Anda di halaman 1dari 35

Perdarahan Antenatal

Perdarahan antenatal pada trimester pertama (kehamilan muda) adalah


perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 22 minggu. Perdarahan
antenatal pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada kehamilan setelah 22
minggu sampai sebelum bayi dilahirkan atau perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran. Perdarahan kehamilan muda adalah perdarahan pada usia kehamilan
kurang dari 22 minggu atau kurang dari usia kehamilan 5 bulan. Perdarahan
kehamilan lanjut adalah perdarahan dari saluran genital di akhir kehamilan
setelah usia gestasi 24 minggu dan sebelum awitan persalinan. Jadi, Perdarahan
antenatal merupakan perdarahan dari traktus genital yang terjadi pada saat
kehamilan.
Klasifikasi Perdarahan selama kehamilan (Antenatal Bleeding)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kehamilan Mola Hidatidosa


Kehamilan Ektopik
Abortus
Solusio Plasenta
Plasenta Previa
Ruptur Uteri

1. Solusio Plasenta
1) Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan
plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan
20 minggu dan sebelum janin lahir. Cunningham dalam bukunya
mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta
dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir. Jika
separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin
akan didiagnosis sebagai abortus imminens. Sedangkan Abdul Bari
Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin
lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di
atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.

Gambar 1. Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

2) Klasifikasi
a. Solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta :
a) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
b) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
c) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas.
b. Solusio plasenta menurut bentuk perdarahan :
a) Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
b) Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang
membentuk hematoma retroplacenter
c) Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong
amnion .
c. Solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu :
a) Ringan

perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada


tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6
bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
b) Sedang
Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre
renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta
1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg
%.
c) Berat
Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,
janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian
atau keseluruhan.
3) Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh
kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89
persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750
persalinan. Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio
plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat
bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena
adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1
kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan
frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus
solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua
kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian
bayi. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia
melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio
plasenta.
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763
kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan .
No
.
1.
2.
3.

Penyebab Perdarahan
Solusio Plasenta
Laserasi/ Ruptura uteri
Atonia Uteri

Sampel

(%)

141
125
115

19
16
15

4.
5.
6.
7.
8.

Koagulopathi
Plasenta Previa
Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata
Perdarahan Uterus
Retained Placentae

108
50
44
44
32

14
7
6
6
4

Pada tabel tersebut diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat


pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh
perdarahan dalam masa kehamilan.
4) Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
a. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma
preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan
bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta
berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan
dengan adanya hipertensi pada ibu.
b. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin
yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan

persalinan.
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui


bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh,
dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus
solusio plasenta.
c. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.
Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti
dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada
primipara.
d. Faktor usia ibu

Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan


bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan
dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena
makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
e. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat
menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di
atas bagian yang mengandung leiomioma.
f.

Faktor pengunaan kokain


Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan
darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana
bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah
uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis
ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta
pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .

g. Faktor kebiasaan merokok


Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan
kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok
1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang
perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa
abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya
melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat
40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
h. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu
dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya
kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya.
i.

Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan


uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran
uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.

5) Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam
desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat
berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan

berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan


perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.

Gambar 2. Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom


subkhorionik .
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan
sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah uteroplasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum
jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak
terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan
tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan
perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan
menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta
sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas
dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan
masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui
vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong
amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot
miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan
terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah
Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara

makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak


berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus
Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan
mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang
sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai
akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter
adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran
darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimanamana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia.
Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan
darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya.
6) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari kasus-kasus solusio plasenta
diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis :
a) Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus
marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta
yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan
pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit.
Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya
terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih
mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu
diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena
perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang
menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini
adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman.
b) Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per
empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda
dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta
ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit
perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan

perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam


dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah
mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok,
demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah
berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang
terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin
sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung
sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal
mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi
pada solusio plasenta berat.
c) Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga
permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah
jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan
syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum
sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsi ginjal.
7) Pemeriksaan Diagnostik
A) Pemeriksaan laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat

ditemukan silinder dan leukosit.


Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan
cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering
terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia,
maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l
jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes
kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

B) Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis
dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat
koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
C) Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :


- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta

Gambar 3. Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

D) Ultrasonografi (USG) abdomen


E) Hitung jenis darah lengkap
F) Monitoring janin
G) Kadar fibrinogen
H) Partial thromboplastin time
I) Pemeriksaan pelvis (rongga panggul)
J) Prothrombin time
K) USG vagina
8) Penatalaksanaan

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat


atau ringannya gejala klinis, yaitu:
a) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak
tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala
solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG
daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus
segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin
mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk
mempercepat persalinan.
b) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas
ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah,
amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang
persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan
amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang
mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana.
Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin
yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin
saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta.
Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang
umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik.
Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk
sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya
masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin
dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi
yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan
gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan

infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan


persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan
darah .
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi
dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan
fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu
pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat
memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan
persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan
pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak
berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan,
walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satusatunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan
indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan.
9) Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari
luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio
plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
a) Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio
plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan
postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat
keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan
yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia,
karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume
intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian
ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun
kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal,
tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan

penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak


merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena
vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan
darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan
stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi.
Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang
ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan
sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor
pembekuan.
b) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh
keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya
terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi
ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler.
Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya
dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang
harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang
hilang secukupnya,pemberantasan infeksi, atasi
hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
c) Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan
kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup
bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila
kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan
terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua
fase :
Fase I

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler,


venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated
intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah
kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya
kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut,
maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive.
Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler
tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat
mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang
penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria.
Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha
tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang
tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih
menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi
perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan
pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena
pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu
lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan
penderita saat itu.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam
otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga
dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini
harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :

10)

Fetal distress
Gangguan pertumbuhan/perkembangan
Hipoksia dan anemia
Kematian

Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup

luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali


meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga
menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi
perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas
seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari
keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi
mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini
bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi,
namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui
sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawankawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda
pada solusio plasenta :

Tabel 2.Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta


No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tanda atau Gejala


Perdarahan pervaginam
Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang
Gawat janin
Persalinan prematur idiopatik
Kontraksi berfrekuensi tinggi
Uterus hipertonik
Kematian janin

Frekuensi (%)
78
66
60
22
17
17
15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan


gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio
plasenta. Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio
plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak
demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio
plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang
datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan,
penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar

dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba


bagian-bagian janin.
11)

Asuhan Keperawatan
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio

plasenta antara lain :


1) Pengkajian
a) Anamnesis
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang
pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling

sakit.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan
sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah
segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman

.
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan

akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).


Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata
berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai

dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.


Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal
yang lain.

b) Inspeksi
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
c) Palpasi
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya

kehamilan.
Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut
uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di

luar his.
Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus)
tegang.

d) Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung
terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah

100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari
satu per tiga bagian.

e) Pemeriksaan dalam
Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba
menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar

his.
Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas
seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba
pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering
meragukan dengan plasenta previa.

f) Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien
sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun
turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat,
kecil dan filiformis.
2) Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada
klien atau janin
3. Resiko tinggi infeksi terhadap prosedur invasive.
Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
a) Bantu dengan penggunaan tekhnik pernafasan.
R/ mendorong relaksasi dan memberikan klien cara
mengatasi dan mengontrol tingkat nyeri.
b) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Berikan instruksi bila perlu.
R/ relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan
rasa takut,
yang memperberat nyeri.
c) Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, gosokan
punggung, sandaran bantal, pemebrian kompres sejuk,
dll)
R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kooping dan
kontrol klien.
d) Kolaborasi memberikan sedatif sesuai dosis

R/ meningkatkan kenyamanan dengan memblok impuls


nyeri.
2) Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada
klien atau janin
a) Kaji status psikologis dan emosional
R/ adanya gangguan kemajuan normal dari persaliann
dapat memperberat perasaan ansietas dan kegagalan.
Perasaan ini dapat mengganggu kerja sama klien dan
menghalangi proses induksi.
b) Anjurkan pengungkapan perasaan.
R/ Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas
kebutuhan terhadap induksi persalinan. Rasa gagal karena
tidak mampu melahirkan secara alamiah dapat terjadi.
c) gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah
yang menandakan abnormalitas prosedur atau proses.
R/ Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa
menuduh diri sendiri.
d) Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan
kehilangan harga diri.
R/ Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi untuk
membantu proses persalinan adalah refleksi negatif pada
kemampuan dirinya sendiri.
e) Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan
pada proses pengambilan keputusan.
R/ Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun kebanyakan
dari apa yang sedang terjadi diluar kontrolnya.
f) Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan
latihan relaksasi.
R/ Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan
klien berpartisipasi secara aktif.
3) Resiko tinggi infeksi terhadap prosedur invasive.
a) Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.
R/ Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi,
menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan
luka yang buruk. Risiko korioamnionitis meningkat dengan
berjalannya waktu, membuat ibu dan janin pada berisiko.
Adanya proses infeksi janin pada berisiko. Adanya proses
infeksi dapat meningkatkan risiko kontaminasi janin.
b) Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya,
peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau
bau/warna rabas vagina).

R/ Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan


dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi
bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
c) Kolaborasi melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub
sesuai protokol.
R/ Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi,
menurunkan risiko infeksi pascaoperasi.
d) Kolaborasi melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta
sesuai indikasi.
R/ Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan
tingkat keterlibatan.
e) Kolaborasi dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Ht); catat perkiraan kehilangan darah selama
prosedur pembedahan.
R/ Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan
buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan
darah berlebihan.
f) Kolaborasi dalam memberikan antibiotik spektrum luas
pada pra operasi.
R/ Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah
terjadinya proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada
infeksi yang teridetifikasi.
2. Plasenta Previa
1) Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir, (prae:
didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga menutupi
seluruh atau sebagian osium internum. Implantasi plasenta yang
normal ialah pada dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah
fundus uteri.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri
internum.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya subnormal, yaitu
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi seluruh atau
sebagian jalan lahir.
2) Klasifikasi Plasenta Previa
Beberapa klasifikasi plasenta previa:

a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm


1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5
cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm
sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
3. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi
ostea bagian belakang.
4. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi
ostea bagian depan.
5. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya
pinggir ostea yang ditutupi plasenta.
b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat :
1. Plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri.
2. Plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri.
3. Plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas
pinggir pembukaan Pada periksa dalam tak teraba.
c. Menurut Browne:
1. Tingkat I, Lateral plasenta previa :
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah
rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat II, Marginal plasenta previa:
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (Ostea).

3) Etiologi dan faktor resiko


Belum diketahui pasti, frekuensi plasenta previa meningkat pada grade
multi para. Primigravida tua, Bekas seksiosesarea, bekas aborsi,
kelainan janin dan leiomioma uteri.
Menurut Sheiner etiologi plasenta previa sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko
yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:
a. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim,
menyebabkan plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas
pembukaan serviks.
b. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau
jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah
caesar atau aborsi).
c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
f. Plasenta terbentuk secara tidak normal.
g. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara.
h. Ibu merokok atau menggunakan kokain.
i. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali
lebih besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan
pada wanita di bawah usia 20 tahun.
4) Patofisiologi
Menurut Prawirohardjo (2009) pada usia kehamilan yang lanjut,
umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh
karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tampak
plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal, yaitu baian dari desidua
basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya
istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang

berimplantasi itu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat


pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikain pula oada
serviks mendatar (effacement) dan membuka ( dilatation ) dan bagian
tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervilus dari plasenta. Oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan
terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan ditempat itu relative
dipermudah ddan diperbanyak oleh karena segme bawah rahim dan
serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot
yyang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhanti karena ada pembekuan kecuali ada laserasi mengenai sinus
yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung
lebih banyak dan lebih lama , oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu berlangsung progesif dan bertahap , maka laserasi
baru akan akan mengulang terjadinya perdarahan . Demikianlah
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless).
Darah akan keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain less) .
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum .
Sebaliknya , pada plasenta previa parsalis atau letak rendah ,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tapi cenderung lebih banyak
pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga jaga syo hal tersebut
perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada
kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada
umur kehamilan pada 34 minggu ke atas. Berhubung tempat
perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak terbentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bahwa
rahim yang tipis mudah di invasi oleh pertumbuhan dari trofoblas ,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih
sering terjadi plasenta akreta dan inkreta, bahkan plasenta perkreta
yang perkembangan vilinya bisa sampai menembus ke buli buli dan

per rektu bersama plasenta previa. Plasenta akreta da inkreta lebih


sering terjadi pada uterus yang pernah bedah sesar. Bawah rahim dan
serviks yang rampuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot
yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatakan
perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya pad kala
3 karena plasenta sukar terlepas yang sempurna atau setelah uri lepas
karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi .
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak umur
kehamilan 20 minggu, saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan
mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester 3
karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan
sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta. . Perdarahan tidak
dapat di hindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen
bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahanyerjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen
bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada
ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau
letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan
ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar
rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin kedalam
sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati
pada plasenta previa.
5) Manifestasi Klinis
a. Perdarahan tanpa rasa nyeri mendekati akhir trimester II atau III
b. Perdarahan berwarna merah segar.
c. Uterus lembak, tonus normal.
d. Pengeluaran darah yang diobservasi sebanding dengan tanda
tanda shock.
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi
selagi penderita tidur atau bekerja biasa, perdarahan pertama
biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan
berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau

sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20


minggu segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat dari
dinding uterus. Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan darah
berwarna merah segar.
Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat
dihindari karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut
otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta
yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini
perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta
previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah,
yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.
6) Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk
mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri
eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
b. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak
plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi,
radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak
menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap
ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
d. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.Dilakukan dengan
PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui
pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan
pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan
PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
7) Penatalaksanaan
1) Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui

kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.


Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif:
i.
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang
ii.
iii.

kemudian berhenti.
Belum ada tanda-tanda in partu.
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam

iv.

batas normal).
Janin masih hidup.

2) Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana
secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan
persalinan dengan plasenta previa :
Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau
tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis
dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan
memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah
rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum
ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin
Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan
tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi
Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup
Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri
beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini
kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali
menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini

8) Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat
perdarahan, anemia karena perdarahan plasentitis, dan
endometritis pasca persalinan.
Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi
seperti Asfiksi berat
9) Asuhan Keperawatan
I. PENGUMPULAN DATA DASAR
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Istri : Ny N Nama Istri : Tn. J
Umur : 37 Tahun Umur : 40 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wirasuasta
Suku : Jawa Suku : Palembang
Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2
Semarang
B. Anamnesia pada tanggal 15 Oktober 2009 pukul: 08.00 WIB
1. Alasan kunjungan saat ini
Ibu mengatakan hamil anak ke-2 usia kehamilan 8 bulan ibu mengeluh
ada pengeluaran darah pervaginam dua kain basah, secara tiba-tiba.
2. Riwayat haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 tahun
Banyaknya : 2-3 x ganti pembalut
Lamanya : 7-8 hari
Sifat darah : merah, encer, bercampur gumpalan
HPHT : 5 Maret 2009
TP : 12 Desember 2009
3. Riwayat perkawinan
Ibu menikah 1 kali, status perkawinan syah sebagai istri pertama, usia
pernikahan 1 tahun, usia saat menikah 20 tahun lama perkawinan 17
tahun
4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

No. Tgl./ Th. Lahir Usia kehamilan Jenis persalinan Penolong Penyulit
kehamilan dan persalinan JK BB PB Keadaan anak sekarang
1 1997 9 bulan Spontan Bidan Tidak ada L 3000 50 Sehat
5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Trimester I : 2 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan mual dan muntah
Anjuran : Banyak istirahat, makan dengan porsi sedikit tapi sering
b. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan sering merasa cepat lelah dan pegal-pegal
Anjuran : Ajarkan ibu senam hamil, banyak istirahat, dan makan
makanan yang bergizi dan minum tablet Fe.
c. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan ada pengeluaran darah pervaginam
sebanyak 2 kain basah.
Anjuran : istirahat cukup, kurangi aktivitas yang berat, dan periksa
kehamilannya ke bidan.
6. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga
a. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang di derita
Klien tidak pernah menderita penyakit yang serius seperti jantung,
hipertensi, hepar, DM, anemia, campak, malaria, TBC. Gagguan mental
dan operasi.
b. Prilaku kesehatan
Klien tidak pernah minum-minuman yang mengandung alkohol atau
obat-obatan sejenisnya serta klien tidak pernah meminta jamu atau
rokok, pencucian vagina dilakukan dengan menggunakan sabun setiap
kali mendi, BAK dan BAB.
c. Immunisasi
Ibu mengatakan immunisasi
TT I pada kehamilan 4 bulan tanggal 5 Juli 2009 di BPS Bunda
TT II pada kehamilan 5 bulan tanggal 5 Agustus 2009 di BPS Bunda
7. Riwayat psikologis
a. Ibu senang dengan kehamilan saat ini karena kehamilan ini sudah di
rencanakan
b. Ibu dan keluarga berharap semoga dalam kehamilan dan persalinan
nanti berjalan normal tidak ada halangan suatu apa pun.

8. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
1) Sebelum hamil : Makan 3x sehari dengan porsi 1 piring nasi,
mangkuk sayur, lauk tempe, dan buah. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
2) Sesudah hamil : Makan 2x sehari ibu mengatakan kurang nafsu
makan. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
b. Eliminasi
1) Sebelum hamil : BAB 1x sehari BAK : 5-6 x sehari
2) Sesudah hamil : BAB 1x sehari BAK : 8-9 x sehari
c. Istirahat dan tidur
1) Sebelum hamil : ibu tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1 jam
2) Sesudah hamil : ibu tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang 1 jam ibu
mengatakan sering terbangun pada malam hari
d. Personal hygiene
Sebelum hamil dan saat hamil ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x
sehari dan keramas 2 x seminggu
e. Aktivitas / olah raga
Ibu hanya mengerjakan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, ibu hanya
melakukan aktivitas yang ringan dan ibu tidak pernah berolah raga.
f. Seksualitas dan kontrasepsi :
2x seminggu sebelum hamil ibu tidak pernah menggunakan
kontrasepsi
C. Pemeriksaan
1. Keadaan umum
a. kesadaran : composmentis
b. tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg
RR : 22 x / menit
Nadi : 88 x / menit
Temperatur : 37oC
c. Berat badan : Sebelum hamil : 50 kg
Sesudah hamil : 60 kg
Kenaikan BB selama hamil : 10 kg
d. Tinggi badan : 157 cm

e. Ukuran lila : 24 cm
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Rambut : lurus, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok keadaan
bersih
2) Muka : bentuk simetris, pucat, tidak ada oedema
3) Mata : bentuk simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak
mata, konjungtiva pucat, seklera tidak ikterik, berfungsi dengan baik,
keadaan bersih
4) Hidung : bentuk simetris, keadaan bersih, dan tidak ada pembesaran
polip
5) Mulut : tidak ada kelalinan , tidak terdapat stomatitis, keadaan gigi
bersih, tidak ada carises, tidak ada pembesaran tonsil
6) Telinga : bentuk simetris, keadaan bersih, fungsi pendengaran baik
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limpa, dan
tidak ada pembengkakan vena jugularis
8) Dada : pernafasan baik tidak ada rochi dan wheezing, payudara
menonjol hiperpigmentasi , tidak ada benjolan, abnormal, colostrums
belum keluar.
9) Abdomen : bentuk simetris, membesar sesuai dengan usia
kehamilan, tidak ada cacat, tidak ada bekas operasi, tidak ada nyeri
tekan pada saat dipalpasi.
10) Punggung : normal tidak ada kelainan
11) Genetalia : ada pengeluaran darah pervcaginam banyaknya 200cc.
tidak ada hemaroid, varisesdan oedema
12) Ektermitas : bentuk simetris, tidak ada cacat, tidak ada oedema,
dapat berfungsi dengan baik
b. Palpasi
1) Leopold I : TFU terpegang antara Px dengan pusat, pada fundus
teraba keras bundar melenting yang berarti kepala
2) Leopold II : Perut ibu sebelah kiri teraba lebar dan memberikan
tahanan yang besar berarti punggung janin. (PUKI) perut sebelah
kanan teraba bagian-bagian janin yang kecil berarti extremitas.
3) Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba ada satu bantalan

yang mengganjal pada bagian segmen bawah rahim.


4) Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP (divergen)
5) Mic Donald : 30cm
6) TBJ : (30-12) x 155 = 2790 gram
c. Palpasi
1. Jantung : Denyut jantung tidak teratur, takikardi, tidak terdengar
mur-mur
2. Paru-paru : Tidak terdengar ronchi dan whezing
3. DJJ : positif, denyut jantung tidak terdengar, takikardi, 158 x/menit
d. Perkusi : Reflek patella positif dan reflek babinski negatif
3. Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 9,4gr%
Protein urine : (-)
Redaksi : (-)
4. Pemeriksaan penunjang :
USG : pada USG terlihat ada bagian yang menutupi jalan lahir yaitu
plasenta

1. Perfusi jaringan tidak efektif (plasental) b.d. kehilangan darah (hipovolemia).


2. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan vaskuler berlebihan.
3. Perubahan perpusi jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia.
4. Ansietas b/d Ancaman kematian ( dirasakan atau actual ) pada diri sendiri, janin.
5. Resiko tinggi cedera (ibu) b/d Hipoksia jaringan / organ, profil darah abnormal,
kerusakan system imun.

K. PERENCANAAN
DX 1
Intervensi

Kaji penyebab terjadinya perdarahan (abrasi plasenta, plasenta previa, merokok,


penggunaan kokain, PIH (pregnance induced hiertention).

Kaji secara akurat kemunginan harapan hidup janin, kaji juga kapan menstruasi
terakhir ibu, prioritaskan pelaporan yang didapat dari Ultrasound atau riwayat
obstetrik.

Inspeksi keadaan perineum, hitung jumlah dan karkateristik perdarahan.

Monitor TTV

Lakukan persiapan prosedur emergency antepartum , partum, seperti terapi


oksigen, terapi parenteral IV dan mungkin infuse parallel.

Catat masukan dan pengeluaran makanan dan minuman.

Elevasikan ekstremitas bawah untuk meningkatkan perfusi ke aorgan vital dan


fetus.

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat menunjukkan


perfusi yang adekuat, dengan kriteria hasil:

Tanda-tanda vital stabil

Membrane mukosa berwarna merah muda

Pengisian kapiler normal (< 2 dtk).

Haluaran urin adekuat.

Pernapasan adekuat

Tujuan

Untuk menetapkan terapi yang sesuai.

Untuk dapat mencegah komplikasi dari perdarahan.

Untuk mengetahui perkembangan dari perdarahan yang terjadi oek

Untuk mencegah komplikasi sedini mungkin.

Untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik.

Mencegah kekurangan elektrolit, cairan dan nutrisi.

Agar aliran darah lancar


DX 2
Intervensi

1. Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah serta jumlah kehilangan darah. Lakukan
perhitungan pembalut Timbang pembalut pengalas.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa, Setiap
gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah.
2. Lakukan tirah baring. Instuksikan klien untuk menghindari Valsalva manover dan
koitus.
Rasional : Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan
abdomen atau orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang
perdarahan
3. Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau posisi semi
fowler. Hindari posisi trendelenburg.
Rasional : Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak; peninggian
panggul menghindari kompresi vena kava. Posisi semi- fowler memungkinkan janin
bertindak sebagai tanpon.
4. Catat tanda tanda vital Penisian kapiler pada dasar kuku, warna menbran mukosa/
kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentarl, bila ada
Rasional : Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis
dan perubahan pada tekanan darah, nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan
sirkulasi atau terjadinya syok
5. Hindari pemeriksaan rectal atau vagina
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal
atau total terjadi.
6. Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap, atau sel-sel kemasan,
sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok.
7. Siapkan untuk kelahiran sesaria.
Rasional: Hemoragi berhenti bila plasenta diangkat dan sinus-sinus vena tertutup.

Kriteria evaluasi;
Mendemostrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang
dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan
haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.

DX 3.
Intervensi

1. Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan volume darah.


Rasional : Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan , kemungkinan
menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
2. Auskultasi dan laporkan DJJ , catat bradikardia atau takikardia. Catat perubahan
pada aktivitas janin (hipoaktivitas atau hiperaktivitas
Rasional : Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin . Pada awalnya , janin berespon
pada penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan gerakan . Bila
tetap defisit, bradikardia dan penurunan aktivitas terjadi.
3. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior dan meningkatkan
sirkulasi plasenta/janin dan pertukaran oksigen.
4. Berikan suplemen oksigen pada klien
Rasional : Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.
5. Ganti kehilangan darah/cairan ibu.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transport oksigen.
6. Siapkan klien untuk intervensi bedah dengan tepat.
Rasional : Pembedahan perlu bila terjadi pelepasan plasenta yang berat, atau bila
perdarahan berlebihan , terjadi penyimpangan oksigen janin, dan kelahiran vagina
tidak mungkin.

riteria evaluasi : Mendemonstrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta
tes nonstres reaktif (NST).

DX 4.
Intervensi

1. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan.
Rasional : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.

2. Pantau respon verbal dan nonverbal klien/pasangan.


Rasional : Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien/pasangan.
3. Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif.
Rasional : Meningkatkan rasa control terhadap situasi dan memberikan kesempatan
pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.
4. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis dan beri kesempatan klien untuk
mengajukan pertanyaan.Jawab pertanyaan dengan jujur.
Rasional : Pengetahuan akan membantu klien mengatasi apa yang sedang terjadi
dengan lebih efektif.
5. Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala.
Rasional : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan
rasa control terhadap situasi.
Kriteria evaluasi :
1. Mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin, dan masa depan kehamilan,
mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat.
2. Mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat.
3. Melaporakan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau perilaku yang
menunjukkan ketakutan.
DX 5
Intervensi

1. Kaji jumlah darah yang hilang. Pantau tanda/gejala syok


Rasional : Hemoragi berlebihan dan menetap dapat mengancam hidup klien atau
mengakibatkan infeksi pascapartum, anemia pascapartum, KID, gagal ginjal, atau
nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisi.
2. Catat suhu, hitung SDP, dan bau serta warna rabas vagina, dapatkan kultur bila
dibutuhkan.
Rasional : Kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb meningkatkan risiko
klien untuk terkena infeksi.
3. Catat masukan/haluaran urin. Catat berat jenis urin.
Rasional : Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan haluaran urin.
4. Berikan heparin, bila diindikasikan.
Rasional : Heparin dapat digunakan pada KID di kasus kematian janin, atau
kematian satu janin pada kehamilan multiple, atau untukmemblok siklus pembekuan
dengan melindungi factor-faktor pembekuan dan menurunkan hemoragi sampai
terjadi perbaikan pembedahan.

5. Berikan antibiotic secara parenteral.


Rasional : Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan infeksi.

Kriteria evaluasi : Menunjukkan profil darah dengan hitung SDP, Hb, dan pemeriksaan koagulasi
DBN normal.
Tujuan

Untuk mengontrol terjadinya kecemasan.

Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaknyamanan klien dan dapat dijadikan


sebagai fokus utama penangana terhadap kecemasan klien.

Memberikan informasi sejelasnya kepada klien.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius
FKUI . Jakarta
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan
Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Murah Manoe dkk, 1999, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi.
Bagian /SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
Sandra M. Nettina, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta.
Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.
Cunningham, FG, Norman, F, Kenneth, J, Larry, C & Katharine, D 2006, Obstetri
williams, Edisi ke 21, EGC, Jakarta.
Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hanafiah, TM 2004, Plasenta previa, diakses tanggal 1 Juni 2009,
http://library.usu.ac.id
Manuaba, IBG 2003, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana
untuk pendidikan bidan, EGC, Jakarta.
McCloskey & Bulechek. 2000. Nursing interventions classification (NIC), United
States of America, Mosby.
Meidean, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC),United States of
America. Mosby.
Mochtar, R 1998, Sinopsis obstetri: Obstetri fisiologi, obstetri patologi, Edisi ke 2,
EGC, Jakarta.
NANDA 2005. Nursing diagnosis definitions & classification. Philadelphia. Locust
Street.

Anda mungkin juga menyukai