Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
Acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut (GgGA) sebelumnya
dikenal sebagai istilah acute renal failure atau gagal ginjal akut adalah penurunan
fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Akibatnya terjadi peningkatan metabolit
persenyawaan nitrogen seperti ureum, kreatinin dan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa.1
Manifestasi AKI sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala,
hingga yang sangat berat dengan disertai gagal organ multipel dan keadaan ini
dapat terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit baik yang diruang intensif
ataupun di bangsal biasa, bahkan bisa ditemukan diluar rumah sakit atau pada
populasi umum.1
Angka kejadian AKI sangat bervariasi mulai 5-7% dari semua pasien yang
dirawat di rumah sakit sampai dengan 30- 50% pada pasien-pasien yang dirawat
di ruangan intensive care unit (ICU). Di inggris pada populasi umum Tarig Ali
dkk (2007) dengan menggunakan kriteria RIFFLE melaporkan angka kejadian
AKI sebesar 1.811 kasus/ juta penduduk.1,2,3
Di negara- negara berkembang termasuk juga Indonesia jarang dilaporkan
insiden AKI pada populasi umum, Hal ini karena tidak semua pasien dirujuk ke
rumah sakit. Sedangkan untuk pasien yang dirawat dirumah sakit terutama di ICU
berdasarkan laporan beberapa rumah sakit di Bandung insiden AKI didapatkan
sekitar 34 % .4
Sampai saat ini AKI masih mempunyai angka kematian yang tinggi dan
sering kali tidak terdiagnosis, padahal dengan menggunakan kriteria diagnosis
baru yaitu kriteria RIFFLE menurut Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)
angka kejadian AKI dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin dapat mencegah
terjadinya AKI. Pada pasien yang dirawat dirumah sakit angka kematian AKI
sekitar 30- 50 % dan dapat mencapai 70- 80% pada pasien- pasien yang dirawat di
ruang intensif .4
1

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Alamat
No RM
Ruangan / Kamar
Tanggal Masuk / Pukul
Tanggal pemeriksaan

: Tn. S
: 51 Tahun
: Laki-laki
: Petani
: RT 07 Berlian Jaya Tungkal Jaya
: 772439
: Interne B3 / Kelas III
: 23 Agustus 2014 / 16:00 WIB
: 25 Agustus 2014

2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Tidak bisa BAK sama sekali sejak 1 hari SMRS
2. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Sejak 1 hari sebelum Os dibawa ke RS, os mengeluh tiba-tiba tidak bisa
BAK sama sekali, minum cukup namun tetap tidak bisa BAK, nafas sesak,
mual (+), muntah (-), lemas. Os juga mengeluh pinggang sakit, perut
mules. Riwayat makan jengkol pagi hari sebanyak 1 mangkok dan hampir
setiap hari makan dengan lauk jengkol. Demam (-), sakit kepala (-).
Sebelumnya BAK Os lancar, tidak ada nyeri, tidak pernah keluar batu,
BAB lancar, tidak ada mencret. Tidak ada muntah-muntah sebelumnya. Os
juga tidak pernah mengeluh sakit pinggang sebelumnya dan tidak pernah
mengeluh sesak nafas sebelumnya. Os juga tidak ada mengkonsumsi obatobatan.
Os dibawa ke Rumah Sakit Bratanata dan dirawat. Selama perawatan Os
dilakukan cuci darah sebanyak 1 kali. Setelah di cuci darah keluhan Os
mulai berkurang dan sudah bisa kencing. Selanjutnya Os dirujuk ke RS
Raden Mattaher untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
3.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat sakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
2

Riwayat DM disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal

4. Riwayat penyakit dalam keluarga


Riwayat sakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
5. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Kebiasan merokok (+)
Kebiasaan minum alkohol (-)
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Keadaan sakit
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Tinggi/BB
Status gizi

: Sedang
: Tampak sakit sedang
: Kompos mentis, GCS 15 (E4, M5, V6)
: 150/70 mmHg
: 84 x/menit
: 22 x/menit
: 36,7 C
: TB : 160, BB : 58 kg
:

58
(1,6):

: IMT 22,65 BB normal

Sianosis (-), dispeneu (-), dehidrasi (-), edema umum (-),


Cara berbaring
: Posisi berbaring telentang.
Kulit
:
Warna sawo, hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), pertumbuhan rambut
(+) merata, warna hitam dan tidak mudah dicabut, keringat/kelembapan
normal, turgor baik, ikterus (-), lapisan lemak normal, edema (-)
Kelenjar
:
Pembesaran kelenjar submandibula (-), submental (-), jugularis superior
(-), jugularis interna (-)
Kepala
:
Normochepal, ekspresi muka normal, simetris, nyeri tekan syaraf (-),
deformitas (-)
Mata :

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil
kanan & kiri isokor, d 3 mm,
Telinga :
Tidak ada deformitas, fungsi pendengaran baik, tidak ada sekret, nyeri (-)
Hidung :
Deviasi septum (-), napas cuping hidung (-), rinore (-), pembesaran konka
(-), perdarahan (-), sumbatan (-), fungsi penciuman baik.
Mulut dan faring :
Sariawan (-), tonsil T1-T1, gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil
(-), bau pernapasan khas (-), disfagia (-)
Leher :
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP
kaku kuduk (-)
Paru-paru
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
ketok (-)
- Auskultasi

5-2 cmH2O,

: Simetris, tidak ada gerakan paru yang tertinggal


: Vocal Fremitus, simetris kanan dan kiri, nyeri (-)
: Sonor kanan dan kiri, batas paru hati ICS VI, nyeri
: Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru

wheezing (-/-), ronki (-/-)


Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari ICS VI linea Axillaris anterior
sinistra, intensitas tidak kuat angkat, thrill (-).
- Perkusi : dengan batas:
Kanan

: linea parasternalis dextra

Kiri

: linea axillaris anterior sinistra

Atas

: Linea midclavikularis sinistra

- Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)


Abdomen
-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Supel, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)


: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
: Timpani di kempat kuadran
: Bising usus (+) normal

Ekstremitas
- Superior

: deformitas (-), jari tabuh (-), sianosis (-), edem (-), palmar

eritem (-), gerakan keduanya aktif, reflex fisiologis normal, reflex


patologis tidak ada.
- Inferior

: deformitas (-), sianosis (-), pucat (-), edem (-), gerakan

keduanya aktif, reflex fisiologis normal, reflex patologis tidak ada.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Penunjang di Rumah Sakit Raden Mattaher
1. Hematologi rutin
WBC
: 8,3 103/mm3 (3,5-10,0)
MCV : 85
fl
(80-97)
6
3
RBC
: 4,61 10 /mm (3,80-5,80)
MCH : 28
pg (26,5-33,5)
HGB
: 12,9 g/dl (11,0-16,5)
MCHC: 32,9 g/dl (31,5-35,0)
HCT
: 39,2 % (35,0-50,0)
RDW : 13,2 %
(10-15)
PLT
: 274 103/mm3(150-390)
MPV : 6,5 fl
(6,5-11)
PCT
: .178 L % (,100-,500)PDW : 11,4 %
(10-18)
%LYM
%MON
%GRA
# LYM
# MON
#GRA

: 9,2 % (17-48)
: 4,4 L % (4-10)
: 86,4 % (43-76)
: 0,7 L 103/mm3 (1,2-3,2)
: 0,3 L 103/mm3 (0,3-0,8)
: 7,3 H 103/mm3 (1,2-6,8)

2. Faal Ginjal
Ureum : 114,4
Kreatinin : 7,9

GDS : 149

mg/dl

mg/dl (15-39)
mg/dl (L: 0,9-1,3. P: 0,6-1,1)

3. Pemeriksaan Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida
Kalsium

: 125,11
: 4,57
: 91,67
: 0,95

mmol/L (135-148)
mmol/L (3,5-5,3)
mmol/L (98-110)
mmol/L (1,12-1,23)

Hasil Pemeriksaan Penunjang dari RS Bratanata


1. Hematologi rutin
5

HB
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
LED
2. Faal Ginjal
Ureum
Kreatinin

: 14,9 g/gl (11-16)


: 15,1 + 10^9L (4-11)
: 5 10^12/L (4,5-6)
: 45 % (40-54)
: 247 10^g/l (150-450)
: 84,5 fl (80-100)
:29,7 pg ( 26-34)
: 35 g/dl (32-36)
: 13,3 % (11-16)
: 18 + mm/jam (0-10)
: 123 mg/dl (10-50)
: 8,9 mg/dl (0,7-1,3)

1. Waktu Perdarahan dan Waktu Pmebekuan


Waktu Perdarahan
: 1 menit 30 S (1-3 menit)
Waktu Pembekuan
: 4 menit (2-6 menit)
2. Imunologi/Serologi
Anti HCV
HbsAg

: (-)
: (-)

3. Golongan darah
Golongan darah
Rhesus

:A
: (+) Positif

4. Kimia Darah
Kolesterorol
Asam Urat
SGOT
SGPT
Alkali Phosphatase
Total protein
Albumin
Bilirubin Total
Biirubin Direct
Gamma-GT
Calcium
Trigliseride
Bilirubin Indirect
Globulin

: 168 mg/dl (130-200)


: 6,9 mg/dl (3,6-8,2)
: 23 U/L (5-37)
: 17 U/L (5-41)
: 53 U/L (53-128)
: 6,5 g/d (6,6-8,8)
: 3,5 g/dl (3,5-5,2)
:1,25 mg/dl (0,2-1,2)
: 0,3 mg/dl (0-0,3)
: 11 U/L (4-55)
: 8,8 mg/dl (8,4-11,6)
:114 mg/dl (40-150)
: 0,95 mg/dl (0,2-0,7)
: 3 g/dl (2,7-7,2)

5. USG Abdomen
Kesan

: Gambaran pyelonefritis
Hepar, KE pankreas, Lien, aorta , VU normal

2.5 Diagnosis Kerja


Acute Renal Failure e.c Intoksikasi Jengkol
2.6 Diagnosis Banding
1. Episode akut pada gagal ginjal kronik
2. Acute Renal Failure e.c glomerolunefritis akut
3. Nefrolithiasis bilateral
2.7 Pemeriksaan yang Dianjurkan
1) Pemeriksaan faal ginjal ulang
2) Pemeriksaan urinalisis
3) Pemeriksaan elektrolit ulang
4) Pemeriksaan AGD
2.8 Tatalaksana
1. Non-medikamentosa
- Pasang kateter
- Jika sesak O2 kanul 3-4 l/i
2. Medikamentosa
- Infus RL 20 tts/i
Inj. Furosemid 1 x 1 amp; (iv)
Inj. Ceftriaxon1 2 x 1 gr (iv) ST
Three way NaCl 3% dalam 24 jam
- PO :
Natrium Bikarbonat 3 x 2 tab
2.9 Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: Dubia ad bonam

2.10 Follow Up
Tanggal

Perkembangan

Terapi

26 Agustus 2014

27 Agustus 2014

S: Keluhan berkurang, sesak (-),


mual (+)
O:
- KU = Ringan
- Kesadaran = CM
- TD = 140/70 mmHG
- N = 80 x/mnt
- RR = 20 x/mnt
- T = 36,7C
- I/O = 1700/1750
S: (-)
O:
- KU = Ringan
- Kesadaran = CM
- TD = 140/80 mmHG
- N = 80 x/mnt
- RR = 24 x/mnt
- T = 36,6C

Infus RL 20 tts/i
Inj. Furosemid 1x1(iv)
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (iv)
Bic Nat 3x2 tab

Rencana : Cek urium,


kreatinin
dan
elektrolit
ulang, jika masih tinggi HD
ulang
Rencana : Pulang
Terapi oral :
- Natrium Bikarbonat tab 3 x 1
- Furosemid tab 1x1
- Cefadroxil tab 2 x 500 mg

Hasil :
Faal Ginjal
Ureum : 25,1 mg/dl (15-39)
Kreatinin : 0,9 mg/dl (L: 0,91,3. P: 0,6-1,1)
Pemeriksaan Elektrolit
Natrium : 132,89 mmol/L
(135-148)
Kalium : 4,2 mmol/L (3,55,3)
Chlorida : 1,12 mmol/L (98110)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8

2.1 Definisi
Acute kidney injury (AKI) atau Acute renal failure (ARF) merupakan
sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara mendadak
dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk
sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin. 5
2.2 Etiologi
Penyebab AKI secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre renal
(gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post renal (uropati
obstruksi akut)
1. Pre renal
Terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomelurus dan kemudian
diikuti oleh penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Ini dapat disebabkan
oleh :
Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka
-

bakar, diare, asupan kurang, pemakaian diuretik yang berlebihan.


Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark
miokardium, tamponade jantung, dan emboli paru.
Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera dan
pemberian obat antihipertensi
Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses
pembedahan,

penggunaan

obat

anestesi,

obat

penghambat

prostaglandin, sindrom hepatorenal, obstruksi pembuluh darah ginjal,


disebabkan
-

karena

adanya

stenosis

arteri

ginjal,

embolisme,

thrombosis, dan vaskulitis.


Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan
plasenta dan perdarahan postpartum yang biasanya terjadi pada
trimester 3. 6,7

2. Renal
Penyebab AKI renal dibagi antara lain
Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna,
emboli kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik,
9

sindrom uremia hemolitik, krisis ginjal, sclerodema, dan toksemia


-

kehamilan.
Penyakit pada glomerulus, terjadi pada glomerulonephritis.
Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotoksik.6,7

3. Post renal
Penyebab AKI post renal dibagi menjadi dua yaitu
Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal,
striktura bilateral, pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral,
-

nekrosis papiler lateral.


Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura
ureter,kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih
neurogenik. 6,7

Gambar 1. AKI post renal


2.3 Patofisiologi

10

Gambar 2 . Patofisiologi AKI


1. AKI Pre renal
Patofisiologi AKI pre renal menggambarkan reaksi dari fungsi ginjal
yang sebelumnya normal akibat kekurangan cairan. Berkurangnya perfusi ginjal
dan berkurangnya volume efektif arterial akan menimbulkan perangsangan
aktivitas system saraf simpatis dan juga system renin angiotensin aldosterone.
Perangsangan system renin angiotensin aldosterone akan mengakibatkan
peningkatan kadar angiotensin II yang akan menimbulkan vasokontriksi arteriol
aferen glomerulus ginjal. Tetapi efeknya akan meningkatkan hormon-hormon
vasodilator prostaglandin sebagai upaya kontraregulasi. Vasokontriksi pada postglomerulus serta laju filtrasi glomerulus (LFG) agar tetap normal. Beberapa
faktor-faktor gangguan hemodinamik yang akan meningkatkan kadar angiotensin
II, akan merangsang pula system saraf simpatis sehingga terjadi reabsorbsi air dan
garam di tubulus proksimal ginjal. Pada keadaan tersebut terjadi perangsangan

11

sekresi dari hormon-hormon aldosterone dan vasopressin sehingga mengakibatkan


peningkatan reabsorbsi natrium, urea, dan air pada segmen distal dari nefron.
Profil urin yang klasik pada pasien dengan azotemia pre-renal adalah
terdapatnya kadar natrium dalam urin rendah (<20 meq/L), fractional exrection
of natrium rendah (<1), fractional excretion of urea rendah (<35%) dan
osmolaritas urin yang tinggi. Mekanisme regulasi tersebut diatas dapat terganggu
atau tidak dapat lagi dipertahankan apabila pasien GgGA pre-renal mengalami
gangguan hipoperfusi ginjal yang berat atau berlangsung lama.7,8
2. AKI intrinsik
o Acute Tubular Necrosis (ATN)
Diawali oleh fase oliguria yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah
terjadinya gangguan (injury) pada ginjal. Keadaan ini dapat berlangsung dan
berakhir selama 1-2 minggu. Selanjutnya diikuti oleh fase diuresis yang
ditandai dengan bertambahnya volume urin secara progresif dan menandakan
akan terjadi perbaikkan fungsi ginjal. Kelainan sedimen urin pada ATN adalah
terdapatnya sel-sel epitel tubulus, granular cast yang kasar yang disebut
muddy brown cast. 7,8
o ATN Iskemik (Ischemic Referfusion)
Diawali oleh tahap pre-renal yang kemudian diikuti dengan keadaan yang lebih
menonjol yang terjadi akibat hipotensi berkepanjangan serta iskemik ginjal,
disebut sebagai tahap inisiasi (initiation).Tahap ini ditandai oleh kerusakan selsel epitel dan endotel. Tahap inisiasi akan diikuti oleh tahap ekstensi
(ekstension) dimana terjadi bukan hanya gangguan iskemik saja. Tahap ini
akan dimediasi oleh terjadinya kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi
dari jalur-jalur inflamasi. Kemudian tahap ekstensi akan diikuti oleh tahap
pemeliharaan (maintanance) dimana pada keadaan ini sel-sel epitel dan
endotel akan mengalami perbaikan dan redifferentiation sehingga terjadi
perbaikan fungsi ginjal atau fase perbaikan (recovery).7,8
o ATN Nefrotoksik
ATN nefrotoksik dapat disebabkan baik oleh toksin endogen maupun eksogen.
Pada hemolysis intravascular berat atau rhabdomyolisis dapat terjadi ATN
akibat sumbatan dari pigeman heme endogen dari hemoglobin maupun
myoglobin. Toksin eksogen jarang sekali menimbulkan ATN dan biasanya
12

ditimbulkan akibat penggunaan antibiotika golongan aminoglukosida atau


amphotericine, radiokontras, serta obat-obatan khemoterapi.7,8
o ATN yang berhubungan dengan sepsis
Patogenesis AKI sepsis berhubungan dengan faktor-faktor hemodinamik aliran
darah di ginjal. Pada keadaan syok septik terjadi pemeliharaan dari peran
adenosine triphosphate (ATP) sehingga dapat disimpulkan bahwa iskemia atau
kegagalan bioenergik bukanlah penyebab utama dari menurunnya LFG pada
sepsis, tetapi perubahan keadaan hemodinamik inter-renal memang terjadi dan
berperan dalam penurunan fungsi ginjal 7,8
3. AKI Post Renal
AKI post renal merupakan 10% dari keseluruhan AKI. AKI post renal
disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal.8 AKI terjadi akibat
sumbatan dari system traktus urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat
buli-buli dan uretra atau disebut juga sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada
ureter dan pelvis ginjal yang disebut dengan sumbatan tingkat atas. Sifat
sumbatannya dapat total dan akan disertai anuria, atau parsial yang biasanya
tidak memiliki manifestasi klinik. Untuk mengevaluasi keadaan-keadaan
tersebut di atas memerlukan pemeriksaan pencitraan yang spesifik.7,8
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan
aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini
disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi
penurunan aliran darahginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2
dan A-II. Tek a n a n p e l v i s ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai
menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin
menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjalke normal dalam beberapa
minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah
2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran
mediator inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis
interstisial ginjal.7,8
2.4 Klasifikasi

13

Untuk mengatasi beragamnya konsep AKI pakar nefrologi dan intensivis


yang tergabung dalam Acute Dialysis Quality Initiative ( ADQI ) membuat istilah,
definisi baru dan konsensus pengelolaan yang lebih komprehensif berdasarkan
bukti- bukti klinis terpercaya. Pada pertemuan tahun 2002 dikemukakan istilah
Acute Kidney Injuri atau GgGA menggantikan acute renal failure. Kemudian
kelompok ini mendapat apresiasi yang lebih luas lagi sehingga sepakat
membentuk jaringan yang lebih luas disebut Acute Kidney Injury Network
( AKIN ). Perubahan konsep definisi kepada AKI diharapkan dapat mengatasi
kelemahan konsep definisi GGA sebelumnya. Oleh karena itu konsep baru ini
harus disertai kriteria- kriteria diagnosis yang dapat mengklasifikasikan AKI
dalam berbagai kriteria bertanya penyakit. Kriteria yang dibuat disebut kriteria
RIFLE. Kriteria ini dibuat dengan memperhitungkan berbagai faktor yang
mempengaruhi perjalanan penyakit AKI, disebut kriteria RIFLE ( Risk, Injury,
Failure, Loss, End- stage renal failure ). Kriteria RIFLE pertama kali
dipresentasikan pada International Conference on Continous Renal Replacement
Therapies, di Sandiago pada tahun 2003. Kriteria ini kemudian mengalami
perbaikan dan terakhir diajukan oleh Kellum, Bellomo, dan Ronco tahun 2007. 1,6

Tabel 1. Klasifikasi AKI Menurut The Acute Dialysis Quality


Initiative Group

Risk
Trauma

Kriteria Laju Filtrasi Glomelurus


Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali

Kriteria Jumlah Urin


<0,5 ml/kg/jam selama 6

Peningkatan serum kreatinin 2 kali

jam
<0,5 ml/kg/jam selama 12
jam
14

Gagal

Peningkatan serum kreatinin 3 kali <0,5 ml/kg/jam selama 24


atau kreatinin 355 mol/l

jam atau anuria selama 12


jam

Loss

Gagal ginjal akut persisten; kerusakan


total fungsi ginjal selama lebih dari 4

ESRD

minggu
Gagal ginjal terminal lebih dari 3
bulan

Pada dasarnya kriteria RIFLE terdiri atas :


1.

Tiga kriteria yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal


berdasarkan kenaikan kreatinin serum, penurunan LFG, dan penurunan
produksi urin dalam satuan waktu. (R= Risk, I=Injury, F=Failure). Ketiga
kriteria ini diharapkan dapat menegakkan diagnosis AKI secara dini
(sensitivity factors).

2.

Dua kriteria yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal (L=Loss dan


E=End-Stage renal failure). Kedua kriteria ini diharapkan dapat
menentukan secara spesifik prognosis fungsi ginjal selanjutnya (specivity
factors).1,6

Pada tahun 2005 AKIN membuat seditkit modifikasi pada kriteria RIFLE
dengan berbagai pertimbangan salah satunya menghilangkan kriteria L dan E
karena tidak menggambarkan tahapan penyakit tetapi prognosis, dengan demikian
tahapan AKI menurut AKIN adalah:
Tabel 2.Kriteria RIFLE menurut Acute Kidney Injury Network (AKIN)
Tahap
1

Kriteria serum kreatinin


Kriteria Urine Output (UO)
Kenaikan serum kreatini 0,3 UO<0,5 cc/kg/BB selama lebih
mg/dl atau kenaikan 1,5 sampai 2 dari 6 jam

kali kadar sebelumnya


Kenaikan serum kreatinin

sampai 3 kali kadar sebelumnya


dari 12 jam
Kenaikan serum kreatinin 3 kali UO<0,3 cc/kg/BB selama lebih

2 UO<0,5 cc/kg/BB selama lebih

15

kadar sebelumnya, atau serum dari 24 jam atau anuri selama 12


kreatinin

mg/dl

dengan jam

peningkatan akut paling sedikit


sebesar 0,5 mg/dl.
Kriteria yang dibuat oleh AKIN di atas sebenarnya tidak berbeda dengan
kriteria RIFLE. Kriteria RIFLE-R sama dengan tahap 1, kriteria RIFLE-I sama
dengan tahap 2 dan kriteria RIFLE-F sama dengan tahap kriteria RIFLE-L dan E
dihilangkan karena dianggap sebagi prognosis bukan tahapan penyakit.1,6
Tabel 3. Klasifikasi AKI berdasarkan Kriteria RIFLE dan AKIN
(KDIGO)
Tahap
1

Kriteria kreatinin serum (SCr) Kriteria urin output


Kenaikan kreatini serum 1,5-1,9 UO < 0,5 ml/kgBB/jam
kali nilai dasar atau kenaikan selama 6-12 jam

0,3 mg/dL (26,5 mol/L)


Kenaikan kreatinin serum 2-2,9 UO

kali nilai dasar


selama lebih dari 12 jam
Kenaikan kreatinin serum 3 kali UO < 0,3 ml/kgBB/jam
nilai

dasar

ATAU

<0,5

ml/kgBB/jam

kenaikan selama lebih dari 24 jam

kreatinin serum 4 mg/dL (353,6 ATAU anuri selama 12 jam


mol/L)

dengan

peningkatan

akut minimal 0,5 mg/dL (44


mol/L) ATAU inisiasi TPG
ATAU

pasien

<18

tahun,

penurunan LFG menjadi < 35


ml/menit per 1,73

2.5 Manifestasi Klinis 5,9


Gejala klinis yang terjadi pada penderita AKI, yaitu :
a) Penderita tampak sakit dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia) bahkan sampai kejang dan penurunan kesadaran
b) oligouria bila produksi urine > 40 ml/hari
16

c) anuri bila produksi urin < 50 ml/hari


d) nokturia (buang air kecil di malam hari)
e) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)
f) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki
g) Tremor tangan
h) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi
i) Nafas mungkin berbau urin dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik
j) Gejala klinis sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
Tahapan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah
terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam.
Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang
dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari
100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita
mulai

memperlihatkan

keluhan-keluhan

yang

diakibatkan

oleh

penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan


oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu
penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan
biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin,
elektrolit (terutama K dan Na).10
2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih
dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium
ini berlangsung 2 hingga 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada
stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea dan juga
17

disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang


dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang
difiltrasi. Selama stadium dini diuresis, kadar urea darah dapat terus
meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi
produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia
sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis
yang benar.10
3. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan AKI berlangsung sampai satu tahun dan selama
masa itu, produksi urin perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal
membaik secara bertahap, anemia dan fungsi ginjal sedikit demi sedikit
membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan laju
filtrasai glomerulus yang permanen.10

2.6 Penegakkan diagnosis

Gambar 3. Algoritma penegakkan diagnosis AKI


18

Kriteria diagnosis AKI adalah penurunan mendadak fungsi ginjal (dalam


48 jam) yang ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum sebesar 0,3
mg/dl ( 26,4 mol/l) atau kenaikan kadar kreatinin serum lebih dari 1,5 kali (>
50 %) bila dibandingkan dengan kadar sebelumnya atau penurunan urine output
(UO) menjadi kurang dari 0,5 cc/jam selama lebih dari 6 jam.1,6
Diagnosis etiologi ditegakkan untuk membedakan AKI pre renal, renal,
dan post renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui
saat mulainya AKI serta faktor-faktor pencetus yang terjadi. Hal yang harus
diperhatikan dalam menegakkan diagnosis AKI adalah :
1) Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti yang ditujukan
untuk mencari penyebab AKI, misalnya: operasi kardiovaskular, angiografi,
riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran kemih),
riwayat bengkak, riwayat kencing batu.
2) Membedakan gagal ginjal akut dan kronik, misalnya: anemia dan ukuran
ginjal yang kecil menunjukkan keadaan gagal ginjal kronik.
3) Untuk mendiagnosis AKI diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal
berupa kadar ureum, kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus. Pada pasien yang
dirawat, selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan untuk
mengetahui apakah terjadi kehilangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada
gagal ginjal akut yang berat, dengan menurunnya fungsi ginjal maka ekskresi
air dan garam juga berkurang sehingga dapat menimbulkan edema. AKI juga
dapat

menyebabkan

asidosis

metabolik

yang

dikompensasi

dengan

pernapasan kussmaul. Umumnya manifestasi AKI lebih didominasi oleh


faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
4) Evaluasi pasien dengan gangguan ginjal akut. 5,7,9,10.
Tabel 4. Diagnosis klinik AKI dengan etiologi Pre renal
Anamnesis penyakit
Pemeriksaan fisik
Kehilangan volume cairan tubuh
Lemah badan, rasa haus
Melalui dehidrasi, perdarahan, gastro- Hipotensi ortostatik, nadi cepat
intestinal, ginjal, kulit (luka bakar),

dangkal, bibir kering, turgor


19

dll

kurang.
Oligo-anuria
Sesak napas

Penurunan volume efektif


pembuluh darah (cardiac output)
Misal infark miokard, kardiomiopati,

Normotensi atau hipotensi


(tergantung autoregulasi cairan

pericarditis, aritmia, disfungsi katup,

tubuh)
Oligo-anuri

gagal jantung, emboli paru, hipertensi


pulmonal, dll.
Redistribusi cairan
Misal sindroma nefrotik, sirosis

Edema paru
Edema tungkai

hepatis, syok vasodilator, peritonitis,


pangkreatitis, rhabdo-miolisis, obat
vasodilator.
Obtruksi renovaskuler
Misal arteri renalis (stenosis

Biasanya urine output normal.


Bila terjadi oligo-anuri, dapat

intravaskuler,embolus, laserasi

menimbulkan gejala edema paru,


Edema tungkai

thrombus), vena renalis (thrombosis


intravaskuler, infiltrasi tumor)
Vasokontruksi intra-renal primer
Missal NSAID, siklosporin, sindrom
hepatorenal, hipertensi maligna, preeklampsi, scleroderma.

Tabel 5. Diagnosis klinik AKI dengan etiologi renal


Anamnesis penyakit
Tubular Nekrosis akut :
Obat-obatan (aminoglikosida,

Pemeriksaan fisik
Anamnesis sesuai etiologi
Pada nefrotoksik ATN atau

cisplatin, amphotericin B), Iskemia

nefritis intertisial (adanya

(apapun sebabnya), syok septik

konsumsi obat-obatan,

(apapun sebabnya), obstruksi


intratubuler (rhabdominalis,

panas badan (akibat

hemolysis, multiple myeloma, asam

infeksi/sepsis) atau sesak napas

urat, kalsium oksalat), toksin (zat


kontras radiologi, karbon

penggunaan radiokontras)
Pada iskemik ATN : keluhan

(pada gagal jantung)


Pada glomerulonephritis akut

tetraklorid, etilenglikol, logam


20

berat).
Nefritis Intertisial akut
Obat-obatan (penisilin, NSAID,

adanya riwayat demam akibat


-

inhibitor ACE, allopurinol,

infeksi streptokokus, SLE, dll.


Pada hemolysis, adanya riwayat
transfuse

cimetidine, H2 blockers, proton


pump inhibitor, infeksi
(streptokokus, difteri, leptospirosis),

Pemeriksaan fisik
-

Tensi : hipertensi (gagal

jantung, hipertensi akselerasi)


Hipotensi (dehidrasi, syok)
JVP : meningkat (gagal jantung)
Menurun (dehidrasi)
Suhu : demam pada

metabolic (hiperurikemia,
nefrokalsinosis), toksin (etilene
glikol, kalsium oksalat), penyakit
autoimun (SLE, cryoglobulinemia).
Glomerulonefritis Akut
Pasca-infeksi (streptokokus,

bakteria, hepatitis B, HIV, abses


visceral), vaskulitis sistemik (SLE,

Wegeners granulomatous,

sindrom Goodpasture,
Glomerulonefritis membranoproliferative Idiopatik)

purpura (vaskulitis)
Mata : ikterik (sepsis, hepatitis)
Jantung L takikardia, murmur
(gagal jantung), nadi ireguler

poliarteritis nodusa, HenochSchonlein purpura, IgA nefritis,

infeksi/sepsis
Kulit : butterfly rash(SLE),

(infark).
Paru : ronkhi (edema paru
Wegener)
Abdomen : nyeri CVA, asites,
hidronefrosis

Oklusi mikrokapiler/ glomerular


dan nekrosis kortikal akut
Thrombotic thrombocytopenic
purpura, hemolytic uremic
syndrome, disseminated
intravascular coagulation,
cryoglobulinemia, emboli
kolesterol.
Tabel 6. Diagnosis klinik AKI dengan etiologi post-renal
Anamnesis penyakit
Obstruksi ureter

Pemeriksaan fisik
Nyeri kolik abdomen
21

(bilateral/unilateral)
Missal tumor, batu, bekuan darah, dll
Obstruksi kantung kemih atau
uretra
Missal tumor, hipertrofi prostat,

Dysuria, obtruksi urin


Demam
Pembesaran ginjal, vesika urinaria
Pembesaran prostat

neurogenic bladder, prolapse uteri,


batu, bekuan darah, obstruksi kateter
Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI pra renal antara lain adalah gejala haus, penurunan
UO dan berat badan dan perlu dicari apakah berkaitan dengan penggunaan
OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda
hipotensi ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP),
penurunan turgor kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan
hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia
menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki
tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan
zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin,
asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan
tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau
hipertensi maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut
kostovertebra atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal,
atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal
menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi
maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur
menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih
neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan
disfungsi saraf otonom.5,7,9,10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis AKI terdiri dari urinalisis,
kimia darah, pemeriksaan radiologis, dan bila perlu dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal.
22

Pemeriksaan urinalisis sebaiknya dilakukan sebelum pemberian diuretika. Adanya


proteinuria (>3 g/24 jam), eritrosit, silinder eritrosit, dan silinder granular
ditemukan pada glomerulonefritis atau vaskulitis. Bila tidak ditemukan adanya
elemen seluler dan proteinuria maka kemungkinan AKI prerenal dan pascarenal.
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin
(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada
penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel.

Tabel 7. Kelainan analisis urin

Pemeriksaan

penunjang

lain

yang

penting

adalah

p e m e r i k s a n U S G g i n j a l untuk menentukan ukuran ginjal dan untuk


mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsI ginjal sebelum
terapi akut dilakukan pada pasien dengan AKI yang etiologinya tidak
diketahui. Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan v e n a )
d i l a k u k a n j i k a d i d u g a p e n y e b a b n y a adalah penyumbatan pembuluh
darah.Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI.
Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal
akut, maka dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan
mikroskopis) misalnya pada nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada angiografi,
dengan menggunakanmedium kontras dapat menimbulkan komplikasi klinis yang
ditandai dengan peningkatan absolut konsentrasi kreatinin serum setidaknya 0,5

23

mg/dl (44,2 mol/l) atau dengan peningkatan relative setidaknya 25 % dari nilai
dasar. 5,7,9,10

2.7 Tata laksana


Tujuan utama dari pengelolaan AKI adalah mencegah terjadinya
kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah
komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup
sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal
meliputi perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah
diberikan pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal,
mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan
nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi
dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan
pemantauan berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada
pasien dengan kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan
dengan menggunakan diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis
obat harus disesuaikan dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung
magnesium (laksatif dan anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan
untuk mencegah atau mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada
AKI, penderita dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah
protein,natrium dan kalium. 5,9,10,11
Tabel 8. Algoritma tata laksana

24

Terapi konservatif terhadap komplikasi AKI

Terapi pengganti ginjal


Terapi Pengganti Ginjal (TPG) atau Renal Replacement Therapy (RRT)
adalah usaha untuk mengambil alih fungsi ginjal yang telah menurun dengan
menggunakan ginjal buatan (dializer) dengan teknik dialisis atau hemofiltrasi

25

Pasien AKI, terutama yang dalam kondisi kritis dan dirawat di ICU seringkali
disertai dengan berbagai komplikasi berat, seperti gejala-gejala uremi, kelebihan
cairan, gangguan elektrolit, asidosis, atau hiperkatabolik. Pada banyak kasus,
pasien mengalami sepsis dan gagal multi-organ yang memerlukan alat bantu
napas. Kondisi klinik semacam ini memerlukan banyak asupan cairan, obat, atau
nutrisi, padahal pasien juga mengalami keadaan oligo atau anuri, yang membatasi
asupan cairan. Pengelolaan pasien semacam ini tidak lagi dapat dilakukan secara
konservatif (suportif), tetapi sudah membutuhkan terapi penganti ginjal. Strategi
TPG pada pasien AKI dalam kondisi kritis diharapkan dapat mencapai tujuantujuan dibawah ini
a. Mencegah perburukan fungsi ginjal lebih lanjut
b. Membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit dan pemulihan fungsi
ginjal dan fungsi organ lain yang terganggu.
c. Memungkinkan dilakukan tindakan pengobatan yang banyak memerlukan
cairan, misalnya resusitasi cairan, pemberian nutrisi dan obat-obatan.
Berdasarkan tujuan pengobatan, Mehta (2001) membagi TPG pada
pasien AKI yang dirawat di ICU menjadi renal support dan renal replacement.
Perbedaan tujuan pengobatan kedua jenis tindakan TPG dapat dilihat ditabel
berikut ini : 5,9,10
Tabel 9. Tujuan pengobatan TPG
Renal replacement
Tujuan pengobatan
Saat

Renal support

(penganti ginjal )
(pembantu ginjal)
Mengganti
fungsi Membantu ginjal dan

ginjal
organ lain
melakukan Tergantung parameter Tergantung kebutuhan

intervensi
Indikasi dialysis
Dosis dialysis

biokimia
Sempit
Sesuai

individual
Luas
penurunan Sesuai kebutuhan dan

Lamanya pengobatan

fungsi ginjal
Selamanya (rutin)

indikasi
Sementara

(sampai

26

AKI membaik
Indikasi Inisiasi TPG pada AKI
Saat ini belum ada panduan baku berdasarkan evidence based medicine
untuk menentukan inisiasi TPG pada pasien AKI dalam kondisi kritis. Indikasi
untuk memulai dialysis pada pasien AKI, sangat berbeda dengan indikasi pada
pasien gagal ginjal kronik. Kriteria untuk memulai Terapi Penganti Ginjal pada
pasien kritis dengan gangguan ginjal akut : 5,9,10
1. Oliguria (produksi urin<2000 mL/12 jam)
2. Anuria/oliguria berat (output urin <50 mL/12 jam)
3. Hiperkalemia (Kadar potasium>6,5 mmol/L)
4. Asidosis berat pH<7,1
5. Azotemia (urea >30 mmol/liter)
6. Enselofati uremik
7. Perikarditis uremik
8. Neuropati/ miopati uremikum
9. Disnatremia berat (Na > 160 atau >155 mmol/l)
10. Hipertermia/hipotermia
11. Overdosis obat-obatan
Catatan bila didapatkan :

Satu gejala diatas sudah dapat merupakan indikasi untuk inisiasi dialysis

Dua gejala di atas merupakan indikasi untuk segera inisiasi dialysis, dan

Lebih dari dua merupakan indikasi untuk segera inisiasi dialysis,


walaupun kadarnya belum mencapai yang tertera diatas

Terapi Nutrisi
Terapi nutrisi pada penderita AKI harus memperhatikan berbagai faktor:
1.
Mempertimbangkan kelainan metabolisme yang terjadi
2.
Mengurangi akumulasi toksin uremi
3.
Mempertahankan status nutrisi secara optimal . 5,9,10
27

Nutrisi

Kebutuhan

Energi

20-30 kkal/kgBB/hr

Karbohidrat

3-5 (maks 7) g/kgBB/hr

Lemak

0,8-1,2 (maks 1,5) g/kgBB/hr

Protein (asam amino esensial & non-esensial)


Terapi Konservatif

0,6-0,8 (maks 1,0) g/kgBB/hr

TPG dengan CRRT

1,0-1,5 g/kgBB/hr

TPG dengan CRRT dg hiperkatabolisme

Maks 1,7 g/kgBB/hr

2.8 Komplikasi
o

Infeksi

Kelainan kardiovaskuler

Gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hiponatremia)

Sistem saraf (sakit kepala, kepala terasa berputar-putar, hiperspasmia,


koma atau epilepsy).

Sistem pencernaan (mual-muntah, distensi abdomen, perdarahan saluran


cerna)

Sistem darah (Penurunan hemopoietin yang menyebabkan anemia) 5,9,10,11

2.9 Prognosis
Prognosis gagal ginjal akut tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
1.

Penyakit dasarnya
Pada umumnya AKI yang diperoleh dari rumah sakit mempunyai
prognosis yang lebih buruk dibandingkan AKI yang didapat dari
komunitas atau lingkungan

2.

Komplikasi
Komplikasi terutama perdarahan saluran cerna dan penyakit sistem
kardiovaskuler, infeksi sekunder disertai sindrom sepsis

3.

Oligouria > 24 jam

4.

Umur pasien > 50 tahun

5.

Diagnosis dan pengobatan terlambat. 5,9,10


28

Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan


terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal
multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien
dengan AKI yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena
itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan. Prognosis gagal
ginjal akut buruk apabila : 5,9,10
1. Infeksi sekunder disertai sindrom sepsis
2. Gagal ginjal akut disertai gagal multi organ
3. Umur pasien > 50 tahun terutama disertai penyakit sistem kardiovaskuler
4. Program dialisis profilaktik terlambat

BAB IV

29

ANALISIS KASUS
Tn S, laki-laki (51 Tahun), masuk ke RS tanggal 23 Agustus 2014. Os
didiagnosis dengan acute renal failure e.c intoksikasi jengkol berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjnag.
Dari anamnesis didapatkan keluhan tidak bisa BAK sama sekali sejak 1 hari
SMRS, sesak nafas, mual, lemas, riwayat makan jengkol (+), idak ada demam,
BAK sebelumnya lancar atau , tidak ada nyeri, tidak pernah keluar batu, BAB
lancar, tidak ada mencret. Tidak ada muntah-muntah sebelumnya. Os juga tidak
pernah mengeluh sakit pinggang sebelumnya dan tidak pernah mengeluh sesak
nafas sebelumnya. Os juga tidak ada mengkonsumsi obat-obatan. Riwayat pernah
sakit yang sama sebelumnya, riwayat hipertensi disangkal, riwayat DM disangkal,
riwayat sakit jantung disangkal.
Keluhan Os tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS ini menunjukkan suatu
keadaan anuria dimana tiada ada urin akibat produksi urin tidak ada. Anuria dapat
disebabkan oleh obtruksi komplit saluran kemih bilateral, oklusi arteri renalis,
trombosis vena renalis, nekrosis korteks ginjal berat, syok, obat-obatan (NSAID
dan ACEI inhibitor).
Pada kasus ini, anuria disebabkan oleh adanya obstruksi intrarenal akibat
deposisi kristal asam jengkol pada ginjal. Hal ini menyebabkan penyumbatan
mekanis. Asam jengkol terdapat dalam ultrafiltrat, mudah sekali menghablur
menjadi kristal oleh karena tidak terdapat lagi protein yang membuatnya lebih
larut seperti terjadi di dalam darah. Apalagi di dalam perjalanan selanjutnya
terjadi penyerapan kembali sejumlah air oleh lengkung henle. Semua hal ini
menyebabkan asam jengkol mencapai titik kejenuhan dan mengendap sebagai
kristal-kristal berbentuk jarum-jarum yang tajam. Penyumbatan ini menimbulkan
gejala anuria (tidak keluar kencing).
Selain itu Os juga mengeluh tiba-tiba sesak nafas, mual (+), lemas. Keluhan
sesak nafas, mual, lemas pada gagal ginjal menunjukkan sindrom uremia akut.
Terjadi akibat gangguan kemampuan ginjal untuk mensekresikan H + yang akan
mengakibatkan asidosis sistemik disertai penurunan kadar bikarbonat (HCO3-) dan
pH plasma. Kadar HCO3- menurun karena digunakan untuk mendapatkan H+.
30

Untuk mengatasinya tubuh melakukan kompensasi berupa meningkatkan eksresi


karbondioksida sehingga mengurangi keparahan asidosis.
Penyebab gagal ginjal harus ditentukan (pre renal, renal post renal). Dari
anamnesis didapatkan adanya riwayat makan jengkol

pagi hari sebanyak 1

mangkok dan hampir setiap hari makan dengan lauk jengkol. Penyebab gagal
ginjal lain disangkal Hal ini mengarahkan gagal ginjal yang dialami Os
disebabkan oleh intoksiskasi jengkol yang merupakan penyebab gagal ginjal
akibat obstruksi intrarenal .
Disamping itu anamnesis riwayat penyakit sebelumnya dapat memperkuat
suatu gagal ginjal akut karena Os belum pernah sakit yang sama sebelumnya,
riwayat hipertensi disangkal, riwayat DM disangkal, riwayat sakit jantung
disangkal yang dapat menyingkirkan suatu penyakit ginjal kronik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah meningkat, nadi,
pernapasan dan suhu dalam batas normal. Hal ini dikarenkan pemeriksaan fisik
dilakukan pada saat pasien dirawat di RS Raden Mattaher, sedangkan pertama kali
Os datang dengan keluhan diatas, Os dibawa ke RS Bratanata dan telah dilakukan
terapi untuk mengatasi keluhan pasien.
Dari pemeriksaan penunjang yang didapatkan darah rutin dalam batas
normal, ureum dan kreatinin meningkat (Ureum 123 mg/dl, Kreatinin 8,9 mg/dl di
RS Bratanata dan ureum 114,4 mg/dl dan Kreatinin 7,9 di RS Raden Mattaher)
dan pemeriksaan elektrolit didapatkan hiponatremi (125,11 mmol/L).
Kadar Hb yang normal dari hasil pemeriksaan penunjang dapat membantuk
menyingkirkan suatu gagal ginjal kronik dimana pada gagal ginjal akut belum
terjadi gangguan dalam produksi eritropoetin yang berguna dalam proses
pembentukan sel darah merah (eritropoesis).
Hasil ureum dan kreatinin pada kasus ini dapat membantu mengkategorikan
pasien berdasarkan klasifikasi menurut AKIN dan RIFLE. Pada kasus ini
berdasarkan klasifikasi AKIN sudah masuk dalam kategori gagal dimana sudah
terjadi peningkatan serum kreatinin 3 kali atau kreatinin

4 mg/dl atau

berdasarkan kritera jumlah urin didapatkan <0,5 ml/kg/jam selama 24 jam atau
anuria selama 12 jam.
Berdarakan klasifikasi RIFLE, pada kasus ini termasuk dalam tahap 3 yaitu
kenaikan kreatinin serum 3 kali nilai dasar atau penurunan GFR 75 % atau nilai

31

absolut kreatinin 4 mg dengan dengan peningkatan mendadak minimal 0,5 mg


atau anuri selama 12 jam.
Ureum
Kreatinin

: 123 mg/dl (10-50)


: 8,9 mg/dl (0,9-1,3) meningkat 7 kali

GFR = (140 51) x 58

= 8,0 mL/menit/1,73 m2

72 x 8,9

Ureum : 114,4 mg/dl


(15-39)
Kreatinin : 7,9
mg/dl (L: 0,9-1,3. P: 0,6-1,1) mingkat 6 kali
Disamping itu, pada pasien ini terjadi hiponatremia. Hiponatremi dapat
2
GFR =karena
(140 51)
x 58 =yaitu,
9,0 mL/menit
1,73 makibat
terjadi
3 mekanis
hiponatremi
faktor intrarenal seperti
72 x 7,9

turunnya GFR dan meningkatnya reabsorbsi natrium dan air di tubulus proksimal
yang diikuti penurunan reabsorbsi di tubulus distal yang menyebabkan
pengenceran di segmen-segmen nefron. Kedua, adalah hasil dari adanya defek
transportassi dari NaCL keluar dari segmen-segmen dari nefron pada thick
ascending limb of Henle, ketiga adalah rangsangan sekresi vasopresin oleh
mekanisme nonosmotik meskipun terdapat keadaan hipoosmolalitas. Hiponatremi
pada pasien ini kemungkinan dapat terjadi akibat gangguan reabsorbsi tubulus
yang menyebabkan peningkatan eksresi terhadap elektrolit.
Os dibawa ke Rumah Sakit Bratanata dan dirawat. Selama perawatan Os
dilakukan cuci darah sebanyak 1 kali. Setelah di cuci darah keluhan Os mulai
berkurang dan sudah bisa kencing.
Tindakan cuci darah yang dilakukan kepada Os dilakukan karena
memenuhi kriteria untuk dilakukan cuci darah yaitu anuria dan GFR < 15 yang
menunjukkan kebutuhkan pasien terhadap hemodialisis.
Diagnosis banding dari keluhan yang dialami Os adalah episode akut pada
gagal ginjal kronik, nefrolithiasis bilateral, glomerolunefritis akut.
Pada pasien dengan gagal ginjal kronik dapat mengalami serangan akut
yang dapat terjadi akibat stress seperti infeksi atau kehilangan cairan akibat
muntah dan diare pada pasien gagal ginjal kronik karena cadangan ginjal yang
sedikit. Kriteria menegakkan gagal ginjala kronik berupa :
Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih berupa kelainan
struktur /fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan LFG berdasarkan kelainan

32

patologik petanda kerusakan ginjal termasuk pada komposisi darah/ruin/


-

kelainan pada pemeriksaan pencitraan.


LFG < 60 ml.menit/ 1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
Berdasarkan kriteria tersebut pasien ini tidak masuk dalam kategori gagal

ginjal kronik karena kerusakan ginjal terjadi akut yaitu 1 hari. Disamping itu pada
pasien ini tidak ada riwayat penyakit sistemik (DM, hipertensi, gejala ginjal lama,
kelainan laboratorium fungsi ginjal yang lama).
Pada nefrolitiasis bilateral dapat menyebabkan keadaan anuria. Untuk
menyingkirkan diagnosis ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG ginjal.
Glomerulonefritis merupakan penyakit akibat suatu reaksi imunologis pada
ginjal. Glomerulonefritis akut dapat merupakan penyebab terjadi gagal ginjal
akut. Dalam menegakkan diagnosis glomerolonefritis berdasarkan keluhan yaitu
proteinuria, hematuria, penurunan fungsi ginjal, dan perubahan ekskresi garam
dengan akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi. Informasi riwayat
dalam keluarga, penggunaan obat antiinflamasi non steorid, imunosupresif seperti
siklosforin,

riwayat

infeksi

streptokokus

diperulakn

untuk

menelusuri

kemungkinan glomerulonefritis,. Pemeriksaan gold standar pada glomerulonefritis


adalah pemeriksaan biopsi ginjal.
Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien berupa :
1) Pemeriksaan faal ginjal ulang : untuk mengetahui perkembangan fungsi ginjal
dan efek terapi yang diberikan
2) Pemeriksaan urinalisis : untuk mengetahui adanya proteinuria, hematuria
mikroskopis
3) Pemeriksaan

elektrolit

ulang : untuk

mengetahui

adanya

gangguan

keseimbangan elektrolit dan efek terpai yang diberikan


4) Pemeriksaan AGD : untuk mengetahui gangguan kesimbangan asam basa,
Dalam tatalaksana gagal ginjal akut, tujuan utama adalah mencegah
terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi,
mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap
hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan . Penatalaksanaan gagal ginjal
meliputi perbaikan faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah
diberikan pada pasien, mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal,
mengevaluasi jumlah urin, mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan
33

nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi
dialisis sebelum timbul komplikasi, dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
Pada pasien ini terapi yang diberikan kepada Os yaitu non-medikamentosa
berupa :
1. Non-medikamentosa
- Kateter untuk memonitor urin output
- O2 kanul 3-4 l/i diberikan jika pasien sesak untuk meningkatkan suplai O2
1. Medikamentosa
- Infus RL 20 tts/i
- Inj. Furosemid 1 x 1 amp; (iv)
Furosemid merupakan obat golongan diuretik loop diuretik yang bekerja
dengan menghambat co transpror Na, K, Cl dari membaran lumen pada pars
asendens loop henle. Pemberian furosemid pada gagal ginjal akut untuk
mendapatkan efek diuretik yang kuat. Pemberiaan furosemid secara rutin
diperlukan pada gagal ginjal akut untuk mempertahankan urin output.
- Inj. Ceftriaxon1 2 x 1 gr (iv)
Pemberian antibiotik pada gagal ginjal akut dapat diberikan untuk mencegah
infeksi.
- Three way NaCl 3% dalam 24 jam
Pemberian NaCl 3% pada pasien ini diberikan untuk mengatasi hiponatremi.
Koreksi Hiponatremi
Na. Deficit = 0,6 x BB (kg) x (140 Na Serum)
= 0,6 x 58 x (140-125, 11)
= 34,8 x 14,89 = 518.172 mEq
Dalam 1 kolf NaCl 3 % mengandung 513 mEq
Pemberian NaCl 3% dengan dosis 1 mL/kgbb diharapkan dapat
meningkatkan kadar Natrium sekitar 1,6 mEq/L.
Kenaikan kadar natrium serum idealnya tidak melebihi 1 mEq/jam
NaCl 3% 1 mEq = 2 cc
- Natrium Bikarbonat 3 x 2 tab
Diberikan untuk mengatasi asidosis metabolik.
Sediaan tablet : 325 mg, 500mg.
1 gram Natrium bikarbonat mengandung 11,9 mEq (mmol)
Dosis : 50-100 mmol
Setelah diberikan terapi, Os dilakukan pengecekan ulang faal ginjal dan ureum,
kreatinin, didapatkan hasil faal ginjal normal dan pemeriksaan elektrolit
didapatkan hasil dalam batas normal.
Ureum : 25,1 mg/dl (15-39)
Kreatinin : 0,9 mg/dl (L: 0,9-1,3. P: 0,6-1,1) Normal
GFR = (140 51) x 58

= 7,6 mL/menit/1,73 m2

72 x 0,9

34

Prognosis penyakit Tn S adalah ad bonam karena bersifat reversibel dimana


dengan penanganan yang tepat ginjal dapat kembali berfungsi dengan normal.

BAB V
KESIMPULAN
1. Acute kidney injury atau gangguan ginjal akut (GgGA) yang sebelumnya
disebut gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal mendadak, dalam
beberapa jam sampai beberapa hari, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai terjadinya
gangguan keseimbangan cairan ataupun elektrolit.
2. AKI dapat dibagi menjadi 3 yaitu sebelum ginjal (pre renal), di dalam ginjal
(renal/ intrinsik) dan setelah ginjal ( post renal ).
3. Gejala klinis pada gangguan ginjal akut adalah oligouri bila produksi urine >
40 ml/hari, anuri bila produksi urine < 50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari
tetapi kemampuan konsentrasi terganggu.
4. Tujuan utama dari pengelolaan AKI adalah mencegah terjadinya kerusakan
ginjal,

mempertahankan

hemostasis,

melakukan

resusitasi,

mencegah

komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup


sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.
5. Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis
metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada
keadaan hiperkatabolik. dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,
yang dapat menimbulkan keadaan gawat.
6. Mortalitas akibat AKI bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal.
Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya
infeksi yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan
memperburuk.
35

DAFTAR PUSTAKA
1. Roesly RMA. Definisi dan Klasifikasi Gangguan Ginjal Akut. Dalam buku
Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat
Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan
Sadikin. Bandung. 2008: 12-20.
2. Devarajan P. Emerging Biomarker for Acute Kidney Injury. Contributors to
Nefrology 2007;156:203-12.
3. Devarajan P. Novel Biomarker for the Early Prediction of Acute Kidney Injury.
Cancer Therapy 2005;3:477-488.
4. Roesly RMA. Epidemiologi Gangguan Ginjal Akut. Dalam buku Diagnosis
dan Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat
Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan
Sadikin. Bandung. 2008: 28-40.
5. Markum HMS. Gagal Ginjal Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor: Sudoyo AW et al. jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006: 585-9.
6. Kellum JA, Bellomo R, Ronco C. The Concept of Acute Kidney Injury and the
Riffle Criteria. In:Acute Kidney Injury. Ed: Ronco C, Kellum JA, Bellomo R. S
Karger AG. Switzerland. 2007 : 10-6.
7. Roesly RMA. Diagnosis klinik & Etiologi Gangguan Ginjal Akut. Dalam buku
Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat
Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan
Sadikin. Bandung. 2008: 42-66.
8. Gondadiputra R. Patofisiologi Gangguan Ginjal Akut(GgGA). Dalam buku
Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat
36

Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan


Sadikin. Bandung. 2008: 68-78.
9. Sinto R, Nainggolan G. Acute Kidney Injury. Pendekatan Klinis dan Tata
Laksana. Majalah Kedokteran Indonesia. : 2010;60: 2.
10. Asdie A. Gagal ginjal akut. Harison prinsip- prinsip ilmu penyakit dalam vol
3 edisi 13. EGC. Jakarta. 2000 : 1425-1435.
11. Davey P. Gagal Ginjal Akut dalam At a Glance Medicine. 1 st ed. Penerbit
Erlangga Medical Series. Jakarta. 2006: 256-257.

37

Anda mungkin juga menyukai