LAPSUS Amebiasis Nigel
LAPSUS Amebiasis Nigel
LAPORAN KASUS
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. R
No. RM
: 065207-2014
Umur
: 36 tahun
Status Marital
: Sudah Menikah
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal masuk
: 12 September 2014
: Nyeri perut
KELUHAN TAMBAHAN :
2 hari sebelumnya pasien diare. Frekuensi >10x/hari, Ampas (+), lendir (+), darah(+)
demam (+)Mual (-), muntah (-)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Riwayat penyakit kencing manis
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
= 75x/menit
Suhu
= 36,7 0C
RR
= 20x/menit
Kulit
Kepala
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorak
:I
: Distensi
P
Ekstremitas
: Timpani
I.3. RESUME
S
A
P
- infus RL 20 tpm
- infus metronidazol /8jam
- Loperamide 3x1
: sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
Kulit
Kepala
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorak
:I
: Datar
:Timpani
7
Ekstremitas
dingin
A
GE susp amebiasis
terapi lanjut
: Coklat
Konsistensi
: Cair
Lendir
: Positif
Darah
: Negatif
Mikroskopis
Lekosit
: >30
Eritrosit
: 2-4
Amoeba
: Positif
Telur cacing
: Negatif
SGPT
: 16 u/L
Amebiasis
- Terapi Lanjut
: sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
Kulit
Kepala
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorak
:I
: Datar
:Timpani
10
Ekstremitas
Amebiasis
terapi lanjut
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
AMEBIASIS
PENDAHULUAN
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit infeksi
usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entemoeba histolytica. Tersebar hampir di
seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini
disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene individu dan sanitasi lingkungan
hidup serta kondisi ekonomi dan kultural yang menunjang. Sekitar 90% asimptomatik, 10%
menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai dari disentri sampai abses hati atau organ lain.
(IPD UI Jilid III)
EPIDEMIOLOGI
Ditularkan secara fekal oral baik secara langsung (melalui tangan) maupun tidak
langsung (melalui air minum atau makanan yang tercemar). Sebagai sumber penularan
adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari carrier (cyst passer). Laju
infeksi yang tinggi didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi
dan di negara-negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang buruk. Di
negara tropis lebih banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara maju beriklim
sedang. Oleh karena itu di negara maju banyak yang asimptomatik sedangkan di negara
yang berkembang banyak dengan simptomatik. Di negara maju, prevalensi di Amerika
Serikat sekitar 1-5 %.
Di Indonesia, laporan mengenai insidensi amebiasis sampai saat ini masih belum
ada. Akan tetapi berdasarkan laporan mengenai abses hati ameba pada beberapa rumah sakit
besar dapat diperkirakan kejadiannya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi melalui berbagai
cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, juru masak, vektor lalat
dan kecoak, serta kontak langsung seksual oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini
cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum
yang tercemar.
MORFOLOGI MORFOLOGI E. HYSTOLITICA
12
Sejarah :
Losch, di Rusia (1875), ditemukan pada tinja seseorang yang terkena disentri.
Organisme ini ditemukan di ulkus usus besar manusia.
Distribusi Geografik :
apabila tinja dalam usus besar padat, maka trofozoit menjadi kista & dikeluarkan
bersama tinja, sementara apabila cair, pembentukan kista akan terjadi di luar tubuh.
Bentuk histolytika
2.
Bentuk minuta
3.
Bentuk kista.
13
Bentuk histolitika ini dapat hidup dijaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit, &
vagina.
14
2. Bentuk Minuta
adalah bentuk pokok, tanpa bentuk minuta daur hidup tidak dapat berlangsung.
ukuran 10-20 m.
3. Bentuk Kista
berbentuk bulat atau lonjong, memiliki dinding kista & ada inti entameba.
bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif.
ukuran 10-20 m
sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama luar
tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standar di dalam sistem
air minum.
ETIOLOGI
E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding
usus sehingga menimbulkan ulserasi.
15
Siklus hidup ameba ada 2 macam bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (<10
mm) dan patogen (>10 mm).
Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala
penyakit. Bila seseorang diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Pada pemeriksaan
tinja di bawah mikroskop akan tampak trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodinya dan
dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Di dalamnya terdapat butir-butir kecil dan
sebuah inti di dalamnya. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan
dinding usus (intestinal) maupun di luar usus (ekstraintestinal), mengakibatkan gejala
disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa
eritrosit
di
dalamnya,
karena
trofozoit
ini
sering
menelan
eritrosit
16
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan penyakit, dapat hidup lama di
luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem
air minum. Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus besar
menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. Entamoeba hystolitica oleh beberapa penulis
dibagi menjadi dua ras yaitu ras besar dan kecil bergantung pada diameternya lebih besar
atau lebih kecil dari 10 mm. Strain kecil ternyata tidak patogen terhadap manusia dan
dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu Entamoeba hartmanni.
Dengan teknik elektroforesis, enzim yang dikandung trofozoit dapat diketahui. Pola
enzim dapat menunjukkan patogenesis ameba (zymodene). Ameba yang didapat dari pasien
dengan gejala penyakit yang invasif menunjukkan pola zymodene.
Imunitas terhadap ameba sampai saat ini masih belum banyak diketahui dengan
pasti perannya. Beberapa sarjana meragukan adanya peran tersebut. Karena di daerah
endemik banyak terjadi infeksi berulang dan morbiditas serta mortalitasnya meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia. Pendapat tersebut kurang tepat karena telah terbukti
17
menurunkan daya tahan tubuh misalnya splenektomi, radiasi, obat-obatan imunosupresif dan
kortikosteroid.
Berdasarkan penyelidikan pada binatang dan manusia dapat dibuktikan bahwa
E.hystolitica dapat merangsang terbentuknya imunitas humoral dan seluler. In vivo, imunitas
humoral mampu membinasakan ameba, tetapi in vitro tidak. Belum diketahui apa sebabnya
keadaan tersebut dapat terjadi. Tampaknya imunitas yang terbentuk tidak sempurna dan
hanya dapat mengurangi beratnya penyakit, tidak mencegah terjadinya penyakit. Diduga
imuntas seluler lebih besar perannya daripada imunitas humoral. Antibodi di dalam serum
(terutama klas IgG) terutama berperan dalam uji serologik.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,
dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Faktor
yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih belum diketahui.
Diduga faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) ameba, maupun
lingkungannya mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh
misalnya kehamilan, gizi yang kurang, penyakit keganasan, obat-obat imunosupresif dan
kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh strainnya. Strain ameba di daerah
tropis ternyata lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat keganasan
tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan yang diduga berpengaruh
misalnya suasana anaerob dan asam (pH 0,6-6,5), adanya bakteri, virus dan diet tinggi
kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah protein. Ameba yang ganas dapat menghasilkan
enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis
jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil tetapi di
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang minimal. Mukosa usus
antara ulkus-ulkus tampak normal. Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri basiler,
dimana mukosa usus antara ulkus meradang. Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus,
tampak sel leukosit dalam jumlah banyak akan tetapi lebih sedikit jika dibandingkan dengan
disentri basiler. Tampak pula Charcot leyden dan kadang-kadang ditemukan trofozoit. Ulkus
18
yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan muskular akan
terjadi perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar tetapi
berdasarkan frekuensi dan urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid,
apensik dan ileum terminalis. Infeksi kronik dapat menyebabkan jaringan granulasi yang
disebut dengan ameboma yang sering terjadi di daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di
dalam dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang vena
porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh getah
bening dapat pula terjadi ke paru, otak atau limpa dan menimbulkan abses di sana, akan
peritiwa ini jarang terjadi.
KLASIFIKASI
19
keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tapi pasien
gejala menyerupai gejala pada ameba ringan, serangan diare diselingi dengan
serangan diare biasanya muncul karena kelelahan, demam atau makanan yang
sukar dicerna
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Hasil dari
pemeriksaan tinja yaitu bau busuk, bercampur darah dan lendir. Pada pemeriksaan
mikroskopis, perlu tinja yang masih segar. Sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat
pengobatan. Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (tidak diare) perlu dicari bentuk kista
karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista
bentuk bulat, berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatid yang
berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk dapat menilai
intinya dibuat sediaan dengan lugol. Sebaliknya badan-badan kromatid tidak tampak pada
sediaan lugol.
Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja
yang masih segar. Apabila pemeriksaan ditunda beberapa jam maka tinja dapat disimpan di
lemari pendingin (4oC) atau dicampur di dalam larutan polivinil alkohol. Sebaiknya diambil
bahan dari bagian tinja yang mengadung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat
dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan
pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak ameba dengan eritrosit di
dalamnya.
Bentuk inti akan tampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Untuk
membedakan dengan leukosit (makrofag), perlu dibuat sediaan dengan cat supravital
misalnya buf-fered methylene blue. Dengan menggunakan mikrometer dapat disingkirkan
kemungkinan E.hartmanni.
Pemeriksaan rotoskopi, sigmoidoskopi dan kolonoskopi berguna untuk membantu
diagnosis penderita dengan gejala disentri terutama bila ada pemeriksaan tinja tidak
ditemukan ameba. Pemeriksaan ini tidak berguna pada carrier. Tampak ulkus yang khas
dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi jaringan usus akan
ditemukan trofozoit.
21
Foto kolon rontgen tidak banyak membantu karena ulkus sering tidak tampak.
Kadang-kadang foto rontgen kolon dengan barium enema, ulkus akan tampak disertai
spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma.
Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati
amebik dan epidemiologis. Uji serologik positif apabila ameba menembus jaringan (invasif).
Sehingga uji akan positif pada abses hati dan disentri ameba. Hasil uji serologis positif
belum tentu menderita amebiasis aktif tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis. Indirect
pluores-cent antibody (IFA) dan enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan
uji yang paling sensitif.
DIAGNOSIS
Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari iritabel bowel sindrom
(IBS), divertikulitis, enteritis regional dan hemoroid interna. Sedang disentri ameba sukar
dibedakan dengan
apabila pasien amebiasis yang telah mendapat pengobatan spesifik tetapi keluhan tetap ada
maka lakukan endoskopi, foto barium enema dan biakan tinja.
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik, neoplasma dan kista
hidatidosa. USG dapat membedakan dengan neoplasma.
KOMPLIKASI
Komplikasi amebiasis pada intestinal dan ekstrintestinal.
Komplikasi Intestinal :
a.
b.
Perdarahan usus
Terjadi akibat ameba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak
pembuluh darah. Bila perdarahan hebat dapat berakibat fatal.
Perforasi usus
Terjadi apabila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering
mengakibatkan peritonitis yang mortilitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat
c.
d.
e.
obstruktif.
Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum.
Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau
akibat ameboma.
Komplikasi Ekstraintestinal
a.
b.
Amabiasis hati
Amebiais pleuropulmonal
Dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hatu. Kira-kira 10-20% abses
hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Dapat timbul cairan pleura,
etelektasis, pneumonia atau abses paru. Abses paru dapat pula terjadi akibat
embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat terjadi fistel
hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan
c.
d.
Amebiasis kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar, dengan
membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding
perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang
berasal dari usus.
TERAPI
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada tanggal 12 September 2014, Ny. R berusia 36 th datang dari IGD. Pasien
mengeluh nyeri perut sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut dirasakan setelah makan,
terasa perih, 2 hari sebelumnya pasien mengeluhkan diare, frekuensi >10x/hari,
ampas (+), lendir (+), darah (+), demam (+), mual dan muntah (-)
Nyeri Perut dirasakan karena terjadi suatu proses peradangan, sedangkan rasa perih
bisa terjadi akibat peningkatan asam lambung, proses peradangan tersebut mungkin
24
disebabkan oleh trofozoit yang menjadi pathogen dan menginvasi mukosa usus, diare
terjadi karena adanya gangguan pada lumen usus yang juga disebabkan oleh amoeba
oleh karena itu ciri khas seperti ampas dan darah ditemukan, demam terjadi akibat
adanya peradangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran
compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg,
nadi 75x/menit, suhu: 36,70C dan respirasi 20x/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala,
wajah, hidung, telinga, leher, jantung, pulmo dan ekstremitas tidak didapatkan
adanya kelainan. Pada pemeriksaan fisik abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium,
hipokondria sinistra, lumbal sinistra, terasa perih dan seperti terbakar. Pada
pemeriksaan penunjang berupa feses rutin ditemukan adanya amoeba.
Dilihat dari nilai vital sign yang normal bisa dikatakan bahwa penyakit yang diderita
pasien ini tidak terjadi secara sistemik atau tidak mempengaruhi tekanan darah, nadi
dan respirasi, suhu normal mungkin disebabkan oleh intervensi obat yang sudah
diminum oleh pasien. Nyeri tekan pada beberapa daerah abdomen menandakan
adanya suatu rangsangan reseptor nyeri di daerah tersebut yang mungkin bisa terjadi
akibat proses peradangan ataupun dilatasi organ yang terjadi di bagian abdomen,
pemeriksaan feses ditemukan amoeba yang menandakan bahwa penyebab keluhan
pasien adalah amoeba sehingga pasien tersebut menderita Amebiasis.
25
DAFTAR PUSTAKA
26