1.
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus merupakan
Klasifikasi
Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut) :
a. Proses imunologik
b. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan sekresi
insulin bersama resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta:
-
DNA mitokondria
Pankreatitis
Trauma/pankreatektomi
Neoplasma
Cystik fibrosis
Hemochromatosis
d. Endokrinopati
-
Akromegali
Sindrom Cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
f. Infeksi
-
Etiologi
Etiologi dari DM dapat tejadi karena berbagai aspek seperti disebabkan oleh
4.
Patofisiologi
1. Diabetes Mellitus tipe I ( IDDM )
DM tipe I ( IDDM ) atau DM bergantung insulin, biasanya disebabkan
oleh munculnya fenomena autoimunitas, dimana telah terjadi molecular
mimicry dari sel-sel beta pankreas (langerhans) yang disebabkan oleh adanya
mutasi akibat insersi virus variola, coxsackie B4, rubella ataupun paparan zat
kimiawi yang bersifat sitotoksik nitrofenilurea, atau sianida dari singkong
basi. Mutasi yang tejadi pada genom sel beta langerhans di pankreas akan
menyebabkan terjadinya kelainan ekspresi protein yang disandi oleh gen-gen
yang terletak di kromosom 6 baik lengan panjang maupun di sentromer. Pada
lengan p atau panjang terdapat gen-gen yang menyandi HLA A, B8 dan B18
serta Cw3 sedangkan pada sentromer disandi HLA DR3 dan DR4. Pada
IDDM terjadi defisiensi insulin yang berat, sehingga penderita memerlukan
terapi insulin untuk menghindari terjadinya ketoasidosis.
2. Diabetes Mellitus tipe II ( NIDDM )
Pada DM tipe II ( NIDDM ) atau DM tidak bergantung insulin, paling
sedikit ada dua kondisi patologis. Pertama, adanya penurunan kemampuan
insulin untuk berfungsi pada jaringan perifer untuk menstimulasi metabolisme
glukosa dan menghambat pengeluaran glukosa dari hati, suatu keadaan yang
dinamakan resistensi insulin. Obesitas menyebabkan resistensi insulin dan
obesitas merupakan faktor resiko utama terjadinya NIDDM. Kedua, ketidak
mampuan kelenjar endokrin dipankreas untuk mengkompensasi secara penuh
penanganan resistensi insulin ini (defisiensi insulin relatif ).
Pada DM tipe II didapat kelainan kromosomal 7, 12, 20, dimana kelainan
kromosomal 7 mengakibatkan terjadinya insufisiensi enzim glukokinase
sehingga terjadi hambatan pada proses stimulasi sel beta langerhans di
pankreas. Kelainan kromosom 12 dan 20 berdampak pada terjadinya
penurunan ekspresi gen hepatocyt nuclear factor 1a dan 4a akan
mengakibatkan terjadinya hambatan fosforilasi dan kaskade kinase di sel
langerhans yang akhirnya akan menghambat sintesa proinsulin.
DM tipe 2
Nama Lama
DM Juvenil
DM dewasa
Umur (th)
Biasa < 40 (tapi tak selalu) Biasa > 40 (tapi tak selalu)
Ringan
diagnosis
5.
Kadar Insulin
Berat Badan
Biasanya kurus
Biasanya gemuk/normal
Pengobatan
Diet,olahraga,tablet,Insulin
Gejala Klinis
Gejala khas
-
Poliuri
Polidipsi
Polifagi
Kesemutan
Keputihan
Penglihatan kabur
Cepat lelah
6.
Diagnosis
I. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menyaring pasien DM, TGT (toleransi
glukosa terganggu), dan GDPT (glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola
kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan
pencegahan sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring perlu
dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)
kegemukan {BB (kg)> 110% BB idaman atau IMT > 23 (kg/m2)}
tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
riwayat keluarga DM
riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
riwayat DM pada kehamilan
dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl).
pernah TGT atau GDPT
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar (lihat skema langkah-langkah diagnostik
DM)
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang
berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap
3 tahun.
Pasien dengan Toleransi Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah Puasa
Terganggu merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian
1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal.
Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT
ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada kelompok normal. TGT
sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
< 110
110 - 199
200
< 90
90 199
200
< 110
110 - 125
126
< 90
90 109
110
sewaktu(mg/dl)
Plasma vena
darah kapiler
Kadar glukosa darah
puasa(mg/dl)
Plasma vena
darah kapiler
glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru
satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl.
Cara Pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :
1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup).
Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
2. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air
putih diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1, 75 gram/kgBB (anakanak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
6. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus* dan gangguan toleransi glukosa :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl atau
2. Kadar
glukosa
darah
puasa
(plasma
vena)
126
mg/dl
Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada TTGO**
*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.
A.
B.
Komplikasi akut :
ketoasidosis diabetik
hipoglikemia
Komplikasi menahun
1.
2.
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3.
Neuropati Diabetik
4.
5.
8.
Tata Laksana
Ada empat cara pengelolaan DM :
1. Edukasi
2. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak
60 - 70 %
2) Protein sebanyak
10 - 15 %
3) Lemak sebanyak
20 - 25 %
2)
3)
4)
20%
30%
25%
4. Intervensi farmakologis
a. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
- Menurunkan ambang sekresi insulin.
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal
dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan,
demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien
dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat
tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang
berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan
sulfonylurea
b. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a)
b)
Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini
harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan
upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran
terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam
program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan .
b. Pencegahan Sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan
sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring,
namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan
penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul
penyulit lanjut DM.
Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.
KRITERIA PENGENDALIAN
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian
DM yang baik. DM terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja
yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan
darah, kadar lipid dan HbA1C seperti tercantum pada tabel 3.
Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi
dari pada biasa (puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula
kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian
sedang.
Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga
untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat.
Tabel 3. Kriteria Pengendalian DM
Glukosa
darah
Baik
Sedang
Buruk
80 - 109
110 - 139
>140
110 - 159
160 - 199
>200
puasa
(mg/dl)
Glukosa
(mg/dl)
darah
jam
4 - 5,9
6-8
>8
< 200
200 - 239
>240
< 130
130 - 159
>160
< 100
100 - 129
>130
> 45
35 - 45
< 35
< 200
200 - 249
>250
< 150
150 - 199
>200
18,5 - 22,9
23 - 25
> 25 atau
Hb A1c (%)
Kolesterol
LDL
(mg/dl)
tanpa PJK
Dengan PJK
Kolesterol HDL (mg/dl)
18,5
wanita
Pria
Tekanan darah (mmHg)
20 - 24,9
25 - 27
< 140/90
140 - 160
> 160/95
/ 90 - 95
<
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
Umur
:
:
Ny. E
52 tahun
Alamat
Pekerjaan
tidak ada
Riwayat keputihan tidak ada
Riwayat mata terasa kabur ada sejak 1 tahun terakhir (+)
Riwayat nyeri dada (-)
Riwayat batuk-batuk lama (-), riwayat keringat malam hari (-)
Riwayat melahirkan anak dengan berat badan lahir > 4 kg (-)
Riwayat penurunan berat badan ada. Berat badan pasien turun sekitar 5 kg
VII.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
:
Kesadaran
:
Tekanan darah
:
Nadi
:
Nafas
:
BB/TB
:
Edema
:
Anemis
:
Sianosis
:
BB Ideal
:
BMI
:
Baik
Compos Mentis Kooperatif
130/80
88 x
36,7 0 C
58kg / 155 cm
(-)
(-)
(-)
49,5 kg
22,9
Kulit
Kelenjar Getah Bening
Kepala
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Leher
Dada : Paru
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi :
Auskultasi :
Jantung :Inspeksi :
Palpasi
:
Perkusi
Perut
Punggung
Alat kelamin
Anus
Ekstrimitas
Auskultasi :
:Inspeksi :
Palpasi
:
Perkusi :
AuskultasI :
:
:
:
:
VIII.Laboratorium
Darah
GDR
Sonor
Vesikuler, Rhonki (-), wheezing (-)
Iktus tidak terlihat
Iktus teraba 1 jari medial linea midsternalis sinistra
RIC V
Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan linea
sternalis kiri, batas jantung kiri 1 jari medial linea
midclavikularis sinistra RIC V
Irama reguler, Bising (-)
Tidak tampak membuncit
Hepar dan lien tidak teraba
Timpani
Bising usus (+) normal
Nyeri ketok dan nyeri tekan CVA (-)
Tidak ada kelainan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks fisiologis (+/+), Reflek Patologis (-/-), Edema
(-/-).
: 263 gr%
c. Kuratif
Terapi farmakologis
- Glibenclamid 2x1 tab p.o
- Bioneuron 1x1 tab p.o
d. Rehabilitatif
Mengobati komplikasi yang telah terjadi
Kontrol Teratur di Puskesmas, dan datang kembali bila obat habis
: Doan Atrya
: 26 Desember 2014
R/ Glibenklamid tab
S 1ddtab 1
No. X
R/ Bioneuron
S 1 dd tab I
No. X
Pro : Ny. E
Umur : 52 tahun
Alamat : Jl. Tarandam 7 nomor 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W. Setiohadi, Bambang. Alwi, Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : FKUI. 2006
2. Cheng, Alice Y.Y. Canadian Diabetes Association Clinical Practice
Guidelines Expert Committee. Elsevier. 2013
3. Loghmani, Emily. Diabetes Mellitis : Type 1 And Type 2. Minneapolis.
2005
4. American Diabetes association. Diabetes Care volume 36. 2013