Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

Sistem endokrin merupakan sistem dan organ yang memproduksi


hormone. Yang termasuk kelenjar endokrin adalah hipotalamus, kelenjar hipofise
anterior dan posterior, kelenjar tiroid dan paratiroid, pulau langerhans pancreas,
korteks dan medulla kelenjar suprarenal, ovarium, testis dan sel endokrin di
saluran cerna yang disebut sel amine prekusor uptake and decarboxylation
(APUD).
Disini akan dibahas mengenai salah satu hormone endokrin yaitu kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid (Struma) termasuk yang sering dijumpai
dipoliklinik bedah sehari-hari, Menurut data epidemiologi dari rekam medis divisi
ilmu bedah RSU Dr. Sutomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada
495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12%) dan 435 orang perempuan
(87,8%) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,32%), struma
multinodusa toksik yang terjadi pada 191 orang diantaranya 17 orang laki-laki
(8,9%) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40
tahun berjumlah 65 orang (34,03%).
Diagnosa klinis merupakan dasar dalam menentukan rencana kerja
pemeriksaan lebih lanjut serta rencana pengobatan dari penyakitnya. Perlu latihan
untuk mempertajam kepekaan reseptor jari untuk melakukan pemeriksaan fisik
pada tonjolan tiroid. Dokter yang dipercaya oleh penderita tentunya diharapkan
bisa lebih mempertimbangkan pilihan sarana pemeriksaan penunjang oleh karena
pada umumnya memerlukan biaya yang cukup besar.

Modal terapi yang kita punyai pada dasarnya adalah 1) dengan obat-obatan
(medikamentosa); 2) Dengan operasi; 3) Dengan radioterapi. Dalam menentukan
modal terapi mana yang akan dipilih sangat perlu mengetahui diagnosis dari
penyakitnya secara klinis dan histopatologis, sebab tidak semua struma harus
dioperasi.
Pemeriksaan fisik penderita harus dilakukan dengan teliti dan seksama,
lebih-lebih pada saat dokter pertama kali memeriksa penderita tersebut, oleh
karena sampai saat ini belum ada hal yang bisa menggantikan gambaran yang
sedetail anamnesa dan gejala klinis.
Perlu diketahui juga tentang indikasi serta kontraindikasi operasi pada
penderita dengan struma, macam operasi, komplikasi yang mungkin bisa terjadi
baik dari penyakitnya maupun dari tindakan pengobatannnya serta pencegahan
serta penangannannya apabila terjadi. Persiapan serta perawatan pasca operasi
serta follow-up penderita juga perlu dapat perhatian dan yang tidak kalah
pentingnya adalah usaha pencegahan sehingga tidak kambuh lagi.

BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Suku
Bangsa
Tanggal ke Poli
No. RM

: Ny. SK
: 29 tahun
: Sukodadi, Lamongan
: Swasta
: Jawa
: Indonesia
: 19 September 2014
: 90.93.79

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Ada benjolan dileher
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh ada benjolan dileher sejak 8 bulan yang lalu, terus pasien
kontrol ke poli tht RSML dan diberikan multivitamin saja serta disarankan
untuk periksa dipoli bedah RSML, lalu pasien mengatakan benjolan tidak
bertambah besar, nyeri (-), jantung berdebar (-), keringat berlebih (-), berat
badan seperti ini saja tidak naik atau turun, nafsu makan seperti biasanya 3x
sehari, sesak (-), gampang lelah (+) jika sepulang kerja dari pasar, tangan
bergetar sendiri tiba-tiba (-), lalu pasien juga belum pernah minum obat
hanya dari poli tht saja yakni multivitamin dan siklus menstruasinya normal
28 hari dengan lam menstruasi 6-7 hari. Bab dan bak dalam batas normal
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengeluh tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, Alergi (-), HT
(-), DM (-)
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit seperti ini.
2.2.5 Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien sehari-hari berjualan sayuran dipasar sukodadi

2.2.5 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Vital Sign
Keadaan Umum : Baik
GCS
: 456
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah : 134/78 mmHg
Nadi
: 83x/ menit
Suhu
: 36,9 oC
RR
: 19x/menit
2.3.2

Status Generalis

Kepala-leher
Kepala : normochepali, tanda radang pada kulit kepala (-)
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor
3 mm, refleks pupil (+)
Mulut : bibir sianosis Leher : massa (+) di tengah dan ikut bergerak saat menelan, tidak terdapat
pembesaran KGB
Thorak
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung

: pergerakan dinding dada simetris


: tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, krepitasi : sonor/sonor
: ves/ves, rhonki -/-, wheezing -/-

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak kuat angkat, thrill : normal
: S1S2 tunggal, reguler, bunyi tambahan {Murmur (-),

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Gallop (-)}

Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: flat, penonjolan abnormal : BU + Normal


: supel, defans muskular -, nyeri tekan abdomen -, hepar

lien tidak teraba.

Perkusi

: timpani

Extremitas

Akral hangat, kering, merah,


Edema -/CRT < 2 detik

2.3.3 Status Lokalis


1. Regio colli anterior

Masa (+) di midline ikut bergerak saat menelan, ukuran 3 cm, lunak, batas
tegas, mobilitas terbatas, nyeri (-), pembesaran KGB (-)

2.4 Assessement
Suspek struma uninodusa non toxica
2.5 Planning Diagnosis
FNAB, T3, T4, TSH, DL, Foto cervical AP/L, foto thorax PA
2.6.Planning Terapi

Menunggu hasil FNAB, hasil lab T3,T4 dan TSH


Konsultasi ke dokter spesialis bedah

2.7 Planning Monitoring


Keluhan Pasien
Vital sign
2.7 Planning Edukasi
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita,
penatalaksanaan, dan komplikasi yang mungkin terjadi.

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Anatomi kelenjar tiroid
Tiroid (Thyreos bahasa Greek, artinya perisai) pada masa bayi beratnya
sekitar 1,5 gram, dan saat dewasa beratnya 15-20 gram terdiri dari 2 lobus laterali,
ukuran panjang 4cm lebar 2cm, menempel pada sisi lateral kartilago tiroid dengan
batas atas ismus sedikit dibawah kartilago krikoid dan bawahnya sampai ring
trakea ke-4
Kelenjar tiroid dibungkus kapsul jaringan fibrois tipis, pada posisi
posterior melekat erat pada trakea dan laring (ligamen suspensorium dari berry)
sehingga akan ikut bergerak sewaktu menelan, kapsul ini juga penetrasi kedalam
kelenjar sehingga terbentuk septa membentuk pseudolobulus yang berisi beberapa
folikel.
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis
(m.sternotiroid dan m.sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline, otot
otot ini diinervasi oleh cabang akhir nervus kranialis hipoglossus desendens dan
yang kaudal oleh ansa hipoglosi. Pada sebelah yang lebih supervisial dan sedikit
lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan superfissial yang membungkus
m.sternokleidomastoideus dan vena jugularis eksterna. Sisi lateral berbatasan
dengan arteri karotis komunis, v. jugularis interna, trunkus simpatikus, dan arteri
tiroidea inferior posterior dari sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid,
n.rekuren laringeus dan esophagus. Esofagus terletak dibelakang trakea dan laring
sebelah n, rekuren laringeus pada sulkus trakeo esofagikus.
Aliran darah dalam kel;enjar tiroid berkisar 4-6 ml/menit, kira-kira 50x
lebih banyak disbanding aliran darah tubuh lainnya.
Arteri dan vena adalah sebagai berikut :
a.

Arteri tiroidea superior cabang dari a, karotis eksterna dan memberi darah
sebesar 15-20%. Sebelum mencapai kelenjar tiroid, arteri ini bercabang dua

menjadi ramus anterior dan ramus posterior, yang akan beranastomose dengan
cabang a. tiroidea inferior.
b.

Arteri tiroidea inferior lanjutan dari trunkus tiroservikalis yang berasal dari
a. subklavia, dan memberikan darah paling banyak yaitu 76-78%. Tepat pada
kutub kaudal kelenjar tiroid, arteri akan bercabang dua yaitu ramus anterior
dan ramus posterior yang beranastomose dengan cabang a. tiroidea superior.

c.

Arteri tiroidea ima, arteri ini berjalan kearah ismus kelenjar tiroid,
merupakan percabangan dari askus aorta atau arteri brakiosefalika dan
memberi darah 1-2%. Arteri ini tidak selalu ada, kalau ada kadang cukup besar
sehingga bisa membahayakan pada waktu trakeostomi.

d.

Vena, drainase vena dari kelenjar tiroid berawal dari pleksus venosus yang
kemudian bergabung menjadi tiga percabangan yaitu : v. tiroidea superior
yang menuju ke vena jugularis interna atau vena fasialis vena tiroidea media
ke vena jugularis interna; vena tiroidea inferior menuju ke vena
brakiosefalika.
Pembuluh limfe, tiroid mempunyai jaringan saluran getah bening yang

menuju kekelenjar getah bening di daerah laring diatas ismus (Delphian Node),
kelenjar gatah bening para trakeal dekat n. rekuren, kelenjar getah bening bagian
depan trakea, dan dari kelenjar kelenjar tersebut bergabung alirannya diteruskan
ke kelenjar getah bening rantai jugular.
Inervasi, kelenjar tiroid mendapat inervasi saraf simpatik yang berasal dari
ganlion servikalis yang berjalan bersama dengan arteri, saraf ini berperan dalam
mengatur aliran darah sesuai kebutuhan produksi hormon.
Nervus laringeus, dibelakang tiroid menyusuri sulkus trakeo-esofagikus
sepanjang jugular chain, terdiri dari cabang eksterna laringeus superior yang
menginervasi m. rikotiroid, yang akan menegangkan korda vokalis dengan
mendorong bagian depan kartilago tiroid, cabang interna laringeus superior yang
masuk dan menginervasi mukosa laring, rekuren laringeus inferior yang
perjalanannya disebelah kanan dan kiri berbeda. Nervus rekuren laringeus inferior
yang kanan langsung menyilang dari lateral kemedial, sedangkan yang kiri masih
turun dulu sampai arkus aorta baru kemudian kembali kekranial melalui sulkus
trakeo-esofageal.

Kelenjar paratiroid, berwarna merah kekuning-kuningan 4-7 mm, mirip


jaringan lemak, biasanya ditemukan 4 buah, 2 dikutub atas tiroid dan 2 dikutub
bawah, berat keseluruhan 120-140 gr.
3.2. Fisiologi hormon tiroid
Fungsi kelenjar tiroid yang utama adalah memproduksi hormone tiroksin
yang berperan dalam pertumbuhan serta metabolisme. Mekanisme pengaturannya
dipacu dan direm oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang diproduksi
kelenjar hipofise anterior (thyrotropin hormone). Dan dengan system autoregulasi dalam kelenjar tiroid sendiri. Hormon produk kelenjar tiroid merupakan
iodinated asam amino, tiroksin (T 4 ) dan 3,5,3-tiirodotironin (T 3 ) dalam
kelenjar tiroid terikat oleh tiroglobulin (Tg) dalam koloid asini, sedang
diperifer/peredaran darah terikat oleh protein lainnya, hormone tiroksin yang aktif
hanyalah yang bebas sehingga bisa menembus dinding sel untuk menginduksi
konsumsi oksigen, meningkatkan metabolisme terutama metabolisme karbohidrat.
Yodium sangat esensial dalam pembentukan hormone tiroksin, kebutuhan
yodium pada orang dewasa normal sekitar 50-100 mg. Sintesa hormon tiroksin ini
sangat kompleks, mulai dari dalam system gastrointestinal masuk dalam sirkulasi
dengan suatu proses transport aktif (pompa-yodium) yang didukung oleh Na K

- ATPase, sehingga bisa memasukkan yodium kedalam sirkulasi darah yang

sebetulnya ada beda gradient 20:1 atau lebih, bahkan pada penderita Graves
disease gradient ini bisa sampai mencapai 500:1.
Pembentukan hormone tiroksin ini melalui beberapa langkah antara lain
adalah :
1. Trapping, mengambil yodium kedalam kelenjar tiroid.
2. Oksidasi, yodium menjadi yodida
3. Pengikat yodium, oleh asam amino precursor menjadi 3-monoiodotirisine
(MIT) dan 3-5 diiodotirosine (DIT) dan
4. Coupling, penggabungan kedua bentuk ioditirosine yang masih inaktif,
menjadi bentuk aktif iodotironin, yaitu triiodotiroin (T 3 ), dan tiroksine (T 4 )
5. Penimbunan, pembentukan kolloid
6. Deyodinasi

7. Proteolisis dan sekresi hormon.


3.3. Struma
A. Pengertian
Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya yang
dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal
Pembesaran kelenjar tiroid (struma) dapat disebabkan oleh:
1. Hiperplasi dan hipertrofi dari kelenjar tiroid.
2. Inflamasi/infeksi kelenar tiroid.
3. Neoplasma
B. Klasifikasi
Dari morfologinya pembesaran kelenjar tiroid dibagi :
1. Struma diffusa adalah pembesaran yang merata dengan konsistensi
lunak
pada seluruh kelenjar tiroid.
2. Struma nodusa jika pembesaran kelenjar terjadi akibat nodul,
apabila

nodulnya hanya satu maka disebut uninodusa, dan bila

lebih dari satu baik terletak pada hanya satu sisi lobus saja maupun
pada kedua lobus maka disebut multinodusa.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon
tiroksin maka bisa kita bagi :
1. Struma toksika (Terdapat tanda-tanda hipertiroidi akibat produksi
hormone tiroksin berlebihan).
Gejala hipertiroidi :
a.

Eksoptalmus, hampir 50% penderita, bisa bilateral maupun


unilateral
Pada keadaan normal iris bagian superior selalu ditutupi
palpebra superior, pada eksoptalmus iris tidak tertutupi bahkan
sampai sklera atas bisa tampak.
Eksoptalmus yang progresif (Malignant! Exophthalmus)
bahaya karena bisa menimbulkan ekspos keratitis dan ulserasi
kornea. Patofisiologi eksoptalmus ini Belum jelas, teorinya
antara lain ada yang berpendapat akibat kelebihan hormon

tirotropin atau reaksi dari tirotropin serta akibat long actino


thyroid

stimulating

factor,

zat

tersebut

mengakibatkan

penambahan lemak dan infiltrasi limfosit retrobulber.

Eksoptalmus ringan (hanya melebarnya fisura palpebra


superior = Stellwags sign), akibat retraksi otot palpebra
superior. Apabila penderita kita suruh mengikuti tangan
keatas dan kebawah dengan agak cepat tampak pelpebra
superior ketinggalan dalam mengikuti gerakan ini (von
Graefes sign).

Eksoptalmus

sedang

penumpukan

lemak

retrobulber

bertambah banyak, mata lebih menonjol. Bila penderita kita


suruh menundukkan kepala kemudian kita suruh melirik
keatas maka kerutan didahi akan tampak sedikit sekali
bahkan tidak ada, normalnya ada (Joffroys sign).

Eksoptalmus berat lemak retrobulber sudah menumpuk


ditambah lagi dengan ederna retrobulber, sehingga dijumpai
gejala

kongestif

intraorbital.

Pembuluh

darah

subkonjungtiva melebar seperti konjungtivitis, bila bulbos


okuli ditekan pelan-pelan maka akan terasa tahanan yang
lebih besar dari biasanya.
Optalmoplegi, kelemahan otot mata akibat protrusi bola
mata sehingga bisa strabismus dan diplopia. Pada fase lanjut
gerakkan konvergensi mata terganggu (Mobiuss sign)
2. Berat badan turun, makannya banyak tetapi badannya tetap
kurus (Paradoxa Muller)
3. Kulit Basah (Hiperhidrosis), telapak tangan terasa hangat/panas
tetapi lembab dan kulit telapak tangan terasa halus akibat
Hipermetabolisme dan Hiperhidrosis pada kelenjar keringat.
Penderita tidak tahan terhadap hawa panas akan tetapi lebih
tahan terhadap hawa dingin
4. Takikardia, pada fase awal sering dikelirukan dengan kondisi
nervous. Cara membedakan pada penderita graves, bila tidur

10

maka nadinya tetap cepat, sedang pada penderita nervous yang


tidur nadinya akan teratur baik. Pada nadi cepat dan ireguler
harus diwaspadai ancaman atrial fibrilasi
5. Tremor, gejala ini hampir selalu ada. Suruh penderita
meluruskan lengannya kedepan dan merentangkan jari-jarinya,
sambil memejamkan matanya, maka akan terlihat ada atau
tidaknya tumor. Apabila ingin lebih jelas maka bisa diletakkan
sehelai kertas diatas jari-jarinya. Cara lain bisa dengan
penderita disuruh menjulurkan lidahnya selama setengah menit
6. Thyroid thriil, pada fase lanjut gejala ini patognomonis
sebabnya adalah hipervaskuler pada tiroid. Letakkan tangan
pemeriksa pada struma pelan-pelan (jangan terlalu menekan)
maka akan teraba getaran dari aliran darah pada tiroid tersebut
7. Gelisah, hipermetabolisme system saraf membuat nilai ambang
saraf menurun, sehingga penderita menjadi iritabel, timbul
tremor halus, menggerakkan tangan tanpa tujuan (DD/Chorea),
depresi
8. Diare, hiperperistaltik pada sistem pencernaan mengakibatkan
absorbsi tidak sempurna, dengan segala akibatnya antara lain
kekurangan vitamin & mineral.
9. Gangguan keseimbangan Hormonal lain (adrenal & hormon
seks). Sehingga bisa timbul gangguan pola menstruasi.
10. Kelainan kulit, karena hipermetabolisme kulit maka kulit
menjadi hangat dan halus (fine texture) dan karena vasodilatasi,
bila digores akan membekas (demografi)
2. Struma non toxic (Struma yang tanpa tanda-tanda hipertiroidi)
Dari aspek histopatologi kelenjar tiroid,
1. Fungsional (akibat proses hyperplasia dan Hypertrophy)
a. Toxic

Diffuse : Graves disease

Nodusa : Plummers disease

b. Non toxic

11

Diffuse : Struma adolescene, Struma gravidarum

Nodusa : Endemik goiter

2. Keradangan/inflamasi

Tiroiditis akut

Tiroiditis sub akut (de quervain)

Tiroiditis kronis (Hashimotos disease & Riedels struma)

3. Neoplasma

Jinak (adenoma)

Ganas (adenocarcinoma)

Struma Endemik
Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat
sampai besar sekali dan mengadakan penekanan pada trakea, membuat
dilatasi sistem vena serta pembentukan vena kolateral. Pada struma
diffusa akibat gondok endemik, PEREZ membagi klasifikasinya
sebagai berikut :
Derajat 0 : Tidak teraba pada pemeriksaan
Derajat I : Teraba pada

pemeriksaan,

terlihat

hanya

kalau

kepala ditengadakan
Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal
Derajat III : terlihat pada jarak agak jauh
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi :
Derajat 0a : Tidak terlihat, atau teraba tidak terlalu besar dari ukuran
normal.
Derajat 0b : Jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak
terlihat bila kepala ditengadakan.
Tiroiditis Akut :
Sering disebut juga sebagai akut difus tiroiditis; akut non supuratif
tiroditis atau pseudotuberkular tiroditis. Gejala yang karakteristik
adalah panas dalam, kelemahan yang ekstrem (malaise), nyeri pada
tiroid yang membesar. Struma yang terjadi biasanya tidak simetris,
membesarnya kadang sampai 2-3 kali ukuran normal. Kadang juga

12

menimbulkan refered pain ke persendian mandibula atau ke telinga,


atau kelenjar getah bening dekat tiroid. Keluhan lain yang menyertai
dispagia, panas dalam yang tinggi terutama pada kondisi yang sakit
berat.
Penyebab tiroiditis tidak jelas, bisa juga akibat infeksi virus, pada
beberapa kasus yang akibat infeksi bakterial (jarang terjadi) sering
berlanjut mejadi beberapa infeksi yang supuratif. Bakteri patogen
biasanya dari Stephylococus, dan jarang Salmonella atau bacteroides.
Pada kasus yang masih jarang juga bisa sering terjadi infeksi akibat
Tuberkulosis, actinomycoses, aspergillosis, dan syphillis.
Kecurigaan infeksi pada kelenjar tiroid bisa didasari atas gangguan
fungsi. Bisa terjadi akibat proses infeksi dari sekitarnya yang menjalar
misalnya dari orofaring, kelenjar getah bening, kelainan kongenital
misal duktus tiroglosus persisten dan fistel; akan tetapi bisa juga dari
akibat proses infeksi hematogen, atau sebelah trauma langsung.
Kelanjutan dari proses primer pada tiroid tadi bisa menyebabkan
terlepasnya tiroglobulin atau jeringan tiroid yang mengalami
denaturasi kedalam sirkulasi dan menimbulkan proses sensitisasi
imunologis yang memproduksi auto-immune antibodies. Hal inilah
yang pada gilirannya akan menyebabkan reaksi alergi dan proses
keradangan lanjutan.
Pada pemeriksaan biopsi akan menunjukkan suatu inflammatory
reaction yang karakteristik dengan adanya gambaran infiltrasi pada
stroma tiroid oleh sel mononuclear, proliferasi dari jeringan ikat, dan
giant cell formation pada beberapa spesimen. Pada penderita yang
disertai dengan gangguan malaise berat biasanya kalau kita lakukan
pemeriksaan dengan yodium radioaktif, maka akan terlihat penurunan
up take-nya oleh karena terjadi blokade oleh proses inflamasi. Pada
pemeriksaan dengan laboratorium untuk Protein Bound Iodine (PBI)
akan nampak agak meningkat, hal ini bisa terjadi akibat terjadi
pelepasan/kebocoran dari tiroglobulin dalam sirkulasi. Kombinasi hasil
pemeriksaan uptake I 131 yang rendah dan PBI yang sedikit meningkat

13

atau normal, menunjukkan adanya tiroiditis. Pengobatan yang


dianjurkan adalah dengan antibiotika yang sesuai dengan kumannya,
biasanya akan mengecil dalam 48 jam dan sembuh dalam 2-4 minggu.
Pada yang sudah terjadi abses maka terapinya sama dengan abses
ditempat lain yaitu dilakukan drainage, bila terdapat kiste yang
berhubungan dengan sinus piriformis atau trakea maka harus dieksisi
dan ditutup rapat.
Tiroiditis Sub-akut (de Quervains) atau Giant Cell Thyroiditis :
Sering timbul sebagai self limited disease, sembuh dengan obatobat simptomatis misalnya aspirin, sembuh dalam beberapa hari akan
tetapi juga ada yang berkepanjangan sakitnya sampai berbulan-bulan.
Jarang terjadi pada anak-anak, sering terjadi pada dewasa dekade tiga
sampai lima, dengan perbandingan laki : wanita 1 : 5. Sebab yang pasti
tidak jelas tapi yang sering adalah mengikuti infeksi virus pada
pernafasan bagian atas. Klinis timbul rasa nyeri pada daerah tiroid dan
kadang juga menjalar pada persendian rahang bawah serta telinga,
nyeri telan, kelenjar tiroid agak membesar. Pada fase awal akan
tampak sedikit hipertiroidi. Pada fase inflamasi akan terjadi penurunan
uptake I 131 dan TSH juga menurun.
Perubahan laboratorium yang menunjukkan peningkatan laju endap
darah, peningkatan immunogobulin, leukositosis neutrofil atau
limfosit.
Perubahan yang terjadi, kelenjar Tiroid sedikit membesar akibat
proses inflamasi, bisa asimetris, proses keradangan yang terjadi bisa
menyebabkan perlekatan pada kapsul dan jaringan extra tiroidal. Pada
pemeriksaan mikroskopis tampak serbukan sel polimorfonuklear,
limfosit, dan giant cell. Yang karakteristik adanya granuloma berisi
giant cells dikelilingi oleh fokus-fokus degeneratif dari folikel tiroid.
Pada subakut tiroiditis sering remisi spontan, akan tetapi bisa
kambuh setelah beberapa waktu. Kortikostroid, analgesik berperan
untuk mengantisipasi gejalanya. Prednison diberikan jangka panjang

14

dan berangsur-angsur dikurangi dosisnya. Bukan indikasi untuk


dilakukan tireidoktomi subtotal.
Tiroiditis kronis
Hashimotos disease :

Pertama kali dilaporkan oleh Hawkin Hashimoto dari


Jepang pada tahun 1912, sebagai penyakit tiroid akibat gangguan
Immunologis. Sering menyebabkan hipotiroidi pada anak dan
dewasa. Laki : wanita = 5 : 1, sering terjadi pada usia 30-50 tahun.
Antitiroid antibodi dalam serum penderita Hashimotos
disease ditemukan pertama kali oleh Doniach dan Roitt, 1957. hal
ini bisa mendeteksi adanya kelainan tersebut, dan berlangsung
selama sakit, erat hubungannya dengan peran T cell mediated
factor.
Klinis didapat struma multinodusa dengan batas nodul tidak
jelas, benjolan-benjolan yang terjadi biasanya pada pole bawah,
tidak nyeri, tidak febris, berat badan turun. Pada struma yang besar
sering menimbulkan penekanan pada vena kava superior.
Diagnosa

hashimotos

disease

dimulai

dengan

ditemukannya hipotiroidi, pemeriksaan fungsi tiroid (TSH,T 3 ,T 4


) didapatkan TSH normal, dan sedikit penuruna pada T 3 dan T 4
.
Pada fase transient hipertiroidi maka akan didapat
peningkatan T 3 T 4 , hal ini bisa dibedakan dengan Graves
disease dengan melakukan pemeriksaan I 131 uptake. Pada Graves
desease akan didapat peningkatan uptake yang difus pada seluruh
jaringan tiroid, sedangkan pada Hashimotos disease akan dapat
gambaran yang normal bahkan pada fase lanjut akan didapat
uptake I 131 menurun.
Test rutin tirogobulin dan mikrosomal antibodi bisa
memastikan

diagnosa

15

Hashimotos

disease,

biasanya

medikamentosa dengan memberikan hormon tiroksin (Euthyrox ;


Thyrax) sebagai replesmen, serta simtomatis lainnya. Kadang
diperlukan pembedahan yang sifatnya adalah untuk mengurangi
jeratan atau penekanan yang diakibatkan. Biopsi atau FNA
dilakukan untuk membedakan dengan proses keganasan.
o Riedels Struma :
Sangat jarang, suatu proses keradangan pada tiroid,. Usia
yang mengalami berkisar antara 30-60 tahun, wanita lebih sering
dibanding pria. Etiologi terjadi tidak jelas. Sering dihubungkan
sebagai kelanjutan dari tiroiditis subakut.
Penderita sering mengeluh adanya pembesaran yang cepat
pada kelenjar tiroid disertai dengan gangguan pada trakea atau
esofagus. Konsistensinya mengeras seperti kayu, bentuk ireguler,
tanpa rasa nyeri, sering rancu dengan karsinoma tiroid. Pada
pemeriksaan laboratorium hampir tidak didapat kelainan, hanya
saja bila sudah fase akhir akan didapat hipotiroidi. Diagnosa yang
diandalkan hanyalah biopsi.
Kelainan patologi yang didapatkan adanya fibrosis yang
menyeluruh pada kelenjar tiroid, padat, fibrosis juga melibatkan
jaringan sekitar sehingga kapsul tiroid sendiri menjadi tidak
nampak. Tidak didapatkan infiltrasi limfosit pada jaringan tiroid,
akan tetapi dijumpai perivaskulitis limfositik.
Pengobatan ditujukan pada suplemen hormonal bila dalam
kondisi hipotiroidi, pembedahan diindikasikan atas adanya
penekanan atau jeratan pada trakea dan atau esofagus. Fibrosis
yang terjadi dapat melibatkan struktur sekitarnya antar lain
a.karotis, n.rekunen laringeus. Selain itu pada beberapa penderita
dijumpai juga ada proses fibrosis ditempat lain (multifokal), bisa
terjadi di retroperitoneal.
Neoplasma
Tumor kelenjar thyroid pada umumnya berupa suatu nodule atau
massa dan setiap nodule pada kelenjar thyroid harus dicurigai sebagai

16

suatu keganasan sampai dapat dibuktikan bahwa tumor tersebut tidak


ganas, perlu diketahui bahwa nodule pada kelenjar thyroid dengan
fungsi kelenjar dalam keadaan normal dapat terjadi pada perdarahan
dalam kelenjar thyroid normal, chronis thyroiditis, adenoma dan
Carcinoma.
Di Amerika Serikat tumor pada kelenjar thyroid didapatkan pada =
4-5% dari populasi. Kebanyakan dari tumor ini adalah suatu adenoma
dan tumor-tumor jinak lain.
Tumor ganas kelenjar thyroid yang paling ganas didadatkan adalah
suatu Papillary Carcinoma dan jarang menyebabkan kematian.
Kematian yang terjadi karena Carcinoma ini 13 penderita dari
1.000.000 penduduk tiap tahunnya dengan kemungkinan untuk hidup
selama 30 tahun 5%.
Carcinoma kelenjar thyroid sangat sukar dibedakan dengan yang
jinak tanpa disertai pemeriksaan mikroskopik.
Dari suatu penyelidikan didapatkan 15 penderita Carcinoma dari
226 penderita dengan nodule kelenjar thyroid dan dari 15 penderita ini
hanya 6 penderita yang diagnose dengan kegansan.
o Tumor jinak
Tumor jinak kelenjar thyroid yang paling sering didapatkan
adalah suatu adenoma dan sering dikacaukan dengan adenomatous
goiter (multinodular goiter)
Adenomatous goiter bukan merupakan neoplasma yang
sebenarnya karena suatu adenoma mempunyai cirri-ciri sebagai berikut
-

Berkapsul jaringan ikat fibrous

Arsitektur jaringan yang berada dalam dan diluar kapsul jelas


berbeda

Arsitektur jaringan yang berada dalam kapsul biasanya uniform

Terjadi penekanan jaringan thyroid diluar kapsul


Adenoma sering terjadi pada wanita dengan perbandingan 7 : 1

dan 80% terjadi pada umur antara 20 60 tahun. Terdapat dua bentuk
adenoma kelenjar thyroid yaitu suatu follicular dan papillary adenoma.

17

Follicular dapat dibagi lagi menjadi macro dan micro follicular


adenoma. Disamping itu ada bentuk lain yang dinamakan Hurtle Cell
Adenoma
1. Follicular Adenoma
Adalah suatu adenoma kelenjar thyroid yang membentuk acini
atau kelenjar yang serinf terjadi pada usia dewasa muda dan pada
setiap bagian dari kelenjar thyroid. Suatu adenoma biasanya single,
berbatas jelas berbentuk bulat sampai bulat lonjong, berkapsul
dengan diameter 3-4 cm tetapi dapat mencapai 10 cm. konsistensi
lebih padat dari jaringan thyroid yang normal.
Terdapat sebuah bentuk adenoma yang terdiri dari sel-sel yang
besar dan granular daripada sel thyroid normal dengan susunan
yang bermacam-macam dari bentuk acini, jalur-jalur atau
kelompok-kelompok. Bentuk ini disebut sebagai Hurtle Cell
Adenoma.
Kurang lebih 10% dari adenoma ini menunjukkan adanya
invasi sel kedalam pembuluh darah atau limfe dan cenderung
menjadi ganas. Proses ini dimulai denagn penembusan kapsul
adenoma tersebut. Yang terpenting mengadakan invasi adalah
embryyonal adenoma dan yang paling jarang adalah colloid
adenoma.
Bila suatu adenoma mengadakan invasi kedalam pembulu
darah

maka

disebut

sebagai

angio-invasi

adenoma

atau

encapsulated follicular carcinoma.


Follicular adenoma punya arti klinis yang penting karena :
potensial untuk menjadi hyperthyroidism, sukar dibedakan dengan
Carcinoma dan dapat menjadi ganas.
2. Teratoma
Suatu tumor yang sanagt jarang dibedakan dan biasanya terjadi
pada garis tengah tubuh yang berasal dari jaringan embryonal.
Teratoma sering terjadi pada ovarium dan testi. Gambarkan
teratoma pada kelenjar thyroid sama seperti dilain tempat dan

18

secara mendalam akan dibicarakan dalam bab urogenitalia


o Tumor ganas
Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Klasifikasi
keganasan thyroid :
o

Well differentiated : Papillary Carcinoma


Folliculary Carcinoma

Undifferentiated

: Medullary Carcinoma
Anaplastic Carcinoma

Karsinoma tiroid agak jarang di-dapat, yaitu sekitar 3-5% dari


semua tumor maligna. Insidensnya lebih tinggi di negara berkembang
dengan struma endemik, terutama jenis folikuler dan jenis anaplastik.
Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia
muda (7-20 tahun) dan usia setengah baya (40-60 tahun). Insidens
pada pria adalah sekitar 3/ 100.000/tahun dan wanita sekitar 8/
100.000/tahun. Kurang lebih 25% terjadi pada struma nodosa. Fokus
karsinoma tampaknya muncul secara de novo di antara nodul dan
bukan di dalamnya.
Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor resiko yang
penting. Lebih kurang 25% dari mereka yang menjalani radiasi di leher
pada usia muda, di kemudian hari, memperlihatkan nodul kelenjar
tiroid yang berupa adenokarsinoma tiroid, terutama tipe papiler.
Wapada keganasan pada struma apabila didapatkan :

Pembesaran soliter yang cepat pada kelenjar tiroid tanpa


disertai rasa nyeri

Pengerasan pada beberapa bagian atau menyeluruh dari suatu


struma

Struma yang sudah lama tiba-tiba membesar progresif

Hilangnya mobilitas dari stuma, terjadi akibat proses infiltrasi


tumor

kesekitarnya

19

Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang m.


Sternokleidomastoideus karena terdesak oleh tumor (tanda dari
Berry)

Adanya obstruksi trakea

Struma disertai dengan suara parau atau horner syndrome


(ptosis, miosis, enophthalmus), hal ini menunjukkan adanya
infiltrasi atau metastase kanker ke jaringan sekitarnya

Struma disertai pembesaran kelenjar limfe leher

Struma disertai metatase jauh (kalvaria, kosta, kolum femuris


dll)

a. Adenokarsinoma papiler
Adenokarsinoma papiler adalah jenis keganasan tiroid
berdiferensiasi baik yang paling sering ditemukan (50-60%).
Sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah bening
regional di leher. Karsinoma ini merupakan karsinoma tiroid
yang bersifat kronik, tumbuh lambat, dan mempunyai
prognosis paling baik di antara jenis karsinoma tiroid lainnya.
Walaupun telah ada metastasis limfogen di leher, dengan
pengobatan yang baik, dapat dicapai ketahanan hidup
sampai 20 tahun atau lebih. Karena tumbuh lambat dan
penyebarannya di luar tiroid juga lambat, evaluasi untuk
menilai keberhasilan berbagai cara teknik pembedahan atau
penanganan lain sukar ditentukan. Faktor yang memengaruhi
prognosis baik ialah usia di bawah 40 tahun, wanita, dan
jenis histologik papiler. Penyebaran limfogen tidak terlalu memengaruhi prognosis. Faktor prognosis kurang baik adalah
usia di atas 45 tahun serta tumor tingkat T3 dan T4. Tumor
ini jarang bermetastasis secara hematogen, tetapi pada 10%
kasus terdapat metastasis jauh. Diagnosis. Pada anamnesis
ditemukan keluhan tentang benjolan pada leher bagian
depan. Benjolan tersebut

mungkin

ditemukan

secara

kebetulan oleh penderita sendiri atau oleh orang lain.

20

Benjolan membesar sangat lambat, dan jika terjadi cepat,


harus dicurigai suatu degenerasi kistik atau karsinoma
anaplastik. Yang terakhir ini umumnya disertai tanda
Penekanan terhadap organ dan struktur sekitarnya. Pada
anamnesis juga harus ditanyakan adanya faktor risiko untuk
terjadinya karsinoma tiroid.
Kadang terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher
bagian lateral, yaitu grup juguler. Penyebaran kc kelenjar getah
bening di bagian kranial kutub atas tiroid akan menimbulkan yang
dahulu dikenal sebagai tiroid aberans. Tumor primernya biasanya
tidak dikeluhkan dan tidak dapat ditemukan secara klinis. Bila
tumornya cukup besar, akan timbul keluhan karena desakan
mekanis pada trakea dan esofagus, atau hanya timbul rasa
mengganjal di leher.
Pemeriksaan fisik. Tumor biasanya dapat dilihat dan dapat
dipalpasi dengan mudah. Yang khas untuk tumor tiroid ialah tumor
ikut dengan gerakan menelan. Akan tetapi, pada stadium yang telah
lanjut yang telah berinflltrasi ke jaringan sekitar, tumor menjadi
terfiksasi, dan sering kali tidak lagi bergerak pada waktu menelan.
Hal ini sering menjadi indikator bahwa tumor sudah tidak dapat
diangkat.
Pemeriksaan penunjang. Ultrasonografi dilakukan untuk
membedakan nodul kistik atau padat, dan untuk menentukan
volume tumor. Pemeriksaan Rontgen berguna untuk melihat
dorongan, tekanan, dan penyempitan pada trakea, serta membantu
diagnosis dengan melihat adanya kalsifikasi di dalam jaringan
tiroid. Foto toraks dibuat untuk melihat kemungkinan ekstensi
struma ke retrosternum dan penyebaran karsinoma tiroid ke
mediastinum bagian atas atau ke paru.
Pemeriksaan CT scan bermanfaat terutama pada karsinoma
tiroid stadium lanjut, yaitu untuk melihat ekstensi tumor ke
jaringan sekitar, adanya pembesaran, dan metastasis pada kelenjar

21

getah bening leher. CT scan juga berguna untuk merencanakan


pembedahan, tetapi tidak dapat membedakan ganas atau jinaknya
suatu nodul tiroid jika belum terjadi infiltrasi ke jaringan
sekitarnya.
Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan bahan
radioaktif yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang
ditangkap oleh nodul tiroid, dikenal adanya nodul dingin, yaitu
nodul yang tidak menangkap atau sedikit menangkap yodium
dibandingkan

dengan

sel

kelenjar

normal.

Nodul

hangat

menangkap yodium radioaktif sama banyak dengan sel kelenjar


normal, dan nodul panas menangkap yodium radioaktif lebih
banyak. Karsinoma papiler biasanya kurang atau sama sekali tidak
menangkap yodium.
Biopsi insisi tidak dianjurkan pada karsinoma tiroid yang
masih layak bedah. Biopsi aspirasi jarum halus (FNA) merupakan
cara diagnosis yang sangat balk dan sederhana. Ketepatan diagnosis
sangat bergantung pada teknik pengambilan, persiapan slides,
kejelian serta pengalaman ahli patologi di bidang sitologi. Tata
lafcsana. Pembedahan enukleasi pada struma bernodul tunggal
Sebaiknya tidak dilakukan karena dianggap tidak adekuat.
Selain itu, apabila hasil pemeriksaan patologi ternyata ganas,
diperkirakan sudah terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel
tumor sehingga pembedahan berikutnya menjadi tidak sempurna
lagi. Harus diingat bahwa sebagian struma nodul tunggal adalah
ganas, dan juga nodul yang teraba secara klinis tunggal mungkin
merupakan bagian dari struma multinodosa.
Nodul soliter jinak jarang terdapat pada anak, pria (semua
umur), dan wanita di bawah 40 tahun ataupun di atas 60 tahun. Bila
ditemukan struma nodul tunggal pada golongan tersebut, harus
dianggap

suatu

keganasan

dan

minimal

harus

dilakukan

istmolobektomi. Pada pemeriksaan histopatologik, sekitar 10%

22

menunjukkan keganasan dan biasanya bcrjenis adenokarsinoma


papiler.
Pengobatan primer karsinoma papiler dengan radioaktif
tidak memberikan hasil yang memuaskan karena adenokarsinoma
papiler pada umumnya tidak menyerap yodium 131 (Iodine 131).
Pada pascatiroidektomi total ternyata yodium lebih dapat ditangkap
oleh sel anak sebar karsinoma papiler tertentu sehingga pemberian
pascabedah dengan yodium radioaktif akan lebih bermanfaat.
Radiasi ekstemal dapat diberikan bila tidak terdapat fasilitas radiasi
intern, dengan hasil yang masih kontroversiai. Metastasis sebaiknya
ditatalaksanal secara ablasio radioaktif.
Prognosis adenckarsinoma papiler cukup balk pada tumor tingkat
Tl dan T2.
b. Adenokarsinoma folikuler
Adenokarsinoma folikuler meliputi sekitar 25% keganasan
tiroid dan didapat terutama pada wanita setengah baya. Kadang
ditemukan adanya tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak
atau

humerus,

yang

merupakan

metastasis

jauh

dari

adenokarsinoma folikuler yang tidak ditemukan karena kecil


(occult) dan tidak bergejala.
Pembedahan

untuk

adenokarsinoma

folikuler

adalah

tiroidektomi total. Karena sel karsinoma ini menangkap yodium,


radioterapi dengan yodium 131 dapat digunakan. Bila masih ada
tumor yang tersisa ataupun terdapat metastasis, dilakukan
pemberian yodium radioaktif.
Radiasi eksternal untuk metastasis pada tulang ternyata
dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik. Prognosis cukup
baik, terutama untuk tipe mikro-invasif.
c. Adenokarsinoma meduler
Adenokarsinoma meduler meliputi 5-10% keganasan tiroid
dan berasal dari sel parafolikuler, atau sel C yang memproduksi
tirokalsitonin. Kadang dihasilkan pula CEA (carsinoembryonic

23

antigen). Tumor adenokarsinoma meduler terbatas tegas dan keras


pada perabaan. Tumor ini terutama didapat pada usia di atas 40
tahun, tetapi juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan
pada anak, dan biasanya disertai gangguan endokrin lannya.
Pada slndrom Sipple (MEN Ha) ditemukan kombinasi
adenokarsinoma meduler, feokromositoma, dan hiperparatiroidi,
sedangkan pada MEN IIb disertai juga neuroma submukosa.
Bila dicurigai adanya adenokarsinoma meduler, dilakukan
pemeriksaan kadar kalsitonin darah sebelum dan sesudah
perangsangan

dengan

suntikan

pentagastrin

atau

kalsium.

Kalsitonin, juga merupakan hormon, dapat dipergunakan sebagai


alat skrining pada keluarga dengan karsinoma meduler.
Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total.
Pemberian radioterapi tidak memuaskan. Pemberlan yodium
radioaktif juga tidak berhasil karena tumor Ini bukan berasal dari
sel folikuler, tetapi dari sel parafolikuler (sel C) sehingga tidak
menangkap atau menyerap yodium radioaktif.
d. Adenokarsinoma anaplastik
Adenokarsinoma anaplastik jarang ditemukan dibandingkan
dengan karsinoma yang berdiferensiasi balk, yaitu sekitar 20%.
Tumor ini sangat ganas, terdapat terutama pada usia tua, dan lebih
banyak pada wanita. Sebagian tumor terjadi pada struma nodosa
lama yang kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering
disertai nyeri dan nyeri alih ke daerah telinga dan suara serak
karena inflltiasi ke n.rekurens. Biasanya waktu penderlta datang
sudah terjadi penyusupan ke jartngan sekitarnya, seperti taring,
faring, dan esofagus sehingga prognosisnya buruk.
Pada anamnesis ditemukan struma yang telah di-derita
cukup lama dan kemudian membesar dengan cepat, disertai adanya
penekanan pada atau infiltrasi ke dalam organ dan struktur sekitar
dan rasa sakit. Salah satu gejala yang dapat terjadi adalah suara
menjadi parau pada penderita struma nodosa yang sudah lama

24

maka harus dicurigai adanya degenerasi maligna, yaitu karsinoma


anaplastik.
Pemeriksaan penunjang berupa foto Rontgen toraks, leher
dan seluruh tulang tubuh dilakukan untuk mencari metastasis ke
organ tersebut.
Pembedahan biasanya sudah tidak mungkin lagi sehingga
hanya dapat dilakukan biopsi aspirasi jarum halus (FNA) atau
biopsi insisi, untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu-satunya
terapi yang bisa diberikan adalah radiasi eksternal dengan atau
tanpa pemberian kemoterapi antikanker (doksorubisin).
Prognosis karsinoma anaplastik adalah buruk, dan penderita
biasanya meninggal dalam waktu enam bulan sampai satu tahun
setelah diagnosis.
C. Diagnosa
Anamnesa yang telaten, pemeriksaan fisik yang seksama sering sudah
mendukung dalam menegakkan diagnosa kerja yang tajam untuk penderita
struma. Walaupun demikian kadang memang untuk kasus tertentu masih
memerlukan dukungan sarana diagnostik lain sebagai konfirmasi serta
dasar dalam menentukan langkah terapi yang lebih cepat.
a. Anamnesa
Selain hal-hal yang

mendukung terjadinya

struma

akibat

keradangan atau hiperplasi dan hipertrofi, maka perlu juga ditanyakan


hal-hal yang diduga ada kaitannya dengan keganasan pada kelenjar
tiroid, terutama pada struma uninodusa nontoksika antara lain :
- umur <20 tahun atau >50 tahun
- riwayat terpapar radiasi leher pada waktu kanak-kanak
- pembesaran kelenjar tiroid yang cepat
- penderita struma disertai suara parau
- disertai disfagi
- disertai rasa nyeri
- ada riwayat pada keluarga yang menderita kanker
- penderita struma yang diduga hiperplasi, diterapi dengan hormon

25

tiroksin tetap membesar.


- Struma dengan sesak nafas
Nodul tiroid yang jinak paling sering terjadi pada umur 30-50
tahun. Apabila nodul dijumpai pada umur <20 tahun, 20-70% adalah
ganas, demikian juga kalau umur > 50 tahun. Adanya gejala lokal
suara parau dan disfagia biasanya dapat merupakan petunjuk adanya
sifat invasif suatu keganasan tiroid. Suatu nodul tiroid yang sudah
bertahun-tahun besarnya tetap biasanya jinak, akan tetapi apabila
berubah menjadi membesar dalam waktu singkat (bulan/minggu) maka
perlu diwaspadai berubah menjadi ganas.
Pada anamnesa untuk mengetahui adakah gangguan fungsi pada
penderita struma maka harus ditanyakan juga hal-hal yang mendukung
adanya tanda hipertiroidi antara lain tremor, akral hangat dan basah,
takikardia, susah konsentrasi, makan banyak akan tetapi badan tetap
kurus/berat badan turun, sering diare. Sedangkan gejala hipotiroidi
antara

lain

sukap

lamban/apatis,wajah

sembab,konstipasi,kulit

kering,sering mengantuk, berat badan bertambah,dan non pitting


oedema pada tungkai.
b. Pemeriksaan Fisik
Apabila melakukan pemeriksaan fisik yang pertama pada penderita
(pasien baru) hendaknya dilakukan seteliti mungkin sehingga tidak ada
yang terlewatkan. Periksalah pada tempat dengan pencahayaan yang
cukup terang, dalam ruang yang cukup sopan ( bisa menjamin
privacy, alat bantu (stetoskop, sentolop, meteran, spidol,dsb) untuk
pemeriksaan sudah tersedia.
Lakukan pemeriksaan sistematis (urut dari atas ke bawah), simetris
(bandingkan kanan dan kiri), simultan (kanan dan kiri bersamaan),
seksama dan jangan lupa sempatkan melihat kepala bagian belakang.
Secara rutin harus dievaluasi juga keadaan kelenjar getah bening
lehernya, adakah pembesaran, lakukan evaluasi tersebut secara
sistematis pula.

26

Sepeti halnya pemeriksaan fisik untuk kasus tumor pada kepala


dan leher, maka kepala-leher-dada bagian atas harus terlihat dengan
jelas, dianjurkan penderita buka baju.
Pemeriksaan penderita struma kita lakukan dari belakang kepala
penderita

sedikit

fleksi

sehingga

m.sternokleidomastoideus

relaksasi,dengan demikian tumor tiroid lebih mudah dievaluasi dengan


palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi
ditengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral
mengevaluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu
penderita disuruh menelan.Pada struma yang besar dan masuk
retrosternal maka kita tidak bisa meraba trakea serta pole bawah tiroid.
Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan
ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa
digerakkan kearah lateral, dan sukar digerakkan ke araah vertikal.
Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang masuk
menembus kapsul, tiroiditis, ada jaringan fibrosis setelah operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya
lobus kiri penderita), maka dilakukan sebagai berikut ; Dengan jari
tangan kiri kita letakkan dimedial dibawah kartilago tiroid, lalu kita
dorong benjolan tersebut kekanan. Kemudian ibu jari tangan kanan
kita letakkan dipermukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya kita
letakkan pada tepi belakang m.sternokleidomastoideus untuk meraba
tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.pada struma yang menimbulkan
pendesakan trakhea bisa menyebabkan sesak nafas, sianosis sehingga
penderita gelisah.
Test Kocher, suatu cara unuk mengetahui adanya pendesakan
tersebut, caranya :
Tekanlah lobus lateralis yang membesar tesebut dari arah lateral
pelan-pelan sambil diikuti, bila ada obstruksi maka akan terdengar
stridor.
Penyempitan Trakhea bisa dijumpai pada :
1. Karsinoma tiroid yang menginfiltrasi trakea

27

2. Retrosternal goiter
3. Struma multinodusa yang diderita bertahun-tahun
4. Riedel struma (Riedel tiroiditis)
Pada

pemerikasaan

fisik

bila

dijumpai

nodul

maka

harus

dari

satu

didiskripsikan :
1. Lokasi ; lobus kanan,lobus kiri, ismus
2. Ukuran;dalam sentimeter,diameter panjang
3. Jumlah

nodul;satu(uninodusa)

atau

lebih

(multinodusa)
4. Konsistensinya; kistik, lunak, kenyal, keras
5. Nyeri; ada nyeri atau tidak ada saat dilakukan palpasi
6. Mobilitas;

ada/tidak

ada

perlekatan

terhadap

trakea,m.sternokleidomastoideus
7. pembersihan kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau
tidak
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang
multiple(5%), namunpada umumnya keganasan biasanya pada nodul
yang soliter (15%-20%).
Retrostenal golter, terjadi pada penderita dengan leher pendek,
pada keadaan normal tidak tampak struma, kalau batuk akan terlihat
ada masa tumor yang meloncat, disebut plunging goiter. Retrosternal
goiter akan lebih jelas bila dikonfirmasi dengan foto thoraks lateral,
sering menimbulkan obstruksi pada thoracic outlet sehingga kalau ada
penderita mengangkat kedua lengannya tinggi disamping kepala, tidak
lama kemudian akan tampak kongesti pada muka dan syanosis
(Pamberton sign).
c. Pemeriksaan Penunjang
Penyakit tiroid merupakan penyakit endokrin yang sering
dijumpai. Pada penyakit ini dapat disertai pembesaran tiroid dengan
fungsi normal (eutiroid), berkurang (hipotiroid) atau meningkat
(hipertiroid). Bila disertai dengan fungsi berkurang atau meningkat
biasanya gambaran klinisnya jelas, sehingga diagnosis agak mudah

28

ditegakan. Namun demikian , pemeriksaan laboratorium kadang masih


diperlukan

untuk

menunjang

diagnosis

klinis

ataupun

untuk

menyingkirkan adanya penyakit tiroid pada penderita dengan


gambaran klinis yang mirip dengan penyakit tiroid, selain untuk
monitoring serta follow-up terapi.

Basal Metabolisme Rate.


Pengukuran BMR dengan menggunakan Spirometri (Oxygen
consumption rate), atau secara klinis kita bisa mengukur dengan
menggunakan rumus empiris (Rumus Reed) Sebagai berikut :
% BMR = 0,75 0,74(s-d): n - 72%
s = sistole; d =diastole; n =nadi,
tensi dan nadi diukur pada keadaan basal
Harga normal BMR adalah (-) 10% sampai (+) 10%
BMR sehari-hari kita gunakan untuk screening penderita
struma yang akan operasi, apakah ada hipertiroidi yang tersembunyi
occult

hypertyroidi

yang

kemudian

dikonfirmasi

dengan

pemeriksaan T 3 /T 4 . Pemeriksaan BMR diruangan dilakukan secara


rutin pada penderita struma pada 2-3 hari sebelum operasi
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa
penyakit tiroid terbagi atas :
a. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
b. Pemeriksaan untuk menunjukaan penyebab gangguan fungsi tiroid
a . Pemeriksaan Untuk Mengukur Fungsi Tiroid
Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering
menggunakan radiommuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linket
immunoassay

(ELISA)

dalam

serum

atau

plasma

darah.

Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita dengan

29

penyakit tiroid ; T3 total sangat membantu untuk hipertiroidi ; TSH


sangat diperlukan untuk mengetahui hipotiroidi.
Kadar total hormon tiroid dalam sirkulasi

Tiroksin total (TT4)


Tipoksin

total (TT4) dalam serum merupakan pemeriksaan

standar untuk fungsi tiroid. Pemeriksaan T4 ini tidak dipengaruhi


oleh yodium ataupun media kontras yang berisi yodium, kecuali
kalau diberikan yodium cukup banyak yang dapat dipengaruhi
fungsi tiroid sendiri. pada pemeriksaan ini yang diukur adalah T 4
yang bebas dan yang terikat dengan protein. Perubahan dalam
ikatan dengan protein mempengaruhi pengukuran TT4 sehingga
perlu ditanyakan apakah penderita sementara minum obat atau
hamil, karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan interpretasi
hasil pemeriksaan.
TT4 pararel dengan perubahan kadar tiroksin binding
globulin (TBG). Sebagai contoh, pada penderita eutiroid dengan
kadar TBG meningkat oleh karena hamil atau sementara minum
obat anti hamil, maka TT4 biasanya menunjukan

dalam batas

hipertiroid. Kadar TT4 normal: orang dewasa 60-150 nmol/L atau


50-120 ng/dl ; neonatus 144-400 nmol/L ; bayi 90-195 nmol/L ;
sedangkan pada anak-anak 70-150 nmol/L .

Tri-yodotironin total (T3 totol = TT3)


Seperti TT4 maka TT3 juga dipengaruhi oleh perubahan

ikatan protein dalam hormon tiroid. Kadar TT3 normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L (0,65-1,7 mg/ml) ; pada neonatus
0,8-7,2 nmol/L ; bayi 1,6-3,8 nmol/L ; anak-anak 1,5-3,7 nmol/L.
Penetapan kadar TT3 lebih berguna pada keadaan hipertiroidi

30

dibanding TT4 karena kenaikan TT3 relatif lebih besar dari


kenaikan TT4. Pada T3 tirotoksikosis kadar T4 normal
Pada hipoteroid penununan TT3 tidak sejelas penurunan
TT4 karena ada rangsangan dari TSH, sehingga sebaliknya
ditentukan kadar TSH.pada beberapa penyakit non tiroid dan pada
usia lanjut dapat dijumpai penurunan TT3 karena konversi dari T4
ke T3 berkurang.

Kadar protein bound lodine (PBI)


Pemeriksaan PBI mula-mula merupakan tes standar untuk

fungsi tiroid, namun banyak laboratorium tidak menggunakan lagi


dengan adanya

pemeriksaan pengukuran kadar hormon

tiroid

secara langsung. Kerugian pemeriksaan PBI ini adalah banyak


dipengarui oleh preparat yodium yang diminum penderita atau
kontaminasi yodium dari laboratorium.

Thyroid hormon binding test (THBT)


Tes ini berdasar pada pengukuran tempat ikatan yang bebas

pada thyroid hormone binding proteins (TBP). Makin banyak


tiroksin,makin jenuh TBP dan makin sedikit tempat ikatan yang
bebas. Sebaliknya makin kurang tiroksin, makin banyak tempat
ikatan yang bebas. Kira-kira 70% dari T4 dan 77% dari T3 terikat
TBG sedang sisanya terikat pada TBPA (10% dari T4 8% dari T3)
dan albumin (20% dari T4,15% dari T3) .pemeriksaan ini
dipengaruhi oleh jumlah hormon tiroid dan jumlah total TBP.
THBT ini kurang sensitive dibandingkan dengan pengukuran TT4
dan TT3 untuk menemukan gangguan fungsi tiroid, sehingga tes
lebih banyak dugunakan untuk menilai perkiraan kadar T4 bebas
(free thyrixine index=FT4I) dengan perubahan ikatan pada protein.

31

Kadar hormon tiroid bebas dalam sirkulasi tiroksin bebas


(Free thyroxine = FT4 )
Tiroksin bebas dari hormon tiroid adalah kompenen aktif

dalam metabolisme yang menentukan keadaan tiroid. Pemeriksaan


FT4 dilakukan untuk menghindari pengaruh kadar TBG.
Pemeriksaan FT4 sukar dan memakan waktu lama serta biaya
tinggi, sehingga sebagai pengganti digunakan cara menghitung
FT4 dari TT4 dan tes pengambilan T3 atau T4 (biasanya digunakan
T3 resi uptake = T3 RU). Dari hasil perkalian TT4 dan T3RU
didapatkan indeks FT4(FT4I). Dapat juga FT4I diperkirakan
dengan ratio FT4 : TBG. Bila FT4I

meningkat menunjukan

hipertiroidi , normal adalah eutiroidi, sedangkan bila rendah maka


hipoiroidi.

Tri-yodotironin bebas (Free T3 = FT3 )


Kadar FT3 yang benar dalam serum belum ada persesuaian

diantara para ahli dan pemeriksaan FT3 kurang bermanfaat


dibandingkan dengan pemeriksaan TT3. Perhitungan index
FT3(FT3I) sama seperti FT4I namun jarang dalakukan. Dengan
cara perhitungan FT4I maka pemeriksaan FT4 dan

FT3 tidak

diperlukan lagi.

Kadar thyroid stimulating hormone (TSH)


Pengukuran

kadar

TSH

terutama

untuk

diagnosis

hipotiroidi primer dimana basal TSH meningkat 6mU/L, kadangkadang meningkat sampai 3 kali normal. Pada hipotiroidi, supensi
TSH oleh hormon tiroid berkurang sehingga kadar TSH dalam
darah meningkat, maka penetapan kadar TSH penting pada
hipotiroidi primer. Pada hipotiroidi, basal TSH yang terukur

32

dengan pemeriksaan biasa (RIA) dapat juga ditemukan pada


eutiroudi. Pemeriksaan yang lebih spesifik, menggunakan metode
immunoradio-metricassay(IRMA) yang lebih sensitive, kadar TSH
basal dapat membedakan hipertiroidi dan eutiroidi sehingga
pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pilihan utama untuk tes
fungsi tiroid.
Kadar TSH normal dengan metode RIA didapatkan ratarata 2-4 mU/L dengan batas paling tinggi 6mU/L baik pada anakanak maupun pada dewasa, pada neonatus kurang dari 25 mU/L.
b. Pemeriksaan untuk menunjukaan penyebab ganguan fungsi
tiroid antibody antitiroid
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan
pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Ada 5
macam system antigen antibody yang spesifik pada tiroid yaitu :
Antibodi tiroglobulin, antibody mikrosomal, antibody antigen
koloid kedua CA2 antibodies, antibody permukaan sel (Cell
surface antibody) dan thyroid stimulating Antibodies (TSAb).
Antibody

trirglobulin

dan

antibody

mikrosomal

biasanya

ditemukan pada tiroiditis hashimoto.

Antibodi tiroglobulin

Pemeriksaan antibody ini dengan cara :


1. Tes presipitin
2. Tes TRC (tanned red cell)
3. Tes immunofloresen
4. Competitive binding radioassay
5. Tes lateks
Yang paling sensitive dari pemeriksaan ini adalah dengan
cara competitive binding radioassay. Antibody tiroglobulin dapat
ditemukan pada miksedema, penyakit graves, tiroiditis hashimoto
dan kanker tiroid.

Atibodi mikrosomal

Pemeriksaan antibody ini dengan cara :

33

1. Fiksasi komplemen
2. Tes immunofluresen
3. Tes TRC
4. Competitive binding radioassy dari kriss
Yang paling sensitive adalah dengan cara dari kriss.Adanya
antibody mikrosomal menunjukan penyakit tiroid autoimmune.
Juga antibody ini dapat ditemukan pada kanker tiroid. Pada
penderita hipotiroid dengan pengobatan tiroksin, bila ditemukan
antibody tiroid memberikan petunjuk kegagalan fungsi tiroid.

Antibodi CA2
Pemeriksaan dengan cara immunofloresens. Kira-kira

separuh dari penderita tiroiditis de Quervain ditemukan antibody


ini. Pemeriksaan antibody ini tidak dilakukan secara rutin.

Antibidi permukaan sel


Arti antibody ini dalam penyakit belum diketahui, sehingga

antibody ini belum dikerjakan secara rutin

Thyroid stimulating antibodies (TSAb)


Pada

pemyakit

graves

ditemukan

antibody

yang

memperngaruhi reseptor THS dari sel tiroid dan merangsang


produksi hormon tiroid. Antibodi ini disebut thyroid stimulating
immunoglobulins (TSI.). selain itu ada immunoglobulin lain yang
merasang pertumbuhan kelenjar tiroid tanpa mempengarui
produksi

hormon,

antibody

ini

disebut

thyroid

growth

immunoglobulin (TGI). Pada penderita graves yang tidak


ditemukan TGI, maka kelenjar tiroid tidak membesar . TSAb
ditemukan pada 70-80% penderita graves yang mendapat
pengobatan, 15% dari penderita hashimoto, 60% dari penderita
graves oftalmik dan pada beberapa pendeita kanker tiroid.
Radiologi
Dengan rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea,
atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara

34

klinispun sudah bisa kita duga, foto rontgen leher posisi laternal
diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan
intubasi pembiusnya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasi
diagnostik tersebut sampai memerlukan CT-scan leher. Adanya
kalsifikasi halus pada struma menjukkan karsinoma papiler sedang
kalsifikasi yang kasar bisa terdapat pada endemic goiter yang
lanjut atau juga bisa pada kasimoma meduler.
Ultrasonografi (USG)
Manfaat pemeriksaan ultrasonografi unyuk pemeriksaan tiroid
ialah :
o Dapat menentukan jumlah nodul
o Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik
o Dapat mengukur volume dari tiroid
o Dapat endeteksi adnya jaringan kanker tiroid residif
yang tidak menangkap yodium, yang tidk terlihat
dengan sidik tiroid .
o Pada kehamilan dimana pemeriksaan sidik tiroid adalah
kontra indikasi, pemeriksaan USG sangat membantu
mengetahui adanya pembesaran tiroid.
o Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid
yang akan dilakukan biopsi terarah
o Dapat

dipakai

sebagai

pengamatan

lanjut

hasil

pengobatan.
Gambaran USG tiroid yang perlu diperhatikan dan bisa
didiskripsikan sebagai berikut;
1. Apakah gambaran tiroid suatu pembesaran bilateral
difus atau pemnesaran noduler, pembesaran noduler
dapat berupa nodul tunggal atau nodul multipel.
2. Sifat gema dari lesi, bisa gema kistik (echoluscent),
gema padat (solit) dan gema campuran (mixed).
3. Derajat gema dari lesi dapat normal (noermeochoic),
rendah (hypoechoic) dan tinggi (hyperechoic)

35

4. Khusus untuk nodul tunggal perlu di perhatikan ada


tidaknya daerah bebas gema sekitar nodul, biasa disebut
sonoluscent rim atau halo
5. Adanya tada klasifikasi di lesi atau gambaran gema lain
didalam lesi kistik (internal echoes). Gambaran
demikian bisa disebabkan oleh perdarahan baru atau
lama.
Sidik tiroid (pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radioisotop) :
Metabolisme hormon tiroid sangat erat hubunganya dengan
metabolisme yodium, sehingga dengan yodium yang dimuati bahan
radioaktf kita bisa mengamati aktifitas kelenjar tiroid maupun
bentuk lesinya.
Radioisotop

yang

umum

digunakan

dalam

bidang

tiroidologi adalah I131, I123, I125, Tc99m pertechnetate. Radiasi


gamma digunakan untuk diagnostik, sedangkan radiasi beta hanya
penting untuk terapi. Disamping radio isotop tersebut tadi
digunakan pula (walau masih terbatas ) seperti :
1. Ga67sitrat,untuk membedakan lesi tiroid benigna dan
maligna.
2. TI201 untuk deteksi karsinoma tiroid primer maupun
metastase, dan juga tiroiditis
3. Tc99m dimercaptusuccinic acod (Tc99m DMSA)untuk
deteksi

karsinoma

tiroid

medulare

(primer

dan

metastase).
4. Lain-lain seperti Se75 selenomethionin,Cs131,Tc99m
bleomycin,Tc99m diphosphate untuk sidik tiroid.
Uji tangkap tiroid (thyroid uptake test)
Penilaian fungsi kelenjar tiroid, dapat dilakukan berkat
adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap

36

(trap) yodida dan anion lain (misal pertechnetate dan perchiorate).


Yodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses
organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam poses
trapping. Uji tangkap tiroid merupakan teknik yang paling banyak
dilakukan; uji ini berguna untuk :
1. Menentukan

fungsi

dan

sekaligus

membedakan

berbagai penyebab hipertiroidi.


2. Menentukan dosis yodium radioaktif untuk pengobatan
hipertiroidi.
Dikenal dua jenis uji tangkap yodium (iodine uptake test)
menggunakan

I123,atau

I131,

dan

uji

tangkap

pertechnetate.Dengan uji tangkap pertechnetate (pertechnetate


uptake test)menggunakan Tc99m pertechnetate. Dengan uji
tangkap tiroid diukur persentase

radio isotop yang ditangkap

(uptake) oleh kelenjar tiroid pada periode waktu tertentu .


Proses trapping dan organifikasi yodida berada dibawah
pengaruh TSH; kadar yodium dalam makanan sehari-hari (faktor
diet dan geografis) serta beberapa obat dan keadaan tertentu dapat
mempengarui hasil uji tangkap yodium.
Uji fungsi tiroid melalui uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan
dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid
Uji tangkap yodium dilakukan dengan memberikan I131
melalui oral dengan dosis 30 sampai 50 mCi (= milli curie).
Dengan dosis sebesar itu sekaligus dapat dilakukan sidik tiroid,
sedangkan bila yang akan dilakukan hanya uji tangkap yodim dosis
yang diberikan lebih rendah yaitu cukup 5-10mCi. Presentase
penangkapan ditentukan dengan mengukur radioaktivitas dileher
2,4,6 jam dan kalau perlu 48 jam setelah pemberian I 131 .
Persentase penangkapan diperoleh dengan memperhitungkan pula
faktor peluruh dan radiasi latar belakang.

37

Presentase penangkapan 1,4 atau 6 jam lebih bermakna


untuk menegakkan diagnosa hipertiroidi, sedangkan nilai 24 jam
lebih bermakna untuk hipotiroidi karena pada periode ini radioaktif
dijaringan ekstra tiroid sudah sangat menurun. Sebelum melakukan
uji

tangkap

yodium,

semua

obat

yang

diketahui

akan

mempengaruhi hasil pemeriksaan hendaknya dihentikan terlebih


dahulu.
Mengingat energi I131 yang tinggi, maka lebih dianjurkan
menggunakan radioisotop Tc99m pertechnetate dalam uji tangkap
tiroid. Tetapi sayangnya Tc99m pertechnetate hanya terlibat sampai
proses trapping, sehingga tidak menggambarkan seluruh proses
yang terjadi intratiroid.
Uji tangkap pertechnetate dilakukan dengan menyuntikkan
2-5 mCi Tc99m pertechnetate intravena, dan setelah 10 sampai 20
menit dilakukan pengukuran radioaktif didaerah kelenjar tiroid.
Sekaligus setelah itu dilakukan sidik tiroid.
Sidik Kelenjar Tiroid
Prinsip sidik tiroid sama dengan uji tangkap tiroid, yaitu
daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktif
yang lebih tinggi. Sidik tiroid juga menggunakan radio isotop yang
sama dangan uji tangkap tiroid yaitu I131 atau Tc99m
pertechnetate. Pada keadaan tertentu digunakan pula TI201, dan
Ga67 sitrat yaitu untuk deteksi proses keganasan pada kelenjar
tiroid. Indikasi sidik tiroid adalah
1. Evaluasi

bentuk,

letak,

besar,

serta

distribusi

radioaktivitas.
2. Deteksi varian anatomi seperti tiroid ektopik
3. Evaluasi massa tumor dileher dan mediastinum
4. Deteksi sisa jaringan tiroid pasca tiroidektomi serta

38

anak

sebar

fungsional

dari

karsinoma

tiroid

berdeferensiasi baik.
5. Memperkirakan berat kelenjar tiroid.
Sidik tiroid dapat dilakukan kamera gamma atau rectilinier
scanner. Gambaran normal sidik tiroid adalah berbentuk kupu-kupu
dengan ismus menghubungkan kedua lobi. Masing-masing lobi
besarnya kira-kira sebesar ibu jari penderita dengan distribusi
radioaktivitas rata. Ismus dan lobus piramidalis kadang-kadang
dapat terlihat jelas.
Beberapa kemungkinan kelainan yang dapat ditemukan adalah :
-

Kedua

lobi

membesar

difus

dengan

distribusi

radioaktivitas rata
-

Ada nodul soliter atau multiple; tergantung dari


radioaktivitas Pada nodul, maka nodul tersebut dapat
dibagi menjadi :

Bila jaringan tiroid tidak nampak sama sekali pada sidik


tiroid maka kemungkinan perlu dipertimbangkan adalah :
-

Flooded iodide pool, karena mendapat yodium eksogen

Penderita mendapat obat anti tiroid atau goitrogenik

Hipotiroidi primer, sekunder, tersier

Tiroiditis

Jaringan tiroid ektopik (jaringan tiroid harus dicari


ditempat lain).

Nodul hangat soliter pada umumnya jinak, sedang nodul


panas jarang sekali ganas. Kemungkinan nodul panas ganas kurang
dari 1%. Nodul tiroid otonom (dapat dibuktikan dengan uji supresi
atau stimulasi) cenderung menjadi toksik bila diamerternya lebih
dari 3cm ( toksik noduler goiter).
Nodul

dingin

soliter

lebih

tinggi

kemungkinan

keganasannya; frekuensi keganasan nodul dingin bervariasi antara


8-40%

(london,1974);

15-30%

(holland,1977).

Perbedaan

frekuensi ini mungkin disebabkan perbedaan insiden karsinoma

39

tiroid di berbagai negara. Pada struma multinodusa, sidik tiroid


memberikan gambaran distribusi radioktivitas yang tidak rata;
kemungkinan keganasan pada nodul dingin multipel kecil sekali.
Sering terjadi diskrepansi antara sidik tiroid menggunakan
Tc99m pertechnetate dengan I131; hal ini disebabkan Tc99m
pertechnetate hanya terlibat dalam proses trapping. Bila didapatkan
nodul hangat atau panas pada sidik tiroid dengan Tc99m
pertechnetate, maka harus dilanjutkan dengan sidik tiroid
menggunakan I131 karena ada kemungkinan nodul yang
fungsional tadi menjadi nodul dingin pada saat sidik tiroid dengan
I131.
Sidik seluruh tubuh dengan I131 merupakan prosedur yang
penting dalam pengelolahan karsinoma tiroid yang berdeferensiasi
baik. Dengan teknik ini dapat diketahui adanya jaringan tiroid
tersisa setelah dilakukan tiroidektomi atau anak sebar yang
fungsional ditempat lain, yang penting artinya dalam staging dan
follow-up karsinoma tiroid.
Beberapa radio isotop lain telah dilaporkan berguna untuk
evaluasi proses keganasan dikelenjar tiroid, yaitu Ga67 sitrat dan
TI201, serta antibodi bertanda.
Patologi Anatomi
a. Biopsi jarum halus (FNAB = Fine Needle Aspiration Biopsy)
Diantara semua sarana les diagnostic untuk evaluasi nodul
tiroid, yang paling efektif adalah biopsi jarum halus, dengan
akurasi diagnostic sekitar 80%. Hal ini perlu diingat oleh
karenannya jangan sampai menentukan terapi definitive hanya
berdasarkan hasil FNAB saja.
Ketepatan pengambilan spesimen pada FNAB akan
meningkat bila prosedurnya dilakukan dengan tuntunan USG.
Tehnik pelaksanaan :

40

1. Persiapan
Dalam persiapan ini hal yang penting adalah inform
concern dari penderita, sehingga penderita mengerti persis apa
yang akan dilakukan. Yakinkan bahwa tidak terlalu menyakiti
(seperti digigit semut), cara ini aman, sehingga penderita
kooperatif.
2. Memilih jarum
Jarum yang kita pakai 23 G kalau perlu sedikit diperbesar
lumennya maka dengan jarum 21 G atau 20G. Inget bahwa
semakin besar jarum makin banyak jaringan terluka dan tercampur
darah

yang

akan

membuat

dilusi

dan

aspirat,

sehingga

mengganggu pemeriksaan. Kalau diperlukan menggunakan semprit


10 cc.
3. Prosedur
Penderita terlentang pada pundak diganjal hingga kepala
ekstensi (hati-hati pada penderita dengan artrosis atau gangguan
leher lainnya). Desinfeksi tempat yang akan dibiopsi dengan
alkohol. Ingatkan penderita supaya tidak melakukan gerakan
menelan selama jarum berada dileher. Jarum tadi bisa dipasang
pada semprit atau langsung diserahkan pada nodul, dengan
menusukkan menembus kapsul, nodul difiksir diantara 2 jari dan 3
jari tangan sebelah lain. Pada waktu jarum masuk ke nodul maka
akan terasa ada tahanan, sebab jaringan ini lebih solid dari jaringan
sekitar. Pada waktu jarum menembus kapsul perhatikan lumen
jarum yang diluar sambil tusukkan digerakkan beberapa kali majumundur, posisi ujung harus berada dalam nodul tersebut.
4. Perhatikan aspirat yang keluar
Seringkali

dapat

diduga

struma

tesebut

dengan

memperhatikan aspirat tersebut :


a. Aspirat kering berarti massa avaskuler.
b. Ada campuran koloid yang memberi warna kuning oranye
apabila tercampur dengan darah.

41

c. Kadang tercampur cairan yang cukup banyak dengan


pelbagai warna : coklat merah tua (bekas hematoma),
kuning keruh (proses degenerasi), merah tua (trauma
biopsi). Dalam keadaan demikian perlu disaring dengan
kertas saring dan aspirat yang tertinggal dikertas ini dibuat
hapusan. Apabila yang keluar cairan seperti serum maka
sebaiknya langsung kita lakukan aspirasi saja, akan tetapi
apabila yang keluar kesan lebih kental maka bisa kita
lakukan usapan pada objek glass.
d. Tutup bekas tusukan dengan plaster atau hansaplast.
e. Mengirim sampel
Sampel yang diperoleh tadi dibuat hapusan. Keringkan
dengan menggunakan udara luar, atau bisa juga dengan
menggunakan hair drayer. Beri label nama pada sediaan dan
dikirim ke ahli sitologi dengan surat pengantar disertai keterangan
klinis yang jelas.
b. Pemeriksaan potong beku (VC = Vries Coupe)
Pemeriksaan potong beku pada operasi tireidektomi
diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut
suatu keganasan atau bukan, dilakukan pada saat operasi, spesimen
jaringan patologis dikirim kebagian Patologi Anatomi. Hasil
pemeriksaan potong beku menjadi dasar untuk menentukan
langkah dilakukan lobektomi sutotal, akan tetapi apabila ternyata
ditemukan sel ganas (VC positif ) maka operasi dilanjutkan
tireidoktomi total atau tireidoktomi hampir total tergantung
indikasi dan kondisi penderita. Penderita setelah dilakukan
tireidoktomi harus bisa dijamin mendapatkan suplai preparat
hormon tiroksin seumur hidup, oleh karena penderita tersebut tidak
bisa memproduksi hormon tiroksin lagi. Disamping sebagai
suplemen maka pemberian hormon tiroksin pada penderita yang
dilakukan tiroidektomi total oleh karena karsinoma tiroid, dosis
yang diberikan sedikit lebih besar sebab dimaksudkan juga sebagai

42

supresi sehingga tidak akan ada induksi dari TSH terhaddap sisa
sel tiroid seandainya ada.
Salah satu indikasi pemeriksaan potong beku pada
penderita struma adalah kecurigaan keganasan pada struma uninodusa (10-20% ganas). Akan tetapi tidak menutup kemungkinan
dilakukan juga VC pada struma multinodusa yang memang
nodulnya mencurigakan keganasan.
Diagnosa Kerja
Untuk membuat diagnosa kerja pada penderita struma maka
hendaknya bisa menyampaikan kondisi struma tersebut dari aspek
morfologi, aspek fungsi dan kalau memang memungkinkan aspek
histopatologinya. Apabila masih belum jelas/belum yakin suatu
karsinoma maka bisa dituliskan curiga ganas dalam melakukan
diagnosa

untuk

mencantumkan

penderita
diagnosa

struma

mencakup

usahakan
ketiga

untuk

aspek

bisa

tersebut,

misalnya.
Struma uninodusa nontoksika, curiga keganasan
Struma diffusa toksika (= Morbus Basedow=Graves disease)
Struma multinodusa toksika (= Plummer disease)
Struma diffusa nontoksika (struma adolesens ; struma
gravidarum)
Struma multinodusa nontoksika (struma endemic).
D. Macam Pembedahan, Indikasi serta Kontra Indikasi Operasi
Struma
Opersi tiroid (tiroidektomi) merupakan operasi bersih, dan tergolong
operasi besar. Berapa luas kelenjar tiroid yang akan diambil tergantung
patologinya serta ada tidaknya penyebaran dari penyakitnya karsinoma.
Ada 6 macam operasi yaitu (Marmowinoto, 1989)
1.

Lobaktomi Subtotal, pengangkatan sebagian lobus tiroid


yang mengandung jaringan patologis

2.

Lobektomi

Total

43

(hemitiroidektomi

=ismolobektomi),

pengang katan satu sisi lobus tiroid


3.

Strumektomi (Troidektomi subtotal), pengagkata sebagian


kelenjar tiroid mengandung jaringan patologis, meliputi
kedua lobus tiroid

4.

Tiroidektomi near total, pengangkatan seluruh lobus tiroid


patologis

berikut

sebagian

besar

lobus

tiroid

kontralateralnya.
5.

Tiroidektomi total, pengangkatan seluruh kelenjar tiroid

6.

Operasi-operasi yang sifatnya extended yaitu :

Tiroidektomi total + laringektomi total

Tiroidektomi total + reseksi trakea

Tiroidektomi total + sternotomi

Tiroidektomi

total

FND

(functional

neck

dissection) atau RND (radial neck dissection)

Indikasi operas struma ada 4 yaitu :

Struma

difus

toksik

yang

gagal

dengan

terapi

medikamentosa

Struma uni atau multi nodusa dengan kemungkinan


keganasan

Struma multinodusa dengan gangguan tekanan

Kosmetik

Kontradikasi operasi struma ada 4 hal, yaitu :

Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya

Struma dengan dekompensasi dan penyakit sistemik yang


lain yang belum terkontrol (diabetes mellitus;hipertensi
dsb)

Struma besar yng melekat erat ke jaringan leher, sehingga


sulit digerakan (biasay karena karsinoma). Karsinoma yang
demikian

sering

44

dari

tipe

anaplastik

yang

jelek

pronogsanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat


sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi
perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit
dilakukan eksesi dengan baik
Struma (Karsinoma) yang disertai vena cava superior syndrome. Biasanya
karena metatase yang luas ke diastinum, sukar esksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan
sering hasilnya tidak radikal.

BAB 4
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini , struma didapatkan pada perempuan usia 29 tahun.
Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka, dimana berdasarkan data epidemiologi,
perempuan lebih banyak daripada laki-laki
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa Riwayat penyakit sekarang: Masa
(+) di midline ikut bergerak saat menelan, ukuran 3 cm, lunak, batas tegas,
mobilitas terbatas, nyeri (-), pembesaran KGB (-). Hal ini sesuai dengan tinjauan
pustaka yang mengatakan bahwa pada. Hal ini menegaskan bahwa bayi tersebut
mengalami.
Pada pemeriksaan fisik region colli anterior, Masa (+) di midline ikut
bergerak saat menelan, ukuran 3 cm, lunak, batas tegas, mobilitas terbatas, nyeri
(-), pembesaran KGB (-).
Untuk penatalaksanaan pada pasien ini, menunggu hasil biopsi FNAB,
hasil laboratorium T3, T4 dan TSH.

45

BAB 5
KESIMPULAN
Pada tinjauan kasus didapatkan bahwa pasien, perempuan usia 29 tahun
dating di poli bedah Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan dengan keluhan ada
benjolan dileher sejak 8 bulan yang lalu, benjolan tidak bertambah besar, nyeri
(-), jantung berdebar (-), keringat berlebih (-), berat badan seperti ini saja tidak
naik atau turun, nafsu makan seperti biasanya 3x sehari, sesak (-), gampang lelah
(+) jika sepulang kerja dari pasar, tangan bergetar sendiri tiba-tiba (-), lalu pasien
juga belum pernah minum obat hanya dari poli tht saja yakni multivitamin dan
siklus menstruasinya normal 28 hari dengan lam menstruasi 6-7 hari. Bab dan bak
dalam batas normal
Pada pemeriksaan fisik region colli anterior didapatkan Masa (+) di
midline ikut bergerak saat menelan, ukuran 3 cm, lunak, batas tegas, mobilitas
terbatas, nyeri (-), pembesaran KGB (-)
Untuk penatalaksanaan pada pasien ini, menunggu hasil biopsi FNAB,
hasil laboratorium T3, T4 dan TSH.

46

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong, Wim De, dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal
683-696
2. Murtedjo, Urip, dkk. 1994. Diktat Kuliah Ilmu Bedah 5. Surabaya : Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Hal 8-14
3. Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 1225-1234
4. Putz. R & Pabst. R, 2000. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia. Jilid 1 Edisi 21.
Jakarta : EGC
5. Staff Pengajar Patologi Anatomi. Diktat Kuliah 4. Malang : Lab PA FK
universitas Muhammadiyah Malang. Hal 33-43
6. Sudoyo, Aru. W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid
III. Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam FK UI.
7. Tim Penyusun FK UNAIR dan RSUD Dr. Soetomo. 1994. Pedoman
Diagnosis Dan Terapi LAB/UPF Ilmu Bedah. Surabaya : Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soetomo. Hal 30-33.

47

8. Wijayahadi, R. Yoga, dkk. 2000. Kelenjar Tiroid Kelainan, Diagnosis dan


penatalaksanaan. Surabaya : Jawi Aji Surabaya.

48

Anda mungkin juga menyukai