Chapter II
Chapter II
Ubi Kayu
Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah
pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.
Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan
daunnya sebagai sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa
dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling
sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar (PTP, 2008).
Ubi kayu (Manihot utilissima) menghasilkan umbi setelah tanaman
berumur 6 bulan. Setelah tanaman berumur 12 bulan dapat menghasilkan umbi
basah sampai 30 ton/ha. Kerusakan yang biasa timbul pada ubi kayu adalah
warna hitam yang disebabkan oleh aktivitas enzim polyphenolase atau biasa
disebut dengan kepoyoan (Syarief dan Irawati, 1988).
Akar-akaran dan umbi-umbian kandungan
atas.
Pangan
tersebut
merupakan
sumber
energi
yang
baik
kentang bentuk ukuran kecil-kecilan, tales, uwi, gembili, kimpul, suweg dan
ganyong. Singkong merupakan jenis umbi yang paling banyak dikonsumsi
masyarakat (Tarwotjo, 1998).
Makanan pokok adalah jenis makanan yang merupakan makanan utama
suatu menu yang biasanya dihidangkan dalam jumlah banyak. Makanan pokok
kita adalah nasi. Di samping bahan makanan pokok beras, di Indonesia dikenal
bahan makanan pokok lain, yaitu jagung, singkong, ubi, pisang dan sagu
(Marwanti, 2000).
Ketela pohon atau lebih dikenal dengan nama ubi kayu banyak ditanam
di Indonesia. Pada daerah tertentu ubi kayu merupakan makanan pokok. Pada
dasarnya ketela pohon yang banyak ditanam dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu jenis ubi pahit dan manis. Jenis yang pahit biasanya digunakan
untuk membuat pati (aci). Umur pohon untuk dipanen berkisar antara 7 12
bulan (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981)
Beberapa varietas tanaman ubi kayu yang banyak memberikan hasil
dari pertanamannya dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Jenis Mangi : hasil umbi yang diberikan dalam pertanaman seluas 1 hektar
adalah 200 kuintal, umbi-umbinya panjang bertangkai, kadar zat tepung
sekitar 37 %, bila direbus rasanya manis.
b. Jenis Valenca : memberikan hasil untuk pertanamannya seluas 1 hektar
sekitar 200 kuintal umbi, keadaan umbi dari sedang sampai gemuk dan
bertangkai, kadar zat tepung sekitar 33,1 %, bila direbus rasanya manis.
c. Jenis Betawi : hasil umbi dari pertanaman seluas 1 hektar adalah sekitar
300 kuintal, umbi-umbinya gemuk tidak bertangkai, kadar zat tepung 34,4
%, bila direbus rasanya manis.
d. Jenis Bogor : hendaknya diperhatikan agar umbinya tidak perlu dimakan
karena rasanya pahit dan beracun, hanya baik dibuat untuk tepung kanji.
Umbinya memang gemuk-gemuk, bertangkai dengan kadar zat tepung yang
dikandungnya sekitar 30,9 %. Hasil pertanaman 1 hektar sekitar 400
kuintal.
e. Jenis Basiorao : juga umbinya beracun, rasanya pahit, keadaan umbi agak
gemuk dan bertangkai pendek, kadar zat tepung sekitar 31,2 %. Hasil umbi
yang diperoleh untuk penanaman seluas 1 hektar adalah sekitar 300 kuintal,
sebagai bahan untuk industri tepung kanji.
f.
Jenis Sao Pedro Petro : keadaan umbi seperti jenis Basiorao dengan kadar
zat tepung 35,4 %, hasil umbi 1 hektar sekitar 400 kuintal.
Kadar
146
1,2
0,3
34,7
33
40
0,7
0
0,06
30
62,5
75
Gaplek
Gaplek adalah produk olahan bahan pangan yang diperoleh dengan cara
pengeringan, baik dengan matahari ataupun dengan alat seperti oven. Pada
pengeringan ketela pohon (gaplek) sering terjadi perubahan warna menjadi
hitam. Perubahan warna tersebut kemungkinan disebabkan oleh enzim
poliphenolase yaitu suatu oksidase yang terdapat pada lendir ketela pohon yang
kontak dengan udara mengubah senyawa polifenol (tanin) menjadi senyawa
yang berwarna hitam. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencuci lendir yang
terdapat diantara kulit dan daging ketela segera setelah ketela dikupas atau
dipotong. Ketela pohon biasanya dikeringkan sampai kadar air 14 15 %
(Winarno, 1993).
Singkong setelah dikupas, dipotong-potong tipis, dijemur sampai kering
disebut gaplek. Bila gaplek ditumbuk halus disebut tepung gaplek. Tepung
gaplek dapat dimasak menjadi makanan yang disebut ketiwul atau tiwul. Dapat
dimakan sebagai makanan pokok makanan selingan (Tarwotjo, 1998).
Produksi gaplek terbesar di Indonesia adalah di Jawa. Gaplek ini
merupakan makanan pokok bagi mereka. Dalam teknologi ada 4 macam
gaplek, yaitu :
a. Gaplek gelondong yaitu gaplek yang berbentuk memanjang.
b. Gaplek chips mempunyai ukuran kecil 3 cm.
c. Gaplek pellet mempunyai bentuk silindris dengan panjang 2 cm dan
diameter 1 cm.
d. Gaplek butiran (tepung) dengan ukuran 100 mesh
(Rusmarilin dan Purba, 2007).
Gaplek adalah bahan makanan yang diolah dari umbi ketela pohon atau
singkong. Prosesnya sangat mudah, umbi singkong yang telah dipanen
kemudian dikupas dan dikeringkan. Gaplek yang telah kering kemudian bisa
ditumbuk sebagai tepung tapioka yang bisa dibuat bermacam-macam kue.
Tepung tapioka dari gaplek selanjutnya bisa dibuat menjadi nasi tiwul yang
gurih. Nasi tiwul sangat populer di masyarakat yang hidup di pegunungan
sampai kawasan Pacitan (Iptek, 2009b).
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Disamping
serealia, umbi-umbian juga merupakan bahan pangan substitusi (pengganti)
beras yang banyak dihasilkan di Indonesia. Tanaman dengan kadar karbohidrat
tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap
suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering dihidangkan dalam bentuk segar,
rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari selera. Bentuk olahan dapat
berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainnya (Radiyati dan Agusto, 2009).
Gaplek adalah ketela yang dikupas lalu dijemur sampai kering. Salah
satu hasil olahan dari gaplek adalah makanan gatot. Gatot asalnya dari gaplek
lalu ditanak, diberi gula agar manis, lalu setelah matang dihidangkan dan diberi
parutan kelapa dengan diberi garam secukupnya, jadilah gatot yang berasa
manis (Hadiyanta, 2009).
Pengeringan bahan-bahan gaplek dapat dilakukan dengan cara
penjemuran pada teriknya sinar matahari atau dengan menggunakan alat
pengering mekanis (ruang pengering yang dapat diatur temperaturnya sekitar
60 65o C). Pengeringan diakhiri setelah kadar air semula 70 % turun menjadi
dan
gaplek
merupakan
bahan
untuk
industri
selanjutnya
Kadar
338
15
0,7
81,3
80
60
1,9
0
0,04
0
14,5
100
Parameter penentu bahwa gaplek tersebut telah kering adalah apabila gaplek
tersebut telah dapat dipatahkan (Setyawan, 2008a)
Ragi Tape
Ragi tape atau ragi pasar adalah inokulum campuran kapang, khamir
dan bakteri. Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape antara lain adalah
kapang
Amylomyces
rouxii,
Mucor
sp
dan
Rhizopus
sp.
Khamir
dilambari dengan merang dan ditutup dengan kain saring. Organisme akan
tumbuh secara alami pada pasta ini pada suhu ruang dalam waktu 2 5 hari.
Penambahan rempah-rempah atau bumbu untuk mendukung pertumbuhan
mikroorganisme yang diharapkan. Penambahan sari tebu juga dilakukan untuk
menambah gula. Ragi dipanen setelah 2 5 hari tergantung dari suhu dan
kelembapan (Hidayat, 2007e).
Ragi tape adalah starter yang digunakan untuk produksi tape. Ragi tape
berbentuk pipih kering dan dapat disimpan dalam waktu lama. Tidak ada
faktor-faktor lingkungan yang dikendalikan. Mikroorganisme yang diharapkan
maupun kontaminan dapat tumbuh bersama-sama. Pada lingkungan pabrik
ragi, mikroflora yang ada telah didominasi mikroba ragi. Namun demikian, ragi
yang dibuat pada musim hujan akan dijumpai Mucor sp dan Rhizopus sp dalam
jumlah yang lebih banyak dan dibutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama
(Laboratorium Bioindustri TIP, 2008).
Ragi adalah tablet yang merupakan starter mikroorganisme untuk
membuat tape atau wine. Tepung beras yang bersih dicampur dengan air,
diaduk dengan tangan dan dicetak berbentuk bola pipih. Ragi tersebut
diletakkan di atas tampah bambu dan ditutup dengan kain saring dan diikuti
dengan fermentasi dan ditempatkan dengan suhu kamar selama 2 5 hari.
Campuran dari rempah-rempah akan menyeleksi pertumbuhan mikroorganisme
(ASAIHL, 1985).
Pada proses perombakan pati dibutuhkan suatu bahan dasar tambahan
yaitu ragi tape. Ragi tape adalah suatu produk inokulum campuran yang terdiri
dari mikroba, jamur (kapang), Aspergillus oryzae, Rhyzopus sp, dan khamir
Tape
Tape adalah sejenis penganan yang dihasilkan dari proses peragian
(fermentasi). Tape bisa dibuat dari ubi kayu dan hasilnya dinamakan tape
singkong. Pembuatan tape memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi
agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang
baik. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tape ubi kayu,
tape ketan dan tape beras dan tape yang lain(Iptek, 2009c).
Tape adalah hasil fermentasi dengan Saccharomyces pastorianus,
Saccaharomyces heterogenicus, Endomycopsis sp, Chlamydomucor sp,
Rhizopus sp dan Bacillus sp. Semua mikroorganisme tersebut diinokulasi
dengan ragi. Tape terbuat dari tepung beras (tepung Oryza sativa) atau tapioka
(Manihot esculanta). Sumber karbohidrat tersebut dimasak sepenuhnya
sebelum diinokulasikan. Setelah fermentasi 2 3 hari, karbohidrat tersebut
menjadi cairan semi padat atau kental yang merupakan campuran dari gula,
alkohol, aldehid dan asam, dimana akan memberikan rasa dan aroma yang
berbeda pada produk (ASAIHL, 1985).
Adapun komposisi kimia dari tape singkong dapat dilihat dari tabel :
Tabel 3. Daftar Komposisi Kimia Tape Singkong
Komponen
Kadar
Kalori (kal)
173
Protein (gr)
0,5
Lemak (gr)
0,1
Karbohidrat (gr)
42,5
Kalsium (mg)
30
Fosfor (mg)
30
Besi (mg)
0
Vitamin A (S.I)
0
Vitamin B1 (mg)
0,07
Vitamin C (mg)
0
Air (gr)
56,1
BDD (%)
100
Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992).
Tape merupakan makanan fermentasi tradisional yang sudah tidak asing
lagi. Tape dibuat dari beras, beras ketan, atau dari singkong (ketela pohon).
Berbeda dengan makanan-makanan fermentasi lain yang hanya melibatkan satu
mikroorganisme yang berperan utama, seperti tempe, atau minuman alkohol,
pembuatan tape melibatkan banyak mikroorganisme (Milmi, 2008).
Tape dihasilkan dengan cara fermentasi ragi yang merupakan inokulum
biakan dari khamir, kapang dan bakteri. Mikroorganisme tersebut akan
menghasilkan panas dalam keadaan anaerob sehingga akan menghasilkan
enzim yang dapat merombak karbohidrat menjadi komponen yang lebih
sederhana sehingga akan lebih mudah untuk dicerna. Jika tape dikonsumsi
dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan rasa panas dalam perut karena
kadar alkohol tinggi (Hidayat, et al., 2006)
Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses biokimia yang diakibatkan oleh
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam
bahan. Mikroorganisme fermentatif ini umumnya adalah bakteri asam laktat,
yaitu bakteri yang mampu mengubah zat gula dalam bahan menjadi asam,
alkohol, dan karbondioksida. Dengan terjadinya fermentasi ini maka bahan
mengalami perubahan rasa, aroma, tekstur dan warna (Novary, 1999).
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat defenisi yang lebih jelas yang
mendefenisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan umum dalam
fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat
(Hidayat, 2007a).
Fermentasi juga dapat berfungsi untuk mengawetkan bahan pangan,
peningkatan nilai gizi, perbaikan cita rasa atau pembuatan minuman yang
merangsang telah dilakukan mungkin sejak zaman prasejarah oleh manusia dan
hampir semua peradaban. Praktek fermentasi pada masa mendatang akan
menjadi cara yang semakin penting untuk membuat pengaya pangan dan bahan
baru, di samping itu untuk maksud pengawetan yang bertambah nyata
(Harris and Karmas, 1989).
Dalam proses fermentasi, mikroorganisme akan merombak karbohidrat,
kemudian protein dan kemudian lemak. Namun perombakan karbohidrat
melalui beberapa tahapan yaitu gula, kemudian alkohol dan setelah itu asam.
Fermentasi adalah perubahan gradula oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan
kapang (Hidayat, 2007a).
Produk fermentasi terdiri dari minuman beralkohol seperti bir, sake,
brem, wine. Produk fermentasi dengan bahan susu seperti keju dan yoghurt.
Produk fermentasi sayuran seperti sourkrout (acar kubis), pikel (acar timun).
Produk fermentasi dengan bahan serealia seperti tape ketan hitam dan ketan
putih. Produk fermentasi dengan bahan kacang kedelai adalah tempe, tauco,
oncom dan kecap. Makanan fermentasi merupakan makanan yang digunakan
dalam menu sehari-hari. Banyak keuntungan yang bisa diambil dari produk
makanan fermentasi baik secara organoleptik (inderawi) maupun dalam
peningkatan nilai gizi. Keunggulannya antara lain memberi penampakan dan
cita rasa yang khas, misalnya pada tempe, tauco dan oncom berbeda dengan
rasa aslinya. Mempunyai aroma yang khas dengan terbentuknya asam, alkohol,
ester dan senyawa lainnya. Fermentasi juga menurunkan senyawa beracun
lainnya seperti tirosin pada kedelai. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai
gizi karena dapat memecah senyawa kompleks menjadi lebih sederhana
sehingga lebih mudah untuk dicerna (Afrianti, 2008).
Kadang-kadang bahan pangan difermentasikan dalam keadaan ada
udara, seperti pada pembuatan susu asam (yoghurt). Fermentasi menghasilkan
asam lemah yang bekerja sebagai zat pengwet. Proses fermentasi (pengasaman)
mempunyai pengaruh kecil pada nilai gizi pangan. Akan tetapi proses itu pada
dasarnya mengurangi jumlah bakteri yang berbahaya (Harper, et al., 1987).
triptofan
menjadi
indol,
glutamat
menjadi
menjadi
-amino
valerat,
dan
hidroksiprolin
menjadi
-amino--hidroksi valerat.
Karbohidrat yang bermolekul besar (polisakarida) mula-mula akan
mengalami proses perombakan menjadi glukosa (monosakarida) atau maltosa
(disakarida) dengan bantuan enzim selulase dan amilase yang dihasilkan oleh
Bacilli, Streptomyces, Penicillia dan Aspergilli. Perombakan karbohidrat
tersebut menyebabkan komponen yang kompleks menjadi komponen yang
lebih sederhana sehingga akan lebih mudah untuk dicerna oleh tubuh dan
penyerapannya juga akan maksimal. Perombakan tersebut dapat juga disebut
dengan fermentasi. Selain memcah komponen kompleks, fermentasi juga dapat
menurunkan racun dalam bahan pangan. Contohnya tirosin pada kacang
kedelai dalam pembuatan tempe (Hidayat, et al., 2006).
Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzimenzim amilolitik yang akan memecah amilum pada bahan dasar menjadi gulagula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut
sering dinamakan sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan
merubah sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang
menyebabkan aroma alkoholis pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat,
semakin tinggi pula kadar alkoholnya (Milmi, 2008).
Proses fermentasi dikenal juga dengan proses perombakan karbohidrat.
Di mana dalam proses ini polisakarida akan dirombak atau dipecah menjadi
disakarida dengan menggunakan panas. Panas yang dihasilkan berasal dari ragi
tape tersebut. Kemudian disakarida akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa
dengan bantuan enzim amilase yang berasal dari kapang. Jika ragi semakin
banyak maka enzim amilase juga akan semakin banyak sehingga glukosa dan
fruktosa juga akan semakin banyak dan rasanya akan semakin manis. Dalam
proses selanjutnya glukosa akan dirombak menjadi alkohol dan CO2 oleh
bantuan invertase yang berasal dari khamir atau bekteri. Semakin banyak
jumlah glukosa maka akan semakin banyak juga alkohol yang dihasilkan.
Apabila fermentasi anaerob berlangsung lebih lama maka produksi alkohol
juga akan semakin banyak. Dan jika dilanjutkan dengan fermentasi aerob
dalam waktu yang cukup lama maka produksi asam asetat atau juga asam laktat
juga akan meningkat. Dan sebaliknya jika fermentasi aerob sangat singkat
maka produksi asam juga akan sedikit (Hidayat, 2007b).
Fermentasi Anaerob
Pada proses fermentasi anaerob, bahan dasar yang digunakan adalah
bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat. Bahan dasar umbiumbian dapat berupa, ubi kayu, ubi rambat ataupun ubi jalar. Sedangkan bahan
dasar serealia dapat berupa beras biasa atau beras ketan (Desrosier, 1998).
Fermentasi anaerob merupakan fermentasi awal dari suatu bahan yang
difermentasikan yang mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh
tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau
akseptor elektron lainnya. Fermentasi ini menghasilkan 2 molekul ATP per
molekul glukosa (Hidayat, 2007b).
Saccharomyces cereviceae memiliki daya konversi gula menjadi etanol
yang sangat tinggi. Mikroba tersebut menghasilkan enzim zimase dan
invertase. Enzim zimase berfungsi memecah sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Enzim invertase mengubah glukosa menjadi etanol pada fermentasi
anaerob (Judoamidjojo, et al., 1992).
Etanol yang memiliki nama lain alkohol, etanolum dan alkohol
merupakan cairan yang bening, tidak berwarna, mudah mengalir, mudah
menguap, serta mudah terbakar dengan api biru tanpa asap. Etanol dapat juga
larut dalam air, kloroform, eter, gliserol dan hampir dapat larut dalam semua
jenis pelarut organik (Martin, et al., 1983).
Fermentasi anaerob adalah salah satu fermentasi yang pada prosesnya
tidak memerlukan oksigen. Mikroba yang ada dapat mencerna bahan energinya
tanpa oksigen. Adapun reaksi fermentasi anaerob dapat dilihat sebagai berikut :
C6H12O6
S. cereviceae
Lactobacillus sp
2CH3COCOOH + 2NADH +
2ATP + H+
CH3CH2OCOOH + NAD+
c. Ester organik atau ethyl acetat yaitu suatu produk yang dihasilkan dengan
mereaksikan etanol dengan asam asetat sehingga akan menghasilkan
senyawa ester dan air dan dibantu oleh Hansenula anomala. Adapun
reaksinya dapat dilihat sebagai berikut :
2C2H5OH + 2CH3COOH Hansenula anomala 2CH3COOC2H5 + 2H2O
(Hidayat, et al., 2006).
Fermentasi Aerob
Fermentasi aerob adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan
oksigen. Semua mikroorganisme yang ada memperoleh energi dari oksigen.
Bahan energi yang paling banyak digunakan adalah glukosa. Fermentasi aerob
adalah fermentasi asam asetat atau asam cuka yang dibantu oleh bakteri
Acetobacter aceti dengan menggunakan substrat etanol. Adapun reaksinya
dapat dilihat sebagai berikut :
2 CH3CH2OH + 2 O2
A.aceti
Peuyeum
Peuyeum adalah makanan yang berasal dari Jawa Barat (daerah Sunda)
dan dibuat dari singkong yang difermentasikan. Makanan ini mirip dengan tape
yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perbedaan utamanya ialah
bahwa peuyeum kering dan tape sedikit agak basah. Sebab pada pembuatan
dan
penyimpanannya
peuyeum
digantung
sedangkan
tape
ditumpuk
(Hidayat, 2007d).
Peuyeum merupakan makanan yang terbuat dari ubi di mana cara
pembuatannya hampir sama dengan pembuatan tape. Namun pada pembuatan
peuyeum, ubi terlebih dulu dicuci kemudian dikukus sampai matang. Setelah
matang ubi tersebut didinginkan dan ditaburi dengan ragi tape sesuai
konsentrasi. Kemudian dibungkus dengan daun pisang dan difermentasikan
secara anaerob selama 1 malam kemudian digantung pada suhu kamar selama 2
hari (Iptek, 2009d).
Pada dasarnya umbi-umbian merupakan bahan pangan yang banyak
mengandung pati. Salah satu contohnya adalah ubi kayu. Hal ini sangat
mendukung terciptanya berbagai jenis bahan pangan. Salah satu contoh adalah
bahan pangan hasil fermentasi, seperti tape dan peuyeum. Dari segi teksturnya,
tape dan peuyeum memang berbeda di mana tekstur peuyeum lebih keras
dibandingkan dengan tekstur tape. Hal tersebut menyebabkan peuyeum
tersebut dapat digantung. Sedangkan tape teksturnya sangat lunak dan berair
sehingga tidak memungkinkan untuk digantung (Setyawan, 2008b).