Anda di halaman 1dari 9

PNEUMONIA KOMUNITAS

Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim paru yang didapat di
masyarakat. Pneumonia komunitas ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan
angka kematian tinggi di dunia (File, 2013).

1.

Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komunitas banyak disebabkan bakteri

Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Data Survelans Sentinel SARI (Severe Acute
Respiratory Infection) 2010 mendapatkan hasil biakan sputum (Mandell, 2007) :

Klebsiella pneumoniae 29%

Acinebocter baumanii 27%

Staphylococcus aureus 16%

Streptococcus pneumoniae 12%

Acinetobacter calcoaticus 8 %

Pseudomonas aeruginosa 6%

Escherichia coli 2%

2.

Diagnosis

Diagnosis pneumonia komuniasi didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks
dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat / air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah ini (Torres,
2010) :

Batuk

Perubahan karakteristik dahak/ purulen

Suhu tubuh 38oC (aksila)/ riwayat demam

Nyeri dada

Sesak

Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

Leukosit 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat keparahan penyakit


Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut Pneumonia Severity Index (PSI) atau CURB-65. Skor
CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor resiko yang diukur. Setiap nilai faktor
risiko dinilai satu. Faktor-faktor risiko tersebut adalah :

C: Confusion yaitu tingkat kesadaran ditentukan berdasarkan uji mental


-

Uji mental nilai 8 -> skor 1

Uji mental > nilai 8 -> skor 0

U: Urea
-

Urea > 19 mg/dL skor 1

Urea 19 mg/dL skor 0

R: Respiratory rate
-

RR > 30 x/menit skor 1

RR 30 x/menit skor 0

B: Blood pressure
-

BP < 90/60 mmHg skor 1

BP 90/60 mmHg skor 0

65: Umur 65 th
-

Umur 65 tahun skor 1

Umur < 65 tahun skor 0

Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan sistem skor CURB-65 sebagai berikut :

Skor 0-1

: risiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan

Skor 2

: risiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk dirawat

Skor > 3

: risiko kematian tinggi dan dirawat harus ditatalaksana sebagai

pneumonia berat

Skor 4 atau 5: harus dipertimbangkan perawatan intensif (British, 2009)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan jika menggunakan


PSI kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komunitas adalah :
1.

Skor PSI lebih dari 70

2.

Bila skor PSI kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah
satu dari kriteria dibawah ini.

3.

Frekuensi napas > 30x/menit

PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan infiltrat multilobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

Pneumonia pada pengguna NAPZA

Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komunitas berdasarkan PSI

Total poin yang didapatkan dari PSI dapat digunakan untuk menentukan risiko, kelas risiko,
angka kematian, dan jenis perawatan seperti yang terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Derajat skor risiko PSI
Total Poin
Tidak
diprediksi
70
71-90

Risiko

Kelas
Risiko

Angka
Kematian

Perawatan

Rendah

0.1%

Rawat jalan

II

0.6%

III

2.8%

Rawat jalan
Rawat
inap/jalan

91-130
>130

Sedang
Berat

IV
V

8.2%
29.2%

Rawat inap
Rawat inap

Menurut ATS 2007 kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria di
bawah ini.
Kriteria minor:

Frekuensi napas 30/menit

Pa02/FiO2 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan infiltrat multilobus

Kesadaran menurun/disorientasi

Uremia (BUN 20 mg/dl)

Leukopenia (leukosit < 4000 sel/mm3)

Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3)

Hipotermia (suhu<360C)

Hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif

Kriteria mayor adalah sebagai berikut:

Membutuhkan ventilasi mekanik

Syok septik yang membutuhkan vasopresor (Barlett, 2000)

Kriteria perawatan intensif

Pasien syok septik yang membutuhkan vasopresor atau ARDS yang membutuhkan
intubasi dan ventilasi mekanis

Pasien dengan 3 gejala minor pneumonia berat

Pneumonia atipik
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri
atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, Legionella sp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus
Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.

Diagnosis pneumonia atipik


a.

Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk nonproduktif dan
gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel di bawah ini
dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik.

b.

Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi.

c.

Gambaran radiologis infiltrat interstitial.

d.

Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan gram, biarkan dahak atau


darah tidak ditemukan bakteri.

e.

Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik.

Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah

Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Uji serologi

Cold agglutinin

Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.pneumoniae

Micro immunofluorescence (MIF), standard serologi untuk C.pneumoniae

Antigen dari urin untuk Legionella (Cunha, 2006)

Tabel 3. Perbedaan gambaran klinik Pneumonia atipik dan tipik

3.

Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan
ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan
mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin. Yang
termasuk dalam faktor modifikasis adalah :
a.

Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun

Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

Pecandu alkohol

b.

Penyakit gangguan kekebalan

Penyakit penyerta yang multipel

Bakteri enterik gram negatif

Penghuni rumah jompo

Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

Riwayat pengobatan antibiotik

Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis

Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumionia komunitas dibagi menjadi:

(Niederman, 2001)
Pengobatan pneumonia atipik
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk
atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae,
C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :

Makrolid baru : azitromisin, klaritromisin, roksitromisin

Fluorokuinolon respirasi : levofloksasin, moksifloksasin (Cunha, 2006)

Terapi Sulih (switch therapy)


Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan
mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan
ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu
mengimbangi efektivititas antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan
secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan
step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).

Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral

Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti
obat oral dan penderita dapat berobat jalan (Mangunnegoro, 2004).

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komunitas :

Hemodinamik stabil

Gejala klinis membaik

Dapat minum obat oral

Fungsi gastrointestinal normal

Kriteria klinis stabil :

Suhu 37,80C

Frekuensi nadi 100x/menit

Frekuensi napas 24x/menit

Tekanan darah sistolik 90 mmHg

Saturasi Oksigen arteri 90% atau PO2 60 mmHg

Evaluasi pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada perbaikan, kita
harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan
dan bakteri penyebabnya.

4.

Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri

penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan
intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka
kematian penderita pneumonia komunitas kurang dari 5% pada penderita rawat jalan,
sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease
Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia komunitas pada rawat jalan
berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar
2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko
kematian penderita pneumonia komunitas dengan peningkatan risiko kelas. Di RSUD
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 2012 adalah 20,5%, RSUD
Moewardi 14,5%, RSUD Dr. Soetomo angka kematian 9,6%, dan RSUD Saiful Anwar 8%.

5.

Pencegahan
Vaksinasi (vaksin pneumokok dan vaksin influenza)
Berhenti merokok
Menjaga kebersihan tangan, penggunaan masker, menerapkan etika batuk
Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus khusus (Sundaru, 2003)

DAFTAR PUSTAKA

Cunha BA (2006). The atypical pneumonias: clinical diagnosis and importance. Clin
microbiol infect, 3: 12-24.

File TM, Barlett JG, Thorner A (2013). Treatment of community-acquired pneumonia in


adults

who

require

hospitalization

2013,

diunduh

dari

http://www.uptodate.com/contents/treatment-of-community-acquired-pneumonia-in-adultswho-require-hospitalization pada tanggal 10 Oktober 2013.

Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Barlett ZG, Campbell D, Dean NC (2007).
Infectious diseases society of America/American thoracic society consensus guidelines on the
management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical Infectious Diseases, 44:
527-572.

Mangunnegoro H, Soeharno W, Rusli A (2004). Early switch therapy from intarvenous to


oral levofloksasin versus intravenous ceftriaxone to oral cefuroxime axetil in the treatment of
moderate to severe community acquired pneumonia. Pennetration annual issue, pp: 29-35.

Niederman MS (2001).

Community acquired pneumonia. In respiratory infections

Niederman MS Sarosi JG, Glassroth Edisi ke 2. Philadelphia, Lippincott Williams &


Wilkins, pp: 181-195.

Sundaru H (2003). Rekomendasi jadwal imunisasi pada orang dewasa. Dalam Djauzi S,
Sundaru H, edisi Imunisasi dewasa. Balai Penerbit FK UI, Jakarta, pp: 145-150.

Torres A, Menendez R, Wunderink R (2010). Pyogenic bacterial pneumonia and lung


abscess. In textbook of respiratory medicine. Murray and Nadels Edisi ke 5. Philadelphia,
Saunders Elsever, pp: 699-713.

Anda mungkin juga menyukai