Disusun Oleh :
EKA RAKHMAWATI
M 0302001
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
: Rabu
1.
Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Drs. Marsusi, MS
ii
PERNYATAAN
EKA RAKHMAWATI
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
Eka Rakhmawati, 2007. THE USAGE OF CHITOSAN PRODUCED BY
DEACETYLATION OF ACHATINA SHELL CHITIN AS REMAZOL YELLOW
DYE ADSORBENT. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and Science
Faculty. Sebelas Maret University.
Chitosan has been made from achatina shell chitin by deacetylation
process. Isolation of chitin from achatina shell was done by deproteination and
demineralization The chitosan was studied for its ability in adsorbing Remazol
Yellow dye. Characterizations of the chitosan are involving determination of water
and mineral content, molecular weight, polymerization degree, and degree of
deacetylation which is measured by Infrared spectroscopic method. Remazol
Yellow dye adsorption by chitosan was done by variation of pH and contact time
in order to determine optimum condition of adsorption. Variation of concentration
was done to determine isotherm adsorption type that occurred during the
adsorption process. The types of the adsorption isotherm were analyzed by
Langmuir and Freundlich isotherm. Adsorption and desorption of Remazol Yellow
dye in waste water by the chitosan were measured in the optimum condition.
The yield of deacetylation process of achatina shell chitin was chitosan
with rendement of 9.59 0.71 %. It was odorless, brownish white powder. The
chitosan was characterized with 2.06 0.82 % of water content and 26.11 0.45
% of mineral content. The molecular weight average of chitosan was 2 kilodaltons
with degree of polimerisation and degree of deacetylation were 12 and 74.95 %
respectively. The optimum condition of Remazol Yellow dye adsorption was pH of
2 and contact time of 24 hours. The dominant adsorption isotherm for Remazol
Yellow dye adsorption by chitosan was Langmuir isotherm. The chitosan capacity
of adsorption in Remazol Yellow dye waste water was 0.40 mg/g with 23.34 % of
average desorption percentage.
MOTTO
vi
PERSEMBAHAN
vii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohim
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, karena Ridhlo-Nya skripsi ini,
yang berjudul Pemanfaatan Kitosan Hasil Deasetilasi Kitin Cangkang Bekicot
Sebagai Adsorben Zat Warna Remazol Yellow hingga selesai dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang telah penulis lakukan untuk
memenuhi sebagian syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penulis telah banyak menerima bantuan, dorongan dan pertunjuk serta
fasilitas dalam pengerjaan skrispsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada :
1. Bapak Drs.Marsusi, M.S selaku Dekan FMIPA UNS.
2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia.
3. Ibu Triana Kusumaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan yang berguna
demi terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Abu Masykur, M.Si selaku dosen pembimbing II yang dengan
penuh kesabaran telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret
viii
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
kita semua. Amin
Eka Rakhmawati
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
2.
D. Prosedur Penelitian............................................................................... 21
1.
2.
3.
4.
Aplikasi Limbah........................................................................... 25
a. Adsorpsi Limbah Zat Warna................................................. 25
xi
b. Desorpsi ................................................................................ 25
E. Pengumpulan dan Analisis Data .......................................................... 25
1. Pengumpulan Data ......................................................................... 25
2. Analisis Data...... ............................................................................ 26
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 27
A. Preparasi Adsorben ............................................................................. 27
1. Pemurnian Kitin ............................................................................. 27
2. Pembentukan Kitosan..................................................................... 29
3. Karakterisasi Kitosan ..................................................................... 31
B. Proses Adsorpsi.................................................................................... 33
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Zat Warna Remazol
Yellow............................................................................................. 33
2. Penentuan pH Optimum................................................................. 33
3. Penentuan Waktu Kontak Optimum .............................................. 35
4. Penentuan Isoterm Adsorpsi .......................................................... 36
a. Isoterm Langmuir..................................................................... 36
b. Isoterm Freundlich ................................................................... 37
C. Aplikasi Limbah................................................................................... 38
1. Adsorpsi .......................................................................................... 38
2. Desorpsi .......................................................................................... 39
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 40
A.
Kesimpulan ..................................................................................... 40
B.
Saran................................................................................................ 40
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rendemen pada Setiap Tahap Pemurnian Kitin ................................ 27
Tabel 2. Karakterisasi Kitosan ......................................................................... 31
Tabel 3. Adsorpsi Kitosan terhadap Limbah Zat Warna Remazol Yellow....... 38
Tabel 4. Desorpsi Kitosan terhadap Limbah Zat Warna Remazol Yellow ....... 39
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
xv
xvi
TABEL LAMPIRAN
Halaman
Tabel Lampiran 1. Data rendemen kitin ........................................................ 68
Tabel Lampiran 2. Data rendemen kitosan.................................................... 68
Tabel Lampiran 3. Data kadar air dan kadar abu kitosan .............................. 68
Tabel Lampiran 4. Data waktu alir larutan kitosan pada alat viskometer
Ostwald ........................................................................... 68
Tabel Lampiran 5. Uji duncan pengaruh pH terhadap konsentrasi
zat warna Remazol Yellow terserap ................................. 69
Tabel Lampiran 6. Uji duncan pengaruh waktu kontak terhadap
konsentrasi zat warna Remazol Yellow terserap.............. 70
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Surakarta merupakan daerah sentra industri batik, mulai skala industri kecil
(rumah tangga) sampai skala besar. Perkembangan industri batik ini mempunyai
dampak positif yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain
berdampak positif, perkembangan industri batik ini juga bisa menimbulkan
dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan apabila air limbah industri batik
yang berasal dari proses pencelupan zat warna dibuang ke sungai atau selokan
tanpa diolah terlebih dahulu. Kualitas air sungai menjadi rendah ditandai dengan
warna air sungai yang pekat. Limbah cair industri batik bersumber dari proses
pencelupan
(dyeing),
pencucian
(washing),
pencetakan
(printing)
dan
limbah zat warna dengan adsorpsi antara lain Supriyanto (2003) meneliti adsorbsi
limbah zat warna tekstil jenis Celedon Red X5B menggunakan tanah alofan
teraktivasi NaOH. Aryunani (2003) telah meneliti adsorbsi zat warna tekstil
Remazol Yellow pada limbah batik menggunakan eceng gondok teraktivasi NaOH.
Triyanto (2003) telah meneliti pemanfaatan limbah genteng sebagai adsorben
dengan aktivator NaOH pada limbah zat warna tekstil jenis Celedon Red X5B.
Rochanah (2003) telah meneliti adsorbsi zat warna Procion red MX 8B pada
limbah tekstil oleh batang jagung.
Salah satu adsorben yang dapat digunakan untuk menyerap zat warna adalah
kitosan. Kitosan bisa diperoleh melalui deasetilasi kitin. Salah satu sumber kitin
adalah cangkang bekicot. Bekicot merupakan hewan lunak (mollusca) dari kelas
gastropoda. Bekicot menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi empat yaitu
Achatina variegata, Achatina fulica, Helix pomatia dan Helix aspersa sedangkan
di Indonesia hanya terdapat jenis Achatina variegata dan Achatina fulica. Bekicot
di Indonesia telah dibudidayakan sebagai sumber protein dan menjadi komoditas
ekspor. Ekspor bekicot ke Perancis pada tahun 1986 baru mencapai 1.212 ton,
sedangkan pada tahun 1990 naik menjadi 11.000 ton (Koswara, 2002). Besarnya
pertumbuhan perdagangan ini menyebabkan timbulnya limbah cangkang bekicot
dalam jumlah yang cukup besar. Limbah cangkang bekicot banyak ditemukan di
kecamatan Papar kabupaten Kediri sebagai daerah sentra ekspor daging bekicot.
Selama ini pemanfaatan cangkang bekicot hanya digunakan sebagai campuran
makanan ternak. Cangkang bekicot mengandung senyawa kitin. Kitin dalam
cangkang berikatan dengan protein, lipid, garam-garam anorganik seperti kalsium
karbonat serta pigmen-pigmen. Agar diperoleh produk yang bernilai ekonomis
sekaligus dapat mengatasi penumpukan limbah cangkang bekicot maka salah satu
caranya dilakukan isolasi kitin yang terdapat pada cangkang bekicot.
Kitin merupakan senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida,
tersusun atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan dengan
ikatan 1,4 beta membentuk suatu unit polimer linier yaitu beta-(1,4)-N-asetilglukosamin (Pujiastuti, 2001). Kitin merupakan bahan organik utama terdapat
pada kelompok hewan seperti, crustaceae, insekta, fungi, mollusca dan
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Kitin adalah biopolimer yang melimpah kedua di alam setelah selulosa.
Kitin terdapat pada jamur, cangkang anthropoda, cangkang crustaceae
dan
seberapa besar kemampuan kitosan untuk melepaskan kembali limbah zat warna
Remazol Yellow yang sudah diserap dilakukan proses desorpsi.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan diatas maka batasan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Karakterisasi kitosan yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, kadar
abu, derajat deasetilasi (metode base line oleh Baxter) dan penentuan berat
molekul.
2. Variasi pH larutan zat warna meliputi pH 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11.
3. Variasi waktu kontak meliputi 6, 12, 18, 24, 30, dan 36 jam.
4. Variasi konsentrasi zat warna meliputi 4, 8, 12, 16 dan 20 ppm pada pH
optimum dengan waktu kontak optimum.
5. Adsorpsi dan desorpsi kitosan terhadap limbah zat warna Remazol Yellow
dilakukan pada kondisi optimum.
6. Zat warna yang diserap dianalisis dengan menggunakan UV-Vis.
3. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah yang telah disebutkan diatas maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar kemampuan cangkang bekicot
pembuatan kitosan ?
2. Bagaimana sifat fisika dan sifat kimia kitosan yang berasal dari cangkang
bekicot ?
3. Berapakah pH dan waktu kontak optimum penyerapan zat warna Remazol
Yellow oleh kitosan?
4. Jenis adsorpsi apakah yang terjadi pada adsorpsi kitosan dari cangkang
bekicot terhadap zat warna Remazol Yellow?
5. Apakah adsorpsi limbah zat warna Remazol Yellow oleh kitosan bersifat
dapat dilepas kembali atau tidak dapat dilepas kembali ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kemampuan cangkang bekicot sebagai bahan dasar
pembuatan kitosan.
2. Mengetahui sifat fisika dan sifat kimia kitosan dari bahan dasar cangkang
bekicot.
3. Mengetahui pH dan waktu kontak optimum adsorpsi zat warna Remazol
Yellow oleh kitosan.
4. Mengetahui jenis adsorpsi yang terjadi pada adsorpsi kitosan terhadap zat
warna Remazol Yellow.
5. Mengetahui sifat adsorpsi kitosan terhadap limbah zat warna Remazol
Yellow yaitu dapat dilepaskan kembali atau tidak.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan pemanfaatan limbah cangkang bekicot.
2. Memberikan alternatif sumber kitosan.
3. Memberikan alternatif cara pengolahan limbah zat cair khususnya yang
mengandung zat warna reaktif.
4. Memberikan alternatif pengembangan adsorben kitosan dalam aplikasinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Bekicot
Bekicot dikategorikan sebagai binatang malam karena lebih aktif bergerak di
malam hari sedangkan pada siang hari bekicot beristirahat atau tidur. Bekicot
termasuk binatang lunak (mollusca) dan diklasifikasikan kedalam kelas
gastropoda (Santoso, 1989). Klasifikasi bekicot sebagai berikut:
- Divisio
: Mollusca
- Kelas
: Gastropoda
- Ordo
: Pulmonata
- Familia
: Achatinidae
- Genus
: Achatina
- Spesies
: Achatina Fullica
2. Kitin
Kitin adalah senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida,
tersusun atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan dengan
ikatan 1,4 beta membentuk suatu unit polimer linier yaitu beta-(1,4)-2-asetamido-
H
CH 2OH
O
H
CH 2OH
O
H
H
OH
OH
OH
OH
H
H
H
OH
OH
selulosa
C H 2O H
O
H
C H 2O H
O
H
H
OH
H
OH
N H CO C H3
H
H
NH C O C H3
Kitin
Gambar 1. Struktur Selulosa dan Kitin (Pudjaatmaka, A. H.,1991)
Struktur kitin tersusun atas 2000-3000 satuan monomer N-asetil Dglukosamin yang saling berikatan melalui 1,4-glikosidik. Satu diantara enam
monosakarida yang menyusun rantai kitin adalah glukosamin (Suhardi, 1993).
Kitin merupakan bahan organik utama terdapat pada kelompok hewan
seperti, crustaceae, insekta, fungi, mollusca dan arthropoda. Dalam cangkang
udang yang termasuk kelompok crustaceae, kitin berikatan dengan protein,
garam-garam anorganik seperti kalsium karbonat dan lipid termasuk pigmenpigmen. Stephen (1995) menyebutkan dalam kulit kepiting terdapat 60% kitin,
sedangkan dalam lidah, rahang ataupun contoh yang lainnya dari kelas gastropoda
terdapat 20% kandungan kitin. Kitin juga diketahui terdapat pada kulit keong,
kepiting, kerang dan cangkang bekicot (Stephen, 1995). Bahan-bahan berkitin
terutama berada di bagian ektodermal dalam binatang multiseluler dan
membentuk eksoskeleton yang spesifik dari kebanyakan binatang tidak bertulang
belakang. Tidak ada bukti adanya hubungan antara proporsi kitin dengan
kekerasan atau fleksibilitas bahan. Kitin diperoleh dengan melakukan sejumlah
proses pemurnian. Proses isolasi kitin terdiri dari dua tahap utama, yaitu
deproteinasi dan demineralisasi. Deproteinasi betujuan untuk menghilangkan
protein yang terdapat pada cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan
NaOH pada konsentrasi rendah sehingga terbentuk Na-proteanat yang larut dalam
air. Tahap demineralisasi dilakukan untuk memurnikan kitin dari mineral-mineral
yang terkandung dalam cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan
HCl encer (Suhardi, 1993).
3. Kitosan
Kitosan adalah kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses
deasetilasi. Proses deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH
50%. Kitosan merupakan suatu senyawa polimer dari glukosamina pada ikatan
beta-1,4 atau polimer dari 2-amino-2-deoksi-D-glukosa. Kitosan adalah kitin yang
terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan
poli glukosamin (Bastaman 1989 dalam Darjito 2001). Struktur kitosan dapat
dilihat pada Gambar 2.
CH 2 OH
O
H
CH 2 OH
O
H
H
OH
H
OH
NH 2
H
H
NH 2
10
11
dapat berikatan dengan zat warna. Hal ini dikarenakan dalam keadaan
terprotonasi, gugus amina pada kitosan dapat berikatan dengan gugus sulfonat dari
zat warna (Sakkayawong, et.al., 2005)
Kitosan dengan sifatnya yang non toksik, digunakan dalam berbagai bidang
seperti agrikultur, penjernihan dan pemurnian air serta minuman. Kitosan juga
digunakan dalam bidang farmasi, imobilisasi sel dan enzim serta kosmetik
(Stephen, 1995).
Karakteristik kitosan dapat diketahui secara fisika dan kimia. Kualitas
kitosan dapat diketahui dari kemurnian kitosan, berat molekul, kadar abu, kadar
air dan derajat deasetilasinya. Kitosan adalah biopolimer yang mempunyai berat
molekul yang besar. Berat molekul kitosan bervariasi sesuai dengan sumber bahan
mentahnya dan metode preparasinya. Kitosan merupakan biopolimer higroskopis
(Salami, 1998) sehingga terjadi penyerapan uap air ketika kitosan dalam keadaan
terbuka. Menurut Li, Q., Dunn, E. T., Grandmaison, E. W. dan Goosen, M. F. A.
(1992), produk kitosan komersial mengandung kadar air kurang dari 10%. Kadar
abu adalah indikator keefektifan tahap demineralisasi. Kualitas kitosan yang baik
memiliki kadar abu kurang dari 1% (Sun-Ok Fernandez-Kim B. S. 1991).
Derajat deasetilasi merupakan salah satu karakteristik kimia yang sangat
penting, karena sangat mempengaruhi dalam aplikasi kitosan. Derajat deasetilasi
menentukan muatan gugus amino bebas dalam polisakarida serta digunakan dalam
membedakan antara kitin dan kitosan (Khan et. al., 2002). Metode yang telah
dilaporkan dalam penentuan derajat deasetilasi kitosan diantaranya adalah metode
base line dengan spektroskopi inframerah, uji ninhydrin, titrasi potensiometri
linear dan spektroskopi NMR.
Penentuan derajat deasetilasi dengan spektroskopi inframerah dapat
dilakukan dengan metode base line yang dirumuskan oleh Baxter (Khan et. al.,
2002). Derajat deasetilasi dihitung dari perbandingan antara absorbansi pada 1655
cm-1 dengan absorbansi 3450 cm-1 dengan rumus:
DD = 100 [(A1655 /A3450) X 115]
Dengan (A1655) amida = Log 10 (DF2 / DE)
(A3450) hidroksil = Log 10 (AC / AB)
12
Pemilihan garis dasar metode base line dapat dilihat pada Gambar 3.
13
asam sehingga mencapai suatu pH tertentu (Rasjid, dkk, 1976). Dalam larutan
alkali akan terjadi reaksi sebagai berikut:
- +
D-SO2-CH2-CH2-OSO3Na + NaOH D-SO2-CH=CH2 + Na2SO4+ H2O
(1)
Gugusan -SO2-CH=CH2 adalah senyawa vinilsulfon, dimana gugus -SO2menyebabkan terjadinya kepolaran yang kuat pada gugus radikal vinil. Ikatan
rangkap dari senyawa vinilsulfon bereaksi dengan gugus hidroksil dari air,
alkohol, dan selulosa dengan reaksi (2).
- +
- +
D-SO2-CH=CH2 + R-O-H
D-SO2- CH2-CH2-OR
(2)
senyawa yang dihasilkan merupakan suatu eter yang dapat membentuk ikatan
kovalen sangat stabil dengan serat (Isminingsih, 1978).
Pada kondisi asam, kitosan dapat berikatan dengan zat warna. Menurut
Sakkayawong et. al. (2005), hal ini dikarenakan dibawah kondisi asam atom-atom
hidrogen (H+) pada larutan dapat memprotonasi gugus amina (-NH2) dari kitosan
seperti ditunjukkan pada reaksi (3).
R-NH2
+ H+
R-NH3+
(3)
Dalam larutan encer, zat warna akan terlarut dan gugus sulfonat pada zat warna
Remazol Yelllow terdissosiasi dan berubah menjadi ion-ionnya. Reaksinya
ditunjukkan pada reaksi (4).
H2O
DSO3-
DSO3Na
Na+
(4)
Proses adsorpsi kemudian dihasilkan dari interaksi elektrostatik antara dua ion
tersebut seperti ditunjukkan pada reaksi (5).
R-NH3+
DSO3-
R-NH3+ -O3SD
(5)
Zat warna Remazol Yellow merupakan salah satu zat warna reaktif dan
banyak digunakan dalam industri batik. Struktur molekul zat warna Remazol
Yellow ditunjukkan pada Gambar 4.
SO 3 Na
HO
N
Cl
SO 2 CH 2 CH 2 OSO 3 Na
N
N
Na O 2 C
H 3C
14
5. Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik yang terjadi pada permukaan suatu
padatan. Adsorpsi terjadi jika gaya tarik menarik antara zat terlarut dengan
permukaan penyerap dapat mengatasi gaya tarik menarik antara pelarut dengan
permukaan penyerap (Oscik, 1982). Zat atau molekul yang terserap ke permukaan
disebut adsorbat sedangkan zat atau molekul yang menyerap disebut adsorben
(Sukardjo, 1985).
Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan antara zat
yang teradsopsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi pada keadaan
kesetimbangan dan temperatur tetap (Barrow, 1988; Alberty dan Daniel, 1983).
Ada beberapa jenis isoterm adsorpsi antara lain :
1. Isoterm Adsorpsi Langmuir
Isoterm adsorpsi langmuir diturunkan secara teoritis dengan
menganggap bahwa hanya sebuah adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi
tersebut terlokalisasi, artinya molekul-molekul zat hanya dapat diserap
pada tempat-tempat tertentu dan panas adsorpsi tidak tergantung pada
permukaan yang tertutup oleh adsorben. Isoterm adsorpsi langmuir
digunakan untuk menggambarkan adsorpsi kimia (Robert, A. A., 1997).
Persamaan isoterm adsorpsi langmuir yang merupakan jenis adsorpsi
monolayer dapat dijelaskan sebagai berikut :
1 1 1 1
= +
m b bK p
dimana :
Dengan membuat plot antara 1/m terhadap 1/p maka harga konstanta K
dan d dapat dihitung dari slope dan intercept grafik.
2. Isoterm Adsorpsi Freundlich
Isoterm adsorpsi freundlich menggambarakan adsorpsi yang terjadi
pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat.
15
m = kC n
Jika persamaan Barrow dilogaritmakan akan terbentuk persamaan :
log m = log k +
1
log C
n
dimana :
m = berat adsorben (g)
C = konsentrasi sebelum teradsorpsi (mg/L)
K dan n adalah konstanta
(Castellan, 1983)
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah :
1). Karakteristik fisika dan kimia dari adsorben antara lain luas permukaan,
ukuran
2). Karakteristik kimia dan fisika dari adsorbat antara lain luas permukaan,
polaritas molekul, dan komposisi kimia.
3). Konsentrasi adsorbat di dalam fasa cair.
4). Karakteristik fasa cair antara lain pH dan temperatur.
5). Sistem waktu adsorpsi.
(Pohan dan Tjiptahadi, 1987)
16
I0
I
Keterangan :
A
= Absorbansi
I0
A
cl
keterangan :
= Absorptivitas molar
17
= Absorbansi
= Konsentrasi (M)
18
Daerah inframerah pada bilangan gelombang 4000 cm-1- 1400 cm-1 dibagi
menjadi 4 bagian yaitu :
a. Daerah 4000-2500 cm-1 sesuai untuk vibrasi ikatan stretching N-H, C-H, dan
O-H, keduanya menyerap pada daerah 3300-3600 cm-1. karena hampir
semua senyawa organik mempunyai ikatan C-H, maka hampir semua
spektra memberikan serapan kuat pada daerah ini.
b. Daerah 2500-2000 cm-1 merupakan daerah serapan yang diberikan oleh
ikatan rangkap tiga stretching. Nitril dan alkuna menunjukkan puncaknya di
daerah ini.
c. Daerah 2000-1500 cm-1 adalah daerah absorpsi ikatan rangkap dua yang
meliputi C=O, C-N dan C=C. Secara umum gugus karbonil menyerap pada
bilangan gelombang 1670-1780 cm-1 dan alkena stretching secara normal
terjadi dalam rentang yang lebar dari 1640-1680 cm-1. Posisi pasti dari
serapan C=O sering ditentukan sebagai serapan gugus karbonil dalam
molekul. Serapan ester biasa terjadi pada daerah 1735 cm-1, aldehid pada
1725 cm-1 dan ikatan keton terbuka terjadi pada 1715 cm-1.
d. Daerah dibawah 1500 cm-1 biasa disebut daerah sidik jari. Sejumlah besar
serapan yang disebabkan oleh berbagai vibrasi ikatan tunggal seperti C-O,
C-C, dan C-N yang terjadi di daerah ini, membentuk pola yang unik yang
bertindak sebagai identitas sidik jari oleh tiap molekul organik (McMurry,
1994).
Menurut Hamdan, (1992) spektra FTIR didasarkan pada metode vibrasi
gugus O-Si-O- dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Daerah 1250-900 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur asimetri O-Si-O- .
b. Daerah 850-680 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur simetri Si-O-Si- .
c. Daerah 500-420 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk Si-O-Si- .
B. Kerangka Pemikiran
Kitin adalah bahan utama penyusun eksoskeleton invertebrata. Invertebrata
yang banyak mengandung kitin adalah berasal dari kelompok udang-udangan,
insekta dan mollusca. Beberapa bahan yang sering dimanfaatkan sebagai sumber
kitin adalah cangkang udang dan cangkang kepiting. Bahan lain yang dapat
19
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian tentang studi pemanfaatan kitosan dari limbah cangkang bekicot
untuk adsorben zat warna Remazol Yellow menggunakan metode eksperimen.
Kitin murni dari cangkang bekicot diperoleh melalui proses deproteinasi dan
demineralisasi. Tujuan deproteinasi dan demineralisasi adalah menghilangkan
protein dan mineral yang terkandung dalam cangkang bekicot. Pembentukan
kitosan dari kitin dilakukan melalui proses deasetilasi kitin.
Identifikasi gugus fungsi pada kitin dan kitosan dilakukan dengan memakai
analisa FTIR. Besarnya nilai adsorpsi Remazol Yellow oleh kitosan dianalisa
dengan spektroskopi UV-Vis. Karakterisasi sifat fisika kitosan diperoleh dengan
analisa kadar air, kadar abu, berat molekul dan derajat deasetilasi. Adsorpsi
Remazol Yellow oleh kitosan dengan metode Batch dengan variasi meliputi :
1. Variasi pH untuk mengetahui pengaruh keasaman terhadap adsorpsi
kitosan.
2. Variasi waktu kontak untuk mendapatkan waktu optimum adsorpsi.
3. Variasi konsentrasi untuk menentukan isoterm adsorpsi.
Adsorpsi dan desorpsi kitosan terhadap limbah batik dilakukan pada kondisi
optimum untuk mengetahui sifat adsorpsi kitosan terhadap Remazol Yellow.
20
21
22
b. Proses Deproteinasi
Labu refluks 1000 ml diisi serbuk cangkang bekicot sebanyak 50 gram
lalu ditambahkan larutan NaOH 3,5% (w / v) dengan perbandingan 10 : 1 (v /
w), kemudian dipanaskan 650C sambil distirer selama 2 jam (No, 1989 dalam
Sun-Ok Fernandez-Kim B. S., 1991). Setelah dingin, disaring dan dicuci
dengan akuades sampai netral lalu dikeringkan dalam oven 600 C.
c. Proses Demineralisasi
Serbuk cangkang bekicot hasil deproteinasi dimasukkan dalam labu
refluks 1000 ml kemudian ditambahkan larutan HCl 1 M dengan
perbandingan 15 : 1 (v /w), kemudian dipanaskan pada suhu kamar (400 C)
sambil distirer selama 30 menit (No, 1989 dalam Sun-Ok Fernandez-Kim B.
S., 1991). Setelah dingin, disaring lalu dicuci dengan akuades. Hasil yang
diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 600 C. Kitin yang diperoleh
dianalisa dengan spektroskopi infra merah pada daerah bilangan gelombang
4000 400 cm-1.
d. Proses Deasetilasi Kitin
Kitin yang diperoleh dari proses sebelumnya ditambahkan larutan NaOH
50% pada labu refluks 1000 ml dengan perbandingan 10 : 1 (v /w), kemudian
dipanaskan 1200 C sambil distirer selama 30 menit (No and Meyers, 1989
dalam Sun-Ok Fernandez-Kim B. S., 1991). Setelah didinginkan, disaring lalu
dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 600 C
selama 24 jam. Kitosan yang diperoleh dianalisa dengan spektroskopi infra
merah pada daerah bilangan gelombang 4000 400 cm-1.
2. Karakterisasi Kitosan
Karakterisasi kitosan meliputi kadar air, kadar abu, derajat deasetilasi dan
berat molekul dengan cara sebagai berikut :
a. Kadar Air
Sebanyak 0,5 gram kitosan dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C
selama 3 jam kemudian dikeringkan dalam deksikator, kemudian ditimbang.
23
Perlakuan diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung
dari selisih berat sampel sebelum dikeringkan dan sesudah dikeringkan.
b. Kadar Abu
Cawan porselin kosong ditimbang, kemudian sebanyak 0,5 gram sampel
kitosan dimasukkan dalam cawan porselin dan ditimbang. Cawan dimasukkan
dalam tanur dengan suhu 5750 C selama 3 jam (ASTM Standar E: 1755),
didinginkan kemudian ditimbang. Perlakuan diulangi sampai diperoleh berat
yang konstan. Kadar abu diperoleh dari berat sampel yang tidak terabukan
setelah pemanasan.
c. Berat Molekul
Kitosan dalam asam asetat 1% dalam berbagai variasi konsentrasi diukur
viskositasnya dengan viscometer Ostwald, dengan menghitung waktu penurunan
larutan kitosan (No et. al., 2000). Viskositas dihitung dengan rumus :
sp =
t1 t 0
t0
[ ] = KM va
dimana K = 1.81 x 10-3 cm3 / g
a = 0.93
d. Derajat Deasetilasi
Derajat deasetilasi kitosan yang terbentuk ditentukan dengan spektra infra
merah dengan bilangan gelombang berkisar antara 4000 400 cm-1. Derajat
deasetilasi ditentukan dengan metode base line yang dirumuskan oleh Baxter
(Khan et al., 2002). Derajat deasetilasi dihitung dari perbandingan antara
absorbansi pada 1655 cm-1 dengan absorbansi 3450 cm-1 dengan rumus:
DD = 100 [(A1655 /A3450) X 115]
Dengan (A1655) amida = Log 10 (DF2 / DE)
(A3450) hidroksil = Log 10 (AC / AB)
24
25
4. Aplikasi Limbah
a. Adsorpsi Limbah Zat Warna
Limbah pabrik batik diambil dari bak penampungan setelah proses
pencelupan sebelum limbah tersebut dialirkan ke sungai. Konsentrasi awal zat
warna diukur setelah zat warna diatur pHnya sampai pH optimum dengan
penambahan NaOH dan HCl. Sebanyak 100 mg kitosan dimasukkan ke dalam
10 ml limbah yang telah diatur pHnya sampai pH optimum kemudian diaduk
dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama waktu kontak optimum.
Filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasinya dengan spektroskopi UV-Vis
untuk mengetahui konsentrasi yang tidak diserap oleh kitosan. Konsentrasi
limbah zat warna yang diserap oleh kitosan adalah selisih antara konsentrasi
awal larutan dengan konsentrasi yang tidak diserap kitosan.
b. Desorpsi
Endapan adsorben hasil penyaringan setelah adsorpsi ditambahkan 10 ml
akuades, kemudian diaduk dengan shaker dngan kecepatan 150 rpm selama
waktu kontak optimum. Filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasinya
dengan spektroskopi UV-Vis untuk mengetahui konsentrasi limbah zat warna
yang terdesorpsi.
26
standar Remazol Yellow dipakai untuk memplotkan nilai absorbansi sampel hasil
pengukuran.
2. Analisis Data
Penghitungan kadar air dan kadar abu kitosan dengan pengukuran berat
sampel sebelum dan sesudah pemanasan. Kadar air dalam kitosan diketahui dari
banyaknya air yang menguap setelah pemanasan, sedangkan kadar abu diketahui
dari berat kitosan yang tidak terabukan setelah pemanasan.
Analisa spektra Infra merah kitin, kitosan memakai daerah gugus fungsi
dan daerah sidik jari dengan frekuensi sekitar 4000 cm-1- 400cm-1. Derajat
deasetilasi kitosan
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi Adsorben
1. Pemurnian Kitin
Proses pemurnian kitin yang berasal dari cangkang bekicot melalui 2 tahap
yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Tujuan dari proses deproteinasi adalah
untuk menghilangkan protein yang terkandung dalam cangkang bekicot. Tahap
demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral-mineral yang ada pada
cangkang bekicot.
Data rendemen akhir pada setiap tahap ditunjukkan pada Tabel lampiran 1
dan perhitungan rendemen akhir pada setiap tahap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Rendemen pada setiap tahap pemurnian kitin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rendemen pada setiap tahap pemurnian kitin
Tahap perlakuan
Rendemen (%)
Deproteinasi
95,05 3,09
Demineralisasi
19,22 1,92
CaCO3 + 2HCl
CaCl2 + H2CO3
H2CO3
CO2 + H2O
27
28
29
Hartomo dan Purba (1986) getaran tekuk NH amida berada pada daerah 15701515 cm-1, namun karena adanya tumpang tindih antara serapan tersebut dengan
serapan ulur gugus C=O sehingga terjadi pelebaran puncak dan hanya muncul
satu puncak pada bilangan gelombang 1634,64 cm-1. Adanya serapan pada
bilangan gelombang 861,15 cm-1 menandakan masih adanya mineral silika pada
kitin.
2. Pembentukan Kitosan
Pembentukan kitosan dilakukan melalui proses deasetilasi kitin. Deasetilasi
kitin dilakukan dengan mereaksikan kitin dengan NaOH 50% dengan
perbandingan 10 : 1 (v/w) pada suhu 1200C (No and Meyers, 1989 dalam Sun-Ok
Fernandez-Kim B. S., 1991). Tujuannya adalah untuk menghilangkan gugus asetil
yang ada pada kitin. Deasetilasi adalah proses pengubahan gugus asetil (NHCOCH3) menjadi gugus amina (-NH2). Reaksi deasetilasi kitin pada dasarnya
adalah suatu reaksi hidrolisis amida dari -(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa
dengan NaOH, reaksinya ditunjukkan pada Gambar 6.
..
O
..
O
NH
..
..
CH3
C
NH
..
..
+ OH
..
O
NH2
CH3
CH3
O
NH2
H
=
H3C
CH2OH
H O
O
HO
H
30
31
3. Karakterisasi Kitosan
Karakterisasi kitosan yang dilakukan meliputi warna, bau, bentuk, kadar
air, kadar abu, derajat deasetilasi, berat molekul dan derajat polimerisasi. Hasil
perhitungan karakterisasi kitosan yang diperoleh ditunjukkan pada Lampiran 3
dan Lampiran 4. Hasil perhitungan Lampiran 3 dan Lampiran 4 selengkapnya
diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakterisasi kitosan
Spesifikasi
Deskripsi
Warna
Putih kecoklatan
Bau
Tidak berbau
Bentuk
Serbuk
Kadar air
2,06 0,82 %
Kadar abu
26,11 0,45 %
Derajat deasetilasi(Baxter)
74,95%
Berat molekul
2 kilodalton
Derajat Polimerisasi
12
Kitosan yang diperoleh dari hasil penelitian ini berwarna putih kecoklatan
dan berbentuk serbuk. Menurut Sun-Ok Fernandez-Kim B. S (1991), serbuk
kitosan secara alami benar-benar lembut dan warnanya bervariasi dari kuning
muda sampai putih.
Penentuan kadar air memperlihatkan jumlah kandungan air dalam kitosan.
Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil perhitungan tersebut
memperlihatkan jumlah kandungan air sebesar 2,06 0,82 %. Kitosan merupakan
biopolimer higroskopis sehingga terjadi penyerapan uap air ketika kitosan dalam
keadaan terbuka. Produk kitosan komersial mengandung kadar air kurang dari
10%.
Kadar abu yang terdapat ada kitosan dari cangkang bekicot adalah 26,11
0,45 %. Perhitungan kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar abu ini
diketahui dari sampel yang tidak terabukan. Kandungan abu pada kitosan adalah
parameter yang penting. Kadar abu yang besar pada kitosan dapat mempengaruhi
32
33
B. Proses Adsorpsi
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Zat Warna Remazol Yellow
Penentuan panjang gelombang maksimum diperoleh dengan mengukur
absorbansi larutan zat warna Remazol Yellow 20 ppm menggunakan UV-Vis pada
panjang gelombang antara 350 nm sampai 450 nm sehingga didapatkan spektrum
absorbansi larutan zat warna Remazol Yellow yang ditunjukkan pada Gambar 8.
0,26
absorbansi
0,258
0,256
0,254
0,252
0,25
0,248
408
410
412
414
416
418
420
422
2. Penentuan pH Optimum
pH awal larutan dapat mempengaruhi besarnya adsorpsi zat warna Remazol
Yellow oleh kitosan. Pada penelitian ini 10 mL larutan zat warna Remazol Yellow
ditambah 100 mg kitosan dengan waktu kontak yang seragam yaitu selama 24 jam
(Sakkayawong et. al, 2005). Variasi pH pada penelitian ini dilakukan dengan cara
mengatur pH larutan zat warna Remazol Yellow dengan menambahkan HCl atau
NaOH sehingga diperoleh pH 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. Data pengaruh
pH terhadap konsentrasi zat warna Remazol Yellow terserap ditunjukkan pada
Gambar 9. Data selengkapnya ada pada Lampiran 8.
34
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0
10
11
12
pH
+ H+
R-NH3+
(6)
Dalam larutan encer, zat warna akan terlarut dan gugus sulfonat pada zat warna
Remazol Yelllow terdissosiasi dan berubah menjadi ion-ionnya, seperti
ditunjukkan pada reaksi berikut :
H2O
DSO3Na
DSO3-
Na+
(7)
Proses adsorpsi kemudian dihasilkan dari interaksi elektrostatik antara dua ion
tersebut seperti ditunjukkan pada reaksi berikut :
R-NH3+
DSO3-
R-NH3+ -O3SD
(8)
35
terjadinya penurunan daya serap kitosan terhadap zat warna. Menurut Sun-Ok
Fernandez-Kim B. S (1991) kitosan larut dalam larutan HCl 1%.
Dari gambar 9 juga dapat dilihat pada kondisi basa terjadi penurunan
konsentrasi zat warna Remazol Yellow. Hal ini karena terjadi reaksi antara gugus
radikal vinil dari larutan zat warna dengan gugus hidroksil dari kitosan. Gugus SO2- menyebabkan terjadinya kepolaran yang kuat pada gugus radikal vinil (DSO2-CH=CH2 ). Ikatan rangkap dari senyawa tersebut bereaksi dengan gugus
hidroksil dari kitosan dengan reaksi berikut :
- +
- +
D-SO2-CH=CH2 + R-O-H
D-SO2- CH2-CH2-OR
(9)
12
18
24
30
36
36
Waktu kontak optimum tercapai pada saat waktu kontak 24 jam yang
menghasilkan konsentrasi zat warna Remazol Yellow terserap sebesar 4,08 ppm.
Berdasarkan uji statistik Duncan yang ditunjukkan pada Tabel Lampiran 6 waktu
kontak 24 jam menghasilkan daya serap yang optimum. Waktu kontak kurang dari
24 jam menghasilkan penyerapan yang belum maksimal.
37
14
y = 25,562x + 0,3235
R2 = 0,9962
12
10
1/m
8
6
4
2
0
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
1/C
Cakhir dan log m. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich log m versus log
Cakhir disajikan oleh Gambar 12. Data selengkapnya ada pada Lampiran 15.
0
0
-0,2
Log m
-0,4
0,5
1,5
y = 0,8761x - 1,3523
R2 = 0,9861
-0,6
-0,8
-1
-1,2
Log C
38
zat warna Remazol Yellow oleh kitosan cenderung bersifat kimia yang
menyebabkan terbentuknya lapisan tunggal (monolayer adsorption) yang
menyeluruh.
C. Aplikasi Limbah
1. Adsorpsi
Limbah industri batik diambil dari bak penampungan setelah proses
pencelupan sebelum limbah tersebut dialirkan ke sungai. Proses adsorpsi
dilakukan pada kondisi optimum yaitu pada pH 2 waktu kontak 24 jam. Pada
penelitian ini sebanyak 10 mL limbah zat warna diadsorpsi dengan penambahan
100 mg kitosan. Data hasil adsorpsi kitosan terhadap limbah zat warna
ditunjukkan oleh Tabel 3. Data selengkapnya ada pada Lampiran 16.
Tabel 5. Adsorpsi Kitosan terhadap Limbah Zat Warna Remazol Yellow
Konsentrasi
Awal
(ppm)
Absorbansi
Konsentrasi
Terserap
(ppm)
18,092
0,448
3,861
18,008
0,446
4,043
18,008
0,446
4,169
Konsentrasi
Terserap
Rata-rata
(ppm)
%
Adsorpsi
Rata-rata
Daya
Serap
(mg/g)
4,02(0,31)
22,31
0,402
dengan menggunakan eceng gondok aktif dan menghasilkan daya serap sebesar
4,4355 mg/g, Sulistyowati (2006) telah meneliti adsorpsi Zn/Al-Hydrotalcite hasil
sintesis terhadap limbah zat warna Remazol Yellow dan menghasilkan daya serap
sebesar 9,302 mg/g, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan
kitosan untuk mengadsorpsi limbah zat warna Remazol Yellow lebih kecil
39
dibanding ketiga adsorben tersebut. Kecilnya daya serap kitosan terhadap zat
warna Remazol Yellow disebabkan oleh masih tingginya kandungan mineral
dalam kitosan.
2. Desorpsi
Data hasil desorpsi kitosan terhadap limbah zat warna Remazol Yellow
ditunjukkan pada Tabel 4. Data selengkapnya ada pada Lampiran 17.
Tabel 4. Hasil Desorpsi Kitosan terhadap Limbah Zat Warna Remazol Yellow
Cawal
(ppm)
3,861
4,043
4,169
Cterdesorpsi
(ppm)
0,796
1,007
1,021
Cterdesorpsi
rata-rata (ppm)
0,941(0,252)
% Desorpsi
20,623
24,900
24,483
% Desorpsi
rata-rata
23,34(0,25)
Proses desorpsi ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis interaksi yang
terjadi antara adsorben dan adsorbat. Tabel 4 menunjukkan bahwa desorpsi
limbah zat warna Remazol Yellow sebesar 23,34 %. Hal ini menunjukkan bahwa
interaksi fisika yang terjadi antara limbah zat warna Remazol Yellow dengan
kitosan adalah sebesar 23,34 %, sedangkan ikatan kimia yang terjadi antara
limbah zat warna Remazol Yellow dengan kitosan adalah sebesar 76,66 %.
Besarnya prosentase zat warna Remazol Yellow yang terikat secara kimia dengan
kitosan menyebabkan sulitnya proses desorpsi, sehingga untuk mendesorpsinya
diperlukan pelarut tertentu yang dapat memecah ikatan kimia antara zat warna
Remazol Yellow dengan kitosan. Besarnya prosentase zat warna Remazol Yellow
yang terikat secara kimia dengan kitosan menunjukkan bahwa adsorpi zat warna
Remazol Yellow oleh kitosan cenderung mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Cangkang bekicot mampu sebagai bahan dasar pembuatan kitosan dengan
kadar rendemen kitosan yang diperoleh sebesar 9,59 0,71 %.
2. Karakterisasi sifat fisika kimia kitosan dari cangkang bekicot meliputi
kadar air sebesar 2,06 0,82 %, kadar abu sebesar 26,11 0,45 %, berat
molekul rata-rata 2 kilodalton dengan derajat polimerisasi 12 serta derajat
deasetilasi pada kitosan sebesar 74,95 %.
3. Kitosan dari cangkang bekicot mampu menyerap zat warna Remazol
Yellow dengan kondisi optimum pada pH 2 dan waktu kontak selama 24
jam.
4. Kitosan dari cangkang bekicot mampu menyerap limbah zat warna
Remazol Yellow dengan daya serap sebesar 0,40 mg/g.
5. Konsentrasi limbah zat warna Remazol Yellow yang terdesorpsi adalah
sebesar 0,94 ppm dengan persen desorpsi rata-rata sebesar 23,34 %.
6. Pada proses adsorpsi limbah zat warna Remazol Yellow oleh kitosan,
interaksi kimia antara kitosan dengan limbah zat warna Remazol Yellow
lebih dominan dari pada interaksi secara fisika.
B. Saran
1. Mencari metode yang lebih baik dalam pemurnian kitin dari cangkang
bekicot terutama pada proses demineralisasi.
2. Mencoba aplikasi kitosan sebagai adsorben zat warna yang lain.
40
41
DAFTAR PUSTAKA
Aboua,
p121-122.
http://tropical-
Alberty, R. A. and Daniel, F. 1983. Physical Chemistry. John Willey and Sons
inc. Canada.
Arief, U. 2003. Studi Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot dan
Pemanfaatannya sebagai Adsorben Nikel (II). Skripsi FMIPA UNS.
Surakarta.
Aryunani. 2003. Adsorpsi zat warna tekstil Remazol Yellow FG pada limbah batik
oleh eceng gondok dengan Aktivator NaOH. Skripsi FMIPA UNS.
Surakarta.
Atkins, P. 1970. Physical Chemistry. Oxford University Press. Oxford.
Atmaji P., Wahyu P., dan Edi P., 1999. Daur Ulang Limbah Hasil Pewarnaan
Industri Tekstil. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol.1. No.4.
Barrow, G. M. 1988. Physical Chemistry. Mc Graw Hill International. Singapura.
Castellan, G. W. 1983. Physical Chemistry. Third Edition.
Benjamin/Cummings Publishing Company Inc. California.
The
Darjito. 2001. Karakterisasi Adsorpsi Co (II) dan Cu (II) Pada Adsorben Kitosan
Sulfat. Tesis Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta.
Hamdan, H. 1992. Introduction to Zeolite : Synthesis, Characterization and
Modification. University Teknology Malaysia.
Hartomo A. J. dan Purba A. V. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa
Organik. Edisi keempat. Erlangga. Jakarta. Terjemahan : Silverstein R. M.,
Bassler G. C., Morril T. C. 1981. Spectrometric Identification of Organic
Compounds. John Willey and Sons Inc.
Hendayana, S, Kadarohman, A.A, Sumarna, A.A, dan Supriatna, A. 1994. Kimia
Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. IKIP Semarang Press. Semarang.
Isminingsih G., L. Djufri, dan Rassid. 1982. Pengantar Kimia Zat Warna. Institut
Teknologi Tekstil. Bandung.
41
42
Khan T.A., Peh K.K., dan Hung S.C. 2002. Reporting Degree of Deacetylation
Values of
Chitosan: The Influence Analytical Methods. J Pharm
Pharmaceut Sci. Vol. 5. No. 3. 205-212.
Koswara,
S.
2002.
Produk-produk
Olahan
Bekicot.
http://www.ebookpangan.com./ARTIKEL/ PRODUK %20 OLAHAN % 20
BEKICOT.pdf
Krik-Othmer. 1992. Encyclopedia of Chemical Technology. 4th ed. John Willey
and Sons. New York.
Kim, S.Y., Cho, S.M., Lee, Y.M. and Kim, S.J. 2000. Thermo and pH Responsive
Behaviors of Graft Copolimer and Blend Based on Chitosan and NIsopropylacrylamid. Journal of Applied Polymer Science. Vol.78. 112-149
Kusumaningsih, T. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot.
Biofarmasi. Vol. 2. No.2.
Li, Q., Dunn, E. T., Grandmaison, E. W. and Goosen, M. F. A. 1992. Applications
and Properties of Chitosan. J Bioactive and Compatible Polym. Vol 7. 370397
Majid A., Narsito, dan Nuryono. 2001. Kajian Kinetika Adsorpsi Ion Cu (II) Dan
Cd (II) Menggunakan Adsorben Dari Cangkang Udang Windu (Phenaus
monodon. Prosiding Seminar Nasional Kimia IX. Yogyakarta. 21 Mei 2001.
McMurry, J. 1994. Fundamental of Organic Chemistry. third editon. Brook/Cole
Publishing Company. California.
No. H., Lee and Mayers S.P. 2000. Corelation Between Physicochemical
Characteristics and Binding Capacities on Chitosan Product. Journal of
Food Science. Vol 65 no 7.1134-1137.
Oscik, J. 1982. Adsorption. John Wiley & Son. New York.
Pohan H. G. dan Tjiptahadi. 1987. Pembuatan Desain Prototipe Alat Pembuatan
Arang Aktif dan Studi Teknologi Ekonominya. BBPP IHP Proyek
Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Jakarta.
Pudjaatmaka, A. H. 1991. Kimia Organik. Jilid 1 edisi ketiga. Erlangga. Jakarta.
Terjemahan : Fessenden, R. J. and Fessenden, J. S. 1982. Wadsworth. Inc.
Belmot.
43
44
45
Rendemen 1 =
47,75 g
50 g
95,49 %
Rendemen 2 =
48,16 g
50 g
96,32 %
Rendemen 1 =
46,66 g
50 g
93,32 %
X 100 %
X 100 %
X 100 %
Rendemen 1 =
=
Rendemen 2 =
=
Rendemen 1 =
=
9,22 g X 100 %
47,75 g
19,31 %
8,77 g X 100 %
48,16 g
18,21 %
9,39 g X 100 %
46,66 g
20,13 %
46
Rendemen 1 =
=
Rendemen 2 =
=
Rendemen 3 =
=
4,91 g
9,22 g
X 100 %
53,24 %
4,89 g
8,77g
X 100 %
55,76 %
4,59 g
9,39 g
X 100 %
48,87 %
Berat kitosan
X 100 %
Berat awal cangkang bekicot
Rendemen 1 =
=
Rendemen 2 =
=
Rendemen 3 =
=
4,91 g
50 g
X 100 %
9,82 %
4,89 g
50 g
X 100 %
9,78 %
4,592 g
50 g
X 100 %
9,18 %
47
Lampiran 3. Perhitungan kadar air, kadar abu dan berat molekul kitosan
1. Perhitungan kadar air
Berat yang hilang
Berat
Berat
Berat yang
Kadar air
awal
akhir
hilang
(%)
0,50
0,49
0,01
1,59
0,50
0,49
0,01
2,19
0,50
0,48
0,02
2,39
Rata-rata (%)
2,06 0,82
Berat awal
Berat akhir
0,50
0,13
26,09
0,50
0,13
25,89
0,50
0,13
26,34
Rata-rata (%)
26,11 0,45
sp
sp/c
2,83 0,02
0,025
2,97 0,04
1,05
0,05
2,00
0,05
3,28 0,04
1,16
0,16
3,20
0,1
3,97 0,02
1,40
0,40
4,00
0,2
5,56 0,04
1,96
0,96
4,80
No
Konsentrasi
t rata-rata
(g/ml)
(dtk)
48
Lanjutan lampiran 3 : Perhitungan kadar air, kadar mineral dan berat molekul
Kitosan
Keterangan tabel perhitungan berat molekul rata-rata kitosan :
sp
= Viskositas spesifik
=
||
t1 t0
t0
= Angka Viskositas batas
= (sp/c)c0
Dengan membuat grafik C vs sp/c maka diperoleh :
R = 0,928
A = 2,156
B = 14,330
Saat c = 0 maka sp/c = 2,156
|| = 2,156
Perhitungan untuk menentukan berat molekul rata-rata maka digunakan
persamaan Mark-Houwink
|| = KMwa
ln || = ln K + a ln Mw
ln || - ln K
ln Mw =
a
Dengan memasukkan nilai yang sesuai dengan persamaan diatas maka
diperoleh berat molekul (Mw ) = 2029,99 dalton 2 kilodalton.
Berat molekul monomer :
Atom O
4 x 15,999
= 63,997
Atom C
6 x 12,011
= 72,067
Atom H
11 x 1,008
= 11,088
Atom N
1 x 14,007
= 14,007
= 161,159
sehingga
Dpw = 2029,99
161,159
= 12,596 12
49
DE= 21,598
AC= 39
AB= 15,669
50
Absorbansi
0,068
0,113
0,143
0,182
0,212
0,233
0,252
0,253
0,255
0,258
0,256
0,252
0,240
0,184
0,183
51
konsentrasi
(ppm)
5
10
15
20
25
30
35
absorbansi
0,125
0,254
0,378
0,500
0,634
0,756
0,838
1
y = 0,0243x + 0,0123
absorbansi
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0
10
15
20
25
konsentrasi (ppm )
R = 0,999
30
35
40
52
10
11
absorbansi
awal
0,346
0,346
0,346
0,374
0,373
0,375
0,38
0,382
0,382
0,389
0,391
0,388
0,385
0,387
0,384
0,384
0,382
0,381
0,367
0,367
0,367
0,364
0,364
0,365
0,37
0,366
0,367
0,364
0,365
0,365
0,364
0,363
0,366
2 standar
deviasi
0
0,002
0,002
0,004
0,004
0,004
0,002
0,004
0,002
0,004
absorbansi
kontrol
0,346
0,345
0,346
0,372
0,372
0,372
0,380
0,382
0,380
0,386
0,388
0,386
0,386
0,386
0,386
0,384
0,384
0,383
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,366
0,366
0,364
0,366
0,360
0,360
0,360
0,361
0,360
0,360
2 standar
deviasi
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
absorbansi
akhir
0,298
0,298
0,296
0,266
0,270
0,266
0,307
0,305
0,302
0,334
0,336
0,329
0,334
0,327
0,326
0,343
0,344
0,344
0,319
0,320
0,319
0,319
0,322
0,322
0,318
0,300
0,325
0,325
0,323
0,323
0,326
0,332
0,332
2 standar
deviasi
0,002
0,004
0,004
0,008
0,008
0,002
0,002
0,004
0,026
0,002
0,006
53
pH
1
10
11
Cawal
(ppm)
13,745
13,745
13,745
14,898
14,857
14,939
15,145
15,228
15,228
15,516
15,599
15,475
15,352
15,434
15,310
15,310
15,228
15,187
14,610
14,610
14,610
14,487
14,487
14,528
14,733
14,569
14,610
14,487
14,528
14,528
14,487
14,445
14,569
Cawal
Ratarata
2SD
(ppm)
13,745
(0)
14,898
(0,082)
15,200
(0,096)
15,530
(0,126)
15,365
(0,126)
15,242
(0,126)
14,610
(0)
14,500
(0,048)
14,638
(0,172)
14,514
(0,048)
14,500
(0,126)
Ckontrol
RataRata
Ckontrol
2SD
(ppm)
(ppm)
13,745
13,704
13,731
13,745 (0,048)
14,816
14,816
14,816
14,816
(0)
15,146
15,228
15,173
15,146 (0,096)
15,393
15,475
15,420
15,393 (0,096)
15,393
15,393
15,393
15,393
(0)
15,310
15,310
15,297
15,269 (0,048)
14,528
14,528
14,528
14,528
(0)
14,528
14,528
14,542
14,569 (0,048)
14,569
14,487
14,542
14,567 (0,096)
14,322
14,322
14,322
14,322
(0)
14,363
14,322
14,336
14,322 (0,048)
Cakhir
(ppm)
11,768
11,768
11,686
10,450
10,615
10,450
12,139
12,056
11,933
13,251
13,333
13,045
13,251
12,963
12,921
13,622
13,663
13,663
12,633
12,674
12,633
12,633
12,757
12,757
12,592
11,850
12,880
12,880
12,798
12,798
12,921
13,168
13,168
Cakhir
RataRata
2SD
(ppm)
C
terserap
(ppm)
Daya
serap
(mg/g)
11,740 1,991
(0,096)
0,1991
10,505 4,311
(0,190)
0,4311
12,043 3,130
(0,208)
0,3130
13,210 2,210
(0,296)
0,2210
13,045 2,348
(0,360)
0,2348
13,649 1,648
(0,048)
0,1648
12,647 1,881
(0,048)
0,1881
12,716 1,826
(0,142)
0,1826
12,441 2,101
(1,062)
0,2101
12,825 1,496
(0,096)
0,1496
13,086 1,249
(0,286)
0,1249
54
konsentrasi
(ppm)
5
10
15
20
25
30
35
absorbansi
0,122
0,251
0,378
0,498
0,631
0,755
0,830
1
y = 0,0242x + 0,0114
absorbansi
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0
10
15
20
25
konsentrasi (ppm )
R = 0,998
30
35
40
55
Lampiran 10. Data pengaruh waktu kontak terhadap absorbansi zat warna
Remazol Yellow.
waktu
kontak
(jam)
6
12
18
24
30
36
absorbansi
awal
0,370
0,371
0,370
0,370
0,371
0,370
0,370
0,371
0,370
0,370
0,371
0,370
0,370
0,371
0,370
0,370
0,371
0,370
2 standar
deviasi
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
absorbansi
akhir
0,306
0,309
0,309
0,302
0,301
0,299
0,295
0,293
0,294
0,27
0,272
0,273
0,28
0,284
0,28
0,288
0,283
0,283
2 standar
deviasi
0,004
0,004
0,002
0,004
0,004
0,006
56
Lampiran 11. Data pengaruh waktu kontak terhadap konsentrasi zat warna
Remazol Yellow terserap.
waktu
kontak
(jam)
6
Cawal
(ppm)
Cawal
ratarata2SD
(ppm)
14,830
12
18
14,871
24
30
14,830
36
14,844
(0,048)
Cakhir
(ppm)
12,183
12,307
12,307
12,018
11,976
11,894
11,728
11,645
11,687
10,694
10,777
10,818
11,108
11,273
11,108
11,439
11,232
11,232
Cakhir
ratarata2SD
(ppm)
Cterserap
(ppm)
Daya
serap
(mg/g)
12,266
(0,144)
2,578
0,2578
11,962
(0,126)
2,881
0,2881
11,687
(0,082)
3,157
0,3157
10,763
(0,126)
4,081
0,4081
11,163
(0,192)
3,681
0,3681
11,301
(0,238)
3,543
0,3543
57
konsentrasi
(ppm)
5
10
15
20
25
30
35
absorbansi
0,131
0,261
0,380
0,507
0,638
0,749
0,825
1
y = 0,0237x + 0,025
absorbansi
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0
10
15
20
25
konsentrasi (ppm)
R = 0,998
30
35
40
58
12
18
20
Cawal
2,998
2,998
2,955
7,219
7,177
7,219
11,441
11,441
11,441
15,410
15,410
15,410
19,463
19,463
19,420
absorbansi
awal
0,096
0,096
0,095
0,196
0,195
0,196
0,296
0,296
0,296
0,390
0,390
0,390
0,486
0,486
0,485
Cawal
Rata-rata2SD
(ppm)
2,983(0,048)
7,206(0,048)
11,441(0)
15,410(0)
19,449(0,048)
2 standar
deviasi
0,002
0,002
0,002
Cakhir
2,195
2,195
2,111
5,066
5,277
5,151
8,359
8,402
8,275
11,652
11,652
11,695
15,114
14,988
14,988
absorbansi
akhir
0,077
0,077
0,075
0,145
0,150
0,147
0,223
0,224
0,221
0,301
0,301
0,302
0,383
0,380
0,380
2 standar
deviasi
0,002
0,004
0,002
0,002
0,004
Cakhir
Rata-rata2SD
(ppm)
Cterserap
(ppm)
Daya
Serap
(mg/g)
2,167(0,098)
0,816
0,0816
5,165(0,212)
2,041
0,2041
8,345(0,128)
3,096
0,3096
11,667(0,048)
3,743
0,3743
15,030(0,146)
4,419
0,4419
59
Cterserap (ppm)
0,816
2,040
3,096
3,743
4,419
Kurva 1/m vs 1/Cakhir
y = 25,562x + 0,3235
R2 = 0,9962
m
0,0816
0,2040
0,3096
0,3743
0,4419
1/m
12,2549
4,9019
3,2299
2,6717
2,2629
1/Cakhir
0,46145
0,193616
0,119827
0,085714
0,066533
60
Cterserap
(ppm)
0,816
2,040
3,096
3,743
4,419
m
0,0816
0,2040
0,3096
0,3743
0,4419
log m
-1,088309
-0,690369
-0,509199
-0,426780
-0,354675
log
Cakhir
0,335913
0,713058
0,921447
1,066947
1,176964
61
Lampiran 16. Data hasil adsorpsi kitosan terhadap limbah zat warna Remazol
Yellow.
Cawal
(ppm)
Cawal
ratarata2SD
(ppm)
18,092
18,008
18,008
18,036
(0,098)
Cakhir
(ppm)
14,133
14,176
14,218
13,965
13,965
14,049
13,881
13,839
13,881
Cakhir
Ratarata2SD
(ppm)
%
Cterserap
Daya
rata-rata Adsorpsi Serap
Cterserap
(ppm)
(mg/g)
(ppm)
14,176
(0,084)
3,861
13,993
(0,098)
4,043
13,867
(0,048)
4,169
4,024
(0,310)
22,31
0,402
62
Lampiran 17. Data hasil desorpsi kitosan terhadap limbah zat warna Remazol
Yellow.
Cawal
(ppm)
Cterdesorpsi
(ppm)
3,861
0,796
4,043
1,007
4,169
1,021
Cterdesorpsi
rata-rata2SD
(ppm)
% Desorpsi
% Desorpsi
rata-rata2SD
20,623
0,94(0,25)
24,900
24,483
23,34(0,25)
63
Lampiran 18. Perhitungan konsentrasi zat warna Remazol Yellow teradsorpsi oleh
kitosan pada berbagai variasi pH.
Contoh perhitungan :
Konsentrasi teradsorpsi
Pengulangan 1
Pengulangan 2
Pengulangan 3
64
Lampiran 19. Perhitungan konsentrasi zat warna Remazol Yellow teradsorpsi oleh
kitosan pada berbagai variasi waktu kontak.
Contoh perhitungan :
Konsentrasi teradsorpsi
Pengulangan 1
Pengulangan 2
Pengulangan 3
65
Lampiran 20. Perhitungan konsentrasi zat warna Remazol Yellow teradsorpsi oleh
kitosan pada berbagai variasi konsentrasi.
Contoh perhitungan :
Konsentrasi teradsorpsi
Pengulangan 1
Pengulangan 2
Pengulangan 3
66
Lampiran 21. Perhitungan Daya Serap dan Persentase Adsorpsi Kitosan terhadap
Zat Warna Remazol Yellow.
Contoh perhitungan :
1. Daya Serap
Berat adsorben (m)
= 100 mg (0,1 g)
= 10 mL (0,01 L)
Cterserap
xV
m
4,024mg / L
x0,01L
100mg
4,024mg / L
x0,01L
0,1g
= 0,4024 mg/g
2. Persentase adsorpsi (% Adsorpsi)
Konsentrasi awal
= 18,036 ppm
Konsentrasi terserap
= 4,024 ppm
Persentase adsorpsi
Cterserap
x100%
Cawal
4,024 ppm
x100%
18,036 ppm
= 22,311 %
67
68
Rendemen
(gr)
47,75
Rendemen
(gr)
48,16
Rendemen
(gr)
46,66
Demineralisasi
9,22
8,77
9,39
Rendemen
(gr)
4,89
Rendemen
(gr)
4,59
Rendemen
(gr)
4,91
Kadar Abu
Berat awal (gr)
Berat akhir (gr)
0,50
0,13
0,50
0,13
0,50
0,13
Tabel lampiran 4. Data waktu alir larutan kitosan pada alat viskometer Ostwald.
No
1
2
3
Rata-rata
t0 (dtk)
2,82
2,84
2,84
2,83 0,02
t1 (dtk)
2,95
2,97
2,99
2,97 0,04
t2 (dtk)
3,28
3,26
3,30
3,28 0,04
t3 (dtk)
3,98
3,98
3,96
3,97 0,02
t4 (dtk)
5,56
5,58
5,54
5,56 0,04