Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. R

No. RM

: 065207-2014

Umur

: 36 tahun

Status Marital

: Sudah Menikah

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Agama

: Islam

Alamat

: Krajan 1/1 Lemah Ireng

Tanggal masuk

: 12 September 2014

I.2. DATA DASAR


I.2.1. ANAMNESA (Subyektif)
Cara masuk RS : Gawat Darurat (IGD)
KELUHAN UTAMA

: Nyeri perut

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :


Nyeri perut dirasakan setelah makan, terasa perih sudah sejak 2 hari
1

KELUHAN TAMBAHAN :

2 hari sebelumnya pasien diare. Frekuensi >10x/hari, Ampas (+), lendir (+), darah(+)
demam (+)Mual (-), muntah (-)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Riwayat penyakit kencing manis

: Disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi

: Disangkal

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya

: Disangkal

Riwayat penyakit maag

: Disangkal

RIWAYAT PENGOBATAN : sudah berobat ke bidan tapi tidak ada perbaikan

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:


Riwayat penyakit kencing manis

: Disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi

: Disangkal

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal

RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL :


Merokok (-), minum alkohol (-), makan sembarangan (+)

I.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)


Tanggal 12 September 2014
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Tekanan darah = 100/70 mmHg


Nadi

= 75x/menit

Suhu

= 36,7 0C

RR

= 20x/menit

Kulit

: Turgor kulit supel

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah

: Simetris, ekspresi wajar

Mata

: Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik


-/-

Telinga

: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut

: Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang, lidah


kotor (-)

Leher

: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB.

Thorak

: retraksi suprasternal (-)


Pulmo: I
P

: thorax simetris dengan ekspansi baik


: Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding dada
simetris

: Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


Cor :

: Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba


P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen

:I

: Distensi

: Bising usus (+) meningkat

: Dinding perut supel, turgor kulit baik


Nyeri tekan epigastrium, hipokondria sinistra, lumbal
sinistra (+)
4

P
Ekstremitas

: Timpani

: Edema tungkai (-), sianosis (-), capillary refill < 2detik

I.3. RESUME
S

Pada tanggal 12 September 2014, Ny. R berusia 36 th datang dari


IGD. Pasien mengeluh nyeri perut sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut
dirasakan setelah makan, terasa perih, 2 hari sebelumnya pasien
mengeluhkan diare, frekuensi >10x/hari, ampas (+), lendir (+), darah
(+), demam (+), mual dan muntah (-)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan


kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 75x/menit, suhu: 36,70C dan
respirasi 20x/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala, wajah, hidung,
telinga, leher, jantung, pulmo dan ekstremitas tidak didapatkan adanya
kelainan. Pada pemeriksaan fisik abdomen terdapat nyeri tekan
epigastrium, hipokondria sinistra, lumbal sinistra, terasa perih dan
seperti terbakar. Pada pasien ini, disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium feses rutin
dan SGPT.

A
P

- GE susp amebiasis, dd/ GE e.c. bakteri, GE e.c. virus

- infus RL 20 tpm
- infus metronidazol /8jam
- Loperamide 3x1

I.4. PENELUSURAN (FOLLOW UP)


Tanggal 13 September 2014
S
:
nyeri perut (+), diare (-)
O
:
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Tekanan darah: 120/70 mmHg


Nadi: 80x/menit
Suhu: 36,5 0C
RR: 20x/menit

Kulit

: Turgor kulit supel

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah

: Simetris, ekspresi wajar

Mata

: Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik


-/-

Telinga

: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut

: Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang

Leher

: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kgb.

Thorak

: retraksi suprasternal (-)


Pulmo: I
P

: thorax simetris dengan ekspansi baik


: Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding dada
simetris

P : Sonor di kedua lapang paru


A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor :

: Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba


P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavikula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen

:I

: Datar

: Bising usus (+)

: Dinding perut supel, turgor kulit baik


Terdapat nyeri tekan epigastrium, hipokondria sinistra,
lumbal sinistra (+)

:Timpani
7

Ekstremitas

: Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik, akral

dingin
A

GE susp amebiasis

terapi lanjut

Hasil pemeriksaan laboratorium feses rutin, dan SGPT:


Feses Rutin
Makroskopis
Warna

: Coklat

Konsistensi

: Cair

Lendir

: Positif

Darah

: Negatif

Mikroskopis
Lekosit

: >30

Eritrosit

: 2-4

Amoeba

: Positif

Telur cacing

: Negatif

SGPT

: 16 u/L

Amebiasis

- Terapi Lanjut

Tanggal 18 September 2014


S
:
nyeri perut (+) berkurang, diare (-)
O
:
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Tekanan darah: 110/70 mmHg


Nadi: 85x/menit
Suhu: 36,5 0C
RR: 20x/menit

Kulit

: Turgor kulit supel

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah

: Simetris, ekspresi wajar

Mata

: Edema palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik


-/-

Telinga

: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut

: Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang,

Leher

: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB

Thorak

: retraksi suprasternal (-)


Pulmo: I
P

: thorax simetris dengan ekspansi baik


: Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding dada
simetris

P : Sonor di kedua lapang paru


A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor :

: Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba


P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen

:I

: Datar

: Bising usus (+)

: Dinding perut supel, turgor kulit baik


Terdapat nyeri tekan epigastrium, hipokondria
sinistra, lumbal sinistra

:Timpani
10

Ekstremitas

: Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

Amebiasis

terapi lanjut

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

AMEBIASIS
PENDAHULUAN
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit infeksi
usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entemoeba histolytica. Tersebar hampir di
seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini
disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu dan sanitasi lingkungan
hidup serta kondisi ekonomi dan kultural yang menunjang. Sekitar 90% asimptomatik, 10%
menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai dari disentri sampai abses hati atau organ lain.
(IPD UI Jilid III)
EPIDEMIOLOGI
Ditularkan secara fekal oral baik secara langsung (melalui tangan) maupun tidak
langsung (melalui air minum atau makanan yang tercemar). Sebagai sumber penularan
adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari carrier (cyst passer). Laju
infeksi yang tinggi didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi
dan di negara-negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang buruk. Di
negara tropis lebih banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju beriklim
sedang. Oleh karena itu di negara maju banyak yang asimptomatik sedangkan di negara
yang berkembang banyak dengan simptomatik. Di negara maju, prevalensi di Amerika
Serikat sekitar 1-5 %.
Di Indonesia, laporan mengenai insidensi amebiasis sampai saat ini masih belum
ada. Akan tetapi berdasarkan laporan mengenai abses hati ameba pada beberapa rumah sakit
besar dapat diperkirakan kejadiannya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi melalui berbagai
cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, juru masak, vektor lalat
dan kecoak, serta kontak langsung seksual oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini
cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum
yang tercemar.
MORFOLOGI MORFOLOGI E. HYSTOLITICA
12

Sejarah :
Losch, di Rusia (1875), ditemukan pada tinja seseorang yang terkena disentri.
Organisme ini ditemukan di ulkus usus besar manusia.
Distribusi Geografik :

terdapat di seluruh dunia

lebih sering di daerah tropis ataupun subtropis

pada sanitasi lingkungan yang buruk

memperbanyak diri di usus besar

dari sebuah kista berkembang menjadi 8 trofozoit

apabila tinja dalam usus besar padat, maka trofozoit menjadi kista & dikeluarkan
bersama tinja, sementara apabila cair, pembentukan kista akan terjadi di luar tubuh.

Stadium Entamoeba histolytica :


1.

Bentuk histolytika

2.

Bentuk minuta

3.

Bentuk kista.

13

Gambar Stadium trofozoit E. histolytica

Gambar stadium Kista E. histolytica


1. Bentuk Histolitika

Bentuk histolitika & minuta disebut trofozit.

Histolika bersifat patogen & lebih besar dari minuta.

Ukuran 20 40 m, inti terdapat di dalam endoplasma.

Bentuk histolitika ini dapat hidup dijaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit, &
vagina.

Ektoplasma bening homogen pada tepi sel dan terlihat nyata.

14

Endoplasma berbutir halus dan tidak mengandung bakteri/sisa makanan,


mengandung sel eritrosit dan inti Entamoeba.

Berkembang biak dengan pembelahan biner di jaringan dan merusak jaringan


tersebut sesuai dengan nama spesiesnya Entamoeba histolytica (histo = jaringan, lisis =
hancur).

2. Bentuk Minuta

adalah bentuk pokok, tanpa bentuk minuta daur hidup tidak dapat berlangsung.

ukuran 10-20 m.

ektoplasma tampak berbentuk pseudopodium dan tidak terlihat nyata.

endoplasma berbutir kasar, mengandung sisa makanan/bakteri dan mengandung


inti Entamoeba yang berbutir-butir tetapi tidak mengandung eritrosit.

3. Bentuk Kista

dibentuk di rongga usus besar.

berbentuk bulat atau lonjong, memiliki dinding kista & ada inti entameba.

bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif.

ukuran 10-20 m

sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama luar
tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standar di dalam sistem
air minum.

dinding kista dibentuk oleh hialin.

pada kista muda terdapat kromatid dan vakuola

kista immatur : kromosom sausage-like

kista matang 4 nukleus

kista matang merupakan bentuk infektif Entamoeba histolytica

bentuk diagnostiknya berupa kista berinti Entamoeba dalam tinja

ETIOLOGI
E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding
usus sehingga menimbulkan ulserasi.
15

Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (<10
mm) dan patogen (>10 mm).
Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala
penyakit. Bila seseorang diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Pada pemeriksaan
tinja di bawah mikroskop akan tampak trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodinya dan
dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Di dalamnya terdapat butir-butir kecil dan
sebuah inti di dalamnya. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan
dinding usus (intestinal) maupun di luar usus (ekstraintestinal), mengakibatkan gejala
disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa

eritrosit

di

dalamnya,

karena

trofozoit

ini

sering

menelan

eritrosit

(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap timbulnya


gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia.
Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan kista dewasa. Kista muda berinti
satu mengandung gelembung glikogen dan badan-badan kromatid yang berbentuk batang
berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista hanya terbentuk dan dijumpai di dalam
lumen usus, tidak dapat terbentuk di luar tubuh dan tidak dapat dijumpai di dalam dinding
usus atau di jaringan tubuh di luar usus.

16

Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di
luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem
air minum. Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus besar
menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. Entamoeba hystolitica oleh beberapa penulis
dibagi menjadi dua ras yaitu ras besar dan kecil bergantung pada diameternya lebih besar
atau lebih kecil dari 10 mm. Strain kecil ternyata tidak patogen terhadap manusia dan
dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu Entamoeba hartmanni.
Dengan teknik elektroforesis, enzim yang dikandung trofozoit dapat diketahui. Pola
enzim dapat menunjukkan patogenesis ameba (zymodene). Ameba yang didapat dari pasien
dengan gejala penyakit yang invasif menunjukkan pola zymodene.
Imunitas terhadap ameba sampai saat ini masih belum banyak diketahui dengan
pasti perannya. Beberapa sarjana meragukan adanya peran tersebut. Karena di daerah
endemik banyak terjadi infeksi berulang dan morbiditas serta mortalitasnya meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia. Pendapat tersebut kurang tepat karena telah terbukti
17

bahwa ulkus ameba dapat

kambuh kembali apabila pasien menerima tindakan yang

menurunkan daya tahan tubuh misalnya splenektomi, radiasi, obat-obatan imunosupresif dan
kortikosteroid.
Berdasarkan penyelidikan pada binatang dan manusia dapat dibuktikan bahwa
E.hystolitica dapat merangsang terbentuknya imunitas humoral dan seluler. In vivo, imunitas
humoral mampu membinasakan ameba, tetapi in vitro tidak. Belum diketahui apa sebabnya
keadaan tersebut dapat terjadi. Tampaknya imunitas yang terbentuk tidak sempurna dan
hanya dapat mengurangi beratnya penyakit, tidak mencegah terjadinya penyakit. Diduga
imuntas seluler lebih besar perannya daripada imunitas humoral. Antibodi di dalam serum
(terutama klas IgG) terutama berperan dalam uji serologik.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,
dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor
yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum diketahui.
Diduga faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba, maupun
lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh
misalnya kehamilan, gizi yang kurang, penyakit keganasan, obat-obat imunosupresif dan
kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainnya. Strain ameba di daerah
tropis ternyata lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasan
tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan yang diduga berpengaruh
misalnya suasana anaerob dan asam (pH 0,6-6,5), adanya bakteri, virus dan diet tinggi
kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah protein. Ameba yang ganas dapat menghasilkan
enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis
jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil tetapi di
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang minimal. Mukosa usus
antara ulkus-ulkus tampak normal. Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri basiler,
dimana mukosa usus antara ulkus meradang. Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus,
tampak sel leukosit dalam jumlah banyak akan tetapi lebih sedikit jika dibandingkan dengan
disentri basiler. Tampak pula Charcot leyden dan kadang-kadang ditemukan trofozoit. Ulkus
18

yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan
terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar tetapi
berdasarkan frekuensi dan urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid,
apensik dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat menyebabkan jaringan granulasi yang
disebut dengan ameboma yang sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di
dalam dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena
porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah
bening dapat pula terjadi ke paru, otak atau limpa dan menimbulkan abses di sana, akan
peritiwa ini jarang terjadi.

KLASIFIKASI

19

Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan, amebiasis dibagi menjadi :


carrier (cyst passer), amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan), amebiasis intestinal
sedang (disentri ameba sedang), disentri ameba berat, disentri ameba kronik.
MANIFESTASI KLINIS
Carrier
-

tidak menunjukkan gejala klinis disebabkan karena ameba yang berada di


dalam lumen usus besar tidak invasi ke dinding usus

Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba Ringan)


-

timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan


mengeluh perut kembung
nyeri perut ringan yang bersifat kejang
diare 4-5 kali/hari, tinja bau busuk
tinja bercampur darah dan lendir
sedikit nyeri tekan di sigmoid
jarang nyeri tekan di epigastrium seperti ulkus peptik
keadaan umum pasien baik
demam subfebril
kadang-kadang disertai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan

Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri Ameba Sedang)


-

keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tapi pasien

masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari


tinja disertai darah dan lendir
perut kram, demam, lemah badan
hepatomegali yang nyeri ringan

Disentri Ameba Berat


-

keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi


penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali/hari
demam tinggi (40oC-40,5oC) disertai mual dan anemia
pada saat ini tidak dianjurkan melakukan sigmoidoskopi karena dapat
mengakibatkan perforasi usus

Disentri Ameba Kronik


-

gejala menyerupai gejala pada ameba ringan, serangan diare diselingi dengan

periode normal atau tanpa gejala


keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
psien biasanya menunjukkan gejala neurastenia
20

serangan diare biasanya muncul karena kelelahan, demam atau makanan yang
sukar dicerna

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Hasil dari
pemeriksaan tinja yaitu bau busuk, bercampur darah dan lendir. Pada pemeriksaan
mikroskopis, perlu tinja yang masih segar. Sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat
pengobatan. Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (tidak diare) perlu dicari bentuk kista
karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista
bentuk bulat, berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatid yang
berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk dapat menilai
intinya dibuat sediaan dengan lugol. Sebaliknya badan-badan kromatid tidak tampak pada
sediaan lugol.
Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja
yang masih segar. Apabila pemeriksaan ditunda beberapa jam maka tinja dapat disimpan di
lemari pendingin (4oC) atau dicampur di dalam larutan polivinil alkohol. Sebaiknya diambil
bahan dari bagian tinja yang mengadung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat
dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan
pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak ameba dengan eritrosit di
dalamnya.
Bentuk inti akan tampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Untuk
membedakan dengan leukosit (makrofag), perlu dibuat sediaan dengan cat supravital
misalnya buf-fered methylene blue. Dengan menggunakan mikrometer dapat disingkirkan
kemungkinan E.hartmanni.
Pemeriksaan rotoskopi, sigmoidoskopi dan kolonoskopi berguna untuk membantu
diagnosis penderita dengan gejala disentri terutama bila ada pemeriksaan tinja tidak
ditemukan ameba. Pemeriksaan ini tidak berguna pada carrier. Tampak ulkus yang khas
dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi jaringan usus akan
ditemukan trofozoit.

21

Foto kolon rontgen tidak banyak membantu karena ulkus sering tidak tampak.
Kadang-kadang foto rontgen kolon dengan barium enema, ulkus akan tampak disertai
spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma.
Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati
amebik dan epidemiologis. Uji serologik positif apabila ameba menembus jaringan (invasif).
Sehingga uji akan positif pada abses hati dan disentri ameba. Hasil uji serologis positif
belum tentu menderita amebiasis aktif tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis. Indirect
pluores-cent antibody (IFA) dan enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan
uji yang paling sensitif.
DIAGNOSIS
Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari iritabel bowel sindrom
(IBS), divertikulitis, enteritis regional dan hemoroid interna. Sedang disentri ameba sukar
dibedakan dengan

disentri basiler (shigellosis) atau salmonelosis, kolitis ulserosa dan

skistosomiasis (terutama di daerah endemis). Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja


penderita embiasis tidak banyak mengandung leukosit, tetapi banyak megandung bakteri.
Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan apabila ditemukan ameba (trofozoit). Akan tetapi
dengan ditemukannya ameba tidak berarti menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit
lain karena amebiasis sering ditemukan pada pasien dengan karsinoma usus besar. Sehingga
22

apabila pasien amebiasis yang telah mendapat pengobatan spesifik tetapi keluhan tetap ada
maka lakukan endoskopi, foto barium enema dan biakan tinja.
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik, neoplasma dan kista
hidatidosa. USG dapat membedakan dengan neoplasma.
KOMPLIKASI
Komplikasi amebiasis pada intestinal dan ekstrintestinal.
Komplikasi Intestinal :
a.

b.

Perdarahan usus
Terjadi akibat ameba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak
pembuluh darah. Bila perdarahan hebat dapat berakibat fatal.
Perforasi usus
Terjadi apabila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering
mengakibatkan peritonitis yang mortilitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat

c.

terjadi akibat abses hati ameba.


Ameboma
terjadi akibat infeksi kronik yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa
jaringan granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid, sukar
dibedakan dengan karsinoma usus besar. Sering mengakibatkan ileus

d.
e.

obstruktif.
Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum.
Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau
akibat ameboma.

Komplikasi Ekstraintestinal
a.
b.

Amabiasis hati
Amebiais pleuropulmonal
Dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hatu. Kira-kira 10-20% abses
hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Dapat timbul cairan pleura,
etelektasis, pneumonia atau abses paru. Abses paru dapat pula terjadi akibat
embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat terjadi fistel
hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan

c.

yang rasanya seperti hati.


Abses otak, limpa dan organ lain
Dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dan dinding usus besar
maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.
23

d.

Amebiasis kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar, dengan
membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding
perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang
berasal dari usus.

TERAPI

BAB III
ANALISIS KASUS
Pada tanggal 12 September 2014, Ny. R berusia 36 th datang dari IGD. Pasien
mengeluh nyeri perut sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut dirasakan setelah makan,
terasa perih, 2 hari sebelumnya pasien mengeluhkan diare, frekuensi >10x/hari,
ampas (+), lendir (+), darah (+), demam (+), mual dan muntah (-)
Nyeri Perut dirasakan karena terjadi suatu proses peradangan, sedangkan rasa perih
bisa terjadi akibat peningkatan asam lambung, proses peradangan tersebut mungkin
24

disebabkan oleh trofozoit yang menjadi pathogen dan menginvasi mukosa usus, diare
terjadi karena adanya gangguan pada lumen usus yang juga disebabkan oleh amoeba
oleh karena itu ciri khas seperti ampas dan darah ditemukan, demam terjadi akibat
adanya peradangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran
compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg,
nadi 75x/menit, suhu: 36,70C dan respirasi 20x/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala,
wajah, hidung, telinga, leher, jantung, pulmo dan ekstremitas tidak didapatkan
adanya kelainan. Pada pemeriksaan fisik abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium,
hipokondria sinistra, lumbal sinistra, terasa perih dan seperti terbakar. Pada
pemeriksaan penunjang berupa feses rutin ditemukan adanya amoeba.

Dilihat dari nilai vital sign yang normal bisa dikatakan bahwa penyakit yang diderita
pasien ini tidak terjadi secara sistemik atau tidak mempengaruhi tekanan darah, nadi
dan respirasi, suhu normal mungkin disebabkan oleh intervensi obat yang sudah
diminum oleh pasien. Nyeri tekan pada beberapa daerah abdomen menandakan
adanya suatu rangsangan reseptor nyeri di daerah tersebut yang mungkin bisa terjadi
akibat proses peradangan ataupun dilatasi organ yang terjadi di bagian abdomen,
pemeriksaan feses ditemukan amoeba yang menandakan bahwa penyebab keluhan
pasien adalah amoeba sehingga pasien tersebut menderita Amebiasis.

25

DAFTAR PUSTAKA

Hendrawanto. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid I Edisi Ketiga


PERSATUAN AHLI PENYAKIT DALAM INDONESIA.1996. .
Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu Ika.
Setiowulan, Wiwiek. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Media
Aesculapius FK UI Edisi ketiga Jilid I. 1999. Hal 428 433.
Pustekkom. 2005. Protozoa. http:// www.edukasi.net/mol/mo_full.php?
moid=134&fname=bio_106_kb1_hal5.htm
Rasmaliah. 2003. Epidemiologi Amoebasis dan Upaya Pencegahannya.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm.rasmaliah.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai