Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS UJIAN

KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA
PERIODE 27 OKTOBER 03JANUARI 2015
Penguji

: dr. Arie Zakaria, Sp.OT (K)

Disusun Oleh : Malika

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.K
Umur : 33 Tahun
Alamat : Blok Langgar kubon RT 018/007 Gadus Kulon,Gabus wetan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Pekerja Proyek
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Suka Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk Rumah Sakit: 10 November 2014 pukul 11.25 WIB

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis Senin tanggal 10 November 2014 jam 10.00 WIB

Keluhan Utama
Ibu jari tangan kiri terputus terkena seling kawat 2 jam SMRS.

Keluhan Tambahan
Darah di ibujari kiri tidak berhenti , jari telunjuk dan jari tengah terbentur dan nyeri di
gerakkan.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Unit Gawat Darurat RS TNI-AL dr. Mintohardjo pukul 10.00 dengan
keadaan sadar GCS E4M6V5, pasien diantar oleh teman kerjanya karena mengalami
kecelakaan kerja.
Pasien mengatakan pada saat bekerja sedang memegang seling kawat dengan sarung tangan
yang hanya pada tangan kanan, os menarik seling kawat tersebut dengan tangan kiri di depan
dan tangan kanan di belakang, lalu saat menarik seling kawat , pasien tertarik ke arah mesin
yang menarik seling kawat ,1/2 ibu jari terputus , jari telunjuk dan jari tengah terbentur
mesin.Pasien tidak melakukan pengobatan apapun pada tangannya , hanya membalut ibu jari
dengan kain.Dan selama perjalanan kerumah sakit , darah tidak berhenti mengucur dari ibu
jari.Mual , muntah ,pingsan disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Riwayat
penyakit penyakit asma, alergi, jantung, kanker dan sakit ginjal disangkal pasien. Riwayat di
rawat di rumah sakit dan operasi juga disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien memiliki riwayat keluarga hipertensi. Riwayat penyakit keluarga seperti diabetes
mellitus, asma, alergi, kanker, jantung disangkal pasien.

Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok 3 sampai 4 batang perhari sejak 4 tahun yang lalu. Pasien juga biasa tidur
larut malam karena sedang dalam pekerjaan proyek.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan apapun.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada hari Senin tanggal 10 November 2014, jam 10.10 WIB.

Primary Survey

Airway
Jalan nafas bebas tidak ada sumbatan.

Breathing
Spontan, tidak terdapat ada keterbatasan gerak nafas. Respiratory rate 18x/menit.

Circulation
Tidak ada sianosis. Tekanan darah 140/90 mmHg. Nadi 96x/menit. CRT < 2 detik.

Disability
Sadar, GCS E4 V5 M6, pupil isokhor, reflek cahaya langsung dan reflek cahaya tidak
langsung +/+ (normal)

Exposure
Terlihat banyak jejas jejas luka di seluruh lapang manus sinistra . ibu jari terputus
dan mengalir darah , tulang terlihat hingga phalanx proximal , jari telunjuk terlihat
terlihat fleksi dan sulit digerakkan serta nyeri .

Secondary Survey
Keadaan Umum

Kesan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Kesan gizi

: tampak gizi cukup

Tinggi badan : 175 cm

Berat badan

: 67 kg

Tanda Vital

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Suhu

: 37.5 oC

Respirasi

:18 x/menit

Status Generalisata

Kepala
Ukuran

: Normocephali

Rambut

: Warna hitam, distribusi merata

Wajah

:Simetris, tidak terdapat kelainan.

Mata
Palpebra

: tidak ada edema

Konjungtiva palpebra : tidak anemis


Sclera

: tidak ikterik

Hidung
Bagian luar tidak ada deformitas
Septum

: tidak ada deviasi

Mukosa

: tidak hiperemis

Tidak ada secret atau perdarahan


Tidak ada nafas cuping hidung

Mulut
Bibir

: simetris, tidak pucat

Oral hygiene : baik

Faring

: tidak hiperemis, uvula ditengah, arkus faring simetris

Tonsil

: T1/T1, tenang

Telinga
Normotia. Tidak tampak keluar secret. Tidak ada nyeri tekan tragus.

Leher
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran
Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran

Thorax

Inspeksi

: Bentuk thorax normal, simetris kanan dan kiri. Tidak terdapat

keterbatasan gerakan nafas. Tidak tampak adanya pulsasi abnormal. Tidak tampak
adanya retraksi supraklavikula dan sela iga
Palpasi

: Pergerakan nafas kiri dan kanan simetris. Vocal fremitus sama kuat di

kedua lapang paru. Ictus cordis setinggi ICS 5, di linea midclavicularis kiri.
Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi

Paru

: Terdengar suara nafas vesikuler. Tidak terdapat bunyi ronki

dan wheezing.
-

Jantung

: Irama jantung teratur, dengan frekuensi 96x/menit. BJ I dan II

normaldengan intensitas BJ I lebih kuat di katup mitral dan trikuspid, dan


intensitas BJ II lebih kuat di katup aorta dan pulmonal. Tidak terdengan
adanya bunyi jantung tambahan. Tidak terdengar murmur.

Abdomen
Inspeksi

: Bentuk abdomen rata, tidak ada sagging of the flanks, mengembang

saat inspirasi dan mengempis saat ekspirasi.


Palpasi

: Dinding abdomen supel, tidak teraba massa, tidak ada defense

muscular, turgor baik. Tidak terdapat nyeri tekan pada epigastrium..

Perkusi

: Suara timpani pada keempat kuadran abdomen.

Auskultasi

: Bising usus 5x/menit

Ekstremitas
Lihat status lokalis.

Kulit
Warna

: Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik

Lesi

: Tidak terdapat efloresensi yang bermakna

Turgor

: Baik.

Status Lokalis
Regio manus sinistra

Look : Tampak jejas pada regio manus dan luka terbuka ibu jari kiri; deformitas
(+),Perdarahan (+) .Tidak tampak pucat atau sianosis pada bagian distal lesi.

Feel

: Nyeri tekan setempat (+); krepitasi (-) tidak dapat digerakan karena nyeri,

suhu lebih dingin dari sekitarnya, CRT digiti I < 2 detik, tidak ada gangguan
sensibilitas pada bagian distal lesi kecuali pada digiti I. Pulsasi arteri brachialis dan
arteri radialis teraba.

Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat disetai nyeri pada digiti 1,2,3.Gerakan
abduksi,adduksi,ekstensi,fleksi,cirkumdiksi, oposisi pada ibujari terhambat. Gerakan
abduksi, adduksi , fleksi ,ekstensi pada digiti 2dan 3 terhambat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10 November 2014 pukul 12.40WIB

Jenis Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Leukosit

*12.000

uL

Eritrosit

5.31

juta/uL

Hemoglobin

14,9

g/dl

Hematoktit

44

Trombosit

338.000

ribu/uL

HEMATOLOGI
Darah Rutin

HEMOSTASIS
Masa Perdarahan / BT

2.0

menit

Masa Pembekuan/CT

11.00

menit

KIMIA KLINIK
Glukosa Test

93

mg/dL

Fungsi Hati
ALT (SGOT)

29

u/L

AST (SGPT)

27

u/L

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Thoraks AP pada tanggal 10 November 2014 pukul 11.00

Deskripsi foto : Jantung : bentuk dan besar normal


Paru-paru : corakan paru baik
Infiltrat tidak tampak
Sinus dan diafragma baik
Tulang dan soft tissue baik
Kesan

: Jantung dan Paru baik

Foto Manus Sinistra AP dan Lateral pada tanggal 10 November 2014 pukul 11.00

Kesan : Traumatic amputasi setinggi phalanx proximal digiti


Fraktur segmental phalanx proximal digiti II
Fraktur oblique phalanx proximal digiti III

DIAGNOSIS

Traumatic amputasi setinggi phalanx proximal digiti I manus sinistra

Fraktur terbuka segmental phalanx proksimal digiti II

Fraktur terbuka oblique phalanx proximal III manus sinistra.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan pada saat pasien sampai UGD


1. Periksa ABCDE
2. perawatan luka terbuka pasien
3. injeksi TT 1 cc IM
4. konsul dr. Eko PAW Sp. OT
o akan dilakukan operasi pada hari Senin 10-11-2014

Operasi Open Reduction Internal Ficxation (ORIF)


Dilakukan oleh dr. Eko PAW Sp.OT, pada hari Senin tanggal 10 November 2014
pukul 22.05 WIB
Laporan operasi :
-

Pasien terlentang dalam general anastesia

Dilakukan tindakan aseptik antiseptik

Dilakukan perbaikan trauma amputasi dan pembersihan jaringan nekrotik pada


digiti 1 sinistra.

Jahit selapis demi selapis

Insisi digiti 2 sinistra terlebih dahulu, lalu dipisahkan lapis demi selapis.

Didapatkan fraktur segmental phalanx proximal digiti II sinistra

Dilakukan ORIF pada digiti II

Jahit selapis demi selapis

Lalu, Insisi digiti III sinistra, lalu dipisahkan lapis demi selapis.

Didapatkan fraktur segmental phalanx proximal digiti III sinistra

Dilakukan ORIF Jahit selapis demi selapis

Kulit dijahit subkutikuler

Operasi selesai

Medikamentosa
1. IVFD RL 15 tpm

2. Cefotaxime 2x1 gram


3. Tramadol 3x1 amp
4. Ranitidine 2x50gram
PROGNOSIS
Ad vitam

: Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia ad malam


Ad Sanationam : Ad Bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan

atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta Kedokteran; 2000)
Fraktur dapat dibagi menjadi:
a.

Fraktur tertutup (closed), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open, compound), terjadi bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi
menjadi tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
1) Derajat I:
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Kontaminasi minimal
2) Derajat II:
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan
oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif
c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak

Berbagai jenis khusus fraktur:


a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada
daerah perlekatannnya.

1. Etiologi
a. Trauma
b. Gaya meremuk
c. Gerakan puntir mendadak
d. Kontraksi otot ekstrem
e. Keadaan patologis: osteoporosis, neoplasma
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan
baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis umum pada fraktur meliputi:
a.

Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit

b.

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi, hematoma, dan edema

c.

Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah

d.

Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur

e.

Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya

f.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

3. Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar
dari yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari
berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat,
puntiran, kontraksi otot yang keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat
melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: Yang pertama mekanisme direct
force dimana energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur.
Dan yang kedua adalah dengan mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan
disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimana tulang mengalami
kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami
kelemahan.
Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan
daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan
akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot)
terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan
bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang
yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi
terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema,
nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel darah
putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur
tersebut.

4. Penyembuhan tulang
Ada beberapa tahap dalam penyembuhan tulang, antara lain:
a) Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama
dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan
dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada
tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena

terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh


makrofag. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi
berlangsung

beberapa

hari

dan

hilang

dengan

berkurangnya

pembengkakan dan nyeri.


b) Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendolan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblas dan osteoblast, yang
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen
pada patah tulang. Terbentuknya jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan
(osteoid) dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar.
c) Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan dan
tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan pengrusakan
tulang dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen
tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa.
d) Osifikasi
Pembentukan kalus mengalami penulangan dalam 2-3 minggu
patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus
ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada
patah tulang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu
3sampai 4 bulan.
e) Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan
jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural
sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, tergantung beratnyamodifikasi tulang yang dibutuhkan,
fungsi tulang dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
konselus, serta stress fungsional pada tulang
5.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan

foto

radiologi

dari

fraktur:

menentukan

lokasi,

luasnya

fraktur/trauma
b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)
Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma
d. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati
6. Diagnosis
Diagnosis bisa didapatkan dari anamnesis , pemeriksan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
7.

Penatalaksanaan Medis
Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada
waktu menangani fraktur:
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya.
Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi
atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat
yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)

d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan


pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan
hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
(Sylvia, Price; 1995)

Penatalaksanaan umum
a. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas
b. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur.
c. Fraktur tertutup:
1) Reposisi, diperlukan anestesi. Kedudukan fragmen distal dikembalikan pada
alligment dengan menggunakan traksi.
2) Fiksasi atau imobilisasi
Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di imobilisasi.
Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips berbantal cukup untuk
imobilisasi.
3) Restorasi (pengembalian fungsi)
Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi,
dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi.
d.

Fraktur terbuka:
1) Tindakan pada saat pembidaian diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan
kain steril (jangan di balut)
2) Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan aquadest steril atau garam
fisiologis
3) Eksisi jaringan yang mati
4) Reposisi
5) Penutupan luka

Masa kurang dari 6-7 jam merupakan GOLDEN PERIOD, dimana kontaminasi tidak
luas, dan dapat dilakukan penutupan luka primer.
6) Fiksasi
7) Restorasi
8. PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari usia pasien , jenis fraktur , dan apakah ada penyakit
penyerta pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ethel,Sloane.2003.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC.

2. Arief Mansjoer,dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2.Jakarta:Media


Esculapius. Fakulta Kedokteran Indonesia.

3. Rasjad,Chairuddin.2008.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta: Yarsif Waatampone

4. Reksoprodjo,Soelarto.1995. Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia

5. Smeltzer,Suzanne C.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

6. Sylvia,A.1995.Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai