Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.2 Anestesi
2.3 Teknik Anestesi pada Pediatrik
BAB III Kesimpulan

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan referat dengan judul ANESTESI UMUM PADA PEDIATRIK.
Referat ini disusun seagai salah satu syarat untuk mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.
Saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing,
dr. Ananda Setiabudi, SpS yang telah memberikan bimbingannya dalam proses
penyelesaian referat ini, juga untuk segala dukungan dalam penyusunan referat ini
sehingga menjadi lebih baik.
Saya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, dimana
kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulislah yang membuat referat ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya terbuka untuk segala bentuk
kritik dan saran yang disampaikan guna kesempurnaan referat ini. Saya berharap
dengan referat ini bisa bermanfaat dan memberi sumbangan ilmu pengetahuan bagi
pihak yang memerlukanm khususnya bagi kami sendiri.

Jakarta, 12 Mei 2014

Penyusun

BAB I
Pendahuluan
Anak-anak bukanlah merupakan bentuk kecil dari dewasa, disebut neonatus
bila berumur kurang dari 30 hari, bayi bila umur 1-2 bulan dan disebut anak bila
berumur kurang dari 12 tahun.1 Keberhasilan pengelolaan anestesi pada anak
memerlukan pemahaman tentang karakteristik anatomi, fisiologi dan farmakologi
pada anak. Hal-hal yang membedakan dengan anestesi pada dewasa adalah
modifikasi peralatan dan teknik anestesia. Risiko terjadinya mortalitas dan
morbiditas juga semakin tinggi dengan makin mudanya usia.1,2

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1

Perkembangan Anatomi dan Fisiologi

Sistem Respirasi
Dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa ventilasi pada anak
kurang efisien karena otot-otot diafragma dan interkostal lebih lemah, tulang kosta
yang lebih mudah mengembang dan lebih datar dan bentuk abdomen yang lebih
menonjol. Frekuensi nafas tinggi pada neonatus dan menurun dengan makin
bertambahnya umur. Volume tidal dan ruang rugi per kilogram berat badan relatif
konstan. Resistensi jalan nafas relatif lebih besar karena kecilnya jalan nafas
terutama pada cabang yang lebih kecil. Maturasi alveoli akan selesai pada akhir masa
anak anak (umur 8 tahun). Beban nafas lebih berat sehingga otot-otot pernafasan
cenderung lebih mudah capai. Pada neonatus dan bayi jumlah dan ukuran alveoli
yang lebih kecil menyebabkan komplians paru menurun, sebaliknya tulang rawan
pada rusuk menyebabkan dinding dada sangat komplians. Kombinasi kedua sifat
tersebut menyebabkan dinding dada cenderung kolaps selama inspirasi dan paru
cenderung kolaps selama ekspirasi sehingga functional Residual Capacity (FRC)
akan menurun. Hal ini penting karena berhubungan dengan cadangan 02 selama
periode apnea (mis.: intubasi), neonatus dan bayi cepat menjadi atelektasis dan
hipoksemia. Frekuensi nafas yang tinggi memperberat keadaan ini karena
peningkatan kebutuhan oksigen. Pusat pernafasan yang pada orang dewasa sensitif
terhadap hipoksia dan hiperkapnia dan neonatus dan bayi juga belum sempurna,
sehingga hipoksia dan hiperkapnia juga akan mendepresi pernafasan.2,3
Pada bayi dan anak anatomi jalan nafasnya berbeda dengan orang dewasa,
lidah lebih besar, rongga hidung yang lebih sempit dan laring lebih ke depan dan
sefalad (setinggi vert, C4, dewasa setinggi vertebra C6), epiglotis panjang, trakhea
dan leher yang lebih pendek. Bentuk anatomi dari jalan nafas ini menyebabkan
neonatus dan bayi sampai umur kurang lebih 5 bulan pernafasannya lebih melalui
hidung. Bagian paling sempit dari jalan nafas pada anak sampai dengan umur 5 tahun

adalah adalah cincin krikoid dewasa : glottis). Karena diameter trakhea yang kecil
edema 1 milimeter sudah dapat mengakibatkan perubahan yang jelas pada fisiologi
pernafasan.1,3
Tabel 1. Karakteristik sistem pernafasan pada neonatus dan bayi berbeda dengan
pada dewasa1.
Fisiologi
Curah jantung tergantung frekuensi denyut jantung
Denyut jantung lebih cepat
Tekanan darah lebih rendah
Frekuensi nafas lebih cepat
Komplians paru lebih kecil
Komplians dinding dada lebih besar
FRC lebih rendah
Rasio luas permukaan dengan berat badan lebih besar
Total cairan tubuh lebih besar
Anatomi
Ventrikel kiri tidak / kurang komplians
Sisa sirkulasi fetus
Kesulitan pada kanulasi arteri dan vena
Lidah dan kepala besar
Rongga hidung lebih sempit
Laring anaterosefalad
Epiglotis panjang
Leher dam trakhea lebih dominan
Otot diafragma dan interkosta lemah
Resistensi terhadap aliran udara tinggi
Farmakologi
Biotransformasi hepar imatur
Ikatan protein menurun
Fa/Fi (Fraksi alveolar/Fraksi inspirasi) cepat meningkat
Induksi dan pulih sadar cepat
Peningkatan minimal Alveolar Concentration (MAC)
Volume distribusi obat yang larut dalam air tinggi
Neuromuscular junction imatur
Sistem Kardiovaskuler
Pada neonatus dan bayi isi sekuncup jantung terbatas karena ventrikel kiri yang
belum berkembang dan tidak komplians sehingga curah jantung sangat bergantung
pada frekuensi denyut jantung. Meskipun denyut jantung dasar lebih tinggi dari

orang dewasa aktifitas sistem saraf para simpatik, overdosis obat anestesi, hipoksia
dapat menyebabkan bradikardia yang mengakibatkan curah jantung turun drastis.
Bayi dengan kondisi jelek yang harus menjalani prosedur pembedahan darurat dan
operasi lama cenderung mengalami bradikardia, hipotensi, asistolik yang dapat
berakhir dengan kematian intra operasi. Reflek baroreseptor dan sistem saraf
simpatis belum sempurna. Cadangan katekolamin pada bayi rendah dan sistem
kardiovaskuler tidak berespon terhadap katekolamin dari luar. Sistem vaskuler
kurang berespon terhadap hipovolemi, sehingga kekurangan cairan intravaskuler
pada neonatus dan bayi mengakibatkan hipotensi tanpa takikadia.1,4
Pengaturan Suhu dan Metabolisme
Luas permukaan tubuh per kilogram berat badan pada anak lebih besar dari
dewasa. Metabolisme dan parameter parameter yang berhubungan dengannya
(konsumsi oksigen, produksi CO2, curah jantung dan ventilasi alveoler) lebih
tergantung pada luas permukaan dibanding dengan berat badan. Pada neonatus
kehilangan panas lebih mudah terjadi karena kulit yang tipis, cadangan lemak sedikit
dan luas permukaan tubuh yang lebih besar. Hal ini dapat diperberat oleh suhu kamar
operasi yang dingin, paparan luka, infus cairan yang dingin, gas anestesi yang kering
dan efek agen anestesi terhadap pengaturan suhu. Hipotermi dapat mengakibatkan
terlambatnya pulih sadar, jantung iritabel, depresi nafas, peningkatan resistensi
pembuluh pulmoner dan perubahan respon terhadap obat obatan. Mekanisme utama
produksi panas pada neonatus adalah non shivering thermogenesis oleh
metabolisme lemak coklat. Proses ini menjadi terbatas pada anak yang sakit dan bayi
prematur yang mempunyai cadangan lemak sedikit. Anestesi volatil juga
menghambat proses thermogenesis pada lemak coklat''2.
Fungsi Gastrointestinal dan ginjal
Fungsi ginjal yang normal di mulai pada umur 6 bulan dan sempurna pada
umur 2 tahun. Bayi prematur sering mengalami kelainan ganda seperti defek pada
ginjal termasuk penurunan klirens kreatinin, gangguan retensi natrium, ekskresi
glukosa, reabsorpsi bikarbonat dan kemampuan ginjal dalam mengencerkan dan

memekatkan cairan jelek, sehingga pemberian cairan pada neonatus dan bayi harus
sangat hati hati. Neonatus juga sering mengalami refluk gastroesofagus. Fungsi hati
juga belum berkembang baik sehingga fungsi konjugasi hati juga belum sempurna1.
Homeostasis glukosa
Neonatus mempunyai cadangan glikogen yang rendah sehingga mudah
terjadi hipoglikemia. Kemampuan ginjal yang belum sempurna dalam mengekskresi
glukosa mengurangi kecenderungan tersebut. Hipoglikemia mudah terjadi pada
neonatus yang lahir prematur atau lahir dengan berat badan rendah, dari ibu dengan
diabetes, atau yang mendapat makanan berlebihan2.
Perbedaan farmakologik
Dosis obat pada anak -anak dianjurkan untuk selalu berdasarkan dosis per
kilogram berat badan. Berat badan tidak menggambarkan distribusi cairan
ekstraseluler dan intravaskuler yang berbeda dengan dewasa , jalur biotransformasi
hati yang belum sempurna, peningkatan aliran darah ke organ, penurunan ikatan
protein dan kecepatan metabolisme yang tinggi sehingga hal hal tersebut tetap
dipertimbangkan secara individual2.
Neonatus dan bayi mempunyai mempunyai total cairan tubuh yang lebih
besar dari dewasa (70-75% vs 50-60%)1.
2.2

Anestetik Inhalasi
Neonatus, bayi dan anak mempunyai FRC rendah dan ventilasi alveoler yang

relatif tinggi. Perbandingan ventilasi semenit terhadap FRC yang relatif tinggi ini
mengakibatkan konsentrasi anestetik di alveoli cepat naik . Koefisien darah /gas
isofluran dan halotan pada neonatus lebih rendah dari dewasa sehingga induksi
anestesi dan pulih sadar terjadi lebih cepat. Kecepatan pulih sadar pada operasi
kurang dari 1 jam hampir sama pada penggunaan isofluran dan halotan MAC
anestetik inhalasi yang berhalogen pada bayi lebih tinggi dibanding neonatus dan
dewasa, N20 tidak terlalu berpengaruh terhadap MAC desfluran dibanding agen
inhalasi yang lain1.

Tekanan darah pada neonatus dan bayi sensitif terhadap agen inhalasi , hal ini
mungkin oleh karena mekanisme kompensasi yang belum berkembang baik dan
depresi otot jantung. Anak pada usia prepubertas lebih tahan terhadap disfungsi hepar
karena halotan dibanding pada dewasa. Sebagaimana pada orang dewasa halotan
menyebabkan jantung lebih sensitif terhadap katekolamin, dosis maksimal adrenalin
pada anestetik lokal yang boleh digunakan bersama halotan adalah l0/kg.
Sevofluran dan defluran juga sering menyebabkan delirium dan agitasi pada saat
pulih sadar pada anak anak2,6. Uezono dkk dalam penelitiannya Agitasi saat bangun
dari anestesi sesudah anestesi dengan sevolfuran versus propofol pada anestesi
pediatrik, mendapatkan kelompok dengan induksi sevofluran yang dilanjutkan
pemeliharaan dengan propofol tidak mengalami agitasi (0%) dibanding kelompok
induksi dan pemeliharaan dengan sevofluran kejadian agitasi 38 %6.
Anestetik non volatil
Beberapa obat dari golongan barbiturat dan opioid lebih potent pada neonatus
dibanding pada dewasa. Hal ini mungkin oleh karena obat lebih mudah melewati
sawar darah otak, kapasitas metabolik yang masih rendah atau peningkatan
sensitivitas pusat pernafasan. Penggunaan morfin sulfat harus sangat hati hati dan
tidak dianjurkan pada neonatus karena konjugasi hepar dan klirens ginjal yang
rendah. Neonates dan bayi lebih resisten terhadap efek ketamin. Jalur sitokrom P450
matang pada usia 1 bulan. Biotranformasi dan eliminasi pada anak relatif tinggi
karena aliran darah hepar yang tinggi. Klirens sufentanil, alfentanil dan mungkin
fentanil lebih tinggi pada anak dibanding pada dewasa. Karena volume distribusi dan
klirens propofol yang lebih tinggi anak anak memerlukan dosis yang lebih tinggi
pada TIVA. (Total Intra Venous Anaesthesia) yaitu 150 -250 g/kg/menit1,2.
Obat Pelumpuh Otot
Anak-anak lebih sensitif terhadap kejadian aritmia jantung, hiperkalemia,
rabdomiolisis, methemoglobinemia, spasme masseter dan hipertermia maligna
sesudah pemberian suksinilkolin. Bila terjadi henti jantung sesudah pemberian
suksinil kolin harus segera dimulai terapi terhadap hiperkalemia. Resusitasi yang

lebih panjang dan heroic (sampai kardiopulmonary bypass) harus dilakukan. Karena
alasan tersebut suksinilkolin sebaiknya dihindari penggunaan secara rutin pada
operasi elektif anak. Suksinilkolin pada anak hanya digunakan pada induksi cepat
dengan perut penuh, laringospasme, relaksasi otot cepat sebelum diperoleh jalur intra
vena.Tidak seperti pada pasien dewasa pada anak anak dapat terjadi bradikardi berat
dan henti nodus sinus sesudah pemberian pertama suksinilkolin yang tidak diawali
dengan premedikasi atropine1.
Bayi memerlukan dosis suksinilkolin yang lebih tinggi (2 mg/kg) karena
volume distribusi yang relatif lebih tinggi. Perbedaan ini menjadi tidak ada bila
perhitungan dosis berdasarkan pada luas permukaan tubuh. Rokuronium (0,6 mg/kg)
merupakan obat terpilih untuk intubasi rutin. Dosis rokuronium yang lebih tinggi
(0,9-1,2 mg/kg) dapat digunakan untuk induksi cepat dan operasi yang lama (sampai
90 menit). Rapakuronium (sudah ditarik dari peredaran) 1,5-2,0 mg/kg pernah
dianjurkan untuk intubasi cepat karena durasi dan onset yang pendek. Ada beberapa
pendapat bahwa indikasi suksinilkolin pada anak anak hanya untuk pemberian intra
muskuler (IM) 4-6mg/kg untuk mengamankan jalan nafas pada pasien tanpa akses
intravena. Pada situasi ini tetap harus diberikan premedikasi atropine 0,02 mg/kg IM
untuk mencegah bradikardia. Rokuronium dapat diberikan IM (1-1,5 mg/kg) dengan
onset 3 - 4 menit1,2.
Respon neonatus terhadap obat pelumpuh otot non depolarisasi bervariasi.
Neuro muscular junction yang belum matur ( terutama pada neonatus prematur)
cenderung meningkatkan sensitivitas, sementara kompartemen ekstraseluler yang
relatif

besar

menyebabkan

obatnya

terdilusi.Pada

neonatus

obat

yang

metabolismenya dengan konjugasi di hati (eg. Rokuronium) waktu kerjanya


memanjang. Atrakurium tidak tergantung pada biotranformasi hati, pada anak anak
durasinya lebih pendek. Pada neonatus obat terpilih adalah mivakurium, atrakurium
dan cisatrakurium. Seperti pada orang dewasa titrasi dosis obat pelumpuh otot harus
di monitor dengan stimulator saraf tepi. Obat pelumpuh otot non depolarisasi dapat
di reverse dengan neostigmin (sampai 70 g/kg) atau edrophonium (1 mg/kg)
bersama dengan obat antikolinergik1.

2.3

Teknik Anastesi Pada Pediatri

Persiapan preoperasi
A. Wawancara preoperasi
Anak bila dihadapkan pada kemungkinan untuk operasi mengalami stres
yang sangat bervariasi, hal ini tergantung pada umur, pengalaman operasi di masa
lalu dan maturitas psikis. Pada anak rasa takut terutama karena kekhawatiran
akan rasa nyeri dan berpisah dengan orangtuanya. Program persiapan prabedah
seperti pemberian brosur, video atau tour dalam rumah sakit dapat membantu
baik anak maupun orang tua dalam mengurangi kecemasan. Pada pasien rawat
jalan yang memerlukan anestesi tetap di luangkan waktu untuk dapat dijelaskan
apa yang akan terjadi sesuai pemahaman anak, dalam hal ini pemberian obat
obatan sangat beralasan. Kehadiran orang tua saat persiapan operasi dan induksi
juga diharapkan dapat menenangkan pasien2.
B. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
Pada saat akan dilakukan pembedahan anak sering mengalami demam
dengan sekresi lendir hidung, batuk dan sakit tenggorokan karena ISPA.Harus
dibedakan antara rhinorrhea karena infeksi atau karena alergi. Infeksi virus 2 - 4
minggu sebelum anestesi umum atau intubasi trakhea meningkatkan risiko
pulmoner perioperatif seperti wheezing (10X), laryngospasme (5X), hipoksemia
dan atelektasis. Terutama pasien dengan batuk berat dan riwayat keluarga dengan
jalan nafas reaktif5,7.
Keputusan untuk menganestesi anak dengan ISPA tetap kontroversial dan
tergantung pada ada tidaknya penyakit lain, berat ringannya ISPA dan
kedaruratan operasi. Jika pembedahan tidak dapat ditunda dapat dipertimbangkan
premedikasi atropin, ventilasi dengan masker, pemberian gas inspirasi yang
dilembabkan dan pengawasan di rang pulih sadar yang lebih lama1,5,.7.
Elwood dkk meneliti penggunaan premedikasi dengan bronkodilator
albuterol dan ipratrorium pada anak anak dengan ISPA yang harus menjalani
pembedahan dan menyimpulkan bahwa efek yang tidak diinginkan tidak dapat

10

diperkirakan sebelumnya dan tidak dapat dicegah, hasil penelitiannya


menunjukkan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan berbeda tidak
bermakna7.
C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak anak dianggap menghabiskan biaya.
Pada beberapa pusat pemeriksaan laboratorium pada anak sehat dengan
pembedahan minor tidak dilakukan. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk
pembedahan tertentu ditentukan oleh anesthesiologis, ahli bedah dan dokter ahli
penyakit anak tergantung pada situasi dan kondisil.
D. Puasa pre operasi
Pasien pediatrik cenderung mudah mengalami dehidrasi sehingga
pembatasan cairan pre operatif harus lebih berhati hati. Penelitian menunjukkan
Ph cairan lambung yang rendah (< 2,5) dan adanya cairan sisa di lambung pada
pasien yang dijadwalkan untuk operasi. Hal ini menunjukkan bahwa anak anak
mempunyai risiko terjadi aspirasi lebih tinggi dari yang diperkirakan
sebelumnya. Kejadian aspirasi dilaporkan 1:1000. Pemanjangan waktu puasa
tidak menurunkan kejadian aspirasi ini.Pada anak anak tergantung umur
pemberian makanan formula dan padat dihentikan 4- 8 jam pre operasi. Bayi
kurang dan 6 bulan dipuasakan 4 jam sebelum induksi, Umur 6 - 36 bulan
dipuasakan 6 jam Cairan jernih boleh diberikan sampai 2-3 jam pre operasi.
Waktu tersebut adalah untuk neonatus, bayi dan anak sehat tanpa risiko
penurunan pengosongan lambung dan aspirasi1,2.
E. Premedikasi
Banyak variasi pemberian premedikasi pada anak anak. Sedasi tidak
diberikan pada neonatus dan bayi sakit. Midazolam 0.3-0,5 mg/kg diberikan pada
anak yang sulit dipisahkan dari orangtuanya. Pemberian oral lebih disukai
daripada intramuskuler karena kurang traumatik hanya onset obat 20-45 menit.
Dosis midazolam dapat dikurangi dengan pemberian ketamin 46 mg/kg,

11

kombinasi ini tidak cocok untuk pasien rawat jalan. Untuk pasien yang tidak
kooperatif dapat diberikan midazolam 0,1- 0,15 mg/kg dan/atau ketamin 2-3
mg/kg secara intra muskular. Dapat juga diberikan methohexital secara rektal 2530 mg/kg dari larutan 10% pada saat anak masih dalam pelukan orang tuanya.
Beberapa obat ( ketamin 3-6 mg/kg, midazolam 0,2mg/kg, sufentanil 1-2pJkg)
dapat diberikan secara nasal meskipun rasanya tidak enak dan ada risiko
overtoksik dan midazolam. Fentanil juga dapat diberikan sebagai lolipop (oralet
5-15 p/kg, kadar fentanil dapat terus meningkat selama operasi dan dapat
berfungsi sebagai analgesik post operatif. Obat obatan lama seperti pentotal dan
khloral hidrat jarang digunakan. Beberapa anesthesiologist secara rutin
menggunakan premedikasi atropin 0,02mg/kg untuk mencegah bradikardia.
Atropin dapat menyebabkan hipotensi pada neonatus dan bayi kurang dari 3
bulan. Atropin dapat mencegah penumpukan sekret pada jalan nafas yang kecil
dan pipa endotrakheal yang dapat berbahaya dan mengancam jiwa. Sekresi
menjadi masalah terutama pada pasien dengan ISPA atau pasien yang mendapat
ketamin. Atropin dapat diberikan secara oral (0,05mg/kg), intra muskular atau
kadang kadang rektal. Beberapa anesthesiologist memberikan atropin secara intra
vena beberapa saat segera sesudah induksil,2.
Monitoring
Monitor yang diperlukan sama dengan dewasa dengan beberapa modifikasi. Batas
alarm harus disesuaikan. Sandapan yang kecil untuk elektrokardiograf digunakan
agar tidak mengganggu sterilitas daerah operasi. Manset untuk mengukur tekanan
darah harus yang sesuai dengan besar lengan. Stetoskop prekordial dapat
memberikan informasi tentang detak jantung, kualitas bunyi jantung dan patensi
jalan nafas 1,2,4
Pengukur saturasi oksigen ( SpO2) penting karena hipoksia pada anak dapat
menyebabkan mortalitas dan morbiditas perioperatif. Pada neonatus probe saturasi
sebaiknya dipasang pada telinga atau jari kanan untuk mendapatkan saturasi oksigen
preduktal. Analisa C02 pada akhir tidal dapat untuk menilai adekuat atau tidaknya

12

ventilasi, konfirmasi letak pipa endotrakhea, dan tanda awal dari hipertermia
malignal.
Tetapi frekuensi nafas yang cepat dan tidal volume yang kecil pada bayi yang
kecil dapat menimbulkan kesulitan dengan beberapa jenis kapnograf. Penganalisa
aliran akurat pada berat badan > 10 kg C02 yang terinspirasi tampak tinggi dan
puncak C02 dapat tampak rendah. Kesalahan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
dan dapat dikurangi dengan menempatkan probe semaksimal mungkin di ujung pipa
endotrakhea yang dekat pasien, menggunakan pipa sampling yang lebih pendek dan
aliran gas sampling rendah (100-150 mL/menit)1.
Suhu pada anak anak harus dipantau dengan ketat karena anak mudah jatuh
ke keadaan hipotermia yang pada akhimya dapat menyebabkan kegagalan organ.Juga
anak lebih berisiko mengalani hipertermia maligna. Hipotermia dapat dicegah
dengan beberapa cara antara lain menjaga suhu kamar operasi tetap hangat (26 C
atau lebih), menghangatkan dan melembabkan gas inspirasi, pemakaian lampu atau
selimut hangat, dan menghangatkan semua cairan yang masuk. Juga harus dipikirkan
bahaya terbakar karena usaha yang berlebihan dalam menghangatkan pasien.
Monitor invasif (kanulasi arteri, kateterisasi vena sentral) memerlukan pertimbangan
ahli. Kateter arteri pulmonal pada anak anak yang diperlukan karena pada umumnya
hubungan tekanan pengisian kanan dan kiri dapat diperkirakan. Pada neonatus sering
dipilih kanulasi arteri radialis kanan karena letaknya yang preduktal keadaan disini
mencerminkan kandungan oksigen pada arteri karotis dan retina. Jumlah urin yang
keluar merupakan parameter yang bagus untuk menilai status volume. Neonatus yang
prematur atau lahir dengan berat badan lahir rendah atau lahir dari ibu yang diabetik
cenderung mengalami hipoglikemia. Dianggap hipoglikemia bila kadar gula pada
neonatus < 30 mg% , pada anak yang lebih tua < 40mgo% 1,2.
Induksi
Induksi anestesi umum dapat dilakukan dengan teknik intravena atau
inhalasi.Induksi secara IM dengan ketamin (5-10mg/kb) dapat dilakukan pada
keadaan tertentu seperti anak meronta ronta. Induksi intra vena lebih disukai pada
anak yang sudah terpasang jalur intra vena atau pada anak yang kooperatif . Dalam

13

memasang jalur intra vena dapat digunakan topikal anestesi seperti EMLA R , yang
untuk efektivitasnya memerlukan waktu onset minimal 1 jam1,8.
A. Induksi intra vena
Induksi dapat dilakukan sama seperti pada omg dewasa, yaitu barbiturat
dengan masa kerja cepat (Tiopental 3mg/kg pada neonatus, 4-6 mg/kg pada bayi
dan anak yang lebih tua) atau propofol diikuti dengan obat pelumpuh otot.
(rapakuronium, vecuronium, atrakurium, rokuronium atau suksinilkolin). Atropin
harus diberikan sebelum pemberian suksinilkolin. Dengan Propofol angka
kejadian hipertensi saat intubasi menjadi lebih kecil, lebih cepat bangun dan
angka kejadian mual ,muntah post operasi lebih rendah. Keuntungan dari induksi
intravena adalah ketersediaan jalur intravena untuk memasukkan obat pada
keadaan darurat dan induksi cepat pada anak anak dengn risiko aspirasi2.
B. Induksi inhalasi
Sering anak belum terpasang jalur intra vena saat sampai di ruang operasi.
Agen inhalasi dapat menyebabkan anak hilang kesadaran hanya dalam beberapa
menit. Hal ini akan lebih mudah dilakukan pada anak yang sudah dalam keadaan
sedasi sehingga tidak tahu apa yang terjadi. Altematif lain untuk anak yang
sangat ketakutan adalah dengan mengganti masker warna hitam dengan masker
wama jernih dan mengoleskan /meneteskan bau yang enak misalnya bau jeruk,
dan membolehkan anak untuk duduk pada saat awal induksi. Banyak perbedaan
anatomi jalan nafas antara dewasa dan anak anak yang akan mempengaruhi
proses ventilasi dengan masker dan intubasi. Ukuran peralatan yang
dipergunakan harus sesuai. Tabel di bawah ini memperlihatkan ukuran peralatan
jalan nafas untuk pasien anak anak.
Tabel 2. Peralatan jalan nafas untuk pasien pediatril.
Umur
BB (kg)
ETT (mmID)

Prematur
0-1 bl
0.5-3
2,5-3

Naonatus
0-1 bl
3-5
3-3,5

Bayi
1-12 bl
4-10
3,5-4

Prasekolah
1-3 th
8-16
4-4,5

Anak kecil
3-8 th
14-30
4,5-5,5

Anak
8-12 th
25-50
5,5-6

14

Dalam ET
6-9
9-10
10-12
12-14
14-16
16-18
Isap lendir (F)
6
6
8
8
10
12
Laryngoskop Masker
00
0
1,5
1,5
2
3
Ukuran Masker
00
0
1
1
2
3
Oral Airway
000-00
00
1
1
2
3
LMA
1
1,5
1,5
2,5
3
Ket.: ETT : Endo Tracheal Tube, BB: Berat Badan, LMA; Laryngeal Mask Air way
Akses intra vena
Pada anak kurus, bayi yang sudah lama dirawat di NICU ( Neonatal Intensive Care
Unit) sulit menemukan vena untuk mendapatkan jalur intra vena. Vena saphena
letaknya biasanya tetap sehingga meskipun tidak kelihatan atau tidak dapat diraba
biasanya jalur intra vena bisa didapatkan. Pada neonatus dan bayi bila tidak ada
rencana tranfusi dapat dipakai kateter intra vena nomor 24. Sisa sisa udara yang ada
pada kateter intra vena harus diaspirasi karena adanya kemungkinan PDA
meningkatkan risiko terjadinya emboli udara paradoksikal. Pada keadaan darurat
dimana tidak dapat diperoleh jalur intravena cairan dapat diinfuskan melalui sinus
medularis tulang tibia dengan jarum nomor 18 . Pada dasarnya semua cairan yang
dapat diberikan secara intra vena dapat diberikan intra osseous1,9
Intubasi trakhea
Sesudah induksi, sebelum dilakukan intubasi endotrakhea N20 dimatikan
sehingga paru paru pasien hanya di isi dengan oksigen konsentrasi tinggi, hal ini agar
saturasi oksigen arteri tetap adekuat selama periode apnea1,2.
Pemilihan pelumpuh otot dapat dengan pelumpuh otot depolarisasi atau non
depolarisasi1.
Tulang oksiput yang menonjol pada anak anak cenderung membuat kepala
pada posisi yang agak fleksi, sebelum intubasi hal ini dapat diatasi dengan sedikit
meninggikan bahu atau mengganjal kepala dengan bantal berbentuk donat. Pada anak
yang lebih besar jaringan tonsil dan adenoid yang besar dapat mengganggu
visualisasi laring. Daun laringoskop yang lurus dapat membantu intubasi pada bayi
dan anak anak yang laringnya anterior. Pada anak umur < 5 tahun bagian paling
sempit dalah cincin krikoid sehingga pipa endotrakhea yang dapat melewati glotis

15

masih mungkin tidak dapat melewati cincin ini. Bila pipa endotrakhea di paksakan
melewati cincin ini dapat terjadi post operatif edema, stridor, croup dan obstruksi
jalan nafas3.
Pipa endo trakhea yang tidak menggunakan cuff biasanya dipakai untuk anak
dibawah umur 8- 10 tahun untuk mencegah edema tersebut dan untuk meminimalkan
risiko barotrauma. Diameter dalam pipa endo trakhea dapat diperkirakan dengan
rumus : Diameter internal pipa = 4 + umur/4, sebagai contoh anak umur 4 tahun
diperkirakan memakai pipa dengan diameter internal 5 mm. Perkiraan ini hanya
merupakan perkiraan kasar. Pada neonatus prematur kira-kira dipakai pipa dengan
diameter interna 2,5 - 3 mm dan neonatus 3-3,5 mm. Harus dipersiapkan pipa
endotrakhea dengan ukuran di atas dan di bawah ukuran yang diperkirakan.
Ukuran pipa yang cocok ditandai dengan mudah masuk ke dalam laring dan adanya
sedikit kebocoran gas pada tekanan 15-20 cm H201,2.
Tidak adanya kebocoran ini menunjukkan ukuran pipa terlalu besar dan harus
diganti dengan yang lebih kecil. Kebocoran yang terlalu besar menunjukkan pipa
terlalu kecil sehingga ventilasi tidak adekuat dan kebocoran gas anestesi dapat
mencemari ruangan operasi. Juga ada rumus untuk memperkirakan panjang pipa
endotrakhea yang masuk yaitu : Panjang pipa = 12 + umur/2, Rumus ini hanya
merupakan perkiraan kasar, harus tetap di konfirmasi dengan penilaian klinis. Untuk
menghindari intubasi endobronchial ujung pipa dimasukkan 1- 2 cm sesudah
melewati glotis. Tekhnik lain adalah dengan cara secara sengaja memasukkan pipa
sampai cabang kanan.bronkhus dan kemudian ditarik sampai suara nafas paru kanan
sama dengan paru kiri2,3.
Pemeliharaan
Pada bayi dan anak biasanya dilakukan ventilasi kontrol. Pada ventilasi
spontan neonatus yang sakit sulit mengatasi tahanan sirkuit meskipun sudah dipilih
alat dengan tahanan yang rendah. Tahanan ini berasal dari katub searah, pipa
pernafasan dan penyerap C02. Untuk anak dengan BB < 10 kg lebih disukai
penggunaan sirkuit dari Mapleson D atau Bain karena alatnya ringan dan tahanannya

16

rendah. Tahanan pada sirkuit pemakaian dapat diatasi dengan tekanan positif
sehingga tidak menjadi masalah apabila ventilasi pasien di kontrol7.
Dengan memantau tekanan jalan nafas dapat segera diketahui bila ada
sumbatan pada pipa endotrakhea karena pipa yang terlipat atau pipa bergeser masuk
ke endobronkus. Kebanyakan ventilator anesthesia dirancang untuk pemakaian pada
orang dewasa sehingga kurang dapat dipercaya untuk dapat digunakan pada anak
anak dimana tidal volume harus kecil dan frekuensinya lebih sering. Tidal volume
yang terlalu besar pada anak dapat menyebabkan peningkatan jalan nafas yang
sangat tinggi dan menyebabkan barotrauma3.
Volume tidal yang kecil dapat diberikan secara manual dengan menggunakan
kantong pernafasan dengan volume 1 L. Dengan kantung ini lebih sensitif dibanding
bila memakai kantung dengan ukuran 3 L. Untuk anak dengan berat badan < 10 kg
tidal volume yang cukup dapat diperoleh pada tekanan jalan nafas kurang lebih 1518 cmH2O. Untuk anak yang lebih besar volume tidal dapat di set pada 8-18m1/kg.
Kebanyakan spirometer tidak akurat pada volume tidal yang kecil. Juga gas yang
hilang karena sirkuit yang panjang dan komplians alat yang tinggi menjadi bermakna
pada anak anak yang tidal volume nya kecil. Sehingga sirkuit pada anak dipilih yang
pendek dan tidak elastis7.
Ruang rugi pada sirkuit anak dapat diminimalkan dengan menempatkan sekat
yang memisahkan inspirasi dan ekspirasi pada Y-piece . Anestesi dipertahankan
dengan agen yang sama seperti pada dewasa. Meskipun MAC pada anak lebih besar
dibanding dewasa neonatus tetap lebih rentan terhadap efek miodepresi agen
anestesi. Obat pelumpuh otot diperlukan untuk mendapatkan kondisi operasi yang
optimal, terutama pada neonatus dan anak anak yang tidak dapat mentoleransi dosis
tinggi agen volatill,2.
Kebutuhan cairan perioperatif
Pemberian cairan pada anak harus sangat hati hati karena sempitnya toleransi
kesalahan. Untuk pemberian yang tepat dapat digunakan infus pump atau mikrodrip
buret. Obat dimasukkan melalui jalur yang paling dekat ke vena anak untuk
mengurangi masuknya cairan yang tidak diperlukan. Kelebihan cairan dapat dilihat

17

dari adanya vena yang membesar, kulit berwarna merah, tekanan darah meningkat,
penurunan kadar natrium plasma dan menghilangnya lipatan kulit pada kelopak mats
atas. Pemberian cairan pada anak anak dapat meliputi cairan pemeliharaan,
mengganti defisit, mengganti cairan yang hilang1,2,10
A. Kebutuhan cairan pemeliharaan
Kebutuhan cairan pemeliharaan pada anak anak dapat diformulasikan
dengan rumus 4:2:1 yaitu :10 kg pertama: 4 ml/kg/jam, 10-20kg

berikutnya

2ml/kg/jam, seterusnya: I ml/kg/jam. Pemilihan jenis cairan masih kontroversial.


Cairan seperti D51/2 NS dengan 20 mEq/L potasium klorida memberikan
dekstrosa dan elektrolit yang cukup . Pada neonatus, dapat diberikan D51/4NS
karena masih terbatasnya kemampuan ginjal dalam menghadapi kelebihan
natrium.
B. Defisit
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada misalnya karena
puasa harus diganti. Pengganti defisit ini diberikan 50 % pada jam pertama, 25%
pada jam kedua dan 25% sisanya pada jam ketiga. Untuk mencegah terjadinya
hiperglikemia dihindari cairan yang banyak mengandung dekstrose. Defisit
cairan preoperasi biasanya diganti dengan cairan seimbang seperti ringer laktat
atau NS. Dibanding dengan ringer laktat, cairan garam fisiologis lebih sering
mengakibatkan asidosis hiperkloremik1.
C. Cairan Pengganti
Penggantian cairan dapat dibedakan menjadi mengganti darah yang
hilang dan mengganti cairan di rongga ketiga.
1. Mengganti darah
Jumlah darah pada neonatus prematur 100mi/kg neonatus full term
85-90 ml/kg dan bayi 80 mg/kg, ini lebih tinggi dibanding pada orang dewasa
yaitu 65-75 mg/kg. Hematokrit bayi baru lahir 55 % yang akan menurun
menjadi 30 % pada umur 3 bulan dan kemudian naik lagi menjadi 35%. pada

18

umur 6 bulan. Hemoglobin juga mengalami perubahan pada periode ini yaitu
HbF( Afinitas terhadap oksigen tinggi, PaO2 rendah, sulit melepas 02 ke
jaringan) yang pada saat lahir mencapai 75% menjadi 100% HbA( Afinitas
terhadap oksigen rendah, Pa02 tinggi, mudah melepas 02 ke jaringan) pada
umur 6 bulan.
Darah yang hilang dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan
perbandingan 3:1, atau larutan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
mencapai hematokrit yang diperbolehkan. Di bawah batas toleransi
hematokrit darah yang hilang harus diganti dengan darah. Batas hematokrit
ini pada neonatus prematur dan sakit kira kira 40 - 50 %, pada anak yang
lebih besar 20- 26%2.
Karena volume intra vaskuler yang kecil anak anak mudah terjadi
gangguan elektrolit (hiperglikemia, hiperkalemia, dan hipokalsemia) pada
tranfusi darah yang cepat. Thrombosit dan FF'P (Fresh Frozen Plasma) 1015ml/kg dapat diberikan pada kehilangan darah yang mencapai 12 kali
volume darah. Satu unit thrombosit per l0 kg BB dapat meningkatkan jumlah
thrombosit 50,000!L. Dosis pediatrik untuk kriopresipitat adalah 1 U/10 kg
BB10
2. Cairan di rongga ketiga
Kehilangan seperti ini tidak dapat diukur tapi dapat diperkirakan
dengan melihat luasnya prosedur pembedahan, seperti misalnya 0-2
ml/kg/jam

untuk

pembedahan

yang

relatif

atraumatik

(mis.koreksi

strabismus) dan sampai 6-10ml/kg/jam untuk prosedur yang traumatik


(mis.abses abdominal). Kehilangan ini biasanya diganti dengan cairan ringer
laktat1,10
Bangun dari anestesi dan pulih sadar
Hal hal yang perlu diperhatikan saat bangun dari anestesi adalah
laringospasme post intubasi croup dan pengelolaan nyeri post operatif. Pediatrik
mudah mengalami laringospasme dan post intubasi croup. Seperti pada orang dewasa
nyeri post opertif pada anak anak juga hams dikelola dengan baik1.

19

A. Laryngospasme
Laryngospasme adalah kontraksi otot otot laring yang kuat dan terjadi
secara tidak sadar karena stimulasi nervus laringeal superior. Dapat dihindari
dengan ekstubasi saat pasien sudah benar benar sadar atau saat keadaan anestesi
masih dalam. Ekstubasi diantara kedua keadaan ekstrim ini berbahaya. ISPA juga
meningkatkan kejadian larigospasme saat bangun dari anestesi5.
Bila terjadi laringospasme diatasi dengan memberi ventilasi tekanan
positif dengan halus, lidokain intravena 0,5-1mg/kg, paralisis dengan
suksinilkolin 0,5-1 mg/kg atau rokuronium 0,4 mg/kg dan ventilasi dikontrol.
Bila terpaksa dapat diberikan suksinilkolin intra muskular. Laringospasme dapat
terjadi segera post operasi tetapi dapat juga terjadi di ruang pulih sadar karena
tersedak sekret pharing, oleh karena itu sebaiknya pasien diposisikan miring
sehingga sekret yang ada bisa dengan mudah keluar. Pada saat pasien bangun
sebaiknya orangtua sudah ada di samping pasien2.
B. Croup post intubasi
Croup terjadi karena edema glotis atau trakhea. Edema paling sering
terjadi pada cincin krikoid karena bagian ini paling sempit. Kejadian croup lebih
sedikit bila dipakai pipa endotrakhea yang tidak ber cuff dan memungkinkan
sedikit kebocoran pada 10- 25 cmH2O. Stridor ini sering berkaitan dengan umur
1-4 tahun, usaha intubasi yang berulang, pipa endotrakhea yang besar,
pembedahan yang lama, prosedur di kepala dan leher, dan gerak pipa yang
berlebihan (batuk gerak kepala)2.
Dapat dicegah dengan pemberian deksametason 0,25-0,5 mg/kg,IV.
Pemberian inhalasi nebulizer epinefrin 0,25-0,5 ml larutan 2,25% dalam 2,5 ml
NS merupakam terapi yang efektif. Komplikasi ini dapat terjadi mulai 3 jam post
operasi1.
C. Penatalaksanaan nyeri post operasi

20

Analgesia post operasi pada anak anak dapat dipakai blok saraf atau
Patient control analgesia (PCA). Opioid yang sering digunakan adalah fentanil
1-2 gg/kg dan meperidin 0,5mg/kg. Ketorolak 0.75mg/kg dapat mengurangi dosis
opioid. Juga dapat digunakan asetaminofen rektal 40mg/kg11.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Pediatric Anesthesia. In : Clinical
anesthesiology .3d' ed. New York : Mc Graw Hill; 2002.p.849-73
2. Betts KE, Downes JJ. Pediatric Anesthesia. In : Longnecker DE, Murphy FL,
editors. Introduction in anesthesia. 9h ed. Philadelphia, Pennsylvania : W. B.
Saunders Company ; 1997.p. 332-49
3. Motoyama EK, Cook CD. Respiratory physiology. In : Smith RM, editor.
Anesthesia for infants and children. 4`h ed. St Louis, Toronto : The C. V. Mosby
Company ; 1980.p.38-83
4. McGowan FX, Steven JM. Cardiac Physiology and Pharmacology. In : Cote CJ,
Ryan JF, Todres ID, Goudsouzian NG, editors. A Practice of Anesthesia for
infants and children. 3`d ed. Philadelphia, London : W. B. Saunders Company ;
2001.p. 353-87
5. Tait AR. Point-Counterpoint : Point : Endotracheal intubation should be avoided
in children with upper respiratory tract infection. Spa Newsletter [serial on line]
summer2002;15(3):

[3

screens].Available

from

:URL:

http://www.pedsanesthesia.org
6. Uezono S, Goto T, Terui K, Ichinose F, Ishguro Y, Nakata Y, et al. Emergence
Agitation After Sevoflurane Versus Propofol in Pediatric Patients. Anesth Analg
2000;91:563-6
7. Elwood T, Morris W, Martin LD, Nespeca MK, Wilson DA, Fleisher LA, et al.
Bronchodilator premedication does not decrease respiratory adverse events in
pediatric general anesthesia.Can J Anaesth 2003;50:277-84
8. Veyckemans F. Equipment, Monitoring, and Environmental Conditions. In
Bissonnette B, Dalens BJ, editors. Pediatric Anesthesia : Principles and Practice. .
New York : Mc Graw Hill; 2002.p.414-82
9. Dalens BJ. Regional Anesthesia in Children. In : Miller RD, editor. Miller's
Anesthesia. 6

th

ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Churcill Livingstone ;

2005. p. 1719-62

22

10. Moss M, Lopez AM, Eble BK, Schellhase DE. Pediatric Intensive Care
Procedure. In : Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM, editors.
Texbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Saunders ;
2005.p.1909-32
11. Bohn D. Fluids and Electrolytes in Pediatrics. In : Fink MP, Abraham E, Vincent
JL, Kochanek PM, editors. Texbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia,
Pennsylvania : Elsevier Saunders ; 2005.p.1131-39

23

Anda mungkin juga menyukai