PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau yang disusun
berdasarkan
peninggalan-peninggalan
berbagai
peristiwa.
Peninggalan
peninggalan itu disebut sumber sejarah. Ada tiga aspek dalam sejarah, yaitu masa
lampau, masa kini, dan masa yang akan dating. Masa lampau dijadikan titik tolak
untuk masa yang akan datang sehingga sejarah mengandung pelajaran tentang
nilai dan moral.
Pada masa kini, sejarah akan dapat dipahami oleh generasi penerus dari
masyarakat yang terdahulu sebagai suatu cermin untuk menuju kemajuan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Peristiwa yang terjadi pada masa lampau akan memberi kita gambaran
tentang kehidupan manusia dan kebudayaannya di masa lampau sehingga dapat
merumuskan hubungan sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam
kehidupan tersebut, walaupun belum tentu setiap peristiwa atau kejadian akan
tercatat dalam sejarah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kalimantan Tengah pada zaman dahulu?
2. Bagaimana Kalimantan Tengah terbentuk?
3. Bagaimana dapat disebut sebagai Kota Palangka Raya?
4. Bagaimana awal pembangunan Rota Ralangka Raya?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Kalimantan Tengah pada zaman dahulu.
2. Menjelaskan Kalimantan Tengah terbentuk.
3. Menjelaskan dapat disebut sebagai Kota Palangka Raya.
4. Menjelaskan awal pembangunan Rota Ralangka Raya.
D. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
terjadi pada tahun 1637. Menurut laporan Radermacher, pada tahun 1780 telah
terdapat pemerintahan pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya kepala daerah
Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu kepala daerah Sampit, Raden Jaya kepala
daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang bergelar Ratu
Kota Ringin.
Berdasarkan traktat 13 Agustus 1787, Sunan Nata Alam dari Banjarmasin
menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian
Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin)
kepada VOC, sedangkan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang
tersisa sepanjang daerah Kuin Utara, Martapura sampai Tamiang Layang dan
Mengkatip menjadi daerah protektorat VOC, Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826
Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan
wilayah Kalimantan Tengah beserta daerah-daerah lainnya kepada pemerintahan
kolonial Hindia Belanda. Selanjutnya kepala-kepala daerah di Kalimantan Tengah
berada di bawah Hindia Belanda.
Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indi tahun 1849, daerahdaerah di wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bsluit van
den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27
Agustus 1849, No. 8. Daerah-daerah di Kalteng tergolang sebagai negara
dependen dan distrik dalam Kesultanan Banjar.
Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang
masih murni, belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat
transportasi adalah perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah
Kotawaringin. Tahun 1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan
Majapahit. Beberapa kepala suku diangkat menjadi Menteri Kerajaan. Tahun
1520, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan
Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin. Tahun 1615
Kesultanan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah
Ketua Umum dan J.M. Nahan sebagai Sekretaris Umum. Langkah ini
kemudian diikuti dengan pembentukan PPHRKT daerah pada setiap
Kabupaten yang bersangkutan. Selanjutnya PPHRKT menjadi pusat
penyaluran aspirasi partai politik, organisasi masa dan berbagai golongan
yang menghendaki pembentukan Propinsi otonom Kalimantan Tengah.
Pada tingkat Parlemen (DPR-RI Sementara), anggota parlemen asal
Kalimantan sesuai harapan dan permintaan Tjilik Riwut (pada waktu itu
menjabat Bupati Kotawaringin di Sampit) dan setelah mendapat banyak bahan
antara lain dari PPHRKT, dengan gigih memperjuangkan pembentukan
Propinsi Kalimantan Tengah karena pada saat yang sama sedang berlangsung
pembahasan RUU Pembentukan 3 Propinsi di Kalimantan oleh Parlemen.
Bahkan satu tahun sebelum itu, Serikat Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI)
yang melangsungkan Kongres di Bahu Palawa (masuk dalam wilayah
Kecamatan Kahayan Tengah, sedikit di atas Bukit Rawi) pada tanggal 15-22
Juli 1953 mengeluarkan Mosi Nomor 1/Kong/1953 yang disampaikan kepada
Pemerintah pusat casuquo Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia,
Gubernur Kalimantan dan Residen Kalimantan Selatan, yang intinya
mendesak agar tiga Kabupaten yakni, Barito, Kapuas dan Kotawaringin,
disatukan dalam status Propinsi, yakni Propinsi Kalimantan Tengah. Kongres
itu dipimpin oleh Damang Sahari Andung (salah seorang tokoh Dayak dari
daerah Tangkahen).
Ternyata aspirasi Rakyat Kalimantan Tengah belum dapat dipenuhi
oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Parlemen. Ini diketahui saat
berlangsungnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
pembentukan 3 propinsi di Kalimantan. Alasan yang dikemukakan atas
penolakan tersebut diantaranya adalah; potensi ekonomi wilayah di tiga
kabupaten yang diusulkan untuk dijadikan Propinsi Kalimatan Tengah itu
masih belum mampu untuk membiayai urusan rumah tangga daerah sebagai
daerah otonom; Keadaan keuangan Negara saat itu belum mengizinkan untuk
Daerah-Daerah
Swatantra
Propinsi
Kalimantan
Barat,
Kalimantan
Tengah
segera
direalisasikan.
Aspirasi
rakyat
terbentuknya
Kantor
Persiapan
Pembentukan
Propinsi
Selanjutnya Tjilik Riwut, (pada waktu itu menjabat sebagai Residen pada
Kementerian Dalam Negeri) dan G. Obus, Bupati Kepala Daerah Kapuas,
ditugaskan membantu Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah di
Banjarmasin, sekaligus Bupati G. Obus diangkat sebagai Kepala Kantor
Persiapan Pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah. Drs F.A.D. Patianom
ditunjuk sebagai Sekretaris Kantor Persiapan Pembentukan Propinsi
Kalimantan Tengah. Residen Tjilik Riwut dan Bupati G. Obus membantu
Gubernur R.T.A. Milono agar pembentukan Propinsi Otonom Kalimantan
Tengah dapat terlaksana dalam waktu secepatnya. Nama Bupati G. Obus
diabadikan sebagai nama salah satu jalan di sekitar Bundaran Kecil (dengan
nama G. Obos), setelah melalui penelitian pustaka dapat dipastikan bahwa
ejaan yang benar untuk nama beliau adalah G. Obus.
Kaharingan, tidak menggunakan Maharaja, tapi Raja Sangiang, Raja Sangen dan
Raja Bunu).
Nenek Moyang Arkian tersebutlah Maharaja (Raja) Bunu atas ketentuan
Ranying Hatalla diturunkan ke bumi (dunia) menjadi nenek moyang manusia
(manusia Dayak Kalimantan Tengah). Di Bumi dipilih untuk tempat tinggal
Maharaja (Raja) Bunu yakni Bukit Samatuan, dari situlah keturunannya menyebar
mengisi muka bumi. Maharaja Bunu yang diturunkan ke bumi itu memakai
kendaraan angkasa yang disebut dengan nama Palangka Bulau Lambayung
Nyahu, nelun bulau namburak ije sambang garantung, secara singkat disebut
Palangka Bulau saja.
Palangka Bulau dilengkapi dengan muatan bekal baik sarana dan segala
keperluan hidup seperti semua perkakas/peralatan bercocok tanam, berburu,
perkakas/ peralatan membuat senjata, bibit padi disebut parei-behas, behas parei
nyangen tingang pulut lumpung penyang, bibit buah-buahan/tetumbuhan, bibit
ternak/satwa. Parei Behas (Padi Beras) yang merupakan bahan makanan pokok
(nasi) sekaligus menjadi tambahan darah daging yang menghidupkan, dan beras
(behas) juga dapat digunakan sebagai sarana secara ritual komunikasi (behas
tawur).
1.
2.
Bulau,
Artinya emas. Dalam Bahasa Dayak Ngaju, emas, intan dan perak adalah
logam mulia menjadi harta kekayaan yang tertinggi nilai nya yang disebut
panatau panuhan, sedangkan emas, intan dan perak disebut singkat bulau
salaka, artinya logam mulia yang sangat berharga yang tinggi nilainya.
Dalam konteks religi Suku Dayak Ngaju, sorga-loka atau sorgawi tempat
tinggal terakhir kediaman manusia bersama Ranying Hatalla yang sangat
suci, mulia dan besar. Oleh Hanteran digambarkan negeri sorgawi itu
sebagai : habusung Intan, habaras Bulau, hakarangan Lamiang, maksudnya
bahwa indahnya sorga itu tiada taranya, adanya kehidupan yang suci dan
mulia di bawah naungan Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Suci, Mahaesa dan Maha-kuasa, penuh kedamaian dan penuh Ke Agungan. Keadaan
dan suasana surgawi yang demikian disingkat dan disimpulkan sebagai hal
RAYA, sebagaimana disebut oleh Hanteran. Perkataan (entri) RAYA pada
Kamus Dwibahasa Dayak Ngaju Indonesia disebutkan artinya : besar
sekali, akbar (lihat Albert A.Bingan Offeny A. Ibrahim: Kamus
Dwibahasa Dayak Ngaju Indonesia, cetakan ke-2 halaman 260).
3.
RAYA
bagi
Ibukota
Provinsi
Kalimantan
Tengah.
Menterimenterinya
serta
pemikir-pemikir
lainnya
namun
juga
Sesudah rencana pembangunan disetujui, segera dilakukan langkahlangkah persiapan berupa inventarisasi segala peralatan yang diperlukan. Di
bawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum, semua dinas/instansi terkait
melakukan persiapan yang diperlukan untuk mewujudkan rencana tersebut.
Peresmian dimulainya pelaksanaan pembangunan kota Palangka Raya,
direncanakan akan dilakukan oleh Presiden Soekarno sewaktu berkunjung ke
Kalimantan
Indonesia,
Raja
Kasunanan
Surakarta
yakni
Sri
Soenan
Pakoeboewono XII. Demikianlah, maka pada hari Rabu tanggal 17 Juli 1957
pukul 10.00 waktu setempat (Kalimantan masuk waktu Jawa) Presiden yang
telah berada di lokasi upacara disambut dengan gegap gempita oleh ribuan
massa dari Kampung Pahandut dan sekitarnya. Menurut penuturan WA. Gara,
yang pada waktu itu bertindak sebagai petugas pembawa acara, jumlah massa
yang menyambut kedatangan Presiden tidak kurang dari 12.000 orang, karena
Presiden sendiri telah meminta agar dihadirkan massa paling sedikit 10.000
orang.11 Gubernur Pembentuk Propinsi Kalaimantan Tengah R.T.A. Milono
menyampaikan pidato pengantar menyambut kedatangan Presiden beserta
Rombongan sekaligus melaporkan secara resmi nama Ibukota Propinsi
Kalimantan Tengah ialah PALANGKA RAYA. Kemudian Presiden Soekarno
didampingi Gubernur Milono dan Residen Tjilik Riwut, melakukan potong
rotan (manetek uei) yakni tali penahan kepala babi (hamer) dengan Mandau
pusaka Dayak menandai dipancangnya tiang pertama pembangunan Kota
Palangka Raya, Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Tiang Kayu Ulin
(tabalien) pun tertancap ke dalam tanah yang disambut dengan tempik sorak
LAHAP oleh Rakyat khalayak peserta upacara. Satu kejadian yang perlu
dicatat pula, bahwa sebelum Presiden memotong rotan, yakni H.S. Tundjan,
Damang Kepala Adat Kampung Pahandut sekaligus salah seorang tokoh
masyarakat Kalimantan Tengah menyampaikan pernyataan kepada Presiden
Soekarno. Inti pernyataan tersebut adalah dukungan sepenuhnya masyarakat
Pahandut terhadap pembangunan Kota Palangka Raya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Pada abad ke-14 Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit memerintah di
Kerajaan Negara Dipa (Amuntai) dengan wilayah mandalanya dari Tanjung
Silat sampai Tanjung Puting dengan daerah-daerah yang disebut Sakai, yaitu
daerah sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan
Amas, Biaju Kecil (Kapuas-Murung), Biaju Besar (Kahayan), Sebangau,
Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang yang kepala daerah-daerah
tersebut disebut Mantri Sakai, sedangkan wilayah Kotawaringin pada masa
itu merupakan kerajaan tersendiri. Selanjutnya Kalimantan Tengah masih
termasuk dalam wilayah Kesultanan Banjar, penerus Negara Dipa.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://malikin90.wordpress.com/sejarah-berdirinya-kalteng/
http://radoolohitah.wordpress.com/sejarah-kalimantan-tengah/
http://rinnymuymuy.wordpress.com/2012/05/04/sejarah-terbentuknya-kalimantantengah/
http://infokalimantan.wordpress.com/2009/05/23/sejarah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Tengah#Sejarah