PENDAHULUAN
1.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
kebidanan dan kandungan pada khususnya
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan
1
BAB II
STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
No Reg
: 335715
Nama penderita
: Ny. I
Nama suami
: Tn. A
Umur penderita
: 35 tahun
Umur suami
: 40 tahun
Alamat
: kegawung pojok
Alamat suami
: Turen
2.2 ANAMNESA
1.
2.
Keluhan utama : Rujukan dari bidan pukesmas setempat oleh karena bekas
SC
3.
4.
5.
6.
7.
9.
Wajah
: simetris
Mulut
Leher: pembesaran kelenjar limfe di leher (-), pembesaran kelenjar tyroid (-)
Thorax
Paru :
Inspeksi : Pergerakan pernafasan simetris, tipe pernapasan normal.
Retraksi costa (-/-)
Palpasi
Perkusi
Palpasi
: thrill (-)
Perkusi
: pembesaran organ (-), nyeri tekan (-), teraba massa abnormal (-).
Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah processus xyphoideus (30
cm).
Perkusi
: tympani (+)
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
:-
Penipisan portio
:-
Ketuban
:-
Bagian terdahulu
:-
Bagian terbawah
:-
Bagian terendah
:-
Hodge
:4
2.4 RINGKASAN
Anamnesa:
Pasien mengaku sudah hamil 9 bulan ada tanda-tanda melahirkan,
kenceng-kenceng dan mules-mules.
Pemeriksaan luar:
Leopold I
(30 cm), Bagian teratas dari janin teraba agak bulat, besar, lunak, tidak
melenting kesan : bokong.
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
: kepala Hodge I
:-
Vulva / vagina
:-
Penipisan portio
:-
Ketuban
:-
Bagian terdahulu
:-
Bagian terbawah
:-
Bagian terendah
:-
Hodge
:-
2.5 DIAGNOSA
GIII P2002 AB000 ibu 35 tahun, hamil 38-39 minggu
tunggal, hidup, intauterin, letkep, sudah masuk PAP
belum inpartu
5
bekas SC
kista bartolini
2.6 RENCANA TINDAKAN
1. Observasi TTV dan DJJ (selama pre operasi)
2. IVFD RL 20 tpm
3. Pro SC elektif
4. Pemeriksaan Darah lengkap dan pembekuan darah
4. Antibiotik (2jam sebelum Operasi)
5. DC (menjelang operasi)
: Ny. I
Ruang kelas
: IRNA Brawijaya
Diagnose
Tanggal/jam
2 desember 2013
Catatan Observasi
Keterangan
S : Periksa kehamilan
Laboratorium :
O : T : 140/90 mmHg
Hb 10,2 g/dL
N : 82x/menit,
5
Eritrosit 3,88juta/cmm
S : 36, C
Hct 31,6 %
Masa perdarahan 130
Masa pembekuan 1100
operasi)
GDS 59 mg/dL
IVFD RL 20 tpm
Pro SC
3 Desember 2013
IVFD RL 20 tpm
DC
4 Desember 2013
Laboratorium:
Hb 11 g/dL
Hct 35,1 %
Eritrosit 5,07 juta/cmm
O : T : 120/80 mmHg
N: 80 x/menit
S : 36,8C
A : P3003Ab000 post
SC hari ke II dg bekas SC + kista bartolini
P : IVFD RL 20 tpm
Injeksi ceftazidime 3x1
Injeksi ketorolac 2x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kekurangan:
2. Sectio sesar ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim).
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah
rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Penjahitan luka lebih mudah.
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
3.1.2 INDIKASI
9
3.1.3
SESAREA
Selama bertahun tahun uterus yang memiliki jaringan parut dianggap
merupakan kontra indikasi untuk melahirkan karena kekhawatiran terjadinya
ruptur uteri. Pada tahun 1916 cragin mengutarakan pendapatnya yang terkenal dan
sekarang tampak berlebihan sekali seksio sesarea selalu seksio sesarea. Namun
perlu diingat saat cragin mengemukakan pendapatnya ini, dokter kebidanan secara
rutin melakukan incisi vertikal klasik di uterus. Memang incisi transversal kerr
belum direkomendasikan sampai pada tahun 1921. Perlu ditekankan juga bahwa
sebagian rekan satu era dengan cragin tidak setuju dengan pendapatnya. J.
whitrigde williams (1917) menyebut pendapat itu berlebihan.
Tahun 1978 merupakan tahun penting dalam sejarah riwayat seksio sesarea.
Merril dan gibss (1978) melaporkan dari university of texas di san antonio bahwa
pelahiran pervaginam secara aman dapat dilakukan pada 83 persen pasien yang
pernah mengalami sectio sesarea. Pelaporan ini memicu minat terhadap pelahiran
pervaginam dengan riwayat sectio sesarea (VBAC) ketika hanya 2 persen wanita
amerika yang pernah menjalani sectio sesarea berupaya melahirkan pervaginam.
Di amerika serikat VBAC meningkat secara sangat bermakna sehingga pada tahun
11
1996 telah terjadi peningkatan 14 kali lipat (menjadi 28 persen) wanita dengan
riwayat sectio sesarea melahirkan pervaginam.
Sejak tahun 1989 terdapat beberapa laporan yang diterbitkan di seluruh
Amerika Serikat dan Kanada yang menyarankan bahwa VBAC lebih beresiko
daripada yang diperkirakan (leveno 1999) sebagai contoh scott (1991)
menyarankan pandangan alternatif terhadap keharusan percobaan persalinan.
Didasarkan pada pengalaman terjadinya ruptur uteri di Utah. Ia melaporkan 12
wanita yang mengalami ruptur uteri saat melahirkan pervaginam.
Kriteria Seleksi
Riwayat satu atau dua kali seksio saesarea transversal rendah.
Panggul adekuat secara klinis.
Tidak ada parut atau riwayat ruptur uteri lain
Sepanjang persalinan aktif selalu tersedia dokter yang mampu memantau
persalinan dan melakukan seksio saesarea darurat.
Ketersediaan anestesi dan petugas untuk seksio saesarea darurat
Dari american college of obstetricans and ginecologists (1999).
Score flamm dan Geiger juga dapat dipakai untuk menilai kandidat yang
cocok untuk lahir pervaginam. Adapun score Flamm and Geiger untuk VBAC
antara lain:
1. Usia di bawah 40 tahun (2 poin).
2. Ada riwayat pernah melahirkan normal/per vagina:
A. Sebelum dan setelah sesar (4 poin)
B. Setelah sesar pertama (2 poin)
C. Sebelum sesar pertama (1 poin)
D. Belum pernah melahirkan per vagina (0 poin)
3. Indikasi pada sesar sebelumnya adalah selain karena partus tak maju (1 poin)
Parameter 1-3 ini berarti bisa dinilai sebelum masuk persalinan.
4. Pendataran serviks (dinilai oleh dokter dalam persalinan)
a. >75% (2 poin)
b. 25-75% (1 poin)
c. <25% (o poin)
5. Dilatasi serviks minimal 4 cm (1 poin).
12
Selanjutnya
poin
keberhasilan:
0-2
: 42-49%
: 59-60%
: 64-67%
: 77-79%
: 88-89%
: 93%
8-10
: 95-99%
Bila persentase keberhasilan kurang dari 50%, pasien sangat dianjurkan melalui
sesar lagi. Tetapi bila lebih dari 90%, dianjurkan melalui vagina.
13
dipertimbangkan pada atau setelah 39 minggu apabila paling tidak satu kriteria
pada tabel dipenuhi. Pada keadaan lain harus dibuktikan tercapainya kematangan
paru janin dengan analisis cairan amnion sebelum dilakukannya seksio sesarea
elektif. Alternatifnya, kita menunggu awitan persalinan spontan.
Kriteria penentuan waktu seksio sesarea elektif berulang:
Setidaknya satu diantara kriteria dibawah harus terpenuhi pada seorang wanita
dengan daur haid normal dan tidak menggunakan kontrasepsi oral beberapa waktu
sebelumnya:
1. Bunyi jantung janin telah tercatat 20 minggu dengan fetoskop non elektronik
atau selama 30 minggu dengan doppler.
2. Waktu sudah berlalu 36 minggu sejak uji kehamilan koriogonadotropin urin
atau serum yang dilakukan di labolatorium memberikan hasil yang positif.
3. Ukuran panjang kepala bokong dengan USG yang diperoleh pada 6 11
minggu, mendukung perkiraan usia gestasi sekurangnya 39 minggu.
4. Pemeriksaan USG yang dilakukan pada minggu ke 12 sampai 20
memastikan usia gestasi paling sedikit 39 minggu yang ditentukan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
hasil sekresinya melalui duktus sepanjang 2 2.5 cm, yang bermuara ke dalam
vestibulum pada arah jam 4 dan jam 8. Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar
kacang dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali
pada keadaan penyakit atau infeksi.
3.2.3 ETIOLOGI
16
PATOFISIOLOGI
Gonokokus
Basil koliformis
Organisme lain
Infeksi kelenjar
bartholini
Tanda gejala
-
Benjolan
Nyeri
Dispareuni
Proses perdarahan
dalam kelenjar
melalui duktus
17
berulang
(+)
Kista bartholini
Abses bartholini
2.
Dispareunia
3.
4.
Hasil pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap Kista
Bartholin adalah sebagai berikut:
1.
Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit, unilateral,
dan tidak disertai dengan tanda tanda selulitis di sekitarnya.
2.
3.
Pada perabaan teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah sekitar
yang eritema dan edema.
2.
3.
4.
Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang
purulen.
18
2.
Massa yang tidak nyeri, kronis, dan bertambah besar secara progresif
3.
4.
3.2.6 DIAGNOSA
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada daerah medial lebih menonjol,
lunak dan massa labia berfluktuasi pada aspek posterior introitus di wilayah
pembukaan duktus Bartholin ke ruang depan. Nanah dari ostium kelenjar
mungkin dapat diagnosis, drainase busuk dan flora polymicrobial pada pewarnaan
Gram menunjukkan adanya infeksi anaerob. Dan juga dapat dilakukan dengan
mengumpulkan spesimen serviks, khususnya untuk Gonorea dan klamidia.
Terkadang tiba-tiba terasa sakit setelah keluarnya discharge dari daerah yang
pecah spontan. Pasien-pasien biasanya membutuhkan pengobatan hanya suportif
dan tidak ada antibiotik atau operasi yang dibutuhkan saat ini.
3.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris; tes laboratorium darah tidak
diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri
dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses
Bartholin.
3.2.8 DIAGNOSA BANDING
Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kista Bartholin. Beberapa
diantaranya adalah:
1.
Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaseous ini
merupakan suatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik. Pada
keadaan terinfeksi, diperlukan incisi dan drainase sederhana.
2.
3.
4.
Fibroma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan. Indikasi
untuk eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang progresif, dan
kosmetik.
20
5.
Hidradenoma merupakan tumor jinak yang dapat muncul pada labia majora
dan labia minora. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi apabila
timbul perdarahan dan diangkat bila timbul gejala.
3.2.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa
gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala
dan abses kelenjar memerlukan drainase.
Tindakan Operatif
Beberapa prosedur yang dapat digunakan:
1.
Word Catheter
Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan
sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada
ujung distalnya. biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin.12
Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French
Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4
mL larutan saline (Gambar 4).
Marsupialisasi
Alternatif
pengobatan
selain
penempatan
Word
catheter
adalah
marsupialisasi dari kista Bartholin (Gambar 7). Prosedur ini tidak boleh dilakukan
ketika terdapat tandatanda abses akut.
Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista
ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan
jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2-0. Sitz bath dianjurkan
pada hari pertama setelah prosedur dilakukan.
Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak
berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada
infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka
sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum.
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy.
Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada
bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian
bawah kista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan
secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar (Gambar 8). Alur diseksi harus
dibuat dekat dengan dinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan
vestibular bulb dan untuk menghindari trauma pada rectum.
23
Ceftriaxone
Sebuah monoterapi efektif untuk N gonorrhoeae. Ceftriaxone adalah
Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik
tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada
bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari
3.
Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan
dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk C
trachomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari
4.
Azitromisin
24
25
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat SC,
penelitian yang telah dilakukan selama ini menyatakan bahwa induksi persalinan
aman selama terdapat indikasi pada ibu dan janin serta pasien merupakan kandidat
yang memenuhi syarat untuk persalinan pervaginam bekas seksio sesarea (PPBS).
SARAN
1. Penjaringan kasus dengan risiko tinggi dan pengawasan antenatal yang
teratur dan baik, sangat menentukan morbiditas dan mortalitas penderita
kehamilan dengan bekas SC.
2. Segera merujuk penderita kehamilan dengan bekas SC ke RSUD.
3. Penanganan kasus penderita kehamilan dengan bekas SC harus dilakukan
secara terpadu dan komprehensif.
26
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, MacDonald, Grant: Operative Obstetric, cesarean Delivery and
Postpartum Hysterectomi. William Obstetric 21th ed, 2001, 537-60
Prawirohardjo, Sarwono, 2002 .Asuhan Maternal dan Neonatal , YBPSP:Jakarta.
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, EGC:Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono, 1999. Ilmu Bedah Kebidanan, YBP-SP:Jakarta.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T editor: Ilmu kebidanan Edisi
ketiga,
cetakan
kesembilan
Yayasan
bina
pustaka
Sarwono
Diunduh
dari:
and
indication
of
C-section.
http://www.medindia.net/surgicalprocedures/caesarean-section-types-andindications.htm
Persalinan
pervaginam
pada
bekas
SC.
Diunduh
dari:
http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiahkedokteran/kandungan-dan-kebidanan-obstetriginekologi/2010/12/06/persalinan-pervaginam-pada-bekas-sc-ppbs/
27