Anda di halaman 1dari 3

ZONA RAWAN GEMPABUMI DAN

TSUNAMI MALUKU UTARA


Oleh : Dr. Daryono, S.Si, M.Si
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG

Hari Sabtu pagi (15/11/2014) kita kembali dikejutkan oleh berita gempabumi kuat
yang terjadi di Laut Maluku Utara. Hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa gempabumi ini terjadi pada pukul 09.31
WIB, berkekuatan 7,3 Skala Richter (SR), kedalaman hiposenter 48 kilometer, dengan
pusat gempabumi di laut pada koordinat 1,93 LU-126,50 BT. Guncangan gempabumi
ini dirasakan cukup kuat oleh warga masyarakat di wilayah Kepulauan Sangihe,
Sulawesi Utara, dan Maluku Utara dengan skala intensitas III-IV Modified Mercally
Intensity (MMI).

Zona Rawan
Secara tektonik, gempabumi Maluku Utara 15 Nopember 2014 terjadi di zona rawan
gempabumi Sangihe - Halmahera. Zona gempabumi ini membentang melengkung ke
utara, saling berhadapan dan didasari oleh zona Benioff yang menunjam berlawanan.
Menurut Kertapati (2006), dua zona penunjaman yang berlawanan arah ini
membentuk kemiringan ganda yang tidak simetris. Zona Benioff dari Lempeng
Maluku Utara menerus hingga kedalaman 600 kilometer, sedangkan di bawah Busur
Halmahera, zona Benioff relatif lebih dangkal (300 kilometer).
Subduksi ganda ini terbentuk akibat tekanan Lempeng laut Filipina dari timur, di zona
Halmahera. Sementara dari barat, Lempeng Sangihe mendorong ke timur. Akibat
dorongan ini terjadi akumulasi energi di bagian tengah zona tumbukan Laut Maluku
(Molucca Sea Collision Zone). Akumulasi energi inilah yang pada akhirnya memicu
terjadinya dislokasi secara tiba-tiba. Pelepasan stress ini dimanifestasikan dalam
bentuk gempabumi 15 Nopember 2014, dengan mekanisme sesar naik (thrust fault)
yang berpotensi tsunami.
BMKG sebagai Regional Tsunami Service Provider (RTSP) telah mengeluarkan
informasi gempabumi ke negara-negara di wilayah Samudera Hindia. BMKG juga
mengeluarkan peringatan dini tsunami dengan status siaga untuk wilayah Maluku
Utara dan Sulawesi Utara, dan status waspada untuk wilayah Gorontalo dan Sulawesi
tengah. Selanjutnya, BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami pada pukul 12.53
WIB. Berdasarkan informasi rekaman "tide gauge", gempabumi yang terjadi telah
menimbulkan tsunami setinggi 0,09 meter di Jailolo, 0,03 meter di Manado dan 0,01
meter di Tobelo.
Patut disyukuri bahwa hingga saat ini tidak ada laporan mengenai kerusakan yang
terjadi akibat tsunami. Gempabumi Maluku Utara 15 November 2014 dipastikan

hanya menimbulkan tsunami kecil. Pada dasarnya tsunami terjadi karena adanya
gangguan tiba-tiba di laut, dan sebagian besar tsunami terjadi karena adanya peristiwa
gempabumi di dasar laut yang memicu deformasi vertikal di lantai samudera.
Gempabumi Maluku Utara dengan kedalaman hiposenter 48 kilometer tampaknya
memang cukup sulit untuk dapat menimbulkan deformasi permukaan yang mampu
merobek dasar samudera untuk memicu impuls gelombang tsunami yang lebih besar.
Aktivitas gempabumi dengan slip di kedalaman 48 kilometer, tentunya membuat
eksitasi terhadap gelombang tsunami lebih kecil jika dibandingkan dengan slip yang
terjadi pada kedalaman yang lebih dangkal.
Selain itu, dapat juga dijelaskan juga bahwa pada kasus gempabumi ini, energi akibat
kompresi yang terjadi pada salah satu slab tektonik tidak seluruhnya terakumulasi di
zona gempabumi, tetapi juga disebarkan ke slab tektonik pada zona subduksi di
sebelahnya. Kondisi ini berbeda dengan sistem tektonik di zona subduksi sebelah
barat Sumatera, dimana energi yang terakumulasi di zona gempabumi hanya
terkonsentrasi pada satu slab saja, sehingga potensi gempabumi yang dapat memicu
tsunami tentunya menjadi lebih besar. Namun demikian, secara tektonik kawasan
Maluku Utara tetap merupakan zona rawan gempabumi dan tsunami yang patut
diwaspadai.

Sejarah Gempabumi
Catatan sejarah menunjukkan bahwa kawasan Maluku Utara-Sangihe sudah beberapa
kali terjadi gempabumi merusak. Gempabumi Sangir 1 April 1936 adalah catatan
gempabumi paling dahsyat yang pernah terjadi di zona ini, karena guncangannya yang
mencapai VIII - IX MMI hingga menyebabkan sebanyak 127 bangunan rumah
mengalami kerusakan. Selain itu, gempabumi Pulau Siau pada 27 Pebruari 1974 juga
memicu longsoran dan kerusakan bangunan rumah di berbagai tempat. Terakhir
adalah gempabumi Sangihe-Talaud yang terjadi pada 22 Oktober 1983. Gempabumi
ini dilaporkan telah merusak beberapa bangunan rumah.
Kawasan zona sumber gempabumi Maluku Utara-Sangihe juga memiliki beberapa
catatan sejarah tsunami merusak akibat gempabumi tektonik. Beberapa catatan sejarah
tsunami merusak di Maluku Utara dan sekitarnya adalah (1) Tsunami BanggaiSangihe 1858 dilaporkan menyebabkan seluruh kawasan pantai timur Sulawesi,
Banggai, dan Sangihe dilanda tsunami, (2) Tsunami Banggai dan Ternate 1859 telah
mengakibatkan banyak bangunan rumah di daerah pesisir pantai disapu tsunami, (2)
Tsunami Kema-Minahasa 1859 dilaporkan memicu gelombang tsunami hingga
mencapai atap bangunan rumah, (3) Tsunami Gorontalo 1871 juga dilaporkan
menerjang di sepanjang kawasan pesisir Pantai Gorontalo, (4) Tsunami dahsyat
Tahuna 1889 menerjang pesisir pantai hingga terjadi kenaikan air laut sekitar 1,5
meter, (5) Tsunami Kepulauan Talaud 1907 menerjang kawasan pantai hingga
ketinggian mencapai 4 meter, dan (6) Tsunami Pulau Salebabu 1936 dilaporkan
menerjang pantai dengan ketinggian hingga mencapai 3 meter.
Gambaran kerangka tektonik, kegempaan, dan catatan sejarah tsunami tersebut di atas
kiranya sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa Maluku Utara dan sekitarnya
memang merupakan zona rawan gempabumi dan tsunami. Bagi masyarakat setempat,
kondisi alam yang kurang "bersahabat" ini adalah sesuatu yang harus diterima,

sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, semua itu adalah konsekuensi yang harus
dihadapi sebagai penduduk yang tinggal dan menumpang di batas pertemuan lempeng
tektonik.
Bagi lembaga/instansi yang terkait dalam penanganan bencana, labilnya kondisi
tektonik zona gempabumi Maluku Utara merupakan tantangan tersendiri dalam upaya
mitigasi apabila sewaktu-waktu terjadi bencana. Sementara itu, untuk kalangan ahli
kebumian, kondisi sangat aktif dan kompleksnya sistem tektonik di Maluku Utara
tentunya menjadi tantangan yang menarik, untuk selanjutnya agar mendapat perhatian
khusus dan lebih serius untuk diteliti demi mendukung upaya pengurangan risiko
bencana.***
Read more:
http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/ZONA_RAWAN_GEMPAB
UMI_DAN_TSUNAMI_MALUKU_UTARA.bmkg#ixzz3JimUq1R4

Anda mungkin juga menyukai