Anda di halaman 1dari 34

ALERGI SUSU SAPI DAN

PENATALAKSANAANNYA
Oleh: Intan Kemala Sari, S.Ked
Pembimbing : Dr. Hj. Yusmala, Sp.A

PENDAHULUAN

Alergi susu sapi adalah suatu penyakit


yang berdasarkan reaksi imunologis yang
timbul sebagai akibat pemberian susu sapi
atau makanan yang mengandung susu
sapi.
Deteksi dan pencegahan alergi susu sapi
harus dilakukan dengan cermat sejak
dini.

Susu sapi sering dianggap sebagai


penyebab alergi makanan pada anak yang
paling sering.
Hippocrates pertama kali melaporkan
adanya reaksi susu sapi sekitar tahun 370
masehi.
Menurut penelitian di beberapa negara di
dunia, prevalensi alergi susu sapi pada
anak dalam tahun pertama kehidupan
sekitar 2%.

Beberapa penelitian menunjukkan alergi


susu sapi sekitar 80% akan menghilang
atau menjadi toleran sebelum usia 3
tahun.
Menurut penelitian,bila gejalanya ringan
akan bisa toleran pada usia diatas 1
tahun. Bila gejalanya berat, disertai
gangguan kulit dan mengakibatkan batuk
dan pilek biasanya akan tahan terhadap
susu sapi pada usia diatas 2 hingga 5
tahun.

Sekitar 1-7% bayi pada umumnya


menderita alergi terhadap protein yang
terdapat dalam susu sapi. Padahal sekitar
80% susu formula bayi yang beredar di
pasaran ternyata menggunakan bahan
dasar susu sapi.

MEKANISME TERJADINYA
GANGGUAN

Alergi susu sapi terjadi karena mekanisme


pertahanan spesifik dan nonspesifik saluran
cerna bayi belum sempurna.
Susu sapi adalah protein asing utama yang
diberikan kepada seorang bayi.
Mekanisme reaksi terhadap susu dasarnya
adalah reaksi hipersensitivitas tipe I, dan
hipersensitivitas pada makanan dasarnya adalah
hipersensitivitas tipe III dan IV.

Harus dibedakan antara alergi susu sapi


suatu reaksi imunologis dan reaksi
intoleransi yang bukan berdasarkan
kelainan imunologis seperti efek toksik
dari bakteri stafilokok, defek metabolik
akibat kekurangan enzim laktase, reaksi
idiosinkrasi atau reaksi simpang dari
bahan-bahan lain yang terkandung dalam
susu formula.

Protein susu sapi merupakan alergen


tersering pada berbagai reaksi
hipersensitivitas pada anak. Susu sapi
mengandung sedikitnya 20 komponen
protein yang dapat mengganggu respon
imun seseorang.
Protein susu sapi terbagi menjadi kasein
dan whey.

Kasein terdiri dari 76-86% dari protein


susu sapi.
Whey terdiri dari 20% total protein susu,
yang terdiri dari:
-lactoglobulin (9% total protein susu),
-lactalbumin (4%),
bovine imunoglobulin (2%),
bovine serum albumin (1%),
dan sebagian kecil beberapa protein
seperti lactoferrin, transferin, lipase (4%).

Karakteristik komponen protein


susu sapi

Kandungan pada susu sapi yang paling


sering menimbulkan alergi adalah lactoglobulin, sedangkan casein adalah
penyebab alergi terbanyak.
Pemanasan penuh akan menyebabkan
terjadinya denaturasi dari beberapa
protein whey.

Penelitian terakhir menyebutkan bahwa


casein-spesifik IgE didapatkan 100% pada
kelompok alergi, IgE dari -lactoglobulin
sekitar 13% dan IgE -lactalbumin sekitar
6%.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala pada alergi susu sapi hampir sama


dengan gejala alergi makanan lainnya.
Target organ utama reaksi terhadap alergi susu
sapi adalah kulit, saluran cerna dan saluran
nafas.
Reaksi akut yang sering terjadi adalah gatal dan
anafilaksis. Sedangkan reaksi kronis yang terjadi
adalah asma, dermatitis dan gangguan saluran
cerna.

Pada Kulit berupa urtikaria dan


angioedema.
Gangguan sistem saluran cerna berupa
sindrom oral alergi, gastrointestinal
anafilaksis, allergic eosinophilic
gastroenteritis.
Pada saluran nafas yang terjadi adalah
asma, pilek dan batuk kronis berulang.
Target multiorgan berupa anafilaksis
karena makanan

Urtikaria

Angioedema

Anussual Manifestation

Pada kulit berupa vaskulitis, fixed skin eruption.


Pada saluran cerna yang terjadi adalah
konstipasi, refluks gastroesophageal.
Pada sistem saluran nafas berupa chronic
pulmonary disease (Heiner syndrome),
hipersensitivity pneumonitis, hipersekresi
bronkus dan obstruksi duktus nasolakrimalis.
Target multiorgan berupa iritabilitas /
sleeplessness pada bayi, artropati, nefropati dan
trombositopeni.

Reaksi susu sapi yang timbul karena reaksi


non IgE berupa dermatitis atopik,
dermatitis herpetiformis, enterokolitis,
allergic eosinophilic gastroenteritis,
sindrom enteropati, penyakit celiac dan
sindrom Heiner.

Facial Rash

REAKSI CEPAT

Gejala timbul dalam 45 menit setelah


mengkonsumsi susu.
Reaksi tersebut dapat berupa bintik merah
(seperti campak) atau gatal. Gejala lain berupa
gangguan sistem saluran nafas seperti
wheezing, rhinokonjungtivitis
Gejala tersebut bisa terjadi meskipun hanya
mengkonsumsi sedikit susu sapi.
Hampir semua (92% penderita) dalam
pemeriksaan skin prick test terhadap susu sapi
hasilnya positif.

Terdapat 3 pola klinis respon alergi


protein susu pada anak, yaitu reaksi
cepat, waktu dari setelah minum susu
hingga timbulnya gejala. Reaksi sedang,
terjadi 45 menit hingga 20 jam.
Sedangkan reaksi lambat, terjadi lebih dari
20 jam.

REAKSI SEDANG

Gejala yang sering timbul adalah muntah


dan diare, dimulai setelah 45 menit hingga
20 jam setelah mendapatkan paparan
dengan susu.
Menurut penelitian, sekitar sepertiga dari
kelompok ini didapatkan hasil positif pada
tes kulit (skin prick test).

REAKSI LAMBAT

Terjadi sekitar 20 jam setelah terkena paparan


susu sapi.
Untuk terjadinya reaksi ini, dibutuhkan jumlah
susu sapi yang cukup besar.
Hanya sekitar 20% yang hasil skin prick tesnya
positif. Tes tempel (patch test) yang dilakukan
selama 48 jam sering positif pada kelompok ini.
Sebagian besar terjadi dalam usia lebih dari 6
bulan.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah
diare, konstipasi dan dermatitis.

DIAGNOSIS ALERGI SUSU SAPI

adalah suatu diagnosis klinis berupa


anamnesis yang cermat, mengamati tanda
atopi pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan
imunoglobulin E total dan spesifik susu
sapi.
Gold standard : provokasi makanan secara
buta (Double Blind Placebo Control Food
Chalenge = DBPCFC).

Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan


membutuhkan waktu, tidak praktis dan
biaya yang tidak sedikit.
Children Alergy Center Rumah Sakit Bunda
Jakarta melakukan modifikasi dengan cara
yang lebih sederhana, murah dan cukup
efektif, yaitu dengan melakukan Eliminasi
Provokasi Makanan Terbuka Sederhana.

ANAMNESIS

mengetahui riwayat gejala dilihat dari jangka


waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi
atau makanan yang mengandung susu sapi.
Harus diketahui riwayat pemberian makanan
lainnya termasuk diet ibu saat pemberian ASI
dan pemberian makanan lainnya.
Harus diketahui juga gejala alergi asma, rinitis
alergi, dermatitis atopik, urtikaria, alergi
makanan, dan alergi obat pada keluarga (orang
tua, saudara, kakek, nenek dari orang tua) dan
pasien sendiri.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang mungkin
didapatkan adalah pada kulit tampak
kekeringan kulit, urtikaria, dermatitis
atopik, siemen grease, geographic tongue,
mukosa hidung pucat dan wheezing
(mengi).

KEKELIRUAN DIAGNOSIS

terjadi pada awal penentuan diagnosis


diagnosis dilakukan hanya berdasarkan
data laboratorium baik tes kulit atau IgE
spesifik terhadap susu sapi.
diagnosis juga sering terjadi hanya
berdasarkan anamnesa tanpa disertai
pemeriksaan penunjang dan DBPCFC.

PEMBERIAN SUSU PADA


PENDERITA

Pilihan utama pada penderita alergi susu


sapi adalah susu ekstensif hidrolisat.
Tetapi beberapa penderita juga bisa
toleran terhadap susu soya. Beberapa bayi
dengan gejala alergi yang ringan dapat
mengkonsumsi susu parsial hidrolisat.
Meskipun sebenarnya susu ini untuk
pencegahan alergi bukan untuk
pengobatan.

PITFALL PENANGANAN

Saat gejala alergi timbul, pemberian susu parsial


hidrolisa paling sering direkomendasikan oleh
para klinisi pada penderita. Padahal rekomendasi
yang seharusnya diberikan adalah susu formula
ekstensif hidrolisat atau susu soya.
Pemberian partial hidrolisa secara klinis hanya
digunakan untuk pencegahan alergi bagi
penderita yang beresiko alergi namun belum
timbul gejala.

Pemberian obat anti alergi baik peroral


atau topikal bukan merupakan jalan keluar
yang terbaik untuk penanganan jangka
panjang. Pemberian anti alergi jangka
panjang merupakan bukti kegagalan
dalam mengidentifikasi penyebab alergi.

PEMBERIAN MAKANAN

Penderita alergi susu sapi juga harus


menghindari makanan yang mengandung
bahan dasar susu sapi seperti skim, dried,
susu evaporasi maupun susu kondensasi.
Penderita alergi susu sapi biasanya juga
mengalami alergi terhadap makanan lainnya.
Makanan yang harus diwaspadai adalah telur,
buah-buahan tertentu, kacang dan ikan laut.

PENCEGAHAN ALERGI SUSU SAPI

Pencegahan Primer
Dilakukan sebelum terjadi sensitisasi.
Saat penghindaran dilakukan sejak prenatal
pada janin dari keluarga yang mempunyai bakat
atopik.
Penghindaran susu sapi berupa pemberian susu
sapi hipoalergenik, yaitu susu sapi dihidrolisis
secara parsial, supaya dapat merangsang
timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari
karena masih mengandung sedikit partikel susu
sapi

Pencegahan Sekunder

Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi


belum timbul manifestasi penyakit alergi.
Diketahui dengan cara pemeriksaan IgE
spesifik dalam serum atau darah tali
pusat, atau dengan uji kulit.
Penghindaran susu sapi dengan cara
pemberian susu sapi non alergenik, yaitu
susu sapi yang dihidrolisis sempurna, atau
pengganti susu sapi misalnya susu kedele

Pencegahan Tersier

Dilakukan pada anak yang sudah mengalami


sensitisasi dan menunjukkan manifestasi
penyakit alergi yang masih dini, misalnya
dermatitis atopik atau rhinitis, tetapi belum
menunjukkan gejala alergi yang lebih berat
seperti asma.
Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6
bulan sampai 4 tahun.
Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi
yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu
sapi.

Anda mungkin juga menyukai