SKRIPSI
Oleh:
ZUHRI RAMADHAN
NIM. 1007101190026
1007101190026
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LATIHAN FISIK DENGAN
MOTIVASI MELAKUKAN LATIHAN FISIK PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS TIPE II DI POLIKLINIK ENDOKRIN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2012
ABSTRAK
Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme (metabolic syndrome) dari
distribusi gula oleh tubuh. Usaha untuk menjaga agar gula darah tetap mendekati
normal juga tergantung dari motivasi serta pengetahuan penderita mengenai
penyakitnya. Latihan fisik pada pasien diabetes melitus memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah. Tujuan penelitian untuk
mengetahui hubungan pengetahuan tentang latihan fisik dengan motivasi melakukan
latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif korelatif dengan desain cross sectional study, pada 70 orang sampel. Analisa
data menggunakan uji chi-square, menggunakan software komputer. Hasil analisa data
didapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik dengan
motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II (p-value = 0,004).
Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik
dengan motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di
Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Diharapkan kepada pasien agar dapat mencari tahu lebih banyak tentang latihan fisik
pada diabetes mellitus dan nantinya akan meningkatkan motivasi untuk melakukan
latihan fisik. Sedangkan bagi perawat diharapkan dapat terus memberikan informasi
terkait pentingnya latihan fisik bagi pasien diabetes mellitus sehingga akan
meningkatkan motivasi dalam melakukan latihan fisik.
Kata Kunci
Daftar bacaan
KATA PENGANTAR
2. Ibu Ns. Darmawati, M.Kep, Sp. Mat selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
3. Bapak T. Samsul Alam, SKM., MNSc selaku Koordinator Proposal penelitian
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh.
4. Ibu Ns. Cut Husna, MNS dan Bapak Teuku Samsul Bahri, S. Kp., MNSc selaku
penguji I dan penguji II yang telah memberi kritik dan saran yang konstruktif
demi kesempurnaan proposal penelitian ini.
5. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Unsyiah yang telah membantu dan memudahkan penulis
dalam menyusun proposal penelitian ini.
6. Yang tercinta Ayahanda, Ibunda, serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan
serta memberikan semangat dan dukungan baik moril maupun materil dalam
penyusunan proposal penelitian ini.
Akhir kata hanya Tuhan jualah pemilik segala kesempurnaan, penulis berharap
semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi dunia keperawatan
pada umumnya. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Banda Aceh
Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
ABSTRAK .....................................................................................................
vi
BAB I
A.
B.
C.
D.
BAB II
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah .................................................................
Rumusan Masalah ..........................................................................
Tujuan Penelitian ............................................................................
Manfaat Penelitian ..........................................................................
1
5
5
6
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
7
7
8
10
11
18
19
20
20
22
24
24
26
32
34
35
36
36
38
38
39
39
44
45
45
48
59
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Rekomendasi .................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN
70
71
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Halaman
37
DAFTAR SKEMA
Gambar 3.1
Halaman
Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Anggaran Biaya
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Kuesioner Penelitian
Lampiran 6
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan adalah hasil `tahu`, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera
manusia, nyakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan
sikap positif, akan berlangsung langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007, p.144)
Tingginya pengetahuan seseorang tanpa adanya motivasi untuk berperilaku sehat
sampai usia senja membuat seseorang akan mengalami berbagai masalah kesehatan.
Menurut Najati yang dikutip dalam (Shaleh, 2004, p.132) motivasi adalah kekuatan
penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan
tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup atau perilaku yang tidak
sehat adalah penyakit Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan
metabolisme (metabolic syndrome) dari distribusi gula oleh tubuh. Penderita Diabetes
tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tak mampu
menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula didalam darah.
Kelebihan gula yang kronis di dalam darah (hiperglikemia) ini menjadi racun bagi tubuh
(VitaHealth: 2004, p.13).
Rubenstein (2005, p.177), mengatakan bahwa dua sindrom klinis utama yang
disebut Diabetes adalah tipe 1 dan tipe 2, hanya sedikit memiliki kesamaan selain
peningkatan kadar gula darah dan akibat langsung jangka panjang dari keadaan tersebut.
Diabetes Mellitus tipe I (Diabetes Mellitus yang tergantung insulin (Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus/IDDM) adalah gangguan autoimun dimana terjadi penghancuran selsel pangkreas penghasil insulin. Pasien biasanya berusia dibawah 30 tahun,
mengalami onset akut penyakit ini, tergantung pada terapi insulin, dan cenderung lebih
mudah mengalami ketosis.
Diabetes Mellitus tipe II adalah bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada
Diabetes khasnya menderita obesitas, dewasa dengan usia lebih tua dengan gejala
ringan sehingga penegakan diagnosis bisa saja baru dilakukan pada stadium penyakit
yang sudah lanjut, seringkali setelah ditemukannya komplikasi seperti retinopati atau
penyakit kardiovaskuler. Insensitivitas jaringan terhadap insulin (resistensi insulin) dan
tidak adekuatnya respon sel pankreas terhadap glukosa plasma yang khas,
menyebabkan produksi glukosa hati berlebihan dan penggunaannnya yang terlalu
rendah oleh jaringan (Rubenstein: 2005, p.177).
Diabetes Mellitus termasuk penyakit yang belum dapat disembuhkan secara
total. Yang mungkin dilakukan adalah mengontrolnya agar penderitanya dapat
mempertahankan kualitas hidupnya. Usaha pengendalian Diabetes adalah dengan
mengupayakan agar kadar gula darah menjadi normal sekitar 60-120 mg/dl, yang ideal
ukurannya adalah 80-109 mg/dl pada waktu puasa sebelum test darah dan 110-159 pada
dua jam setelah makan. Kuncinya adalah dengan pangaturan makanan (diet), latihan
Usaha untuk menjaga agar gula darah tetap mendekati normal juga tergantung
dari motivasi serta pengetahuan penderita mengenai penyakitnya. Pengetahuan
seseorang erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya, karena dengan
pengetahuan tersebut penderita memiliki alasan dan landasan untuk menentukan suatu
pilihan (Ambarwati, 2009).
Untuk penatalaksanaan DM sebaiknya menggunakan latihan fisik dan disertai
dengan mengatur pola makan. Walaupun manfaat dari latihan fisik masih ditentukan
oleh tipe penyakit DM. Menurut Dalimartha (2005, p.30), salah satu bentuk pengelolaan
penyakit diabetes mellitus yang lain adalah melakukan latihan fisik. Dengan melakukan
latihan secara teratur dan berkesinambungan diharapkan kadar glukosa darah akan
menurun.
Lebih lanjut Soegondo (1995) dalam Indriyani, Supriyatno, dan Santoso (2004 )
mengatakan bahwa latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan
fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara
langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan latihan fisik
dapat menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi,
menurunkan LDL dan meningkatkan HDL sehingga mencegah penyakit jantung
koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan teratur.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriyani, dkk, (2004), menunjukkan
bahwa sebelum melakukan latihan fisik rata-rata kadar gula darah responden adalah
240,27 mg% dengan standar deviasi 11,56 mg%. Faktor pencetus peningkatan kadar
gula darah ini akibat dari gaya hidup yang salah dan kurangnya aktivitas. Selain itu
sedikit dari mereka yang mengetahui dan mempunyai motivasi untuk melakukan latihan
fisik pada penderita DM seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2003)
menyatakan bahwa motivasi yang mendasari responden untuk melakukan latihan fisik
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi harapan agar
normal kadar gula darahnya, sikap yang ditunjukan dengan niat untuk melakukan olah
raga dan faktor eksternal meliputi pengetahuan yang ditunjang dari banyaknya
informasi melalui media dan dukungan dari keluarga.
Menurut laporan World Health Organization (WHO), jumlah penderita DM di
dunia pada tahun 1987 30 juta. Menyusul kemudian, laporan WHO November 1993,
ternyata jumlah penderita DM di dunia meningkat tajam menjadi 100 juta lebih dengan
prevalensi sebesar 6%. Laporan terakhir oleh McCarty et al, 1994: jumlah penderita DM
di dunia menjadi 110,4 juta, tahun 2000 meningkat 1,5 kali lipat ( 175,4 juta), tahun
2010 menjadi 2 kali lipat (239,3 juta), dan hingga tahun 2020 diperkirakan menjadi
300 juta. (Tjokokroprawiro, 2007, p.30).
Berdasarkan sebuah studi populasi yang dilakukan oleh WHO tahun 2005
menemukan bahwa jumlah pengidap diabetes tipe II di Indonesia mencapai peringkat
ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Di Indonesia penderita DM terhitung
mencapai 8,6 juta orang (Mahendra, 2008, p.32)
Jumlah penderita diabetes mellitus yang didapatkan dari data Medical Record
BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2011 mencapai 727 pasien,
dengan tipe I sebanyak 84 pasien (11,5% ), dan tipe II sebanyak 643 pasien (88,5%).
Kemudian pada triwulan pertama Tahun 2012, jumlah pasien Diabetes Mellitus
mencapai 238 pasien, dengan tipe I berjumlah 8 pasien dan tipe II berjumlah 230 pasien
(Medical Record BLUD RSUZA Banda Aceh, 2012).
Hasil wawancara awal yang dilakukan pada terhadap 5 orang saat pengambilan
data awal yang berobat ke Poliklinik Endokrin BLUD RSUZA Banda Aceh, didapatkan
bahwa hanya 1 orang yang rutin melakukan olahraga sebanyak 3 kali perminggu, dan 4
orang lainnya mengatakan jarang melakukan olahraga, hanya aktivitas di rumah saja.
Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan Tentang Latihan Fisik Dengan
Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas peneliti membatasi dan merumuskan masalah
penelitian adalah sebagai berikut Apakah Ada Hubungan Antara Pengetahuan Tentang
Latihan Fisik Dengan Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe II di Poliklinik Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Latihan Fisik dengan Motivasi
dalam melakukan Latihan Fisik pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik
Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Mamfaat Latihan Fisik
dengan motivasi dalam melakukan latihan fisik pada pasien Diabetes Mellitus
Tipe II di Poliklinik Endokrin.
b. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Prinsip Latihan Fisik dengan
Motivasi dalam melakukan Latihan Fisik pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II
di Poliklinik Endokrin.
c. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan tentang Latihan Fisik yang tidak
dianjurkan dengan Motivasi dalam melakukan Latihan Fisik pada pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin
D. MAMFAAT PENELITIAN
1. Bagi Pasien
Sebagai motivasi bagi pasien diabetes mellitus dalam melakukan latihan fisik di Poli
Endokrin.
2. Bagi Tenaga Keperawatan
Untuk meningkatkan wawasan tentang pelayanan keperawatan khususnya latihan
fisik pada pasien diabetes mellitus untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan
secara profesional
3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Khususnya BLUD RSUZA Banda Aceh, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan khususnya dalam memberikan
penyuluhan tentang pentingnya latihan fisik untuk meningkatkan motivasi pada
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2. Proses Pengetahuan
Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007, p.144) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, nyakni:
1. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul
3. Evaluation (Menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, di mana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
3. Tingkatan Pengetahuan
Notoatmodjo (2007, p.145) mengatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh karena itu, `tahu` ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan,
dan
sebagainya.
Contoh:
dapat
menyebutkan
tanda-tanda
2. Teori Motivasi
Menurut Siagian (2004, p.145;185), beberapa teori motivasi yang dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Teori Kebutuhan
1) Teori Kebutuhan Sebagai Hirarkhi
Teori ini dikembangkan oleh Maslow yang mengatakan bahwa
kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarkhi kebutuhan,
yaitu:
a) Kebutuhan fisiologis
Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhankebutuhan pokok dari manusia seperti sandang, pangan dan perumahan.
Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar
bukan saja karena setiap orang membutuhkannya secara terus menerus
sejak lahir hingga ajalnya. Akan tetapi juga karena tanpa pemuasan
berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup
secara normal.
Teori
ini
dikembangkan
oleh
Douglas
McGregor
yang
Teori ini dikemukakan oleh David Mcleland. Inti dari teori ini terletak
pada pendapat yang mengatakan bahwa pemahaman tentang motivasi akan
semakin mendalam apabila disadari bahwa setiap orang mempunyai tiga
jenis kebutuhan, yaitu: Need for Achievement, Need for Power, dan
Need for Affiliation. Lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Need for Achievement
Setiap orang ingin dipandang sebagai orang yang berhasil dalam
hidupnya. Keberhasilan itu bahkan mencakup seluruh segi kehidupan
dan penghidupan seseorang.
b) Need for Power
Menurut teori ini, kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri pada
keinginan untuk mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Penelitian
dan pengalaman memang menunjukkan bahwa setiap orang ingin
berpengaruh terhadap orang lain dengan siapa ia melakukan interaksi.
c) Need for Affiliation
Kebutuhan ini
d. Teori Penguatan
Para penganut teori penguatan melihat perilaku seseorang sebagai akibat
f. Teori Harapan
Inti teori ini terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa kuatnya
kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada
kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu
dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan.
merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula dalam darah
atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam
darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Lebih lanjut Tjokoprawiro, (2007, p.32) mengatakan bahwa Diabetes Mellitus
adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari kurangnya
insulin efektif baik oleh karena adanya disfungsi sel beta pankreas atau ambilan
glukosa di jaringan perifer, atau keduanya (pada DM-Tipe 2), atau kurangnya
insulin absolut (pada DM-Tipe 1), dengan tanda-tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan gejala-gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan
berat badan), dan atau pun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala.
Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada
metabolisme lemak dan protein.
2. Klasifikasi
Menurut Underwood (1999, p.538) bahwa dua tipe utama Diabetes Mellitus
diberi batasan yang tergantung pada penetapan klinikal dimana keadaan ini terjadi.
Penelitian terhadap patogenesis penyakit telah memperkuat klasifikasi ini,
sebagaimana halnya kedua tipe tersebut mempunyai patogenesis yang berbeda.
Disamping itu, diabetes kadang-kadang timbul sebagai konsekuensi sekunder dari
penyakit lain.
a. Tipe 1 (juvenile-onset, insulin-dependent diabetes)
Diabetes mellitus tipe I (disebut juga juvenile-onset, atau insulin-dependent
diabetes)
khas
timbul
pada
masa
kanak-kanak.
Penderita
biasanya
3. Penyebab
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tergantung
Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau langerhans akibat proses
sebagai berikut:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Gejala dari penyakit ini adalah keadaan yang ditimpakan akibat kadar
glukosa darah yang tinggi yang biasa dijuluki dengan hiperglikemia. Orang yang
mengalami hiperglikemi akan merasa lapar dan haus terus menerus. Karena
minum banyak, otomatis kencing juga akan banyak. Akan terjadi penurunan
berat badan meskipun makannya banyak. Merasa selalu lelah dan lemas tak
berenergi. Gejala yang lain, mata kabur dan nyeri hebat di daerah lambung.
Gejala permulaan ini kadangkala sukar ditemui pada penderita, terutama
jika mereka masih dalam usia muda (anak-anak). Karena penderitanya biasanya
anak-anak dan remaja, mereka terdiagnosa DM tipe I ini karena dibawa ke
dokter akibat menderita dehidrasi berat, ketoasidosis diabetik (adanya keton,
suatu zat racun yang membuat darah menjadi asam), atau karena koma
diabetikum.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Berbeda dengan tipe I, DM tipe II ini mempunyai gejala yang perlahanlahan bahkan tidak disadari hingga secara tidak sengaja diperiksa kadar gula
darah, misalnya proses rekruitment atau medical check up. Gejala yang mungkin
timbul pada awal menderita hiperglikemia adalah: cepat lelah, kondisi tidak fit/
merasa sakit, sering kencing, cepat haus, lapar terus, dan lain-lain. Jika glukosa
darah sudah tumpah ke air seni/kencing, biasanya bekas air seni yang tidak
disiram akan bersemut.
Gejala yang lain yang bisa menyertai adalah penurunan berat badan
yang tiba-tiba, peningkatan nafsu makan, dan pandangan kabur. Juga jika
mengalami luka baik di kulit maupun di mulut maka proses penyembuhannya
menjadi sukar/lama. Sering mendapat infeksi saluran kencing adalah tanda yang
membawa penderita berobat ke dokter. Khususnya pada pada kelamin wanita
bisa terjadi gatal-gatal hingga keputihan.
5. Patofisiologi
a. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tingi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
disekresikan kedalam urin, ekresi inin akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi indulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insuli pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Bagi
semua
penderita
diabetes,
perencanaan
makan
harus
Diabetes
Amerika
dan
Persatuan
Diabetik
Amerika
dan 12% hingga 20% lainnya dari protein. Rekomendasi ini juga konsisten
dengan rekomendasi dari The American Heart Association dan American
Cancer Society.
b. Latihan fisik
1) Pengertian
Latihan fisik sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi factor
risiko kardiovaskuler. Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam
urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin
memperlihatkan hasil negative dan kadar glukosa darah mendekati normal.
Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi
glucagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormone ini
membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar
glukosa darah (Smeltzer, 2001, p.1226),
Dalimartha, (2005, p.30) menambahkan bahwa dengan melakukan
latihan teratur dan berkesinambungan diharapkan kadar glukosa darah akan
menurun. Namun, tidak semua penderita dapat melakukan aktivitas fisik
tanpa risiko. Hanya penderita DM Tipe II yang dapat melakukannya dengan
aman, terutama penderita DM tipe II yang ringan atau sedang.
Selanjutnya Dalimartha, (2005, p.31) mengatakan bahwa untuk
mengetahui berapa denyut nadi yang diperbolehkan selama latihan, dapat
dihitung melalui rumus sebagai berikut: Denyut nadi maksinal = 220 umur.
Adapun target zone/zone latihan ialah 70-85% dari denyut nadi maksimal.
2) Manfaat latihan fisik
Menurut Mahendra (2008, p.111), beberapa manfaat latihan fisik yang
baik, benar, terukur, dan teratur bagi penderita diabetes, antara lain.
a) Memperbaiki sensitivitas insulin.
b) Mencegah terjadinya DM dini bagi mereka yang memiliki risiko tinggi
terserang penyakit DM.
c) Mengurangi kebutuhan obat.
d) Membuat tubuh menjadi lebih sehat dan bugar.
e) Mengelola berat badan dalam program mengatasi kegemukan.
f) Memperbaiki profil lemak darah.
g) Menurunkan tekanan darah tinggi.
h) Menurunkan risiko penyakit jantung.
Menurut Donna (1995, p. 1665) Latihan ringan yang berkelanjutan setiap
hari membantu mengatur kadar glukosa darah dan dapat menurunkan
kebutuhan obat untuk klien dengan diabetes tipe 2. Latihan secara teratur juga
meningkatkan control diabetes dengan meningkatkan sensifitas insulin,
meningkatkan pembersihan glukosa, dan menggalakkan penurunan berat
badan.
Latihan secara teratur menurunkan factor resiko penyakit jantung, seperti
hiperlipidemia, kelainan koagulan, hipertensi, intoleransi glukosa, dan
obesitas. setelah menjalani latihan, klien dengan diabetes tipe 2 mengalami
denyut
nadi
maksimal)
untuk
mencapai
perbaikan
system
a) Pemanasan
Sebelum masuk kedalam latihan inti, lakukan pemanasan dan peregangan.
Keduanya berfungsi untuk menyiapkan tubuh anda menerima beban yang
lebih berat
(1) Pemanasan ( warming up )
Pemanasan sebaiknya dilakukan dalam tempo lambat 5_10 menit
sehingga kecepatan jantung menigkatkan secara bertahap. Contoh jalan
di tempat ,dan jalan pelan.
(2) Peregangan ( sretching )
Lakukan secara perlahan dan lembut selama lebih kurang 5 menit.
Caranya tahan 10-15 hitungkan untuk setiap gerakan dan sebaiknyatidak
dihentakkan.
b) Latihan inti
Latihan inti terbagi menjadi beberapa sesi, yakni latihan ketahanan
jantung-paru (aerobik), latihan kekuatan, dan latihan keseimbangan.
(1) Latihan ketahanan jantung-paru.
Latihan ketahanan jantung-paru dilakukan dengan intensitas lebih tinggi
dari pemanasan, tetapi masih dalam zona latihan individual. Latihan ini
dipertahankan selama 20-60 menit. Contohnya jalan,sepeda, berenang,
dan senam.
(2) Latihan kekuatan
Latihan kekuatan dilakukan baik dengan beban tubuh sendiri atau dengan
tambahan beban, seperti elastic band, dumbel, barbell, atau alat
c. Terapi
1) Terapi Insulin
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah
tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi
jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan
latihan fisik serta obat hiperglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.
Disamping itu, sebagian pasien diabetes mellitus tipe II yang biasanya
mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan latihan fisik
dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian
stress lainnya.
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih
sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah
makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin diperlukan masingmasing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah, maka pemantauan kadar
glukosa darah yang akurat sangat penting.
2) Agens Antidiabetik Oral
Agens antidiabetik oral mungkin berkhasiat bagi pasien diabetes tipe II
yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan fisik, meskipun
demikian, obat ini tidak dapat digunakan pada kehamilan. Di Amerika
Serikat, obat antidiabetik oral mencakup golongan sulfonilurea dan
biguanid.
Golongan sulfonilurea bekerja terutama dengan merangsang langsung
d. Pendidikan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, latihan fisik dan
stress fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini dikembangkan berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh
Mahendra (2008, p. 111), yaitu pengetahuan tentang latihan fisik yang terdiri dari:
manfaat latihan fisik, prinsip latihan fisik, dan latihan fisik yang tidak dianjurkan.
Kemudian konsep motivasi pasien diabetes mellitus tipe 2 melakukan latihan fisik
berdasarkan teori ERG yang dikembangkan oleh Alderfer dalam Siagian (2004, p. 145).
Menurut Nursalam (2011, p.97-98), variabel independent (bebas) yaitu variabel yang
nilainya menentukan variabel lain, sedangkan variabel (terikat) yaitu variabel yang
nilainya ditentukan oleh variabel lain. Penelitian ini yang menjadi variabel independent
adalah pengetahuan tentang latihan fisik dan variabel dependennya adalah motivasi
pasien diabetes mellitus tipe 2 melakukan latihan fisik.
Untuk lebih jelas, kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan secara
ringkas pada skema berikut ini:
Variebel independen (bebas):
Pengetahuan tentang latihan fisik,
meliputi:
-
B. Hipotesis
1. Hipotesis Mayor
Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik dengan motivasi
melakukan latihan fisik
2. Hipotesis Minor
a. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang mamfaat latihan fisik dengan
motivasi melakukan latihan fisik.
b. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang prinsip latihan fisik dengan motivasi
melakukan latihan fisik.
c. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik yang tidak
dianjurkan dengan motivasi melakukan latihan fisik
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No
Variabel
Definisi
Operasional
Skala
Ukur
Alat Ukur
Cara Ukur
Kuesioner
Membagikan Ordinal
kuesioner
berjumlah 20
pernyataan
kepada
responden
dalam bentuk
Hasil Ukur
Variabel Independen
1.
Pengetahuan
pasien DM
tipe 2 tentang
latihan fisik
Pemahaman pasien
DM tipe II tentang
latihan fisik pada
Diabetes Mellitus,
meliputi: mamfaat
latihan fisik,
prinsip latihan
Tinggi; jika
X 75%
Rendah; jika
skala
dichotomous
X < 75%
Pemahaman pasien
DM tipe 2 tentang
pentingnya
melakukan latihan
fisik
a.
Pengetahuan
pasien
DM
tipe 2 tentang
Manfaat
latihan fisik
Membagikan
kuesioner
berjumlah 6
pernyataan
kepada
responden
dalam bentuk
skala
dichotomous.
Kuesioner
Ordinal
Tinggi; jika
X 75%
Membagikan
kuesioner
berjumlah 7
pernyataan
kepada
responden
dalam bentuk
skala
dichotomous
Pemahaman pasien
DM tipe 2 tentang
bagaimana cara
yang benar untuk
melakukan latihan
fisik, yang terdiri
dari Jumlah,
Pengetahuan
pasien
DM intensitas, lama,
tipe 2 tentang dan jenis latihan
Prinsip latihan fisik
fisik
b.
Pemahaman pasien
DM tipe 2 tentang
apa saja yang harus
diperhatikan saat
berolahraga,
meliputi: makan
besar 2-3 jam
sebelum latihan,
bawa selalu
makanan ringan.
Kuesioner
Membagikan
kuesioner
berjumlah 7
pernyataan
kepada
responden
dalam bentuk
skala
dichotomous.
Rendah; jika
X < 75%
Ordinal
Tinggi; jika
X 75%
Rendah; jika
Pengetahuan
pasien DM
tipe 2 tentang
Latihan fisik
yang tidak
dianjurkan
X < 75%
c.
Ordinal
Kuesioner
Tinggi; jika
X 75%
Rendah; jika
X < 75%
No
Variabel
Definisi
Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Kuesioner
Membagikan
kuesioner
berjumlah 9
pernyataan
kepada
responden
dalam bentuk
Skala
Ukur
Hasil Ukur
Variabel Dependen
Motivasi
pasien
diabetes
mellitus tipe 2
melakukan
latihan fisik.
Dorongan untuk
melakukan latihan
fisik pada pasien
diabetes mellitus
tipe 2, meliputi:
kebutuhan dasar,
kebutuhan
Ordinal
Tinggi; jika
X 75%
hubungan antar
pribadi, dan
kebutuhan
pertumbuhan
skala Likert.
Rendah; jika
X < 75%
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptive korelatif dengan pendekatan
cross sectional study, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010, p.145).
n=
keterangan :
n
: besar sampel
N : besar populasi
d
: tingkat kepercayaan
Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti dapat dihitung sampelnya dengan
n=
n=
n=
Sebagai alat ukur data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner
yang terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Bagian A, berisikan data demografi responden berisi identitas responden, yang
meliputi : umur, jenis kelamin, status, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan
lamanya menderita diabetes melitus. (lampiran 5.1)
b. Bagian B, berisikan kuesioner variabel independent yang dikembangkan sendiri
oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep dan berdasarkan literatur
yang telah disusun, digunakan untuk mengukur pengetahuan pasien diabetes
melitus tipe II tentang latihan fisik, meliputi: manfaat latihan fisik, prinsip
latihan fisik, dan latihan fisik yang tidak dianjurkan dalam bentuk dichotomous
berjumlah 19 item pernyataan. Dengan artenatif jawaban ya dan tidak yang
terdiri dari (lampiran 5.2):
1) Mamfaat latihan fisik: pernyataan no 1 sampai dengan 5, dengan pernyataan
positif pada no 2, 3, dan 4, sedangkan pernyataan negatif pada no 1, dan 5.
2) Prinsip latihan fisik: pernyataan no 6 sampai dengan 12, dengan pernyataan
positif pada no 6, 7, 9, 11 dan 12, sedangkan pernyataan negatife pada no 8,
dan 10.
3) Latihan fisik yang tidak dianjurkan: pernyataan no 13 sampai dengan 19,
dengan pernyataan positif pada no 13, 14, 15, 16, 17, dan 18, sedangkan
pernyataan negatife pada no 19.
c. Bagian C, berisikan kuesioner variabel dependent, yaitu mengenai motivasi
melakukan latihan fisik pada pasien diabetes melitus tipe II dalam bentuk skala
Likert yang terdiri 10 item pernyataan. Pernyataan positif pada no 1, 4, 5, 7 dan
Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid
dan reliabel. Untuk itu instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan uji sebagai
berikut :
a. Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa
yang ingin diukur. Validitas mempunyai dua tipe, yaitu validitas muka (face
validity) dan validitas isi/muatan (content validity) (Nursalam, 20011, p. 108).
1) Face validity
Face validity adalah suatu keputusan apakah instrumen yang ditanyakan
mengukur konsep yang diinginkan. Keputusan-keputusan tentang face
validity juga subyektif dan biasanya meliputi suatu proses dimana para ahli
dengan bidang tes kontruksi dan bidang minat menilai instrumen untuk
melihat jika dalam pendapat mereka, instrumen mengukur apa yang berarti
untuk diukur (Brockopp, 2000, p.173).
2) Content validity
Content validity adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrumen
dengan baik mewakili karakteristik yang dikaji. Instrumen dengan content
validity yang tinggi adalah sangat mewakili semua butir-butir soal yang
dapat dimasukkan untuk mengukur konsep dalam studi (Brockopp, 2000,
p.172). Face validity dan content validity ini telah menggunakan 1 (satu)
orang yang ahli dalam bidang keperawatan medikal bedah, yaitu:
Ns. Hilman Syarief, M.Kep., Sp.MB.
Kuesioner penelitian berisi 20 item pernyataan untuk variable independen
variable independen yaitu manfaat latihan fisik nilainya adalah 0,928, prinsip
latihan fisik nilainya adalah 0,941, dan latihan fisik yang tidak dianjurkan
nilainya adalah 0,944,
jelas. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden agar bila ada
pertanyaan yang meragukan dapat ditanyakan langsung pada peneliti.
Setelah kuesioner diisi dan dikumpulkan, peneliti memeriksa kelengkapannya
dan mengakhiri pertemuan dengan responden. Kemudian peneliti melaporkan
kembali pada bidang administrasi untuk mendapatkan surat keterangan selesai
melakukan penelitian dari Direktur BLUD Rumah Sakit Umum Daerahdr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
F. Pengolahan Data
Setelah kuesioner yang telah diisi oleh responden dikumpulkan lalu dilanjutkan
dengan melakukan pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui beberapa tahap sebagai berikut (Budiarto, 2002, p.29) :
1. Editing
Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dilakukan pengecekan nama dan
identitas responden. Mengecek kelengkapan data, dengan memeriksa isi instrument
pengumpul data untuk mengetahui ada tidaknya kesalahan dalam pengisian identitas
responden atau kelengkapan isi dari jawaban pernyataan dari kuesioner.
2. Coding
Pada tahap ini untuk mempermudah pengolahan, semua kuesioner yang telah
diisi diberikan kode 01-70.
3. Transferring
Data yang diberi kode dimasukkan dalam master tabel dan data tersebut diolah
dengan menggunakan data computer
4. Tabulating
G. Analisa Data
1. Univariat
Analisa univariat menggunakan metode statistik deskriptif untuk masing-masing
variabel penelitian. Masing-masing variabel ditentukan hasil ukur. Menurut Chandra
(2009, p.53), mean atau rata-rata nilai dapat diketahui dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
= nilai rata-rata
= jumlah nilai
n
= sampel
P= x100%
Keterangan :
p = persentase
fi = frekuensi teramati
n = jumlah responden yang menjadi sampel
2. Bivariat
Pada penelitian ini, analisa bivariat yang digunakan untuk mengukur hubungan
adalah analisa silang dengan menggunakan tabel silang yang di kenal dengan baris
kali kolom (B x K) dengan derajat kebebasan (df) yang sesuai dengan tingkat
kemaknaan 5% ( = 0,05) (Candra, 2009, p.99).
Perhitungan statistik untuk analisa variabel penelitian tersebut dilakukan
dengan menggunakan program komputer yang diinterpretasikan dalam nilai
probabilitas (p-value). Pengolahan data diinterpretasikan menggunakan nilai
probabilitas dengan kriteria table 2x2 dan tidak ada nilai E (harapan) <5, maka uji
yang dipakai adalah Continuity Correction.
Pengujian hipotesa dengan kriteria bahwa P-value > , maka hipotesa (Ho)
diterima dan sebaliknya apabila P-value , maka hipotesa (Ho) ditolak (Hastono,
2007, p.103).
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai tanggal 18 sampai dengan 28
Desember 2012 di Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zinoel Abidin Banda
Aceh pada 70 orang pasien diabetes mellitus tipe II dengan menggunakan alat ukur
berbentuk kuesioner. Adapun hasil penelitian yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
1. Data Demografi
Data demografi yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan,
pendidikan terakhir, pekerjaan, dan lamanya menderita diabetes melitus.
Gambaran data demografi tersebut dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Data Demografis di
Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Tahun 2012 (n=70)
No
1.
Data Demografi
Usia
18-40 Tahun
41-60 Tahun
>60 Tahun
Total
No
2.
Data Demografi
Jenis Kelamin:
Jumlah
Frekuensi
Persentase
21
41
8
30,0
58,6
11,4
70
100
Jumlah
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
Perempuan
3.
Total
Status Pernikahan:
Kawin
Tidak kawin
Total
Pendidikan
Pendidikan Dasar
Pendidikan Menengah
Perguruan Tinggi (PT)
Total
5. Pekerjaan
Tidak bekerja
PNS
Wiraswasta
Pensiunan
Total
6. Lama menderita
1-5 tahun
6-10 Tahun
>10 tahun
Total
Sumber: Data Primer (diolah, 2012)
40
30
70
57,1
42,9
100
61
9
70
87,1
12,9
100
31
16
23
70
44,3
22,9
32,9
100
8
15
40
7
70
11,4
21,4
57,1
10,0
100
62
7
1
70
88,6
10,0
1,4
100
4.
menurut
Depdiknas
(2009),
yaitu
pendidikan
dasar
2. Hasil Univariat
a. Gambaran Pengetahuan Tentang Manfaat Latihan Fisik pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin BLUD RSUDZA Banda
Aceh Tahun 2012.
Sub variable pengetahuan tentang manfaat latihan fisik pada pasien
diabetes mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin BLUD RSUDZA Banda
Aceh tahun 2012 dikategorikan tinggi bila x75%, dan rendah bila x<75%.
Proporsi hasil pengkategorian dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasarkan tabel 5.2 halaman 53 dapat diketahui bahwa pengetahuan
tentang manfaat latihan fisik berada pada kategori rendah yaitu berjumlah
35 orang (50%).
Tabel 5.2
Manfaat Latihan Fisik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh Tahun 2012 (n=70)
No
Manfaat Latihan Fisik
1
Tinggi
2
Rendah
Frekuensi
35
35
Persentase
50
50
Total
Sumber: Data Primer (diolah, 2012)
70
100
Tabel 5.3
Prinsip Latihan Fisik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Tahun 2012 (n=70)
No
Prinsip Latihan Fisik
1
Tinggi
2
Rendah
Total
Sumber: Data Primer (diolah, 2012)
Frekuensi
37
33
70
Persentase
52,9
47,1
100
RSUDZA Banda Aceh dikategorikan tinggi bila x75%, dan rendah bila
x<75%. Proporsi hasil pengkategorian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4
Latihan Fisik yang tidak dianjurkan pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe II di Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh Tahun 2012 (n=70)
No
Frekuensi
Persentase
34
36
70
48,6
51,4
100
Frekuensi
Persentase
34
36
48,6
51,4
Total
Sumber: Data Primer (diolah, 2012)
70
100
Frekuensi
28
42
70
Persentase
40,0
60,0
100
Jumlah
f
35
35
%
100
100
Pvalue
0.000
No
Prinsip
latihan
fisik
Jumlah
f
P-value
1. Tinggi
22
59,5
15
2. Rendah
6
18,2
27
Sumber: Data Primer (diolah, 2012)
40,5
81,8
37
33
100
100
0.001
pengetahuan yang rendah tentang latihan fisik yang tidak dianjurkan, maka
memiliki motivasi yang rendah juga.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunaan formula ChiSquare dengan perangkat computer didapatkan nilai P-value 0,001 < nilai
0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa Ho ditolak yang berarti ada
hubungan pengetahuan tentang latihan fisik yang tidak dianjurkan dengan
motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di
Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Tabel 5.9
Hubungan Pengetahuan Tentang Latihan Fisik Yang Tidak
Dianjurkan Dengan Motivasi Melakukan Latihan Fisik Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin
BLUD RSUDZA Banda Aceh Tahun 2012 (n=70)
Motivasi latihan fisik
Latihan
No
tidak
Tinggi
Rendah
dianjurkan
f
%
f
%
1. Tinggi
21
61,8
13
38,2
2. Rendah
7
19,4
29
80,6
Sumber: Data Primer (diolah, 2012)
Jumlah
f
34
36
%
100
100
P-value
0.001
Tabel 5.10
Jumlah
f
34
36
%
100
100
P-value
0.004
B. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan Tentang Manfaat Latihan Fisik Dengan Motivasi
Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Poliklinik Endokrin BLUD RSUDZA Banda Aceh.
Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan tentang manfaat latihan fisik dengan motivasi
melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II diperoleh nilai P-
value 0,000 < nilai 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa Ho ditolak yang
berarti ada hubungan antara pengetahuan tentang manfaat latihan fisik dengan
motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di
Poliklinik Endokrin BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meydani (2011)
dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan
komplikasi DM oleh pasien DM di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP
dr. M. Djamil Padang dari November 2010 sampai September 2011 dengan
jumlah sampel 67 orang yaitu pasien yang terdiagnosis diabetes enam bulan
terakhir. Hasil penelitian didapatkan 62,7 % responden kurang melakukan
upaya pencegahan komplikasi DM, 53,7 % memiliki tingkat pengetahuan
rendah, 52,2 % memiliki sikap negatif, 52,2 % memiliki persepsi positif, 50,7
% memiliki motivasi tinggi. Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan upaya
pencegahan komplikasi (p > 0,05), terdapat hubungan yang bermakna antara
sikap dengan upaya pencegahan komplikasi (p < 0,05), tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara persepsi dengan upaya pencegahan
komplikasi (p > 0,05), dan terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi
dengan upaya pencegahan komplikasi (p < 0,05).
Potter dan Perry (2005, p.12) menyebutkan keyakinan responden terhadap
kesehatan sebagian terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari
pengetahuan tentang penyakit, tingkat pendidikan dan pengalaman masa lalu.
Variabel ini mempengaruhi pola pikir responden, selain itu kemampuan
berstatus
perbuatan secara bebas. Manusia bebas untuk memilih, dan pilihan yang ada
baik atau buruk, tergantung pada intelegensi individu tersebut.
Menurut peneliti, pengetahuan berhubungan erat dengan motivasi untuk
mencoba melakukan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
akan semakin tinggi motivasinya, begitu pula sebaliknya. Ketika pasien diabetes
mellitus tipe II memiliki tingkat pengetahuan tentang latihan fisik yang tinggi,
maka hal ini dapat meningkatkan motivasi untuk melakukannya akan menjadi
tinggi pula. Hal ini sesuai dengan teori Menurut Najati yang dikutip dalam
(Shaleh, 2004, p.132) motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan
aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta
mengarahkannya menuju tujuan tertentu.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab V
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ada hubungan antara pengetahuan tentang manfaat latihan fisik dengan motivasi
melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik
Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
2. Ada hubungan antara pengetahuan tentang prinsip latihan fisik dengan motivasi
melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik
Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
3. Ada hubungan pengetahuan tentang latihan fisik yang tidak dianjurkan dengan
motivasi melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di
Poliklinik Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
4. Ada hubungan antara pengetahuan tentang latihan fisik dengan motivasi
melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik
Endokrin BLUD RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
B. Rekomendasi
1. Bagi Poliklinik Endokrin agar dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang
berkualitas dan berkesinambungan, menyediakan sarana informasi berupa brosur
atau leaflet yang berkaitan dengan contoh-contoh latihan fisik pada pasien
diabetes mellitus tipe II.
DAFTAR PUSTAKA
Yulanda (2011), Studi tingkat pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe 2 tentang
latihan fisik di RW 04 kelurahan Wiyung Surabaya. (Skripsi). Surabaya: STIKES
Yarsis.