Penyakit Jantung Bawaan dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi besar, yaitu PJB sianotik dan
asianotik (Bernstein, 2007).
A. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang
dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang disekat jantung
sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan
penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpaadanya lubang di
sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi
dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan
vaskuler paru (Roebiono,2003). Menurut Soeroso dan Sastrosoebroto (1994),
berdasarkan ada tidaknya pirau, kelompok asianotik terbagi atas 2 kelompok, yaitu
kelompok dengan pirau dari kiri ke kanan dan kelompok tanpa pirau.
Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
1. Defek Septum VentrikelDefek Septum Ventrikel (DSV) adalah lesi kongenital pada
jantung berupalubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat
hubungan antara antar rongga ventrikel (Ramaswamy, et al. 2009).
Defek ini dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak,
serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi (Fyler, 1996).Insidensi DSV terisolasi adalah
sekitar 2 6 kasus per 1000 kelahiran hidup dan terjadi lebih dari 20% dari seluruh
kejadian PJB. Defek ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (Ramaswamy,et
al. 2009).
Klasifikasi DSV dibagi berdasarkan letak defek yang terjadi, yaitu:
Perimembranasea, merupakan lesi yang terletak tepat di bawah katupaorta. Defek Septum
Ventrikel tipe ini terjadi sekitar 80% dari seluruhkasus DSV (Rao, 2005).
Muskular, merupakan jenis DSV dengan lesi yang terletak di otot-ototseptum dan terjadi
sekitar 5 20% dari seluruh angka kejadian DSV(Ramaswamy,et al. 2009).
Gejala klinis DSV cukup bervariasi, mulai dari asimtomatis, gagal jantung berat, ataupun
gagal tumbuh. Semua ini sangat bergantung kepada besarnya defek serta derajat piraunya
sendiri, sedangkan lokasi defek sendiri tidak mempengaruhi derajat ringannya manifestasi
klinis yang akanterjadi (Soeroso and Sastrosoebroto,1994). Pada DSV kecil dengan piraukirike-kanan dan tekanan arteri pulmonalis yang normal, pasien biasanyatidak menunjukkan
gejala dan kelainan ditemukan ketika pemeriksaanfisik. Pada defek berukuran besar dengan
peningkatan aliran darah parudan hipertensi pulmonalis, pasien dapat mengalami dispnea,
kesulitanmakan, gangguan pertumbuhan, infeksi paru berulang, dan gagal jantung pada awal
masa bayi (Bernstein, 2007).
2. Defek Septum Atrium
Defek Septum Atrium (DSA) adalah anomali jantung kongenital yang ditandai dengan
defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostiumsekundum, ostium primum,
dan bantalan endokardial. Defek SeptumAtrium dapat terjadi di bagian manapun dari
septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara
normal (Bernstein, 2007).Insidensi DSA adalah 1 per 1000 kelahiran hidup dan
terhitung 7% dariseluruh kejadian PJB. Prevalensi DSA pada wanita lebih tinggi
daripada pria dengan perbandingan 2:1 (Carr and King, 2008).
Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu:
Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusiostium primum dengan bantalan
endokardial dan meninggalkan defek di dasar septum. Kejadian DSA Ostium Primum pada
wanita sama dengan pria danterhitung sekitar 20% dari seluruh kasus PJB (Bernstein, 2007).
Ostium Sekundum, merupakan tipe lesi DSA terbanyak (70%) dan jumlah kasus pada
wanita 2 kali lebih banyak daripada pria (Vick and Bezold,2008).
Sinus Venosus, merupakan salah satu jenis DSA yang ditandai dengan malposisi masuknya
vena kava superior atau inferior ke atrium kanan. Insidensi defek ini diperkirakan 10% dari
seluruh kasus DSA (Vick and Bezold, 2008). Defek yang terjadi dapat berbagai jenis, mulai
dari yang berukuran kecil sampai sangat besar dan menyebabkan pirau dari atrium kiri ke
atriumkanan dengan beban volume lebih banyak di atrium dan ventrikel kanan. Gejala pada
anak dan neonatus umumnya asimtomatis, namun bila pirau cukup besar maka pasien dapat
mengalami sesak nafas dan sering mengalami infeksi paru. Gagal jantung sangat jarang
ditemukan (Soerosoand Sastrosoebroto, 1994). Pada anak dengan pirau kiri-kekanan berukuran besar biasanya mengeluhkan cepat lelah dan dispnea. Gagaltumbuh jarang
didapati (Emmanouilides, et al. 1998).
3. Defek Septum Atrioventrikularis
Defek Septum Atrioventrikularis (DSAV) ditandai dengan penyatuan DSAdan DSV
disertai abnormalitas katup atrioventrikular (Bernstein, 2007).Defek Septum
Atrioventrikularis terhitung 4 5% dari seluruh kasus PJB.Predileksi defek ini antara
pria dan wanita sama banyaknya(Emmanouilides, et al. 1998). Gejala dapat timbul
pada minggu pertama dan gagal jantung pada bulan- bulan pertama kelahiran
(Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994). Riwayat intoleransi olahraga, cepat lelah, dan
Pneumonia berulang dapatditemukan, terutama pada bayi dengan pirau kiri-ke-kanan
dan mitralinsufisiensi mitral yang berat (Bernstein, 2007).
4. Duktus Arteriosus Persisten Seperti namanya, Duktus Arteriosus Persisten (DAP)
disebabkan olehduktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir (Soeroso
and Sastrosoebroto, 1994). Jika duktus tetap terbuka setelah penurunanresistensi
vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis
(Bernstein, 2007).Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB dan sering dijumpai
pada bayi BBLR (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994).Gejala klinis yang muncul
tergantung ukuran duktus. Duktus berukurankecil tidak menyebabkan gejala dan
biasanya diketahui jika terdapat suaramurmur saat dilakukan pemeriksaan fisik. Pada
pasien dengan DAP berukuran besar, pasien akan mengalami gejala gagal jantung.
Gangguan pertumbuhan fisik dapat menjadi gejala utama pada bayi yang
menderitaDAP besar (Bernstein, 2007).
Kelompok tanpa pirau meliputi :
1. Stenosis Pulmonalis Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh
ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis, diuraikan
sebagaiStenosis Pulmonalis (SP).Stenosis Pulmonalis terjadi sekitar 7.1 8.1 per
100.000 kelahiran hidup.Defek ini cenderung terjadi pada wanita (Fyler, 1996).Gejala
klinis umumnya asimtomatis meskipun stenosis cukup besar. Anak bisa saja tampak
sehat, tumbuh kembang normal dengan wajah moon face, dapat berolahraga seperti
normal, dan tidak terdapat infeksi saluran nafasyang berulang (Soeroso and
kanan sehingga seluruh aliran balik vena sistemik masuk ke bagian kiri jantung
melalui foramen ovale atau jika terdapat defek padaseptum atrium (Bernstein,
2007).Insidensi AT diperkirakan 1 per 10.000 kelahiran hidup dengan
estimasi prevalensi AT dari seluruh kasus PJB adalah 2.9% dari autopsi dan 1.4%dari
penegakkan diagnosis setelah dilakukan pemeriksaan berulang. (Rao,2009).Sianosis
biasanya muncul segera setelah lahir, dengan penyebaran yangdipengaruhi oleh
tingkat keterbatasan aliran darah pulmonal (Bernstein,2007). Apabila aliran darah
paru berkurang maka pasien akan tampak sianotik; semakin sedikit darah ke paru
maka semakin jelas sianosis yangterjadi (Prasodo, 1994).