Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat sangat
besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus. Strabismus
ini terjadi jika ada penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.1
Di Los Angeles pada usia enam bulan sampai enam tahun memiliki prevalensi
strabismus sekitar 2,5%, sedangkan temuan ini tetap konstan tanpa memandang jenis
kelamin atau etnis, prevalensi cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.2
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3%
remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang
sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu atau kedua orangtuanya
strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus. Namun, beberapa kasus terjadi
tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat keluarga strabismus,
pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.3
Strabismus menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus maka akan mengakibatkan
penglihatan binokuler tidak normal yang akan berdampak pada berkurangnya kemampuan
orang tersebut dalam batas tertentu. Orang dengan kelainan ini akan terbatas kesempatan
dalam kegiatannya pada bidang-bidang tertentu.4
B. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang strabismus yang meliputi definisi,
epidemiologi, penyebab, klasifikasi, gejala, pemeriksaan yang dilakukan, penatalaksanaan,
dan komplikasinya.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
A.

Definisi
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. 5
Satu mata bisa terfokus pada satu objek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam,
ke luar, ke atas, atau ke bawah.6 Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula
hilang timbul yang muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stress.3

B.

Anatomi dan Fisiologi Gerak Bola Mata


1.
Otot dan persarafan5,7
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau menggulirnya
bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke IV (saraf abdusen).
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya
bola mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi, dan
intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, adduksi, dan
ekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi, abduksi, dan
depresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)
f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi, abduksi, dan
elevasi yang dipersarafi saraf ke III(saraf okulomotor).

Gambar 1. Otot-Otot Gerak Bola Mata


2.

Fungsi Otot Penggerak Bola Mata


2

Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk


bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga terjadi
fusi dipusat penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena dipertahankan oleh otot
penggerak bola mata agar selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu akan
mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang lainnya sehingga bayangan benda yang
jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea sentralis. 5 Syarat terjadi penglihatan
binokuler normal:
1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya
tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan
baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu
penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang
datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut
berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat
mulai

saat

kelahiran

sampai

tahun-tahun

pertama.

Bila

tidak

ada

anomali

refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu membedakan:
1. bentuk benda
2. warna
3. intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan binokularitasnya.
Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6 pasang otot penggerak
bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup menfusi dua gambar yang
diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada kesempatan untuk membangun
penglihatan binokular tunggal stereoskopik.

Gambar 2. Penglihatan Binokular Tunggal Stereoskopik


Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak dapat
mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerakan
mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi strabismus.7
C.

Penyebab6
Strabismus biasanya disebabkan oleh:
1.
Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
2.

Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.


Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata (strabismus
non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatu kelainan di otak.

D.

Klasifikasi8
1.
Menurut manifestasinya
a. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua penglihatan
tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Contoh: esotropia, eksotropia, hipertropia, hipotropia

Gambar 3. Jenis-Jenis Heterotropia


b. Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat jelas)
Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi dengan

2.

reflek fusi.
Contoh: esoforia, eksoforia
Menurut jenis deviasi
a. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi
b. Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi
c. Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi
d. Kombinasi: horizontal, vertikal dan atau torsional

3.

Menurut kemampuan fiksasi mata


a. Monokular : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
b. Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian

4.

Menurut usia terjadinya :


a. kongenital : usia kurang dari 6 bulan.
b. didapat

5.

: usia lebih dari 6 bulan.

Menurut sudut deviasi7


a. Inkomitan (paralitik)
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot
penggerak bola mata.
Tanda-tanda :
Gerak mata terbatas
Terlihat pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini dapat dilihat,
bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu objek yang

digerakkan, tanpa menggerakkan kepalanya.


Deviasi
5

Kalau mata digerakkan kearah otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat
akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal.
Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah
dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana

otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.


Diplopia
Terjadi pada otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata digerakkan

kearah ini.
Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan
kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan

memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.


Proyeksi yang salah
Mata yang lumpuh tidak melihat objek pada lokalisasi yang benar. Bila mata
yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu objek yang ada
didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping
objek tersebut yang sesuai dengan daerah otot yang lumpuh. Hal ini
disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang

lumpuh, dan akan menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.


Vertigo, mual-mual
Disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat

diredakan dengan menutup mata yang sakit.


Diagnosa berdasarkan :
Keterbatasan gerak
Deviasi
Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari
otot yang sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu
nyata adanya diplopi merupakan tanda yang penting.
Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.oblik
superior atau salah satu atau beberapa otot yang diurus oleh saraf okulomotor.
1) Kelumpuhan Saraf Okulomotor
Tanda-tanda:

Ptosis
6

Bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah


atas, kenasal dan sedikit kearah bawah.

Mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah


bahu pada sisi otot yang lumpuh

Sedikit eksoftalmus, akibat paralisis dari 3 mm rekti yang dalam


keadaan normal mendorong mata kebelakang.

Pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.

Diplopia.

Penyebab:

Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke


otot, seperti adanya eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma,
perubahan pembuluh darah yang menyebabkan penekanan atau
peradangan pada saraf.

Jarang disebabkan peradangan atau degenerasi primer.

Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol), diabetes mellitus,


penyakit-penyakit sinus, trauma.

Terjadinya gejala dapat tiba-tiba ataupun perlahan-lahan, tetapi perjalanan


penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi. Bila telah terjadi
lama, prognosis tidak menguntungkan lagi karena kemungkinan terjadinya
atrofi dari otot-otot yang lumpuh dan kontraksi dari otot lawannya.
Pengobatan :

Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit atau mata yang sehat
ditutup.

Operasi
Bila setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan
operasi reseksi dari otot yang lumpuh disertai resesi dari otot
lawannya agar tidak terjadi atrofi dari otot yang lumpuh. Hasil dari
operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis mungkin
dapat memuaskan.

Kelumpuhan m.rektus medialis


7

Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, diplopi.


Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi).
Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit.
Kelumpuhan m.rektus superior
Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia. Bayangan dari
mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang sehat. Kelainan
bertambah pada gerakan mata keatas.
Kelumpuhan m.rektus inferior
Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopic yang
bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang
sakit terletak lebih rendah.
Kelumpuhan m.oblik superior
Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior,
strabismus yang vertikal, diplopia yang bertambah hebat bila mata
digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak
lebih rendah.
Kelumpuhan m.oblik inferior
Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus
vertikal, diplopia. Kelainan bertambah bila mata digerakkan kearah
temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.
2) Kelumpuhan Saraf Abdusen
Tanda-tandanya :

Gangguan pergerakan mata kearah luar.

Diplopi yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar.

Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh.

Deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan


dengan otot yang lumpuh

Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap,


timbul supresi, sehingga tidak timbul diplopia.
8

Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi tiba-tiba, penderita


mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan
bayangan dari objek yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina
dikedua mata yang tidak bersesuaian.

Penyebab:

Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala,

tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral.


Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan trauma
pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau
persarafannya.

Pengobatan :

Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut


kausanya. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit atau sehat ditutup
untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya.

Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan


belum ada perbaikan, baru dilakukan operasi sebab bila dibiarkan
terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.

b. Komitan (nonparalitik)
Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang
sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi
pada mata yang sehat).
1) Strabismus Nonparalitika Nonakomodatif
Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama ke semua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena
itu penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot-otot. Mungkin disebabkan oleh:
Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal.
Gangguan keseimbangan gerak bola mata
Dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral, berupa kelainan
kuantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan persarafan
9

terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola konvergensi dan


divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi yang tidak sama
pada kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk melakukan konvergensi
dari kedua mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari kedua
m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari
mata kenasal. Divergensi dan konvergensi adalah bertentangan, overaction
dari yang satu menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya.

Kekurangan daya fusi


Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini
berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untuk
penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus.
Tetapi bila daya fusi ini terganggu secara kongenital atau terjadi gangguan
koordinasi motorisnya, maka akan menyebabkan strabismus. Pada kasus
yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik. Eksotropia
dan esotropia sering merupakan keturunan autosomal dominan. Kadangkadang pada anak dengan esotropia, didapatkan orang tuanya dengan
esoforia yang hebat. Tidak jarang strabismus nonakomodatif tertutup oleh
faktor

akomodatif,

sehingga

bila

kelainan

refraksinya

dikoreksi,

strabismusnya hanya diperbaiki sebagian saja.


Tanda-tanda :

Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar merupakan


beban mental.

Tak terdapat tanda-tanda astenopia.

Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.

Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata yang
berdeviasi.

Pengobatan :

Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai
hasil fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal
10

dengan stereopsis, disamping perbaikan kosmetik. Bila strabismus yang


sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau lebih pada waktu
diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis saja.
Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan
dengan menutup mata yang normal. Bila pengobatan preoperatif sudah
cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka
dilakukan operasi.

Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila
masih ada strabismus yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.

2)

Strabismus Nonparalitika Akomodatif


Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan
akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi. Dapat berupa :
strabismus konvergens (esotropia)
strabismus divergens (eksotropia)
Pemeriksaan
Pemeriksaan refraksi
Harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh dari
akomodasi. Caranya :
-

Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari, tiga


hari berturut-turut, diperiksa pada hari keempat.

Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit, tiga


kali berturut-turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.

Pengukuran derajat deviasi


Pemeriksaan kekuatan duksi
Mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah horizontal (adduksi =
m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).
Pengobatan :
Koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
11

Hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang
sehat.
Meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
Memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.
a) Esotropia Akomodatif
Kelainan ini berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia
yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun,
dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat
benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula
timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan
umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada penglihatan
jauh ataupun dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang
hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh,
pada penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi.
Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan penambahan
akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada anak dengan
hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat,
disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun
kelainan deviasi ini bertambah sampai fiksasi binokuler untuk
penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah
strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia
pada penglihatan jauh.
Pengobatan :
Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari
hipermetropia totalis, dan kacamata dipakai terus-menerus. Karena
terdapat akomodasi yang berlebihan, juga dapat diberikan kacamata
untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk mengurangi
akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.
Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki
visus pada mata yang sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan
homatropin setiap hari atau penutupan mata yang sehat. Kacamata
12

harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat perubahan,


sampai kelainan refraksinya tetap.
Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan
koreksi untuk memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga
memperbesar kemungkinan untuk dapat melihat binokuler.
Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan
deviasinya tidak begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan
prisma, basis temporal.
Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya, maka
dilakukan operasi, untuk meluruskan matanya.
Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki
penglihatan binokuler.
b) Eksotropia Akomodatif
Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila satu mata
kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap
baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang
sakit berdeviasi keluar.
Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja
atau dewasa muda. Lebih jarang terjadi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat,
orang miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga
menimbulkan

kelemahan

konvergensi

dan

timbullah

kelainan

eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya


normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia
pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang
biasanya merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia
untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah,
sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun
dekat.
Pengobatan :

Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75


dioptri untuk memaksa mata itu berakomodasi, kacamata ini harus
dipakai terus-menerus.
13

Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler,


disamping terapi oklusi.

Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang


memuaskan.

E.

Gejala
Gejalanya berupa:9
1. Mata lelah
2. Sakit kepala
3. Penglihatan kabur
4. Mata juling (bersilangan)
5. Mata tidak mengarah ke arah yang sama
6. Gerakan mata yang tidak terkoordinasi
7. Penglihatan ganda.

F.

Diagnosis7,9,10
1. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3-3,5 tahun, sedangkan
diatas umur 5-6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
2. Cover and Uncover Test: menentukan adanya heterotropia atau heteroforia.

Gambar 4. Cover and Uncover Test


3. Tes Hirscberg: untuk mengukur derajat tropia, pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada
pupil.
Cara :
a. Penderita melihat lurus ke depan.
14

b. Letakkan sebuah senter pada jarak 12 inci (kira-kira 30 cm) cm di depan setinggi
kedua mata pederita.
c. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
d. Keterangan:
- Bila letak di pinggir pupil maka deviasinya 15 derajat.
- Bila diantara pinggir pupil dan limbus deviasinya 30 derajat.
- Bila letaknya di limbus deviasinya 45 derajat.

Gambar 5. Tes Hirscberg


4. Tes Krimsky: mengukur sudut deviasi dengan meletakkan ditengah cahaya refleks kornea
dengan prisma sampai reflek cahaya terletak disentral kornea.

Gambar 6. Tes Krimsky


G.

Penatalaksanaan
1.

Tujuan :7
a. mengembalikan penglihatan binokular yang normal
b. alasan kosmetik

2.

Dapat dilakukan dengan tindakan:4,5


a. Ortoptik
1) Oklusi
15

Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan merekomendasikan


untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan
plester mata khusus (eye patch).
2) Pleotik
3) Obat-obatan
b. Memanipulasi akomodasi
1) Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2) Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c. Operatif
Prinsip operasinya :
- reseksi dari otot yang terlalu lemah
- resesi dari otot yang terlalu kuat
3.

Tahapan:7
a. Memperbaiki visus kedua mata dengan terapi oksklusi
a. Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu
bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada pula yang
menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga mata ini beberapa jam sehari
tak dipakai.
b. Pada anak yang lebih besar, mata yang normal ditutup dilakukan penutupan
matanya 2-4 jam sehari. Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai
matanya yang berdeviasi. Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan
perbaikan dalam 4-10 minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola
sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi
penutupan sudah dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya
ambliopia. Penetesan atau penutupan jangan dilakukan terlalu lama, karena takut
menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat.
c. Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau
lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis
saja. Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan
dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun), harus
dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan binokuler

16

yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1
tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.
b. Memperbaiki posisi kedua bola mata agar menjadi ortoforia.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian lensa, melaukan operasi atau kombinasi
keduanya. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan bila telah tercapai perbaikan visus
dengan terapi okslusi. Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun,
supaya bila masih ada strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan
latihan.
c. Melatih fusi kedua bayangan dari retina kedua mata agar mendapatkan penglihatan
binokuler sebagai tujuan akhir yang hasilnya tergantung dari hasil operasi, pemberian
lensa koreksi dan latihan ortoptik.
H.

Komplikasi
1. Kosmetik
2. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul akibat
adanya deviasinya.
3. Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan
tanpa adanya kelainan organiknya.
4. Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami
kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya
kearah aksi dari otot yang lumpuh.

I.

Prognosis11
Setelah dilakukan operasi, mata bisa melihat langsung namun masalah tajam
penglihatan masih dapat terjadi. Pada anak-anak dapat memiliki masalah membaca di
sekolah, dan untuk orang dewasa lebih terbatas dalam melakukan kegiatan. Dengan diagnosis
dini dan penanganan segera masalah dapat secepatnya teratasi. Penganan yang terlambat
akan menyebabkan kehilangan penglihatan mata secara permanen. Sekitar sepertiga anakanak dengan strabismus akan mengalami ambliopia sehingga harus dipantau secara ketat.
17

BAB III
PENUTUP
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat sangat besar.
Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus. Strabismus adalah suatu
keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. Hal ini dapat terjadi karena
adanya gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
18

dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan
gerakan mata sumbu penglihatan sehingga tidak terbentuk penglihatan binokuler. Penyebabnya
bisa karena kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik) yang
disebabkan oleh kerusakan saraf atau karena tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot
yang menggerakan mata (strabismus non-paralitik) yang disebabkan oleh suatu kelainan di otak.
Klasifikasi dapat terbagi berdasarkan manifestasinaya, jenis deviasi, kemampuan fiksasi mata,
usia terjadinya, dan sudut deviasinya. Gejalanya dapat berupa mata lelah, sakit kepala,
penglihatan kabur, mata juling (bersilangan), pengkihatan ganda, mata tidak mengarah ke arah
yang sama dan tidak terkoordinasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
adalah dengan pemeriksaan ketajaman penglihatan, Cover and Uncover Test, Tes Hirscberg, dan
Tes Krimsky. Tujuan dari penatalaksanaan adalah mengembalikan penglihatan binokular yang
normal dan alasan kosmetik. Tindakan yang dapat dilakukan adalah ortoptik, pemasangan lensa,
dan operatif. Strabismus dapat mengakibatkan komplikasi seperti kosmetik, supresi, ambliopia,
dan adaptasi postur kepala. Prognosis akan lebih baik bila masalah dapat terdiagnosis dini
dan penanganan segera sehingga masalah cepat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Emelin. Gambaran kejadian strabismus dengan kelainan refraksi. Diunduh dari


www.medicine.uii.ac.id. Diakses tanggal 15 januari 2011.
2. Anonim. Older children more likely to develop cross-eye and lazy-eye. Diunduh dari
www.usc.edu. Diakses tanggal 15 Januari 2011.
19

3. Admin. Strabismus. www.cpddokter.com/home/index.php. Diakses tanggal 16 Januari


2011.
4. Muslim, H. Akibat strabismus pada anak dan penatalaksanaannya. Diunduh dari
www.repository.unand.ac.id/225/1.pdf. Diakses tanggal 16 Januari 2011.
5. Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi ketiga. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2008.h.227-44.
6. Zulkarnain, RL. Strabismus (mata juling). Diunduh dari www.surabaya-eye-clinic.com.
Diakses tanggal 15 Januari 2011.
7. Wijaya, Nana. Ilmu penyakit mata. Cetakan ketiga. Jakarta:Abadi tegal.1983.h.212-41.
8. Anonim.
Generic
classification
of
strabismus.
Diunduh
dari
www.cybersight.org/bins/volume_page.asp?cid=1-351-352-369. Diakss tanggal 17
Januari 2011.
9. Anonim. Strabismus. Diunduh dari www.cariobat.blogspot.com/2010/09/strabismus.
Daiakses tanggal 17 Januari 2011.
10. Anonim. Examination of the patient-II motor signs in heterophoroa and heterotropia
Diunduh dari www.cybersight.org/bins/content_page.asp?cid=1-2193-2352. Diakses
tanggal 17 Januari 2011.
11. Anonim. Strabismus. Diunduh dari www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article. Diakses
tanggal 17 Januari 2011.

20

Anda mungkin juga menyukai