PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan
berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di
belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada
sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah
berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio
retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina saling
melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.1
tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan dan berfungsi untuk
memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis solar. 2,1,4
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter
1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman
pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone.
Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun
padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter 0,5 mm
yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion, lapisan inti
dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah ini terdapat
lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.2,5
Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior.
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,4,5,12
dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai densitas tertinggi
yaitu 160.000 sel per millimeter persegi. 2
Neuro Vaskularisasi Retina
Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai
lapisan inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri
optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan
memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler. Arteri
retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan bercabang
menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior temporal,
inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai anastomosis
sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.2,4,5,12
Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina
tidak akan menyebabkan nyeri.4,5
2.2 Fisiologi Retina
Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan
yaitu fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung
komponen kimia yang sensitive terhadap cahaya yang berperan dalam proses
penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut dikenal
dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda dengan
rodopsin.3
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina
mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakan kombinasi dari protein
scotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-cis.
Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin untuk
membentuk rodopsin.3
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi
dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin.
Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi
metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini,
metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi
5
perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel
batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat.3
pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat dan tanpa
vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang. 3
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip
dengan komponen kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada
komponen protein atau opsin, disebut dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit
berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen retinal pada pigmen retina
sama pada sel kerucut dan sel batang.3
Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini
dikenal dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen
sensitif warna merah.3
Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.
Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda
dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan
serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucut lebih besar
dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan
penglihatan sel kerucut.3
Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di
sebelah kanan di daerah fovea
Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari
fotoreseptor menuju ke sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel
batang akan menghantarkan sinyal visual menuju lapisan pleksiformis eksterna
yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal. Sel bipolar akan
menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan
pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel
amakrin akan menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung
dari sel bipolar menuju sel ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan
pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke dendrite sel ganglion atau sel amakrin
yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan sinya dari retina menuju
nervus optikus dan kemudian menuju otak.2,3
2.3 Defenisi
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter
yang ditandai oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel
secara progresif dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina 1. Atau sekelompok
gangguan retina yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara
progresif, defek lapangan penglihatan, dan kebutaan pada malam hari (night
blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari deposit pigmen yang
merupakan karakteristik penyakit ini.4
2.4 Insidensi5
- Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia
- Usia. Muncul pada masa kanak-kanak dan berkembang lambat, dan sering terjadi
kebutaan setelah usia dewasa.
- Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita dengan
perbandingan 3:2
- Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.
8
2.5 Etiologi
o Dalam x-linked retinitis pigmentosa, cacat ini terkait dengan kromosom X..
Dengan demikian, beberapa laki-laki dalam keluarga akan memiliki
retinitis, sedangkan perempuan akan menjadi pembawa terpengaruh dari
sifat genetik.
10
11
peninggian light treshold pada perifer retina, walaupun proses adaptasi gelap
itu sendiri menyerang sangat lambat.
berkabut. Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu yang lebih lama
untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya.
2. Kehilangan penglihatan (visual loss).
Peripheral vision loss seringkali tnpa gejala/keluhan (asymptomatic).
Bagaimanapun
juga,
beberapa
pasien
memerhatikan
hal
ini
dan
Gambar A
Gambar B
\
Penglihatan
normal
Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang
lanjut
Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi
Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies, choroidal
sclerosis, cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.
14
Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif
dan tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.
Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan
gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk
berdiskusi tentang
penyakitnya.9
2.8 Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi
akhirnya dapat terjadi
fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon
terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen
15
berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang atrofi, yang dapat diketahui
dengan fundus sebagai bentuk klasik bone spicule.8
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut
(rod-cone dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis),
terutama di fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh
fotoreseptor epitelium pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki
variasi fenotipik yang signifikan,
mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan pasien dengan mutasi genetik yang
sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat berbeda.11
16
Gambar 11. Cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy yang
ditemukan pada kondisi ini
Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan
dengan baik, dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan
mutasi gen tertentu telah dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor
tetap oleh apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor
adalah pemendekan segmen luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti
oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal ini terjadi paling signifikan di pinggiran
pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan
memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus, degenerasi
cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga menunjukkan peran
untuk eksposur cahaya.11
Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari
fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang yang
paling padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini
cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan penglihatan
pada malam hari. Bagaimana mutasi gen menyebabkan perlambatan kematian
fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak jalan, yang kenyataannya
bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat menyebabkan gambaran klinis
yang serupa.11
Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan
apoptosis batang dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya sel. Hal
ini dapat terjadi lebih awal atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis
pigmentosa.11
2.9 Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki
karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi
primer fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi
17
sekunder, yang dapat menjelaskan mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada
malam hari.6
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan
temuan klinis retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom
visual, perubahan pada fundus, perubahan lapangan pandang penglihatan,
perubahan elektrofisiologi.6
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan
gambaran klasic dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena).
Adanya bone spicule yang merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat
dilihat pada bagian tengah perifer retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke
sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer (gambar 10). Awal defisit yang terjadi
yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi kontra. Atrofi optic nerve
yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.4
Gambar 12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow
appearance of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and bone-spicule
proliferation of retinal pigment epithelium.
Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya
penurunan visus diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang
penglihatan. Kedua bentuk kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui
melalui electroretinography.4
2.10 Diagnosa Banding
Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:10
Perbedaan
perubahan pigmen
Perbedaan
Cancer-related retinopathy
Kesamaan
Nyctalopia.
Terbatasnya
lapangan
pandang
perifer,
2.11 PEMERIKSAAN
2. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan
diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan
dengan tes ini.
3. Electroretinogram (ERG)
20
normal,
antioksidan (misalnya
Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari
retinitis pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral
telah menunjukkan hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa
22
perbaikan dalam fungsi visual. Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk
dan Cox et al telah menunjukkan perbaikan dalam ketajaman visual
snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien yang memiliki retinitis
pigmentosa dengan edema makula
Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak
dapat membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein
berfungsi untuk melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan
suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen makula. Dosis 20
mg / hari telah direkomendasikan.
Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan uji
klinis yang lebih lanjut sedang dilakukan.
inhibitor
PDE5
dan
kurang
begitu
sensitif
terhadap
23
Obat Lain
Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi
belum ada bukti bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga
direkomendasikan oleh beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam
dosis 80 mg, tetapi belum ada studi terkontrol tentang khasiat dalam
pengobatan pasien dengan retinitis pigmentosa. Antibodi antiretinal,
agen imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan dengan
sukses.
2. Surgical Care
Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya pengobatan
retinitis pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan
retinitis pigmetasi, 83% dari mereka menunjukkan perbaikan dalam
pengobatan, dengan 2 garis pada grafik ketajaman visual Snellen setelah
dilakukan operasi katarak
Faktor pertumbuhan
Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya
perlambatan degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II uji
klinis sedang dilakukan, dengan menggunakan bentuk dienkapsulasi
dari sel-sel epitelium pigmen retina menghasilkan CNTF (Neurotech)
untuk pasien dengan sindrom Usher dan RP. Sel-sel ini harus dikemas
dengan pembedahan yang diletakkan ke dalam mata. Tahap I hasil uji
coba klinis telah mendukung.
Transplantasi
24
Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada
permukaan retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel
ganglion retina yang sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan
model memiliki stabilitas jangka panjang. Dalam sebuah studi oleh
Humayun et al, ini telah terbukti bermanfaat pada manusia. Satu pasien
yang tidak punya persepsi cahaya, mampu melihat dan melokalisasi
senter setelah prostesis pada retinitis pigmentosa
Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk menggantikan
protein yang rusak dengan menggunakan vektor DNA (misalnya,
adenovirus, Lentivirus).
2.12 Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan
klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk
keparahan dapay menyebabkan kebutaan.4
25
KESIMPULAN
Gejala
awal
seringkali
muncul
pada
awal
masa
kanak-kanak.
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara
bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau
penglihatan pada malam hari menurun
26
Pengobatan terdiri dari medical care dan surgical care. Pemakaian kaca
mata
gelap
untuk
melindungi
retina
dari
sinar
ultraviolet
bisa
antioksidan (misalnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis Pigmentosa.
Dalam Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika; 2000. P. 1-29, 208-209.
2. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course :
Retina and Vitreuos. Section 12
th
27
P.268-269
6.
7.
8.
9.
Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th
ed.2004. London. BMJ. P. 41.
10. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011.
Cina. Elsevier. P. 491-494
11. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscape
Available From:
http://www.medscape.com [Accesed on 14 Desember 2014]
12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
Hal 1-12
28