Anda di halaman 1dari 18

STATUS PASIEN PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
PERIODE 27 OKTOBER 2014 03 JANUARI 2015

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nomor RM

: 018756

Nama

: Nn. Pujiyati

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 21 tahun

Alamat

: Cempaka Putih Tengah no 60, Jakarta Pusat

Agama

: Islam

Status marital

: Belum menikah

Tanggal Masuk RS

: 5 November 2014

Ruang

: Pulau Sibatik

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 November
2014 pada pukul 10.00 WIB di ruang pulau Sibatik kamar 2 Rumkital Dr.
Mintohardjo.
KELUHAN UTAMA
Nyeri pinggang kanan sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
KELUHAN TAMBAHAN
Nyeri perut kanan bawah, nyeri saat buang air kecil, demam dan nafsu
makan menurun.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Os datang ke UGD Rumkital dr. Mintohardjo pada tanggal 4
November 2014 pukul 22.00 dengan keluhan utama nyeri pinggang
sebelah kanan. Nyeri pinggang tersebut dirasakan sejak 2 hari dan
memberat beberapa jam sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk-tusuk benda tajam, hilang timbul dan timbul
1

secara mendadak, tidak tergantung aktivitas atau posisi tertentu. Nyeri


tidak membaik dalam posisi apapun dan menjalar ke perut bagian kanan
bawah.
Selain itu os mengeluhkan adanya nyeri saat buang air kecil sejak
kurang lebih 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Os mengaku lebih
sering buang air kecil dari biasanya, yaitu lebih dari 5 kali dan sulit untuk
menahan rasa ingin buang air kecil. Nyeri juga dirasakan sebelum dan
sesudah os buang air kecil dan merasa tidak puas setelah berkemih, seperti
masih ada yang tersisa. Warna air kencingnya adalah kuning tua pekat. Os
menyangkal adanya aliran kencing yang terhambat, pancaran kencing yang
bercabang, kencing berpasir dan sering terbangun saat malam hari untuk
buang air kecil.
Os juga mengeluhkan adanya mual dan penurunan nafsu makan,
namun menyangkal adanya muntah dan penurunan berat badan. Riwayat
demam yang tidak terlalu tinggi, demam naik turun selama 2 hari sebelum
masuk Rumah Sakit. Os menyangkal adanya keluhan pada buang air besar.
Os tidak mengonsumsi obat apapun untuk mengurangi gejala sebelum
masuk Rumah Sakit. Sesampai di UGD, dokter melakukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium (darah rutin dan urin lengkap), setelah
diketahui hasilnya, os disarankan untuk di rawat. Selama dirawat di
bangsal

(Pulau

Sibatik)

sampai

hari

ke

6,

Os

mendapatkan

penatalaksanaan yaitu infus RL, injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram, drip


Metronidazole 3 x 500g, injeksi Ranitidine 2 x 40 gram. Pada tanggal 5
November 2014 dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan pada tanggal
10 November dilakukan pemeriksaan BNO-IVP.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Os pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, yang pertama
sekitar 8 tahun (2006) yang lalu saat os tinggal di pesantren, namun os
mengabaikan keluhan tersebut. Selanjutnya yang kedua sekitar 4 tahun
(2008) yang lalu, os juga mengalami keluhan serupa dan berobat ke klinik
dan os didiagnosis menderita radang usus buntu. Os menyangkal adanya
riwayat trauma, operasi, penyakit kencing batu dan dirawat di RS.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
2

Tidak ada keluarga os yang memiliki keluhan yang sama. Os


menyangkal adanya riwayat penyakit kencing manis, hipertensi, kencing
batu, asam urat dan keganasan pada keluarga.
RIWAYAT KEBIASAAN DAN KEHIDUPAN PRIBADI
Os

mempunyai

kebiasaan

menahan

buang

air

kecil,

jarang

mengonsumsi air putih dan jarang berolahraga.


III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran

: Compos mentis

Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Kesan gizi

: Cukup

Tanda vital
-

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Suhu

: 36,5C

Pernafasan

: 22x/menit

Status gizi
-

TB
BB
BMI

: 165 cm
: 45 kg
:
45
kg/m2 16,5 kg/m2
2,7225

Status generalis
Kepala

: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.

o Wajah : simetris
o Mata : alis warna hitam, udem palpebra -/-, bulu mata berwarna
hitam, konjunctiva palpebra anemis +/+, sclera ikterik -/-, pupil bulat
isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
o Hidung : normosepti, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-)
o Telinga : normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-), serumen (-)

o Mulut : bibir simetris, sianosis (-), mukosa bibir basah, mukosa lidah
merah muda, tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
tidak hiperemis, oral higine baik
Leher : KGB tidak teraba membesar, deviasi trakea (-)
Thorax :
Paru:
o Inspeksi

: Gerakan dada simetris kanan dan kiri

o Palpasi

: Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru

o Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru

o Auskultasi

: Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

Jantung:
o Inspeksi

: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat jelas

o Palpasi

: Iktus cordis teraba di ICS V 1 cm medial dari linea

midclavicularis sinistra, thrill (-)


o Perkusi

: Batas atas jantung redup setinggi ICS 3 linea

parasternal sinistra, batas kanan jantung redup setinggi ICS 3-5 linea
midclavicularis dextra, batas kiri jantung redup setinggi ICS V, 1 cm
medial linea midclavicularis kiri.
o Auskultasi

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
o Inspeksi

: datar

o Auskultasi

: bising usus (+) 3x/menit

o Palpasi

: supel di seluruh kuadran abdomen, turgor kulit baik,

nyeri tekan (-), nyeri tekan lepas (-), ballottement (-)


o Perkusi

: timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness

(-)
Genitalia:
Tidak dilakukan
Ekstremitas:
Superior dan Inferior:
o Inspeksi

: simetris, deformitas (-), edema (-)

o Palpasi

: akral hangat, tonus otot baik, edema (-)

Status Lokalis
4

Pinggang:

IV.

o Inspeksi

: normal, benjolan (-), hiperemis (-)

o Palpasi

: nyeri tekan (+) pada regio lumbal kanan

o Perkusi

: nyeri ketuk sudut kostovertebral (+) pada ginjal kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Laboratorium

Nama test

Hemoglobin
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
Leukosit
Differensial:
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
LED

Tanggal Pemeriksaan
4/11/14
5/11/14
7/11/14
Hasil
Hasil
Hasil
Hematologi
13,5
11,6
215
178
5,04
4,43
38
33
20.100
7.200
0
0
0
89
6
5

Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin

0
2
0
68
18
12
100
Kimia darah
78
1,3

Satuan

Nilai normal

g/dL
ribu/uL
juta/uL
%
/mm3

12-14
150-400
4-6
37-42
5.000-10.000

%
%
%
%
%
%
mm/jam

0
03
26
50 70
20 40
28
<20

mg/dL
mg/dL

17 43
0,6 1,1

Urinalisa
Kimia urin
Warna dan
kuning
kejernihan
agak keruh
Eritrosit
+++
Glukosa
negatif
Leukosit
++
Bilirubin
negatif
Keton
negatif
Berat jenis
1,030
Ph
5,5
Protein
++
Urobilinogen
normal
Nitrit
negatif
Mikroskopis urine
Eritrosit
+++/penuh

kuning
mg/dL
/LPB

mg/dL
mg/dL

1-3
Negatif
1-5
Negatif
Negatif
1,005 1,030
4,5 8,5
Negatif
3,5-17
Negatif

/LPB
5

Leukosit
Epitel
Bakteri
Silinder
Kristal
Lain-lain
Tes kehamilan

++/20-30
Positif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

2.

sel/uL
/LPK
/LPK
/LPB
/LPB

USG
o Hati

: Ukuran normal, tepi rata tajam, normoekhoik

homogen, batas vena jelas, vena porta baik, tidak tampak ascites, tidak
tampak nodul-nodul.
o Empedu

: Ukuran normal, dinding tidak menebal, tidak tampak

batu/sludge
o Limpa

: Ukuran normal, normoekhoik homogen, vena lienalis

tidak melebar, tidak tampak ascites


o Pankreas

: Ukuran normal, normoekhoik homogen, tidak tampak

kalsifikasi
o Ginjal kanan : tampak membesar, cortex tampak sangat tipis, tampak
pelebaran calyses, tampak batu dengan akustik shadow.
o Ginjal kiri

: besar dan betuk baik tidak tampak pelebaran calyses,

tak tampak batu


o Vesica urinaria: tidak tampak batu ataupun massa, mukosa rata
Kesan : hidronefrosis dextra dengan batu ginjal (+), organ abdomen yang lain
tak tampak kelainan.
3.

Foto thorax
o Cor

; bentuk dan besar normal

o Pulmo: corakan paru baik, infiltrate tak tampak, sinus dan difragma
baik, tulang dan soft tissue baik.
Kesan : jantung dan paru baik
4.

BNO IVP
o BNO : Ureterolith kanan
o IVP

: Fungsi ginjal kiri normal, kanan tidak terisi dengan kontras

sampai 60, tidak tampak pelebaran kalises kiri, tampak pelebaran


kalises kanan (60), ureter kanan tidak terbaca, gambaran batu di ureter
(+).

Kesan : Hidronefrosis kanan ec ureterolith dengan gangguan fungsi berat

V.

DIAGNOSIS KERJA
o Kolik renal et causa ureterolithiasis dextra dengan komplikasi
hidronefrosis dextra derajat III
o Infeksi saluran kemih

o Gangguan fungsi ginjal


VI. PENATALAKSANAAN
1. Dilakukan tindakan operasi URS (ureterorenoskopi) pada tanggal 13
November 2014.
Operator

: dr. Isdiyanto, Sp. U

Anastesi

: dr. Triseno, Sp.An

Cara pembiusan

: Spinal Analgesia

Diagnosis pra bedah : Nefrolithiasis dan uroterolithiasis dekstra


Posisi pasien

: Litotomi

Laporan operasi:

Dilakukan spinal analgesia

Pasien dalam posisi litotomi

Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis

Ureterenoskopi:
o Buli-buli normal, muara ureter kanan dan kiri (+/+) dalam
batas normal
o Ureter sinistra : ureter dalam batas normal, batu (-)
o Ureter dekstra : ureter dalam batas normal, batu ureter distal
+/- 20 mm

Evakuasi batu, perdarahan dirawat

Insersi Foley kateter 18 F, balon 15 cc

Operasi selesai

2. Medika-mentosa post operasi


Tidak puasa, Infus RL 25 tpm, injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram, injeksi
ranitidine 1 x 40 mg, injeksi kalnex 3 x 50 mg, ketorolac 1 x 30 mg

VII.

FOLLOW UP

Pemeriksaan
S

Keluhan

Tanggal
14 November 2014
15 November 2014
Sakit kepala (+), mual (+), Sakit kepala (-), mual

nyeri pinggang (-), nyeri kadang, nyeri pinggang (-),


BAK (-), bisa duduk dan nyeri BAK (-), bisa duduk,
minum sendiri

makan, minum, mobilisasi

(+)
Keadaan umum Sakit sedang
Sakit sedang
Kesadaran
Compos mentis
Compos mentis
Tanda vital
TD 110/70 mmHg, Nadi TD 100/70 mmHg, Nadi 96
96 x/m, RR 20 x/m, Suhu x/m, RR 20 x/m, Suhu 36,7
Kepala
Mata
THT
Paru

36,7 oC
Normocephali
CA -/-; SI -/-; oedem -/Tak ada keluhan
Suara nafas vesikuler +/+,

Jantung

wheezing -/-, rhonki -/wheezing -/-, rhonki -/S1 S2 reguler, murmur (-), S1 S2 reguler, murmur (-),

Abdomen

gallop (-)
gallop (-)
Datar, BU (+), supel, nyeri Datar, BU (+), supel, nyeri

C
Normocephali
CA -/-; SI -/-; oedem -/Tak ada keluhan
Suara nafas vesikuler +/+,

tekan (-), nyeri tekan lepas tekan (-), nyeri tekan lepas
(-), nyeri tekan daerah (-),
Ekstremitas
A

Diagnosis

nyeri

tekan

daerah

lumbal/costovertebral (-)
lumbal/costovertebral (-)
Akral
hangat
ke-4 Akral
hangat
ke-4
ekstremitas
Post op URS hari 1
IVFD RL 25 tpm

ekstremitas
Post op URS hari 2
IVFD RL 25 tpm

Injeksi ceftriaxone 2 x 1 Injeksi ceftriaxone 2 x 1


P

Pengobatan

gram, Injeksi ranitidine 1 x gram, Injeksi ranitidine 1 x


40 mg, injeksi ketorolac 1 40 mg, injeksi ketorolac 1 x
x 30 mg, injeksi kalnex 3 x 30 mg, injeksi kalnex 3 x
50 mg
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Urolithiasis atau
penyebab

tersering

50 mg

batu saluran kemih adalah


urutan

ketiga

yang

menimbulkan gangguan

di traktus urinarius setelah

infeksi

dan

saluran

kemih

dari glandula

prostat.1

menunjukkan

adanya

Istilah

keadaan

patologis
urolithiasis

batu yang berasal dari

10

saluran kemih, termasuk batu ginjal (nephrolithiasis), batu ureter (ureterolithiasis),


batu kandung kemih (vesikolithiasis) dan batu uretra (uretrolithiasis). 1 The European
Association of Urology menyatakan bahwa resiko pembentukan batu saluran kemih
sepanjang hidup (life time risk) dilaporkan berkisar 5 10% dimana laki-laki lebih
sering dibandingkan wanita (kira-kira 3:1) dengan puncak insidensi antara dekade
keempat dan kelima.2 Batu saluran kemih dapat terbentuk di seluruh saluran kemih,
terutama pada lokasi yang sering mengalami stasis urine akibat penyempitan ureter,
yakni di uretero-pelvico junction, pada persilangan dengan A. Iliaka, dan ureterovesico junction.3

Gambar 1. Lokasi yang paling sering mengalami stasis urin


B.

Epide
miologi
Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 7-12 kasus nefrolitiasis dalam 10.000

orang, dengan prevalensi kasus 10% pria dan 5% wanita di Amerika Serikat.3 Melalui
sebuah studi yang dilakukan dewasa ini, prevalensi penyakit ini meningkat dari 3.8%
menjadi 5.2% di seluruh Amerika.4 Peningkatan ini terjadi terutama pada pasien kulit
putih, pria lebih banyak daripada wanita, dan pada pasien dengan usia lanjut. Ketika
seseorang memiliki batu ginjal, maka pasien tersebut memiliki kecendurungan untuk
kambuh di kemudian hari.4 Angka kekambuhan adalah 10-20% dalam 1-2 tahun, 35%
dalam 5 tahun, dan 60% dalam 10 tahun apabila tidak diobati.2
C. Etiologi
Penyebab pembentukan batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain (idiopatik).3 Secara epidemiologis beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih meliputi faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik, antara lain faktor intrinsik yaitu herediter (keturunan), umur dan jenis
kelamin. Faktor ekstrinsik yaitu faktor geografik, iklim temperature, asupan air yang
11

dikonsumsi, diet dan pekerjaan. Berdasarkan jenis dan komposisi batu, penyebab
pembentukan batu saluran kemih antara lain:
Batu kalsium (kalsium oksalat dan kalsium fosfat):

Hiperkalsiuria
o Hiperkalsiuria idiopatik
o Hiperparatiroidisme primer
o Kelebihan vitamin D atau kalsium
o Asidosis tubulus ginjal tipe I
Hiperoksaluria
o Hiperoksaluria enterik
o Hiperoksaluria idiopatik
o Hiperoksaluria herediter (tipe I & II)
Hiperurikosuria
o Diet purin berlebih
Hipositraturia
o Idiopatik
o Asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap)
o Konsumsi asetazolamid
o Diare, latihan jasmani dan masukan protein tinggi
Hipomagnesuria
o Penyakit inflamasi usus
Batu Asam Urat
o pH air kemih rendah
o Hiperurikosuria (primer dan sekunder)
Batu Struvit
o

Infeksi saluran kemih dengan organism yang memproduksi urease

Batu Sistin
o
o

Sistinuria herediter
Batu lain seperti matriks, xantin 2.8 dihidroksadenin, ammonium urat,
triamteren, silikat4

D. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin.5 Adanya kelainan bawaan pada
pelviskalises, divertikel, obstruksi infravesika seperti pada hyperplasia prostat
benigna, striktura dan buli-buli neurogenik akan memperudah terjadinya pembentukan
batu.6
Batu terdiri atas kristal kristal yang tersusun oleh bahan bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal tersebut akan tetap berada dalam

12

keadaan metastable jika tidak ada keadaan yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Presipitasi kristal akan membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian
mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar. Selanjutnya agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (retensi
kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregrat tersebut sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.7
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urin, konsentrasi solute, laju aliran urin, adanya korpus alineum di dalam saluran
kemih yang dapat menjadi inti batu.3,8 Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran
kemih, di tentukan oleh adanya keseimbangan antara zat pembentuk batu dengan
inhibitornya atau zat yang mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat
yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran kemih yaitu proses reabsorsi
kalsium dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kistal, proses agregasi kristal
hingga retensi kristal.3
E. Gejala Klinis
o
Nyeri kolik dan non kolik renal
Kolik renal dan non-kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal dari
ginjal. Kolik renal biasanya disebabkan oleh peregangan collecting system atau ureter,
sedangkan non-kolik renal disebabkan oleh distensi kapsul ginjal. Obstruksi saluran
kemih merupakan mekanisme utama penyebab kolik renal. Kolik renal tidak selalu
hilang timbul seperti kolik usus atau kandung empedu, tetapi lebih konstan. Pasien
dengan batu ginjal biasanya mengalami nyeri akibat obstruksi saluran kemih. Gejala
kolik renal akut tergantung pada lokasi batu; beberapa daerah yang dipengaruhi, yaitu:
kaliks renal, pelvis renal, ureter bagian atas (1/3 proksimal) dan 1/3 tengah, serta
ureter bagian bawah (1/3 distal).3,9
Kaliks renal nyeri tumpul pada pinggang atau punggung, dengan
intensitas berat hingga ringan. Nyeri mungkin diperparah dengan konsumsi

cairan yang berlebih.


Pelvis renal batu pada pelvis ginjal pada umumnya mengobstruksi
ureterovesico

junction, sehingga

menyebabkan

nyeri

pada sudut

costovertebral. Nyeri bervariasi dari tumpul hingga sangat tajam dan


biasanya konstan, serta sulit diacuhkan. Nyeri biasanya menjalar ke

pinggang serta daerah abdomen ipsilateral bagian atas.


Ureter bagian proksimal dan tengah nyeri bersifat tajam dan berat pada
punggung atau pinggang. Nyeri akan bertambah berat dan intermiten

13

apabila batu bergerak semakin ke bawah pada ureter dan menyebabkan


obstruksi menetap. Batu yang menetap pada lokasi tertentu dapat
menyebabkan nyeri yang tidak terlalu berat, terutama bila obstruksi yang
ditimbulkan bersifat parsial. Nyeri pada batu ureter sering terporyeksi pada
dermatom dan daerah inervasi saraf spinalis. Nyeri batu ureter bagian atas
menjalar pada daerah lumbar dan pinggang. Batu pada ureter bagian
tengah menyebabkan nyeri yang menjalar secara kaudal dan anterior ke

abdomen tengah dan bawah.


Ureter distal batu pada ureter bagian bawah sering menyebabkan nyeri
yang menjalar pada daerah inguinal atau testis pada pria dan labia mayor
pada wanita.

Hematuria, sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu.3
Demam, jika terdapat demam harus dicurigai suatu urosepsis dan kedaruratan
dibidang urologi.3
Mual dan muntah

F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan batu salurn kemih dapat bervariasi mulai
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan
penyulit yang ditimbulkan. Pemeriksaan fisik umum meliputi keadaan umum sakit
sedang berat, hipertensi, febris, anemis ataupun tanda-tanda syok. Pemeriksan fisik
status lokalis urologi,3,10 yaitu:
o Sudut kosto vertebra : nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal
o Supra simfisis

: nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh

o Genitalia eksterna

: nyeri tekan uretra

o Colok dubur

: teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

G. Pemeriksaan Penunjang

Gambar 3
Manifestasi nyeri
pada berbagai lokasi
batu

o Pemeriksaan sedimen urin untuk melihat eritrosituria, lekosituria, bakteriuria


(nitrit), pH urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin,

14

lekosit, ureum dan kreatinin (fungsi ginjal) untuk mencari kemungkinan


terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto IVU. Pemeriksaan kadar elektrolit yang diduga sebagai
faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain: kadar kalsium,
oksalat, fosfat, maupun asam urat di dalam darah maupun urin).3
o Foto polos abdomen
Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran
kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan fosfat bersifat radio-opak dan paling
sering dijumpai sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).11
o Pielografi Intra Vena
Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu dapat
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat
terlihat oleh foto polos abdomen.
o Ultrasonografi
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal dan buli buli,
hidronefrosis, pionefrosis atau pengerutan ginjal.12
H. Diagnosis
o Anamnesis

Keluhan utama, riwayat penyakit (jenis kelamin, usia, pekerjaan,


riwayat infeksi, dan penggunaan obat-obatan, riwayat keluarga,
pengobatan yang telah dilakukan)3,9,10
o Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan penunjang11,12
Laboratorium (darah dan urin)
Ultrasonografi
Foto polos abdomen
IVP
I. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih parah. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi atau atas indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan
dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, tindakan endourologi, bedah
laparaskopi atau pembedahan terbuka.3
1. Terapi medika mentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan
batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi

15

nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretic dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Nyeri akibat batu
saluran kemih dapat disebabkan oleh 2 mekanisme: (a) dilatasi sistem
sumbatan dengan peregangan reseptor nyeri dan (b) iritasi lokal dinding ureter
atau dinding pelvis ginjal disertai edema dan pelepasan mediator nyeri.
Tindakan emergensi ditujukan pada pasien dengan kolik ginjal. Pasien
dianjurkan untuk tirah baring dan dicari penyebab lain. Berikan spasme
analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin (IV, IM atau supositoria). Pilihan
analgesik pada nyeri kolik adalah Non-Steroidal Anti Inflamatory Drugs
(NSAID) seperti diklofenak, indometasin dan ibuprofen.
2. Pengambilan batu
a. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu
buli-bli tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih.3,13,14
b. Endoruologi
Tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih
yang terdiri atas memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam
saluran kemih. Alat dimasukkan melalui uretra atau insisi kecil pada
kulit. Proses pemecahan batu menggunakan cara mekanik, energy
hidraulik, energy gelombang suara dan energy laser. Beberapa tindakan
endourologi yaitu:
1.
PNL (Percutaneus

Nephro

Litholapaxy)

adalah

usaha

mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan


cara memasukkan alat endoskopi ke dalam sistem kalises melalui
2.

insisi pada kulit.3,14


Litotrispi adalah memecah batu buli-buli atau uretra dengan
memasukkan alat litotriptor dan dikeluarkan dengan evakuator

3.

Ellik.14
Ureteroskopi atau ureterorenoskopi adalah memasukkan alat peruretra guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.
Dengan memakai energy tertentu, batu yang berada di dalam ureter
maupun

sistem

kalises

dapat

dipecah

melalui

tuntunan

uteroskopi.3,14

16

c. Bedah laparoskopi adalah pembedahan yang banyak dipakai untuk


mengambil batu di ureter.
d. Bedah terbuka
Pembedahan terbuka antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi,
vesikolitotomi, ureterolitotomi dan uretrolitotomi. Pada batu uretra
yang masih cukup besar dan berada di uretra posterior, sebaiknya
didorong terlebih dahulu hingga masuk ke buli-buli selanjutnya
dilakukan litotripsi. Jika batu sulit berpindah tempat maka dilakukan
uretrolitotomi atau dihancurkan dengan pemecah batu transuretra.3,14
J. Pencegahan
o Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
o Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk

batu

(sitrat,

meningkatkan masukan cairan)


o Pengaturan diet
Meningkatkan masukan cairan (asupan air)
Hindari minuman gas (soft drink) > 1 L /minggu
Membatasi asupan protein (1 gr/kgBB/hari)
Membatasi asupan natrium (80-100 mEq/hari)
Pemberian obat obatan15
K. Prognosis
Pada umumnya, batu saluran kemih yang bergejala berukuran kecil (<5 mm)
dan dapat keluar dengan spontan pada 80% pasien. Batu berukuran antara 5-10
mm keluar spontan pada 50% pasien, sedangkan batu dengan diameter lebih dari
> 10 mm biasanya membutuhkan intervensi (intervensi segera dibutuhkan pada
obstruksi total atau bila ada infeksi). Dua pertiga batu yang keluar spontan terjadi
dalam 4 minggu pasca gejala pertama kali muncul. Batu saluran kemih yang tidak
keluar spontan dalam waktu 1-2 bulan pada umumnya tidak dapat keluar
sendiri.3,15 Faktor predisposisi terhadap terjadinya batu berulang:
Serangan pertama sebelum usia 25 tahun
Ginjal yang berfungsi hanya satu
Penyakit yang dapat menyebabkan pembentukan batu
Abnormalitas saluran kemih

DAFTAR PUSTAKA

17

1. Tanagho Emil A, McAnich Jack W, editors. Chapter 16: Urinary Stone


Disease. In: Smiths General Urology, Lange Urology Book; 16th ed. San
Fransisco: McGraw Hill Companies. 2007; p. C16.
2. C. Turk, T. Knoll, A. Petrik, K. Sarica, A. Skolarikos, M. Straub, C. Seitz.
Guidelines on Urolithiasis. Europan Association of Urology 2014; p.7-97.
3. Basuki B. Purnomo, editors. Batu Saluran Kemih. In: Dasar-dasar Urologi. 3 rd
ed; Jakarta: Sagung Seto; 2012; p.93-101.
4. Preminger GM, Tiselius HG, Assimos DG, et al. American Urological
Association Education and Research, Inc; European Association of Urology.
2007 Guideline for the management of ureteral calculi. Eur Urol 2007
Dec;52(6):1610-31.
5. Straub M, Strohmaier WL, Berg W, et al. Diagnosis and metaphylaxis of stone
disease Consensus concept of the National Working Committee on Stone
Disease for the Upcoming German Urolithiasis Guideline. World J Urol 2005
Nov;23(5):309-23. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16315051
6. Hesse AT, Tiselius H-G, Siener R, et al. (Eds). Urinary Stones, Diagnosis,
Treatment and Prevention of Recurrence. 3rd edn. Basel, S. Karger AG, 2009.
ISBN 978-3-8055-9149-2.
7. Pearle MS, Asplin JR, Coe FL, et al. (Committee 3). Medical management of
urolithiasis. In: 2nd International consultation on Stone Disease, Denstedt J,
Khoury S. eds. pp. 57-84. Health Publications 2008, ISBN 0-9546956-7-4.
8. Heidenreich A, Desgrandschamps F, Terrier F. Modern approach of diagnosis
and management of acute flank pain: review of all imaging modalities. Eur
Urol 2002 Apr;41(4):351-62.
9. Ramos-Fernndez M, Serrano LA. Evaluation and management of renal colic
in the emergency department. Bol Asoc Med P R 2009 Jul-Sep;101(3):29-32.
10. Phillips E, Kieley S, Johnson EB, et al. Emergency room management of
ureteral calculi: current practices. J Endourol 2009 Jun;23(6):1021-4.
11. Micali S, Grande M, Sighinolfi MC, et al. Medical therapy of urolithiasis. J
Endourol 2006 Nov;20(11):841-7.
12. Ray AA, Ghiculete D, Pace KT, et al. Limitations to ultrasound in the
detection and measurement of urinary tract calculi. Urology 2010
Aug;76(2):295-300.
13. Skolarikos A, Mitsogiannis H, Deliveliotis C. Indications, prediction of
success and methods to improve outcome of shock wave lithotripsy of renal
and upper ureteral calculi. Arch Ital Urol Androl 2010 Mar;82(1):56-63.
14. Srisubat A, Potisat S, Lojanapiwat B, et al. Extracorporeal shock wave
lithotripsy (ESWL) versus percutaneous nephrolithotomy (PCNL) or
retrograde intrarenal surgery (RIRS) for kidney stones. Cochrane Database
Syst Rev 2009 Oct;7(4):CD007044.
15. Fink HA, Wilt TW, Eidman KE, et al. Medical Management to prevent
recurrent nephrolithiasis in adults: a systematic review fora n American
College of Physicians clinical guideline. Ann Intern Med 2013
Apr;158(7):535-43.

18

Anda mungkin juga menyukai