangan bahan kimia adalah bahwa hati adalah organ primer
untuk proses biotransformasi senyawa kimia di dalam tubuh. Pada umumnya hasil
biotransformasi yang diinginkan adalah untuk mengubah senyawa yang dimetabolisme
sehingga senyawa tersebut tidak lagi aktif secara biologi di dalam tubuh dan membuat
senyawa tersebut menjadi lebih polar dan dapat dieksresikan keluar tubuh. Dikarenakan
hal inilah hati berperan sebagai organ penetralisasi ( detoksifikasi ). Akan tetapi, ada hal
negative yang dapat terjadi sehubungan dengan peran hati menjadi organ utama untuk
memetabolisme bahan kimia, yaitu : dalam proses metabolissme bahan kimia bisa saja
terbentuk senyawa toksik atau reaktif dan hati akan menjadi organ yang paling sering
terkena dampak dari bahan kimia yang teraktifasi tersebut.
Type of function
Nutrient
homeostasis
Filtration of
particulates
Protein synthesis
Bioactivation and
detoxification
Formation of bile
and biliary
secretion
Examples
Glucose storage and synthesis
Cholesterol uptake
Products of intestinal bacteria (e.g.,
endotoxin)
Clotting factor
Albumin
Transport proteins(e.g., very low
density lipoproteins)
Bilirubin and ammonia
Steroid hormones
Xenobiotics
Bile acid-dependent uptake of dietary
lipids and vitamins
Bilirubin and cholesterol
Metals (e.g., Cu and Mn)
Xenobiotics
Hati merupakan organ yang yang memiliki beberapa fungsi sekaligus seperti
metabolism dan penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan detoksifikasi. Hati
tersusun atas kapsula dari jaringan ikat padat, menembus ke dalam hepar dan membagi
hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Setiap lobus hati terdiri dari banyak loblus.
Segitiga ( trigonum ) Kiernan merupakan bentukan segitiga yang terdapat diantara 3 lobi,
yang terdiiri atas arteri interlobaris, vena interlobaris, dan duktus empedu. Duktud empedu
tersusun atas epithelium kolumnar simplex, membrane basalis, tunika vibro elastika,
embukuh limfe dan serabut syaraf.
dengan darah dari dua sumber. Darah vena yang langsung datang dari saluran pecernaan
dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena
porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar disebut sinusoid.
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang
dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara
langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus
terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap
dari saluran cerna untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk
tersebut kembali ke sirkulasi besar.
Sel-sel hati juga menghasilkan getah empedu sebagai hasil dan dieksresikan lewat
duktus koledokus dan muaranya ( Spingter oddi ). Getah atau cairan empedu mengandung
pigmen empedu yang selanjutnya dikeluarkan lewat feses dan urin.
2.3 EMPEDU
Kantung empedu atau kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ
berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh
untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kantung empedu adalah sekitar 7-10 cm
dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan
empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu.
Empedu adalah cairan bersifat basa yang pahit dan berwarna hijau kekuningan
karena mengandung pigmen bilirubin, biliverdin, dan urobilin, yang disekresikan oleh
hepatosit hati pada sebagian besar vertebrata. Setiap harinya cairan empedu disekresikan
oleh hati sebanyak 500-1000cc dimana sekresinya berjalan terus menerus, jumlah yang
disekresikan akan meningkat jika mencerna lemak. Pada beberapa spesies, empedu
disimpan di dalam kantung empedu dan dilepaskan ke usus dua belas jari untuk membantu
proses pencernaan makanan. Sebuah kantong empedu berbentuk terong dan merupakan
membran berotot, letaknya dalam sebuah lobus disebelah permukaan dibawah hati sampai
pinggir depannya, panjangnya 8-12 cm, berkapasitas 60 mL. Lapisan empedu (kantong)
terdiri dari lapisan luar serosa atau pariental, lapisan otot bergaris, lapisan dalam mukosa
atau viseral yang disebut juga membran mukosa. Bagian-bagian kantong empedu, yaitu :
1. Fundus vesika felea
merupakan bagian kantong empedu yang paling akhir setelah korpus vesika felea.
2. Korpus vesika felea
bagian dari kantong empedu yang dalamnya berisi getah empedu atau cairan empedu.
3. Leher kandung kemih
10
merupakan leher dari kantong empedu yaitu saluran pertama masuknya getah empedu
ke kantong empedu.
4. Duktus sistikus
panjangnya 3 cm berjalan dari leher kantung empedu dan bersambung dengan duktus
hepatikus, membetuk saluran empedu ke duodenum.
5. Duktus hepatikus
saluran keluar dari leher.
6. Duktus keledokus
saluran yang membawa getah empedu ke duodenum.
BAB 3
PATOFISIOLOGI HATI
3.1 TIPE DAN MEKANISME TOKSIK YANG MERUSAK HATI
Respon hati terhadap senyawa kimia tergantung dari intensitas senyawa kimia,
jumlah sel yang terkena efek senyawa kimia, dan durasi atau lama senyawa kimia
menyerang hati ( akut atau kronis ). Kerusakan yang tidak terlalu parah hanya menyebabkan
disfungsi organ. Kerusakan hati bisa disebabkan oleh berbagai macam substansi kimia
seperti obat ( asetaminofen ), alkohol, vitamin A, logam ( Mn, Cu, Fe ), senyawa kimia
industry ( dimetilformamida, metilen dianilin ), kuman, serta toxin yang dihasilkan oleh
jamur ( sporidesmin ) dan alga ( mikrositin ). Secara umum, hati akan mengalami respon
berikut jika terkena dampak dari senyawa kimia,
3.1.1 Kematian sel
Berdasarkan morfologinya, dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Nekrosis
Nekrosis hati adalah kematian hepatosis. Nekrosis dapat bersifat fokal
(sentral,pertengahan,perifer) atau massif. Kematian sel terjadi bersama
dengan pecahnya membran plasma. Tidak ada perubahan ultrastruktural
membran yang dapat dideteksi sebelum pecah. Namun, ada beberapa
perubahan yang mendahului kematian sel. Perubahan morfologik awal antara
lain berupa edema sitoplasma, dilatasi reticulum endoplasma dan disagregasi
polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel.
Perubahan yang terdahulu merupakan pembengkakan mitokondria progresif
dengan kerusakan Krista. Pembengkakan sitoplasma,penghancuran organel
dan inti,dan pecahnya membrane plasma.
Ciri-ciri nekrosis :
- Pembengkakan sel
- Lisisnya sel atau kebocoran sel
- Karyolisis ( disintegrasi nuclear )
- Sel yang meradang
11
Pada umunya nekrosis merupakan akibat dari senyawa kimia atau kondisi
trauma tertentu seperti iskemia, banyak sel hepatosit yang telah tertular
dengan sel nonparenkim yang sudah terkena dampak senyawa kimia.
Molekul-molekul ini dikenali oleh system imun dan kemudian berdampak
pada respon inflamasi diikuti dengan kerusakan jaringan.
Proses nekrosis bisa diidentifikasi dengan dihasilkannya enzim spesifik hati;
yaitu alanin ( ALT ) atau aspartat ( AST ) pada plasma sel ( secara histology,
area tempat terjadinya nekrosis, akan kehilangan inti sel dan hal ini mudah
dideteksi oleh H&E section )
b. Apoptosis
Berbeda halnya dengan nekrosis, apoptosis bercirikan dengan
- Menyusutnya sel
- Terkondensasinya kromatin
- Fragmentasi nuclear
- Pembentukan kumpulan apoptosis
- Umumnya berkurangnya peradangan
Karakteristik morfologi apoptosis disebabkan oleh aktifasi caspases sebagai
pemicu aktifnya enzim seperti caspase-activated DNase (CAD) yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya fragmentasi DNA ( Nagata et al,.
2003 ). Apoptosis biasanya terjadi pada sekumpulan sel yang sama pada
suatu waktu dengan tujuan utama untuk membuang sel-sel yang sudah tidak
dibutuhkan lagi selama proses perkembangan atau mengeliminasi sel yang
sudah tua pada suatu jaringan yang terjadi secara teratur. Pada kondisi ini,
kumpulan apoptosis akan difagositosis oleh kupffer sel ( salah satu sel imun
bawaan ) atau juga bisa oleh sel hepatosis yang letaknya bersebelahan.
Hilangnya sel yang sudah difagositosis ini tidak meninggalkan bekas atau sisa
sisa lainnya dan menghilang tanpa menyebabkan respon inflamasi atau
radang.
Meskipun apoptosis merupakan regenerasi yang efektif pada pergantian sel
yang normal, hati adalah organ yang terbatas untuk melakukan apoptosis.
3.1.2 Kolestasis kanalikular
Merupakan bentuk dari disfungsi hati yang ditandai secara fisiologi dengan
menurunnya produksi cairan empedu atau melemahnya eksresi suatu cairan
tertentu menuju ke empedu. Karakteristeik dari kolestasis adalah meningkatnya
tingkat serum suatu senyawa melebihi normal yang terdapat pada empedu,
khususnya garam empedu dan bilirubin. Ketika proses ekresi untuk menghasilkan
pigmen kekuningan melemah atau berkurang, pigmen ini akan terakumulasi di
kulit dan mata, menjadi warna kekuningan, dan dibuang melalui urin. Urin akan
menjadi warna kuning cerah atau coklat terang. Hal seperti ini menjadi ciri umum
12
jika terjadi disfungsi hati. Selain itu juga menjadi peringatan serius dalam
mengamati tanda klinis untuk penyakit tertentu.
Karakteristik histology dari kolestasis ini sangat rumit dan sulit untuk
dideteksi tanpa studi ultrastruktural. Perubahan struktur seperti pembesaran
kanalikuli empedu dan adanya penyumbatan pada saluran empedu dan kanalikuli.
Kolestasis akibat toksikan bisa bersifat akut maupun kronis, pada hakekatnya hal
tersebut tetap saja berhubungan dengan pembengkakan sel, kematian sel, dan
radang. Kerusakan sel biasanya terjadi jika banyak zat kimia yang terakumulasi di
hati.
Mekanisme molecular dari kolestasis berhubungan dengan pernyataan dan
fungsi dari system transportasi pada basolateral dan membrane kanalikuli. Pada
prinsipnya, dengan meningkatnya kerja hati, menurunnya eksresi bilirubin, dan
meningkatnya reabsorpsi dari suatu obat bisa berkontribusi pada penumpukannya
pada hati. Suatu senyawa inhibitor untuk ekresi garam empedu, dapat memicu
terjadinya akumulasi senyawa seperti rifampicin ataau esterogen di dalam
hepatosit dan menyebabkan kerusakan sel.
3.1.3 Kerusakan saluran empedu
Nama lain dari kerusakan saluran empedu intrahepatic adalah
cholangiodestructive cholestatis. Sebuah indeks biokimia yang digunakan dari
kerusakan saluran empedu adalah adanya peningkatan yang tajam pada aktifitas
enzyme yang ada pada saluran empedu, khususnya alkalin pospatase. Jika tingkat
serum dari asam empedu dan bilirubin meningkat, hali ini diamati juga dengan
kolestasis kanalikuli. Jejas dari kerusakan saluran empedu juga termasuk
bengkaknya epitel, puing-puing dari sel yang sudah rusak dalam saluran lumens,
rusaknya portal tracts. Jika sudah kronis, bisa menyebabkan hancurnya saluran
empedu, bisa memicu proliferasi dan fibrosis hati, yang menyerupai sirosis
primer. Jika pada suatu kasus terdapat pasien yang mengalami kerusakan saluran
empedu atau bahkan kehilangan saluran empedu, hal ini termasuk kasus yang
langka, ( vanishing bile duct syndrome ). Kasus seperti ini pernah dilaporkan
terjadi pada pasien yang menerima antibiotik, anabolic steroid, kontrasepsi
steroid, atau antikonvulsan karbamazepin.
3.1.4 Mengganggu sitoskeleton
Phalloidin dan mikrositin dapat merusak sitoskeleton dari sel hepatosit,
dengan berefek pada protein, yang merupakan molekul vital utama. Efek
kerusakan dari 2 hepatotoksin poten ini khusus untuk sel hepatosit, karena
keduanya tidak bersifat toksik bagi jenis sel lainnya. Ikatan yang terbentuk dari
phalloidin dengan filament aktin mencegah terjadinya fase pembongkaran dari
proses penyusunan normal dari filament aktin yang merupakan konstituen dari
stoskeleton. Phalloidin ini akan memicu terjadinya pemogokan reaksi aktin di
13
jaringan yang kaya akan aktin pada sitoskeleton yang berdekatan dengan
membrane kanalikuli. Jaringan aktin ini akan tertekan dan membrane kanalikuli
akan mengalami dilatasi.
Sedangkan mikrositin yang berada pada sel hepatosit akan memicu terjadinya
hiperposporilasi dari protein primer sitoskeleton menjadi toksik yang mempunyai
ikatan kovalen sebagai katalisator subunit phospatase protein serin atau theonin.
Dosis rendah mikrositin, sacara khusus bisa memicu tumor hati, dan membunuh
sel hepatosit di zona 3, dimana mikrositin terakumulasi.
3.1.5 Fatty liver
Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%.
Beberapa toksikan seperti tetrasiklin menyebabkan banyak butiran lemak kecil
dalam suatu sel sementara toksikan lainnya seperti etanol menyebabkan butiran
lemak besar yang menggantikan inti dan akhirnya menyebabkan penimbunan lipid
dalam hati. Mekanisme yang paling umum adalah rusaknya pelepasan trigliserid
hati ke plasma. Karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan
tergabung dengan lipoprotein ( membentuk lipoprotein berdensisitas sangat
rendah (VLDL)).
Penimbunan lipid hati dapat terjadi lewat beberapa mekanisme :
1. Penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein (misalnya karbon
tetraklorid, etionin)
2. Penekanan konjugasi trigliserid dengan lipoprotein (misalnya karbon
tetraklorid)
3. Hilangnya kalium dan hepatosit, mengakibatkan gangguan transfer VLDL
melalui membran sel ( misalnya etionin )
4. Rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondria (misalnya etanol)
5. Penghambatan sistesis fosfolipid, bagian penting dari VLDL (misalnya
kekurangan kolin, asam orotat)
3.1.6 Fibrosis dan sirosis
Sirosis ditandai oleh adanya septa kologen yang tersebar di sebagian besar
hati. Kumpulan hepatosis muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan
berserat ini. Patogenesisnya tidak sepenuhnya dimengerti,tetapi dalam sebagian
besar kasus, sirosis berasal dari nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme
perbaikan.Kemudian aktifitas ini menyebabkan aktivitas fibroblastic dan
pembentukan jaringan parut. Tidak cukupnya aliran darah dalam hati merupakan
menjadi factor pendukung.
Fibrosis hati adalah salah satu jenis hepatitis atau radang yang terjadi pada
hati sebagai upaya untuk menyembuhkan luka yang terjadi pada hati, dan
melibatkan sederet jenis sel dan mediator. Walaupun cedera akut yang
mengaktivasi
mekanisme
fibrogenesis,
transduksi
sinyal
seluler
14
di Asia Tenggara, Cina, Jepang dan Korea. Juga umum terjadi di beberapa bagian
dari Afrika dan Mediterania (khususnya Italia).
Kanker hati terutama dialami oleh kelompok usia lebih tua, dari 40-an hingga
50-an walaupun bisa juga dialami oleh individu lebih muda yang telah terkena
hepatitis-B atau C kronis sejak lahir atau pada mereka dengan kondisi bawaan
tertentu.
Penyakit hati sebelum menjadi kronis, sel-sel hati yang rusak tumbuh menjadi
tumor hati yang jinak (benigna) dan ganas (maligna). Kemudian hati akan
mengalami perlemakan yang kemudian hati akan membengkak (fatty liver).
Tumor jinak atau ganas menyebabkan hati mengalami pembesaran dan
perdarahan ke dalam rongga perut. Tumor hati yang jinak sering ditemukan,
tetapi biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala yang signifikan.
Tumor disebabkan oleh mutasi dalam DNA sel. Sebuah penimbunan mutasi
dibutuhkan untuk tumor dapat muncul. Mutasi yang mengaktifkan onkogen atau
menekan gen penahan tumor dapat akhirnya menyebabkan tumor. Sel memiliki
mekanisme yang memperbaiki DNA dan mekanisme lainnya yang menyebabkan
sel untuk menghancurkan dirinya melalui apoptosis bil DNA rusak terlalu parah.
Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini dapat juga menyebabkan kanker.
Sebuah mutasi dalam satu oncogen atau satu gen penahan tumor biasanya tidak
cukup menyebabkan terjadinya tumor. Sebuah kombinasi dari sejumlah mutasi
dibutuhkan.
DNA microarray dapat digunakan untuk menentukan apakah oncogene atau
gen penahan tumor telah termutasi. Di masa depan kemungkinan tumor dapat
dirawat lebih baik dengan menggunakan DNA microarray untuk menentukan
karakteristik terperinci dari tumor.
Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi di DNA mereka. Ini berarti
"prevalence" tumor meningkat kuat sejalan dengan penuaan. Ini juga kasus di
mana orang tua yang terdapat tumor, kebanyakan tumor ini merupakan tumor
ganas.
Tipe kerusakan
Fatty liver
Hepatosit death
Immun-mediated respon
Canalicular cholestasis
Bile duct damage
Sinusoidal disorders
Fibrosis and sirosis
Tumor
Toksikan penyebab
Amiodaron, CCl4, etanol, fialuridin, tamoxifen, valproic acid
Asetaminofen, allil alkohol, CU, dimetilformamida, etanol
Diklofenak, etanol, halotan, tienilic acid
Clorpromazin, cyclosporine A, 1.1 dikloroetilen, esterogen, Mn,
phalloidin
Amoxillin, metilen dianilin, sporidesmin
Anabolic steroid, siklofosfamida, mikrositin, pirolizdin alkaloid
CCl4, etanol, thioasetamida, vitamin A, vinil klorida
Alfatoxin, androgens, arsenic, thorium dioksid, vinil clorida
Table 2 ( Casarett and Doulls Toxicology 2008 )
16
Asetaminofen
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang
populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan,
serta demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik selesma dan flu.
Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik
sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,
parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam
obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan
dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal, atau duktus arteriosus pada
janin.
Merupakan merupakan derivate para amino fenol, penghambat
prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek inflamasi
yang bermakna. Hal ini disebabkan ketidakmampuan asetaminofen menghambat
siklooksigenase pada konsentrasi peroksida yang tinggi pada keadaan inflamasi. Efek
antipiretik didapat melalui penghambatan siklooksigenase di dalam hipotalamus.
Asetaminofen tidak menghambat aktifasi netrofil, tidak berpengaruh pada,
platelet, waktu perdarahan dan eksresi asam urat. Selain itu, asetaminofen juga
tidak berefek pada system respirasi dan kardiovaskular.
Metabolism hepatic asetaminofen lewat jalur enzim
sitokrom p450 menghasilkan metabolit reaktif yang
bersifat elektrofilik yang disebut NAPQ1. Sitokrom p450
yang paling berperan dalam metabolism ini adalah
CYP2E1. Meskipun yang lain ikut berperan seperti CYP3A4 dan CYP1A2 juga ikut
berperan, namun peranannya tidak sebesar CYP2E1.
Alkohol
Alkohol akan diubah menjadi asetaldehid kemudian akan diubah menjadi asetat oleh
aldehid dehidrogenase di dalam mitokondria. Pemakaian alkohol yang lama akan
menimbulkan perubahan pada mitokondria, yang menyebebkan berkurangnya
kapasitas untuk oksidasi lemak. Semua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya
perlemakan hati. Perubahan pada system oksidasi etanol mikrosom yang disebabkan
pemakaian alkohol yang berlangsung lama dapat menginduksi dan meningkatkan
metabolism obat-obatan, meningkatkan lipoprotein dan menyebabkan
hiperlidlidemia.
CCl4
Melalui reaksi dengan enzin sitokrom p450, yang bisa berubah menjadi
bentukradikalnya, yaitu OCCl3 dan kemudian menjadi OCClOO3 yang bersifat
xenobiotik yang bisa memisahkan atom hydrogen dari asam lemak tak jenuh dari
phospolipid. Ditambah lagi OCCl3 bisa berikatan dengan makromolekul pada jaringan
dan beberapa produk peroksida lipid, aldehid reaktif.
18
BAB 4
TERAPI DAN PENCEGAHAN
4.1 ANTIDOTUM DAN MEKANISME PENCEGAHAN KERUSAKAN HATI
Terapi antidotum didefinisikan sebagai tata cara yang ditunjukan untuk membatasi
intensitas efek toksik zat kimia atau menyembuhkanya sehingga bermanfaat dalam
mencegah timbulnya bahaya selanjutnya.
SPESIFIK
Adalah terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-zat tertentu. Terapi untuk mengatasi
hepatotoksisitas imbas obat belum ada antidotum yang spesifik untuk setiap obat, kecuali
kelainan yanng disebabkan oleh asetaminofen dapat diberikan N-asetilsistein. Oleh karena
itu terapi efek hepatotoksik yang baik adalah segera menghentikan penggunaan obat-obat
yang dicurigai.
Mekanisme N-asetilsistein untuk keracunan asetaminofen
- Keracunan acetaminophen, toksisitas terjadi karena dimetabolisme menjadi Nacetyl-P-benzoquinoneimine (NABQI).
- NABQI menyebabkan kerusakan di hepar SGPT dan SGOT.
- Asetilsistein sebagai antioksidan berikatan NABQI membentuk senyawa nontoksik.
- Metionin dalam tubuh mengalami metabolisme menjadi homosistein sebgai donor
sulfat untuk diikat oleh NABQI sehingga sebagai alternatif asetilsistein.
NON SPESIFIK
Yaitu suatu terapi keracunan yang bermanfaat hampir pada semua kasus melalui cara-cara
memacu muntah, bilas lambung, dan memberikan zat absorben. Cara lain adalah untuk
mempercepat eliminasi dengan pengasaman dan pembasaan urin atau hemodialisis. Hati
mampu melakukan hal-hal berikut sebagai pertahanan terhadap senyawa kimia dan
merupakan factor-faktor penting dalam mekanisme antidotum hepatotoksisitas,
diantaranya :
4.2.1 Uptake and konsentrasi
Hati adalah organ pertama yang dileawi oleh berbagai senyawa kimia lipofilik
yang masuk ke dalam tubuh, seperti obat, polusi lingkungan, yang dengan mudah
berdifusi ke dalam hati. Karena itu, membrane hati kaya akan senyawa yang
lipofilik. Contohnya pada kasus keracunan air yang sudah terkontaminasi oleh
alga biru-hijau Micositis aeruginosa. Diketahui jamur ini menghasilkan mikrositin
yang merupakan hepatoksin. Hal ini diketahui dari penelitian dengan
menggunakan sampel air yang diminum oleh pasien yang meninggal karena
penyakit hepar.
19
20
siklus sel yang wajar. Pada masa ini, peran retinil asetat menjadi sangat vital,
karena fungsinya yang menambah massa DNA dan protein yang dikandungnya.
4.2.4 Inflamasi
Inflamasi bisa dianggap sebagai rangkaian kejadian komplek yang terjadi
karena tubuh mengalami injury, baik yang disebabkan oleh bahan kimia atau
mekanis atau proses self-destructive (autoimun). Walaupun ada kecenderungan
pada pengobatan klinis untuk memperhatikan respon inflammatory dalam hal
reaksi yang dapat membahayakan tubuh, dari sudut pandang yang lebih
berimbang sebenarnya inflamasi adalah penting sebagai sebuah respon protektif
dimana tubuh berupaya untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum terjadi
injury (preinjury) atau untuk memperbaiki secara mandiri setelah terkena injury.
Respon inflammatory adalah reaksi protektif dan restoratif dari tubuh yang
sangat penting karena tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis
dibawah pengaruh lingkungan yang merugikan.
Tanda-tanda klasik inflamasi sudah dikenal dengan baik, yaitu bengkak,
kemerahan, panas, sakit, dan perubahan fungsi. Respon inflammatory sangat
tergantung pada pembuluh darah yang utuh dan sel-sel sirkulasi serta cairan di
dalam pembuluh tersebut. Pada umumnya, ada tiga status inflamasi yang
diketahui, masing-masing ditetapkan berdasarkan kriteria histologis tipikal yaitu :
1. Respon inflammatory akut
Ditandai dengan dilatasi pembuluh-pembuluh darah serta melimpahnya
leukosit dan cairan. Terlihat kemerahan (eritema) disebabkan oleh dilatasi
pembuluh darah, bengkak (edema) disebabkan oleh pelepasan cairan ke
dalam jaringan lunak, dan kaku (mengeras) karena akumulasi cairan dan selsel. Hasil dari proses tersebut menyebabkan hilangnya kapasitas normal
pembuluh darah untuk mempertahankan cairan dan sel-sel di dalam sistem
vaskular. Leukosit kemungkinan tertarik oleh substansi kimia yang berdifusi
ke dalam pembuluh dari sisi ekstravaskular. Selain itu, diketahui bahwa
pelepasan faktor-faktor tertentu, misalnya histamin dari sel-sel mast jaringan,
selanjutnya dapat merubah pembuluh menjadi permeabel terhadap cairan
plasma. Pada kebanyakan kasus, respon inflammatory akut menunjukkan
efek aksi mediator pada pembuluh darah, daripada injury nonspesifik ke
pembuluh, menghasilkan pelepasan selektif cairan dan sel. Setelah terjadi
trauma mekanis atau thermal injury, perubahan vasopermeabilitas terjadi
lebih awal pada respon inflammatory akut. Kenyataannya, permeabilitas
histamine-dependent terjadi dalam hitungan menit setelah thermal injury,
kemungkinan disebabkan oleh pelepasan kandungan granular dari sel-sel
mast jaringan. Fase permeabilitas ini berlangsung cepat, berakhir hanya
dalam beberapa menit saja. Dalam 30 menit, dimulai fase permeabilitas yang
lebih panjang (prolonged). Mediator yang bertanggungjawab dalam
23
sampai tiga hari setelah laserasi kulit, terjadi proliferasi dramatis sel-sel endotelial
dan fibroblas. Secara kolektif, sel-sel ini membentuk hutan lebat berupa kapilerkapiler halus yang tumbuh ke dalam area injury. Kapiler-kapiler meningkatkan suplay
darah ke area injury dan menyediakan nutrisi untuk mempercepat proses metabolik
pada area inflamasi. Fibroblas secara aktif mensintesa protein dan
mukopolisakarida, dan fungsi utamanya adalah deposisi kolagen pada area injury.
Pada saat ini sudah diketahui bahwa proliferasi sel-sel endotelial dipicu oleh faktorfaktor
yang
dihasilkan
dari
activated
T-lymphoid cells atau activated macrophages.
Faktor-faktor plasma dan platelet juga diketahui mempunyai aktifitas
mempengaruhi pertumbuhan sel-sel endotelial. Faktor-faktor pertumbuhan
fibroblas, yang menyebabkan proliferasi sel serta meningkatkan sintesis kolagen,
juga ditemukan dalam cairan supernatant pada activated T-cells atau makropag.
Fibroblas mensekresi tropokolagen dan pada akhirnya membentuk rantai silang
(cross-linked), kekuatan/daya tarik jaringan secara bertahap meningkat dan
mencapai kekuatan maksimum dalam lima hari, pada saat itu terbentuk jembatan
jaringan ikat diatas area yang sebelumnya terbuka. Agar jaringan sembuh dengan
sempurna, harus tersedia nutrisi yang mencukupi setelah pembedahan. Bersamaan
dengan munculnya jaringan granulasi terjadi proliferasi sel-sel epitelial, yang
25
4.2.5
Respon imun
Hati berperan sebagai penapis dan bisa menyaring bakteri serta virus dari
aliran darah juga menghancurkan dan mengeluarkan bahan toksik dalam tunuh.
Liver mempunyai banyak sel pemangsa seperti fagosit yang disebut sel kupffer.
Sel ini terletak diantara system vena porta dan system sistemik. Sel ini berfungsi
sebagai penapis yang efektif. Bila darah mengalir melaui liver, sel pemangsa ini
membersihkan darah dengan memusnahkan bahan toksik, bakteri, virus parasit
sel tumor dan partikel asing yang bisa membahayakan tubuh.
28
BAB 5
PENUTUP
Sudah jelas bahwa obat-obatan dapat menyebabkan berbagai lesi pada hepar.
Dalam beberapa kasus mungkin tidak dapat dibedakan dari penyebab lainnya, baik secara
patologis atau biokimia. Hepatotoksisitas melibatkan reaksi metabolism dan reaksi lainnya
untuk merubah senyawa toksik menjadi tidak toksik yang bertujuan untuk melindungi
tubuh. Penelitian terhadap obat yang sudah beredar dipasaran maupun obat yang akan
dipasarkan harus benar-benar diteliti untuk menghindari terjadinya perkembangan
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan hati. Makalah tentang hepatotoksisitas ini
mungkin masih jauh dari sempurna, karenanya saran dari pembaca sangat dibutuhkan untuk
makalah-makalah selanjutnya.
29
DAFTAR PUSTAKA
30