Kelompok 11:
JITA OLISA
NIM. 0910720049
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Smeltzer, Suzanne C. 2001). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, Arif. 2000). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang
yang utuh. (Reeves, Charlene J. 2001). Fraktur cruris adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada
tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
B. Klasifikasi Fraktur
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar:
a. Fraktur tertutup (Closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara frakmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (Open/Compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I
C. Etiologi/Predisposisi
1. Trauma direk (langsung)
Trauma langsung menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan/trauma itu, misalnya : trauma akibat kecelakaan.
2. Trauma indirek (tidak langsung)
Menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan, yang patah biasanya bagian yang paling lemah dalam
jalurhantaran vektor kekerasan.
3. Patologis
Disebabkan oleh adanya proses patologis misalnya tumor, infeksi
atau osteoporosis tulang karena disebabkan oleh kekuatan tulang
yangberkurang dan disebut patah tulang patologis.
4. Kelelahan/stress
Misalnya pada olahragawan mereka yang baru saja meningkatkan
kegiatan fisik, misalnya pada calon tentara. Dimana ini diakibatkan oleh
beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur
kelelahan.( Price Sylvia A. 1995)
D. Patofisiologi
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras
akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang
menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas
di tulang tersebut.
Fraktur dapat berupa fraktur terbuka dimana ujung tulang yang patah
menembus keluar dari kulit sehingga berhubungan dengan dunia luar atau
dapat berupa fraktur tertutup dimana ujung tulang yang patah masih berada
didalam kulit. Ujung tulang yang patah sangat tajam dan berbahaya bagi
jaringan disekitarnya, karena saraf dan pembuluh darah berada didekat
tulang sehingga sering kali terkena jika terjadi fraktur. Lesi neurovaskuler ini
dapat terjadi karena laserasi oleh ujung atau karena peningkatan tekanan
akibat pembengkakan atau hematoma.
Fraktur tertutup dapat sama berbahayanya dengan fraktur terbuka
karena jaringan lunak yang cidera sering kali mengeluarkan darah cukup
banyak. Perlu diingat bahwa setiap ada kerusakan kulit didekat daerah
fraktur dapat dianggap sebagai jalan masuk bagi kontaminasi.
E. Manifestasi Klinik
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan bawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan /edema
6. Kurang/hilang sensasi
7. Pergerakan abnormal. (Smeltzer, Suzanne C. 2001)
F.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT-scan / MRI: Memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multipel). Peningkatan sel darah putih adalah respon stres
normal setelah trauma.
4. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.(
Doenges, M.1999)
G.
Penatalaksanaan
Empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, harus jelas untuk
mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk
yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (Manipulasi / Reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmenfragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera
mungkinuntuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilangan
aktifitas
fungsional
semaksimal
mungkin
I.
Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Shock
Shock hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan ( banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi ) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstermitas, toraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom Emboli Lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom Kompartemen
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misal : iskemi, cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pindan plat.
f.
Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkmans Ischemia. ( Smeltzer, Suzanne C.
2001 )
waktu
yang
dibutuhkan
tulang
untuk
menyambung.
ASUHAN KEPERAWATAN
J. Pengkajian Fokus
1. Aktifitas/Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri).
2. Sirkulasi
a. Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri
atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
b. Takikardia (respon stress, hipovolemia)
c. Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera;
pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
d. Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori
a.
b.
c.
d.
4. Nyeri/ kenyamanan
a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi), tak ada
nyeri akibat kerusakan saraf
b. Spasme/ kram otot
5. Keamanan
a. Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tibatiba). ( Doenges, M.1999 )
Meningkatkan
aliran
darah,
mengurangi
edema
dan
Mempengaruhi
penilaian
intervensi,
tingkat
kegelisahan
2. Diagnosa
II
Risiko
disfungsi
neurovaskuler
perifer
berhubungan
letak
tinggi
ekstremitas
yang
cedera
kecuali
ada
Menurunkan
insiden
komplikasi
kulit
dan
pernapasan
KOMPONEN
NILAI
Nilai GCS
3-4
5-12
13-15
>= 30 cc
< 30 cc
Perdarahan Intraventrikular
Ada
Tidak ada
Perdarahan Invratentorial
Ada
Tidak ada
>= 80
< 80
Usia