Analisis Implementasi Psak 13 (Pasca Adopsi Ifrs) Dan Pengaruhnya Terhadap Laba Perusahaan
Analisis Implementasi Psak 13 (Pasca Adopsi Ifrs) Dan Pengaruhnya Terhadap Laba Perusahaan
Oleh:
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan nilai properti investasi dan
laba perusahaan sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
Penelitian ini juga menganalisis perlakuan akuntansi properti investasi sebelum
dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang sudah menerapkan PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) pada tahun 2009 dan memilih model nilai wajar untuk
menilai properti investasinya. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan uji-t, dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat perbedaan signifikan antara nilai
properti investasi sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS),
tentang properti investasi, (2) Terdapat perbedaan signifikan antara jumlah total
aset sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS), tentang
properti investasi, (3) Terdapat perbedaan signifikan antara laba perusahaan
sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti
investasi, dan (4) Perbedaan perlakuan akuntansi properti investasi sebelum dan
sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) adalah sebelum penerapan
PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) perusahaan tidak diperbolehkan menilai properti
investasi dengan model nilai wajar sementara setelah penerapan perusahaan dapat
memilih menggunakan model biaya atau model nilai wajar yang akan diterapkan
secara konsisten.
Kata kunci : properti investasi, model biaya, model nilai wajar, perlakuan
akuntansi, dan laba perusahaan.
Oleh:
ABSTRAK
This study aims to analyze the difference in values of investment property and
profit before and after the implementation of PSAK 13 (post-adoption of IFRS).
The study also analyzes the accounting treatments of investment properties before
and after implementation of PSAK 13 (post-adoption of IFRS).
This study uses samples of selected companies that have applied PSAK 13 (postadoption of IFRS) in 2009 and choose fair value model to measure their
investment properties. Hypotheses are tested by using t-tes two related sample test
Wilcoxon at degree of significant 95% .
The results shows that: (1) There is a significant difference between the value of
investment properties before and after implementation of PSAK 13 (postadoption of IFRS) , (2) There is a significant difference between the total assets
before and after implementation of PSAK 13 (post- adoption of IFRS), (3) There
is a significant difference between net income before and after implementation of
PSAK 13 (post-adoption of IFRS), and (4) the difference of accounting treatment
of investment properties before and after implementation of PSAK 13 (after the
adoption of IFRS) is after implementation companies can choose to use the cost
model or fair value model to be applied consistently.
Key words: investment property, the cost model, fair value model, accounting
treatment, and company profits.
1. Latar Belakang
IAI Wibisana menyatakan dampak dari konvergensi IFRS ini yaitu relevansi
laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
Salah satu penggunaan nilai wajar yang diadopsi oleh Ikatan Akuntan Indonesia
yaitu mengenai properti investasi yang diatur dalam PSAK 13 (pasca adopsi
IFRS). Berbeda dengan PSAK 13 (1994) yang tidak mengizinkan menggunakan
metode nilai wajar dalam mengukur properti investasi, PSAK 13 (pasca adopsi
IFRS) yang mulai efektif diberlakukan pada 1 Januari 2008 ini memberikan dua
alternatif pengukuran properti investasi yaitu dengan menggunakan model biaya
dan model nilai wajar yang harus diterapkan secara konsisten.
Penggunaan nilai wajar dianggap memberikan informasi yang lebih relevan dalam
pengambilan keputusan. Akibat dari adanya revaluasi aset menyebabkan nilai
aset tersebut bisa naik maupun turun. Selisih yang timbul akibat dari revaluasi
aset yang mengalami kenaikan nilai aset diakui sebagai surplus revaluasi yang
merupakan keuntungan bagi perusahaan, keuntungan yang diperoleh diakui di
laporan laba rugi, sehingga dapat menambah laba bagi perusahaan. Sedangkan
selisih penurunan revaluasi aset merupakan kerugian bagi perusahaan tersebut.
Penurunan nilai aset diakui sebagai rugi, sehingga kerugian dari penurunan nilai
aset dapat mengurangi laba yang diperoleh.
(2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah total aset sebelum
dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS), (3) Apakah terdapat
perbedaan yang signifikan pada laba perusahaan sebelum dan sesudah penerapan
PSAK 13 (pasca adopsi IFRS), (4) Bagaimana perlakuan akuntansi properti
investasi sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
2. Landasan Teori
2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 13 tentang Properti
Investasi
Di dalam International Financial Reporting Standards (IFRS) properti investasi
diatur dan diungkapkan dalam IAS 40 tentang investment property. Kemudian
IAS 40 tersebut diadopsi ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
No.13 (PSAK 13) tentang properti investasi yang direvisi pada tahun 2007 dan
disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK IAI).
dengan model biaya. Sementara pada PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) yang direvisi
pada tahun 2007 dan berlaku efektif untuk penyusunan laporan keuangan untuk
periode yang dimulai atau setelah 1 Januari 2008, properti investasi sudah diatur
secara khusus.
PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) membedakan antara properti investasi dan properti
yang digunakan sendiri. Properti yang digunakan sendiri (owner occupied
property) adalah properti yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa
pembiayaan) untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa
atau untuk tujuan administratif.
Nilai wajar (fair value) dari suatu aset dapat ditentukan sesuai dengan nilai pasar.
Karena di dalam IFRS banyak menggunakan basis mark-to-market sebagai dasar
penilaian. Apabila tidak terdapat nilai pasar yang dapat dijadikan nilai wajar maka
dasar penilaian dapat menggunakan basis mark-to-model atau dengan
menggunakan teknik dengan bantuan jasa penilai independen.
Di Indonesia pada praktiknya data pasar resmi belum tersedia secara memadai.
sehingga penggunaan basis nilai wajar sebagai basis penilaian akan banyak
Properti investasi yang diukur menggunakan nilai wajar tidak perlu disusutkan,
karena entitas selalu menyajikan nilai wajarnya setiap tanggal akhir periode
pelaporan keuangan, sehingga penyusutan yang dilakukan tidak akan memberikan
pengaruh apa pun terhadap nilai yang akan disajikan di laporan keuangan.
Berbagai penelitian tentang IFRS telah banyak dilakukan, namun fokus penelitian
tentang adopsi IFRS pada PSAK 13 tentang properti investasi di Indonesia dapat
dikatakan masih terbatas. Penelitian Ilham (2010) menyatakan bahwa penerapan
PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi yang mengizinkan
perusahaan menggunakan nilai wajar pada penilaian properti investasi berdampak
signifikan terhadap laba perusahaan.
Salah satu adopsi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap IFRS yaitu tentang
Investment Property (IAS 40) dengan merevisi PSAK 13 pada tahun 2007. PSAK
13 (revisi 2007) memberikan dua alternatif pengukuran properti investasi, yaitu
dengan menggunakan model biaya dan model nilai wajar yang harus diterapkan
oleh secara konsisten. Sebelum pengadopsian IFRS, PSAK 13 (1994) yang
diterapkan di Indonesia hanya mengizinkan penilaian properti investasi dengan
model biaya. Model biaya yang dimaksud di sini adalah model biaya yang sama
dengan yang diatur dalam standar akuntansi untuk aset tetap (PSAK No. 16
tentang Aset Tetap). Penerapan model biaya mensyaratkan entitas menyajikan
properti investasi pada biaya perolehan dikurangi akumulasi depresiasi.
Dari penjelasan dan konsep yang telah dijelaskan diatas, peneliti merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1. Setelah menerapkan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) perusahaan diperbolehkan
menggunakan model nilai wajar untuk menilai properti investasi. Sementara
PSAK 13 (1994) hanya memperbolehkan model biaya untuk menilai properti
investasi. Maka hipotesisnya adalah:
Ha1 = Ada perbedaan signifikan antara nilai properti investasi sebelum dan
sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
2. Setelah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS), naik dan turunnya nilai
properti investasi akibat penerapan model nilai wajar oleh perusahaan akan
berpengaruh terhadap jumlah total aset. Maka hipotesisnya adalah:
Ha2 = Ada perbedaan signifikan antara total aset perusahaan sebelum dan
sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
Selisih yang timbul akibat revaluasi aset akan diakui di laporan labarugi
perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesisnya adalah:
Ha2 = Ada perbedaan signifikan antara laba sebelum dan sesudah
penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
Properti Investasi
PSAK 13
Sebelum adopsi
IFRS
Model biaya
Setelah adopsi
IFRS
Model biaya
Biaya
depresiasi
Nilai wajar
Surplus/ Defisit
Nilai wajar
LABA PERUSAHAAN
3. Metode Penelitian
3.1 Sampel
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007
2009. Untuk menentukan sampel digunakan metode purposive sampling.
Berdasarkan populasi yang diambil penulis, berikut adalah kriteria pengambilan
sampel yang digunakan penulis :
a. Sampel yang diambil adalah sampel yang sesuai dengan judul penelitian, yaitu
laporan keuangan yang belum menggunakan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS)
pada tahun 2007 dan laporan keuangan yang sudah menggunakan PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) pada tahun 2009.
b. Laporan keuangan yang sudah menerapkan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS)
pada tahun 2009 menilai properti investasi dengan model nilai wajar.
c. Tidak ada penambahan nilai properti investasi yang disebabkan oleh
pembelian aset selama tahun 2007-2009. Hal ini untuk mengontrol bahwa
kenaikan nilai properti investasi adalah disebabkan oleh perubahan nilai wajar.
Tabel 3.1
Operasional Variabel
Variabel
Konsep Variabel
Indikator
Skala
Model
nilai wajar
Rasio
Nilai properti
investasi dan total
aset dihitung
dengan model biaya
historis
rasio
Laba bersih =
Rasio
Penjualan HPP
Beban Operasi +
Pendapatan lain-lain
beban kerugian
lain-lain beban
pajak.
(Jerry J. Weygand.
2008;200)
Model
biaya
historis
Laba
(Y)
C. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan
95% dengan tingkat kesalahan analisi ( ) 5%. Kriteria penerimaan atau
penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai p-value. Keputusan bedasarkan
probabilitas sebagai berikut.
Apabila hipotesis diterima, hal itu menunjukkan bahwa variabel tersebut memang
berpengaruh terhadap nilai properti investasi dan laba perusahaan. Namun jika
ditolak, berarti variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap nilai properti
investasi dan laba perusahaan.
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
2007
Rp655.467.186
Rp62.000.000.000
Rp29.572.694.119,71 Rp18.914.195.981,893
2009
Rp27.944.000.000
Rp217.000.000.000
Rp81.288.744.368,43 Rp78.461.680.588,061
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa setelah penerapan PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) terdapat kenaikan nilai properti Investasi sebesar 174,88%
ata sebesar Rp 51.716.050.248,72 yaitu naik dari Rp 29.572.694.119,71 menjadi
Rp 81.288.744.368.
Dapat kita lihat nilai minimum properti investasi sebelum diterapkannya PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) terdapat pada PT Garuda Indonesia Tbk dan nilai maksimum
terdapat pada PT Astra Internasional Tbk Sedangkan setelah penerapan PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) nilai minimum properti investasi terdapat pada PT Asuransi
Bina Dana Arta Tbk, sementara nilai maksimum terdapat pada PT Astra
Internasional Tbk.
2. Total Aset
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
2007
2009
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa setelah penerapan PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) terdapat kenaikan total aset sebesar
atau 40,63% dari Rp11.178.323.978.895 menjadi Rp15.720.652.897.464. Dapat
kita lihat nilai minimum total aset sebelum diterapkannya PSAK 13 (pasca adopsi
IFRS) terdapat pada PT Asuransi Bintang Tbk dan nilai maksimum terdapat pada
PT Astra Internasional Tbk. Sedangkan setelah penerapan PSAK 13 (pasca
adopsi IFRS) nilai minimum laba bersih terdapat pada PT Asuransi Bintang Tbk,
sementara nilai maksimum terdapat pada PT Astra Internasional Tbk.
3. Laba Bersih
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif
N
Minimum
2007
7 (Rp12.295.709.000)
2009
Maximum
Mean
Std. Deviation
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa setelah penerapan PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) terdapat kenaikan laba bersih sebesar Rp 688.080.197.283
atau 67,99% dari Rp 1.012.041.372.242 menjadi Rp 1.700.121.569.525. Dapat
kita lihat nilai minimum laba bersih sebelum diterapkannya PSAK 13 (pasca
adopsi IFRS) terdapat pada PT Asuransi Bintang Tbk dan nilai maksimum
terdapat pada PT Astra Internasional Tbk Sedangkan setelah penerapan PSAK 13
(pasca adopsi IFRS) nilai minimum laba bersih terdapat pada PT Asuransi
Bintang Tbk, sementara nilai maksimum terdapat pada PT Astra Internasional
Tbk.
Sig. (2-tailed)
Keterangan
0,018
Ha diterima
Dalam hipotesis ini peneliti menguji nilai properti investasi setahun setelah
menerapkan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) yang dibandingkan dengan nilai
properti investasi setahun sebelum PSAK 13 (pasca adopsi IFRS). Kriteria
penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai p-value dengan
tingkat signifikan
4.2.2 Perbedaan Jumlah Total Aset Sebelum dan Sesudah Penerapan PSAK
13 (Pasca Adopsi IFRS)
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan total aset sebelum dan sesudah
penerapan PSAK 13 ( pasca adopsi IFRS) sebagaimana dihipotesiskan dalam Ha2
berikut:
Ha2 : Ada perbedaan signifikan antara total aset sebelum dan
sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
Pengujian hipotesis menggunakan alat analisis two related sample test Wilcoxon.
Hasil pengujian hipotesis disajikan pada tabel 4.5:
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Hipotesis Total Aset
Total Aset
Sig. (2-tailed)
Keterangan
0,043
Ha diterima
Dalam hipotesis ini peneliti menguji jumlah total aset setahun setelah menerapkan
PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) yang dibandingkan dengan jumlah total aset
setahun sebelum PSAK 13 (pasca adopsi IFRS). Kriteria penerimaan atau
penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai p-value dengan tingkat signifikan
= 0,05.Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan p (0,043) < .
Berdasarkan hasil tersebut maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Sig. (2-tailed)
Keterangan
0,018
Ha diterima
Hipotesis 1
adopsi IFRS). Adanya revaluasi aset menyebabkan nilai properti investasi bisa
naik maupun turun. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, p (0,018) <
menunjukkan adanya peningkatan nilai properti investasi setelah perusahaan
menerapkan model nilai wajar untuk menilai properti investasinya. Hal ini bisa
disebabkan oleh meningkatnya harga pasar properti. Dengan ini hasil pengujian
hipotesis pertama diterima.
4.3.2
Hipotesis 2
maka
4.3.3 Hipotesis 3
Hasil uji hipotesis ini menggambarkan adanya peningkatan Laba bersih pada
perusahaan setelah menerapkan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS). Hal ini bisa
disebabkan karena adanya kenaikan nilai wajar properti investasi dari tahun
sebelumnya, dimana surplus dari kenaikan nilai properti investasi tersebut di catat
dalam laporan laba rugi tahun berjalan sesuai dengan yang telah diatur dalam
PSAK 13 (pasca adopsi IFRS).
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Ilham (2010) yang menyatakan bahwa
penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi yang
mengizinkan perusahaan menggunakan nilai wajar pada penilaian properti
investasi berdampak signifikan terhadap laba perusahaan. Dengan hasil pengujian
kedua yang menujukkan p (0,018) <
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang diberikan, penulis memberikan beberapa saran yang
mungkin bisa dipertimbangkan bagi pembaca yang akan melakukan penelitian
selanjutnya mengenai implementasi PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) dan penerapan
nilai wajar agar penelitian memperoleh hasil yang lebih baik antara lain :
1. Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah sampel penelitian untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat secara statistik.
2. Penelitian selanjutnya dapat meneliti dampak penerapan nilai wajar
terhadap aspek lain dalam perusahaan selain laba rugi perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi ,Irham. 2006. Analisis Investasi dalam Perspetif Ekonomi dan Politik.
Bandung: Refika Aditama
Greuning, Hennie Van. 2005. International Financial Reporting Standards: A
Practical Guide. Jakarta : Salemba Empat. Penerjemah: Edward Tanujaya
Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta: Rajawali Pers.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009.
Jakarta : Salemba Empat.
Kieso, Donald E, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield. 2008. Akuntansi
Intermediate. Jakarta : Erlangga.
Kuncoro. 2004. Metode Penelitian. Jakarta : Prenhallindo.
Ilham, Panji(2010) : Penerapan International Financial Reporting Standarts
(IFRS) Mengenai Investment Property Pengaruhnya Terhadap Laba
Perusahaan. Skripsi. Dikutip dari Library Online Unikom.ac.id
Purwanti, Dyah. Bahan Ajar Akuntansi Keuangan Menengah I. Program Diploma
III Keuangan Spesialisasi Akuntansi Pemerintahan.
Soemarso, SR. 2005. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rineka Citra.
Taswan. 2008. Akuntansi Perbankan Transaksi dalam Valuta Rupiah edisi
ketiga.Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
http://asil4dworld.wordpress.com
http://finance.detik.com/read/2009/05/28/110140/1138564/5/konvergensi-ifrsberlaku-2012
http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=184
http://mappi.co.id
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/
www.idx.co.id.
www.sai.ugm.ac.id/site/images/pdf/ifrs.pdf