Anda di halaman 1dari 20

1.

DEWI ARINI
2. CHYA DANIATY
3. RIKO BUDIMAN
4.FEBRIELA PASORONG

4111211042
4111211044
4111211046
4111211048

1.

DEFINISI PEGAWAI TIDAK TETAP ATAU


PEKERJA LEPAS

2.

YANG TERMASUK DALAM PEGAWAI


TIDAK TETAP ATAU PEKERJA LEPAS

PPh Pasal 21
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga
Kerja Lepas
Upah/Uang Saku Harian, Mingguan,
Satuan, Borongan

Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah


Upah Kumulatif satu bulan
melebihi Rp 7.000.000

Upah/Uang Saku Harian


Dikali 12
200.000

> 200.000

Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong

Dikurangi 200.000

Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5%

Dikenakan Tarif Ps 17

Upah kumulatif > Rp2,025 jt s.d. Rp7 jt sebulan


Upah sehari dikurangi PTKP sehari
Tarif PPh 21 = 5%

PPh Ps 21 Setahun
Dibagi 12

PPh Pasal 21 Sebulan

PPh Pasal 21:


Bukan Pegawai
berkesinambungan

Berkesinambungan
Exc. Pasal 13 ayat (1)

Tidak
berkesinambungan

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik

PPh Pasal 21:


Lainnya
Dewan Komisaris/
Pengawas non
Pegawai tetap

honorarium atau
imbalan yang
bersifat tidak
teratur

Mantan Pegawai

Peserta program
Pensiun yang masih
Berstatus pegawai

jasa produksi,
tantiem, gratifikasi,
bonus atau
imbalan lain yang
bersifat tidak
teratur

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto

penarikan dana
pensiun

PPh Pasal 21:


Peserta Kegiatan
Tarif Pasal 17
UU PPh

Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh


dan tidak dipecah

Ph NETO - PTKP

TETAP
PEGAWAI

BULANAN
TIDAK TETAP
HARIAN

Ph BRUTO - PTKP
Ph BRUTO 200 RIBU
Ph BRUTO(>2,025jt s.d.7jt)
PTKP Harian
Ph BRUTO(>7jt) PTKP

PENSIUNAN

BERKALA

BERKESINAMBUNGAN
BUKAN PEGAWAI

BERKESINAMBUNGAN exc Psl 13 (1)


TIDAK BERKESINAMBUNGAN

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI,


PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI
PESERTA KEGIATAN

Ph NETO - PTKP
((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan)
Kumulatif
(50% X Ph Bruto) Kumulatif
50 % x Ph Bruto
Ph Bruto Kumulatif
Ph Bruto

PPh Pasal 21 sebesar 120%


lebih tinggi daripada PPh Pasal
21 yang seharusnya (20%
lebih tinggi)
Setelah pemotongan
PPh Pasal 21 bulan
Desember

sebelum pemotongan
PPh Pasal 21 bulan
Desember

merupakan kredit
pajak dalam SPT
Tahunan PPh

Diperhitungkan oleh
pemotong dengan PPh
Pasal 21 bulan-bulan
selanjutnya

Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final

Ketentuan Khusus

1. Uang Pesangon
2. Uang Manfaat Pensiun
3. THT/JHT
yang dibayarkan sekaligus

PP 68 Tahun 2010

Penghasilan bersumber dari


APBN/D yang diterima oleh
Pejabat Negara, PNS,
Anggota, TNI/Polri, dan
Pensiunannya

PP 80 Tahun 2010

PPh Pasal 26
Tarif Pasal 26:
20 %

Penghasilan Bruto

Memperhatikan
Ketentuan P3B

Saat terutang
PPh Pasal 21/26

Penerima penghasilan
Saat dilakukannya
pembayaran
atau
saat terutangnya
penghasilan

Pemotong
akhir bulan dilakukannya pembayaran
atau
akhir bulan
terutangnya
penghasilan

Kewajiban Pemotong

Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan
kalender.
PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau
Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps.
21/26 Untuk Setiap Masa Pajak
Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada
Penerima Penghasilan

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:


dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2)
diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau
pegawai berhenti

Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:


Dibuat setiap kali ada pemotongan
Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti
potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan

Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam


SPT Masa PPh Pasal 21

Kewajiban Penerima Penghasilan

Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai
tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi
Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender
Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga
kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai
Pensiun
Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi
Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum
Mulai Tahun Kalender Berikutnya

Batas penghasilan bruto yang di terima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai
tidak tetap lainnya sampai dengan batas Rp. 150.000,00 sehari tidak di kenakan pemotongan PPh pasal
21. Hal tersebut tidak berlaku jika pengahasilan bruto jumlahnya melebih Rp. 1.320.000,00 sebulan atau
penghasilan dibayarkan secara bulanan.
Oleh karena itu, penghitungan PPh pasal 21 atas pegawai tidak tetap yang menerima upah harian,
mingguan, satuan borogan, dan upah saku harian perlu memperhatikan bahwa PTKP pasal 21 sebesar
Rp. 150.000,00 dengan menggunakan tarif sebesar 5%. Untuk mendapatkan jumlah upah harian, berlaku
ketentuan sebagai berikut.
1. Jika berupa upah mingguan maka harus dibagi 6.
2. Jika berupa upah sauan maka dihitung berdasarkan upah atas dasar banyaknya satuan dalam satu hari.
3. Jika berupa upah borongan maka jumlah upah borongan dibagi dengan banyaknya hari yang
digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Jika dalam 1 bulan jumlah penghasilan melebih Rp. 1.320.000,00 maka tarif yang digunakan adalah tarif
pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan PTKP yang dapat dikurangkan dalam 1 hari adalah PTKP
Sesungguhnya dibagi dengan 360.

Misalnya: Dimas telah menikah dengan dua tanggungan, pada bulan Januari 2008 bekerja pada PT
Sumber dengan menerima upah sebesar Rp. 160.000,00 per hari.
Upah per hari
PTKP
Penghasilan Kena Pajak
PPh Pasal 21 per hari:
5% x Rp 10.000,00
Rp. 500,00

Rp. 160.000,00
Rp. 150.000,00
Rp. 10.000,00

Ada perlakuan yang berbeda jika penghasilan bruto telah melebihi Rp. 1.320.000,00 maka peralihan ini terjadi pada
hari kesembilan. Pada hari kesembilan, Dimas telah menerima penghasilan sebesar Rp. 1.440.000,00 sehingga
penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
Upah 10 hari kerja
Rp. 1.440.000,00
PTKP
10 x (Rp 19.800.000,00 : 360) =
Rp. 550.000,00
Rp. 890.000,00
Penghasilan Kenak Pajak
PPh Pasal 21 Terutang
5% x Rp. 650.000
Rp. 44.500,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong
9 X Rp. 500
Rp. 4.500,00
PPh Pasal 21 kurang dipotong
Rp 40.000,00
Pada hari kesepuluh dan seterusnya dalam bulan takwim yang bersangkutan, PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebagai berikut:
Upah Per hari
Rp. 160.000,00
PTKP
Rp. 19.800.000,00 : 360 =
Rp. 55.000,00
Penghasilan Kenak Pajak
Rp. 105.000,00
PPh Pasal 21 Per hari:
5% x Rp. 105.000,00
Rp. 5.250,00

Berdasarkan penghitungan tersebut maka pengitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah
sebagai berikut:
Hari ke-1 sampai ke-9 (Rp.500,00 x 9)
Rp. 4.500,00
Hari ke-10 (PPh Pasal 21 kurang potong)
Rp. 40.000,00
Hari ke-10 sampai hari terakhir (16 x Rp. 5.250,00)
Rp. 84.000,00
PPh terutang bulan Januari (asumsi 25 hari kerja)
Rp. 128.500,00
Berikut ini merupakan penghitungan PPh Pasal 21 terhadap penerima upah satuan.
Misalnya: Yang bekerja sebagai seorang penjahit di perusahaan konveksi. Upah dibayarkan
atas dasar satuan yang dihasilkan, yaitu Rp. 20.000,00 perpotong pakaian yang
dihasilkan. Dalam satu minggu (6 hari) dapat menyelesaikan 50 potong baju.
Upah satuan (Rp. 18.000,00 x 5)
Rp. 1.000.000,00
Upah Per hari (Rp. 750.000,00 : 6 hari)
Rp. 166.600,00
PTKP
Rp. 150.000,00
Penghasilan Kenak Pajak
Rp. 16.600,00
Upah seminggu terutang pajak
5% x (Rp. 16.600,00 x 6) =
Rp. 4.980,00
Berikut ini merupakan penghitungan PPh Pasal 21 terhadap penerima upah borongan.
Misalnya: Santo mengerjaka dekorasi taman sebuah rumah dengan upah borongan
sebesar Rp. 800.000,00. Pekerjaan dapat diselsaikan dalam 4 hari.
Upah borongan Per hari (Rp. 800.000,00 : 4 hari)
Rp. 200.000,00
PTKP
Rp. 150.000,00
Penghasilan Kenak Pajak
Rp. 50.000,00
PPh Pasal 21 terutang atas borongan :
5% x (Rp. 50.000,00 x 4) =
Rp. 10.000,00

Anda mungkin juga menyukai