Anda di halaman 1dari 2

Jawa Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan budaya daerah dan

salah satu budaya yang menarik perhatian wisatawan adalah upacara adat Ceprotan yang
terdapat di Kabupaten Pacitan. Upacara adat Ceprotan yang sudah menjadi tradisi
masyarakat Pacitan khususnya masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo selalu
dilaksanakan tiap tahun pada bulan Dzulqaidah (Longkang), Hari Senin Kliwon. Acara ini
dimaksudkan untuk mengenang pendahulu Desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji
Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa. Upacara ini diyakini dapat menjauhkan desa
tersebut dari bala dan memperlancar kegiatan pertanian yang merupakan mata
pencaharian utama bagi kebanyakan penduduknya. Lokasi upacara Ceprotan yaitu di
Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan.
Upacara adat ini dimulai dengan pengarakan kelapa muda yang digunakan sebagai alat
ceprotan menuju tempat dilaksanakannya upacara yang biasanya di tanah lapang.
Sebelum acara dimulai, tetua adat membacakan doa-doa. Upacara dilanjutkan dengan
ditampilkannya sendratari yang menceritakan pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi
Sekartaji. Kemudian pemuda-pemuda ini dibagi menjadi dua kubu yang ditempatkan
secara berseberangan. Keranjang berisi kelapa muda yang telah dikuliti dan direndam
selama beberapa hari agar tempurungnya melunak, diletakkan didepan masing-masing
anggota kubu yang telah berjajar dengan posisi menghadap ke arah kubu lawan. Antar
kedua kubu ini diberi jarak beberapa meter sehingga mereka tidak berhadapan secara
langsung dan di antara mereka diletakkan sebuah ingkung.
Setelah semuanya siap, anggota dari kedua kubu mulai saling melempar kelapa muda
yang berada didepan mereka. Setiap orang yang terkena lemparan hingga kelapa pecah
dan airnya membasahi tubuhnya dianggap sebagai orang yang kelak akan mendapatkan
rezeki yang melimpah.
Ayam panggang yang diletakkan di tengah-tengah arena tidak diperebutkan melainkan
disimpan untuk dimakan bersama-sama pada akhir acara. Setelah semua kelapa habis,
kegiatan saling melempar kelapa yang dinamakan ceprotan ini diakhiri dengan
pembacaan doa.
Sendratari yang ditampilkan pada awal acara menceritakan tentang pertemuan antara Ki
Godeg dengan Dewi Sekartaji. Menurut kepercayaan masyarakat Donorojo, Ki Godeg
merupakan orang pertama yang membabad wilayah itu yang semula berupa hutan
belantara. Ki Godeg merupakan nama lain dari Panji Asmorobangun, seorang yang sakti
dari daerah kediri. Karena keuletan dan keahlian dari Ki Godeg tersebut, wilayah yang
semula berupa hutan belantara berhasil diubah menjadi lahan pertanian.
Kelapa muda yang digunakan sebagai alat utama dalam upacara ini merupakan cengkir.
Makna simbolik dari cengkir ini terletak pada kepanjangan dari cengkir menurut orang
Jawa yaitu ceng-cenge pikir. Artinya bahwa untuk pemuda yang ingin mencari kebutuahan
hidup harus menggunakan daya pikir atau akal. Kemudian mengenai acara saling
melempar kelapa muda, mengandung makna saling membantu dalam mencari rezeki
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ingkung yang berada di tengah arena upacara
menyimbolkan rezeki yang harus di usahakan atau dicari oleh para pemuda.
Kemudian inti sari dari upacara tersebut mengenai cengkir atau ceng-cengan pikir.
Bangsa ini membutuhkan otak-otak yang siap diperas untuk memikirkan banyak hal demi
terwujudnya solusi konkret demi terciptanya Indonesia yang lebih baik. Generasi muda
yang menjadi fokus utama, harus giat menuntun ilmu pengetahuan, bukan hanya untuk
formalitas, gelar ataupun merencanakan masa depannya sebagai karyawan melainkan
lebih dari itu yaitu untuk mewujudkan lapangan-lapangan pekerjaan, inovasi-inovasi dan
kreativitas yang diperlukan untuk mengangkat kesejahteraan, harkat serta martabat
bangsa ini.
Secara utuh, upacara ini mengajak generasi penerus bangsa untuk menengok ke
belakang, melihat dan meneladani apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita dan

menerapkannya dalam kehidupan masa kini. Dimulai dari perilaku pribadi hingga sikap
berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI.

Anda mungkin juga menyukai