Case Malika
Case Malika
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.K
Umur : 33 Tahun
Alamat : Blok Langgar kubon RT 018/007 Gadus Kulon,Gabus wetan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Pekerja Proyek
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Suka Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk Rumah Sakit: 10 November 2014 pukul 11.25 WIB
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis Senin tanggal 10 November 2014 jam 10.00 WIB
Keluhan Utama
Ibu jari tangan kiri terputus terkena seling kawat 2 jam SMRS.
Keluhan Tambahan
Darah di ibujari kiri tidak berhenti , jari telunjuk dan jari tengah terbentur dan nyeri di
gerakkan.
Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok 3 sampai 4 batang perhari sejak 4 tahun yang lalu. Pasien juga biasa tidur
larut malam karena sedang dalam pekerjaan proyek.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan apapun.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada hari Senin tanggal 10 November 2014, jam 10.10 WIB.
Primary Survey
Airway
Jalan nafas bebas tidak ada sumbatan.
Breathing
Spontan, tidak terdapat ada keterbatasan gerak nafas. Respiratory rate 18x/menit.
Circulation
Tidak ada sianosis. Tekanan darah 140/90 mmHg. Nadi 96x/menit. CRT < 2 detik.
Disability
Sadar, GCS E4 V5 M6, pupil isokhor, reflek cahaya langsung dan reflek cahaya tidak
langsung +/+ (normal)
Exposure
Terlihat banyak jejas jejas luka di seluruh lapang manus sinistra . ibu jari terputus
dan mengalir darah , tulang terlihat hingga phalanx proximal , jari telunjuk terlihat
terlihat fleksi dan sulit digerakkan serta nyeri .
Secondary Survey
Keadaan Umum
Kesan sakit
Kesadaran
: compos mentis
Kesan gizi
Berat badan
: 67 kg
Tanda Vital
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 37.5 oC
Respirasi
:18 x/menit
Status Generalisata
Kepala
Ukuran
: Normocephali
Rambut
Wajah
Mata
Palpebra
: tidak ikterik
Hidung
Bagian luar tidak ada deformitas
Septum
Mukosa
: tidak hiperemis
Mulut
Bibir
Faring
Tonsil
: T1/T1, tenang
Telinga
Normotia. Tidak tampak keluar secret. Tidak ada nyeri tekan tragus.
Leher
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran
Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran
Thorax
Inspeksi
keterbatasan gerakan nafas. Tidak tampak adanya pulsasi abnormal. Tidak tampak
adanya retraksi supraklavikula dan sela iga
Palpasi
: Pergerakan nafas kiri dan kanan simetris. Vocal fremitus sama kuat di
kedua lapang paru. Ictus cordis setinggi ICS 5, di linea midclavicularis kiri.
Perkusi
Auskultasi
Paru
dan wheezing.
-
Jantung
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Lihat status lokalis.
Kulit
Warna
Lesi
Turgor
: Baik.
Status Lokalis
Regio manus sinistra
Look : Tampak jejas pada regio manus dan luka terbuka ibu jari kiri; deformitas
(+),Perdarahan (+) .Tidak tampak pucat atau sianosis pada bagian distal lesi.
Feel
: Nyeri tekan setempat (+); krepitasi (-) tidak dapat digerakan karena nyeri,
suhu lebih dingin dari sekitarnya, CRT digiti I < 2 detik, tidak ada gangguan
sensibilitas pada bagian distal lesi kecuali pada digiti I. Pulsasi arteri brachialis dan
arteri radialis teraba.
Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat disetai nyeri pada digiti 1,2,3.Gerakan
abduksi,adduksi,ekstensi,fleksi,cirkumdiksi, oposisi pada ibujari terhambat. Gerakan
abduksi, adduksi , fleksi ,ekstensi pada digiti 2dan 3 terhambat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10 November 2014 pukul 12.40WIB
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Leukosit
*12.000
uL
Eritrosit
5.31
juta/uL
Hemoglobin
14,9
g/dl
Hematoktit
44
Trombosit
338.000
ribu/uL
HEMATOLOGI
Darah Rutin
HEMOSTASIS
Masa Perdarahan / BT
2.0
menit
Masa Pembekuan/CT
11.00
menit
KIMIA KLINIK
Glukosa Test
93
mg/dL
Fungsi Hati
ALT (SGOT)
29
u/L
AST (SGPT)
27
u/L
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Thoraks AP pada tanggal 10 November 2014 pukul 11.00
Foto Manus Sinistra AP dan Lateral pada tanggal 10 November 2014 pukul 11.00
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Insisi digiti 2 sinistra terlebih dahulu, lalu dipisahkan lapis demi selapis.
Lalu, Insisi digiti III sinistra, lalu dipisahkan lapis demi selapis.
Operasi selesai
Medikamentosa
1. IVFD RL 15 tpm
: Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta Kedokteran; 2000)
Fraktur dapat dibagi menjadi:
a.
Fraktur tertutup (closed), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open, compound), terjadi bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi
menjadi tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
1) Derajat I:
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Kontaminasi minimal
2) Derajat II:
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan
oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif
c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak
1. Etiologi
a. Trauma
b. Gaya meremuk
c. Gerakan puntir mendadak
d. Kontraksi otot ekstrem
e. Keadaan patologis: osteoporosis, neoplasma
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan
baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis umum pada fraktur meliputi:
a.
Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit
b.
c.
d.
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur
e.
f.
3. Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar
dari yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari
berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat,
puntiran, kontraksi otot yang keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat
melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: Yang pertama mekanisme direct
force dimana energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur.
Dan yang kedua adalah dengan mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan
disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimana tulang mengalami
kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami
kelemahan.
Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan
daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan
akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot)
terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan
bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang
yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi
terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema,
nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel darah
putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur
tersebut.
4. Penyembuhan tulang
Ada beberapa tahap dalam penyembuhan tulang, antara lain:
a) Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama
dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan
dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada
tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
beberapa
hari
dan
hilang
dengan
berkurangnya
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan
foto
radiologi
dari
fraktur:
menentukan
lokasi,
luasnya
fraktur/trauma
b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)
Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma
d. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati
6. Diagnosis
Diagnosis bisa didapatkan dari anamnesis , pemeriksan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
7.
Penatalaksanaan Medis
Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada
waktu menangani fraktur:
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya.
Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi
atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat
yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
Penatalaksanaan umum
a. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas
b. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur.
c. Fraktur tertutup:
1) Reposisi, diperlukan anestesi. Kedudukan fragmen distal dikembalikan pada
alligment dengan menggunakan traksi.
2) Fiksasi atau imobilisasi
Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di imobilisasi.
Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips berbantal cukup untuk
imobilisasi.
3) Restorasi (pengembalian fungsi)
Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi,
dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi.
d.
Fraktur terbuka:
1) Tindakan pada saat pembidaian diikuti dengan menutupi daerah fraktur dengan
kain steril (jangan di balut)
2) Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan aquadest steril atau garam
fisiologis
3) Eksisi jaringan yang mati
4) Reposisi
5) Penutupan luka
Masa kurang dari 6-7 jam merupakan GOLDEN PERIOD, dimana kontaminasi tidak
luas, dan dapat dilakukan penutupan luka primer.
6) Fiksasi
7) Restorasi
8. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari usia pasien , jenis fraktur , dan apakah ada penyakit
penyerta pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ethel,Sloane.2003.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC.