Anda di halaman 1dari 6

Solidifikasi merupakan teknik pengolahan dengan menggunakan pencampuran antara

limbah dengan agen solidifikasi. Keuntungan dari metode solidifikasi adalah


mencegah disperse partikel kasar dan cairan selama penanganan, meminimalkan
keluarnya radionuklida dan bahan berbahya setelah pembuangan serta mengurangi
paparan potensial (pemecahan jangka panjang). Beberapa properti yang harus
diperhatikan dalam solidifikasi antara lain: kemampuan leaching, stabilitas kimia, uji
kuat tekan, ketahanan radiasi, biodegradasi, stabilitas termal dan kelarutan
(Brownstein, xxxx). Beberapa bahan yang digunakan sebagai agen dalam solidifikasi
yaitu semen, kaca, termoplastik dan thermosetting.
Mekanisme solidifikasi dengan menggunakan semen. Selama absorbsi air, senyawa
mineral terhidrasi membentuk substansi dispersi koloid yang disebut sol. Sol
tersebut kemudian di koagulasi dan di presipitasi (pengkondisian akhir). Gel yang
terbentuk kemudian dikristalisasi. Tabel 4 berikut ini akan menggambarkan
keuntungan dan kerugian teknik solidifikasi menggunakan semen.
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Semen
Keuntungan
Kerugian
material dan teknologinya mudah
peningkatan volume dan densitas yang
dijangkau
tinggi for shipping dan disposal
sesuai dengan berbagai jenis limbah
dapat mengalami keretakan apabila
terekspos dengan air
biaya sedikit
produk sememntasi bersifat stabil terhadap
bahan kimia dan biokimia
produk sementasi tidak mudah terbakar
dan memiliki kestabilan temperature yang
baik
Komposisi bitumen merupakan campuran hidrokarbon dengan berat molekul tinggi.
Dua komponen utama terdiri dari senyawa Asphaltene dan senyawa Malthene.
Beberapa jenis bitumen antara lain straight run distillation asphalts, oxidized asphalts,
craked asphalts dan emulsified asphalts. Berikut ini merupakan keuntungan dan
kekurangan dalam aplikasi bitumentasi (Tabel 5).
Tabel 5. Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Bitumen
Keuntungan
material dan teknologinya mudah
dijangkau
tidak larut dalam air
beban kapasitas limbah yang tinggi
biaya sedikit
kemampuan pencampuran yang baik

Kerugian
dapat terbakar
proses memerlukan peningkatan temperature
adanya endapan partikulat selama
pendinginan
kemungkinan adanya reaksi kimia

Solidifikasi merupakan teknik pengolahan dengan menggunakan pencampuran antara


limbah dengan agen solidifikasi. Keuntungan dari metode solidifikasi adalah
mencegah disperse partikel kasar dan cairan selama penanganan, meminimalkan
keluarnya radionuklida dan bahan berbahya setelah pembuangan serta mengurangi
paparan potensial (pemecahan jangka panjang). Beberapa properti yang harus
diperhatikan dalam solidifikasi antara lain: kemampuan leaching, stabilitas kimia, uji
kuat tekan, ketahanan radiasi, biodegradasi, stabilitas termal dan kelarutan
(Brownstein, xxxx). Beberapa bahan yang digunakan sebagai agen dalam solidifikasi
yaitu semen, kaca, termoplastik dan thermosetting.
Mekanisme solidifikasi dengan menggunakan semen. Selama absorbsi air, senyawa
mineral terhidrasi membentuk substansi dispersi koloid yang disebut sol. Sol
tersebut kemudian di koagulasi dan dipresipitasi (pengkondisian akhir). Gel yang
terbentuk kemudian dikristalisasi.

Tabel. Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Semen


Keuntungan
material dan
dijangkau

teknologinya

Kerugian
mudah peningkatan volume dan densitas yang
tinggi for shipping dan disposal

sesuai dengan berbagai jenis limbah


biaya sedikit

dapat mengalami keretakan apabila


terekspos dengan air

produk sememntasi bersifat stabil


terhadap bahan kimia dan biokimia
produk sementasi tidak mudah
terbakar dan memiliki kestabilan
temperature yang baik

Komposisi bitumen merupakan campuran hidrokarbon dengan berat molekul tinggi.


Dua komponen utama terdiri dari senyawa Asphaltene dan senyawa Malthene.
Beberapa jenis bitumen antara lain straight run distillation asphalts, oxidized asphalts,
craked asphalts dan emulsified asphalts.
Tabel . Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Bitumen
Keuntungan
material dan
dijangkau

teknologinya

Kerugian
mudah
dapat terbakar

tidak larut dalam air

proses
memerlukan
temperature

beban kapasitas limbah yang tinggi

adanya endapan
pendinginan

peningkatan

partikulat

selama

biaya sedikit
kemampuan pencampuran yang baik

kemungkinan adanya reaksi kimia

Stabilisasi/Solidifikasi
Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya
dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan
toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai
proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses
tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama
(Roger Spence and Caijun Shi, 2006).
Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan
berbahaya (limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga
pergerakan senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk
ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive). Proses
stabilisasi/solidifikasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan,
yaitu :
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar;
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik;
3. Precipitation;
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada
bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi;
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya
ke bahan pemadat;
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama
sekali.

Menurut Roger Spence and Caijun Shi (2006), tata cara kerja stabilisasi/ solidifikasi :
1. Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristik-nya
guna menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap
limbah B-3 tersebut;

2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, terhadap hasil olahan tersebut


selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan Soil
Penetrometer Test. Hasil uji tekan harus mempunyai nilai tekanan minimum
sebesar 10 ton/m.
3. Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter
dalam lindi. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh
melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan.
4. Hasil olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan nilai uji kuat
tekan,disamping bisa dibuang ke landfill juga dimanfaatkan sebagai bahan
konstruksi. Produk solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material
berbasis lempung, granular, dan bentuk fisik lain yang berupa padatan.
Solidifikasi Limbah
Pembuangan limbah padat menjadi isu utama dikarenakan potensinya untuk
mengkontaminasi air permukaan dan air tanah dengan kontaminan berupa arsenik,
boron, logam berat, anion sulfat, dsb. Pengolahan yang aman terhadap limbah padat
dengan mengutamakan perlindungan terhadap pencemaran air permukaan dan air
tanah merupakan hal penting (Marinkovic et al., 2003).
Solidifikasi/stabilisasi merupakan teknik yang secara luas diterapkan untu
remediasi limbah yang mengandung konstituen berbahaya. Pengolahan ini mencegah
migrasi/penyebaran konstituen berbahaya ke lingkungan. Solidifikasi (transformasi
lumpur semi-liquid menjadi bentuk solid/padat) mengarah pada perubahan
karakteristik fisik limbah. Pengolahan ini mencakup peningkatan kekuatan kompresi,
penurunan permeabilitas, dan enkapsulasi konstituen berbahaya (Marinkovic et
al., 2003). Pengolahan limbah secara solidifikasi dapat diterapkan pada berbagai
bentuk limbah, yaitu lumpur, solid, liquid, drainase tambang, dan pupuk. Solidifikasi
digunakan untuk mengubah limbah menjadi bentuk fisik yang sesuai dan tahan yang
lebih kompatibel untuk penyimpanan, landfill, atau reuse yaitu bentuk padat yang
memiliki interitas tinggi. Bentuk ini dapat diperoleh dengan atau tanpa fiksasi
kimiawi (Goni et al., 2009; Meegoda et al.,2003; Mater et al., 2006; Mijno et
al., 2007, Jun et al., 2005). Solidifikasi menciptakan barrier antara komponen limbah
dan lingkungan dengan mereduksi permeabilitas limbah danatau mengurangi luas area
permukaan yang efektif untuk difusi (Meegoda et al., 2003). Penelitian dari Andres et
al. (2009) menyebutkan bahwa anhydrite dapat mengimobilisasi logam berat pada
sludge yang mengandung logam berat sebanyak 90% sehingga aman untuk landfill.
Salah satu bahan yang digunakan dalam solidifikasi limbah adalah fly ash.
Penambahan fly ash dapat meningkatkan kekuatan ikatan pada limbah, workability,
buffering capacity, dan heavy metal leachability. Penambahan fly ash secara efektif
mengimobilisasi tiga jenis logam berat Pb, Cr3+, dan Cr6+. Imobilisasi tetap terjadi
secara efektif walaupun pH pada saat penambahan bersifat asam atau basa (Dermatas
dan Meng, 2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Marinkovic et al. (2003),
solidifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan fly ash-FGD gypsum-limewater dan fly ash-calcined FGD gypsum dapat digunakan sebagai proses solidifikasi.
Sistem ini meningkatkan kekuatan kompresi (0.34 MPa). Pada limbah yang
mengandung kromium dibawah batas yang ditentukan EPA, rasio komposisi limbah

dengan fly ash tidak berpengaruh secara signifikan (Parsal et al., 1996). Teknik ini
menghasilkan limbah yang tersolidifikasi sehingga menghindarkan penyebaran
konstituen pada air permukaan atau air tanah. Karbonasi dengan menggunakan fly ash
dan kapur juga efektif dalam solidifikasi limbah organik dan inorganik
(Swarnalatha et al., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Arce et al. (2010)
membuktikan bahwa karbonasi menggunakan fly ash menghasilkan stabilisasi Ba
yang efektif, sedangkan untuk Cl-, SO42-, dan F-karbonasi dengan fly ash dapat
mensolidifikasi setengah dari kandungannya pada limbah, dan untuk DOC (dissolved
organic carbon) memerlukan waktu retensi yang lama untuk mengoptimalkan
solidifikasi. Selain itu fly ash juga dapat digunakan pada solidifikasi dengan teknik
geopolimer. Penelitian solidifikasi dengan menggunakan fly ash dengan teknik
geoplimerisasi telah dilakukan oleh Galiano et al. (2011) dengan menggunakan
reagen yaitu sodiumhydroxide, potassiumhydroxide, sodiumsilicate, potassium
silicate, kaolin, metakaolin dan ground blast furnace slag. Penelitian ini dilakukan
pada limbah yang mengandung logam berat yaitu Pb, Cd, Cr, Zn, dan Ba dengan
hasilnya solidifikasi yaitu kekuatan kompresi mencapai 1-9 MPa sehingga imobilisasi
logam berat sangan efektif.
Cement based technology merupakan salah satu taknik dari solidifikasi yang
menggunakan batu kapur, tanah liat, atau materi silika yang dicampur pada suhu
tinggi (Meegoda et al., 2003). Salah satu contoh penerapan teknik ini yaitu dalam
pengolahan limbah yang mengandung logam berat seperti penelitian yang telah
dilakukan oleh Anastasiadou et al. (2012) yang menggunakan fly ash kemudian
dilakukan sementasi. Limbah yang diolah mengandung logam berat Cr, Fe, Ni, Cu,
Cd dan Ba. Dengan menggunakan teknik sementasi ini hasilnya aman untuk landfill
atau digunakan sebagai material konstruksi karena pengikatan logam berat yang
cukup kuat sehingga tidak mudah terlepas ke lingkungan. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Coz et al. (2009) menunjukkan bahwa pencampuran sodium silicate
pada materi semen dapat meningkatkan leachabilitas logam berat terutama Zn, dengan
konsentrasi silikat 5-25% menghasilkan leachabilitas yang optimum pada materi
semen. Voglar dan Lestan (2010) menyatakan bahwa sementasi dapat diterapkan
untuk solidifikasi berbagai jenis logam berat yaitu Cd, Pb, Zn, Cu, Ni dan As . pada
penelitian mereka selanjutnya, Voglar dan Lestan (2011) menyatakan dalam jurnalnya
bahwa formula solidifikasi paling efisien yaitu semen kalsium aluminat ditambah
dengan acrylic polymer akrimal menghasilkan materi yang dapat mengikat sangat
kuat terhadap logam berat antara lain Cd, Pb, Zn, Cu, Ni dan As sehingga materi
tersebut dapat digunakan untuk landfill atau landcover.
Kalsium sangat berperan dalam teknik sementasi, jenis kalsium yang sering
digunakan antara lain Calcium Silicate Hydrate, Calcium Hydroxide, Calcium
Sulfoaluminate (Meegoda et al., 2003). Kalsium berperan penting dalam teknik
sementasi. Sementasi baik yang menggunakan Portlan cement (PC) atau cement kiln
dust (CDK) memanfaatkan ikatan yang terbentuk antara Ca dengan As(III) dan As(V)
untuk mengimobilisasi logam arsenit tersebut (Yoon et al., 2010). Penelitian dari
Qian et al., (2008) membuktikan bahwa teknik sementasi dapat mengimobilisasi
logam berat, terutama logam berat Zn dan Pb. Pada penelitian ini proses solidifikasi
dilakukan dengan menggunakan fly ash dan calcium sulfoaluminate cement matrix
sehingga imobilisasi logam berat yang efektif matrix semen. Ketidakadaan kalsium
dalam materi dapat menurunkan pengikatan logam berat pada semen, atau yang
disebut dengan dekalsifikasi materi semen, dapat menurunkan luasan area pengikatan
logam berat (Laforest dan Duchesne, 2007).

Komponen organik pada limbah berpengaruh pada containment dan


karakteristik kekuatan pada limbah hasil solidifikasi. Kandungan minyak dan fenol
dalam limbah mengganggu kekuatan dan durabilitas sistem pengikatan pada
solidifikasi (Minocha et al., 2003). Kandungan bahan organik juga berpengaruh pada
lama waktu hidrasi pada semen. Penelitian Zhang et al. (2008) menunjukkan bahwa
keberadaan sukrosa dan sorbitol pada limbah yaitu semakin mempercepat hidrasi
semen, keberadaan sukrosa atau sorbitol juga mengurangi leachabilitas semen
terhadap Pb. Semakin besar kandungan bahan organik (fenol) pada limbah maka
dibutuhkan konsentrasi materi semen yang tinggi untuk mendapatkan hasil
solidifikasi yang cukup (Vipulanandan dan Krishnan, 1990). Komponen organik ini
dapat dihilangkan dengan cara pembakaran pada suhu 800oC (Swranalatha et
al.,2006). Cara lain yaitu dengan menggunakan reactivated carbon yang memiliki
daya serap tinggi terhadap fenol (Arafat et al., 1999).
Tingkat kekerasan materi semen juga berpengaruh pada kemampuan
mengimobilisasi logam berat. Sala satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
tingkat kekerasan semen adalh dengan menambahkan 2-chloroaniline yang berfungsi
untuk mempermudah penghilangan air dari tanah liat yang merupakan materi semen
(Botta et al., 2004). Selain itu materi semen juga harus diperhatikan dalam teknik
solidifikasi. Pada penelitian Mohamed dan Gamal (2011) disebutkan bahwa cement
kiln dust kurang direkomendasikan untuk solidifikasi karena tidak stabil secara
kimiawi yang kemampuan mengikat logam beratnya kurang. Permeabilitas terhadap
oksigen juga penting karena menggambarkan kualitas fisik material limbah hasil
solidifikasi (Poon et al., 1986).

Anda mungkin juga menyukai