Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Makanan
Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu

kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses
tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang
rusak, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme
dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di
dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003).
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan
dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat
bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman, manusia tidak dapat melangsungkan
hidupnya. Adapun pengertian makanan menurut WHO (World Health Organization)
yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansisubstansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Putraprabu, 2008).
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan
tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya :
1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari
pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan
kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

2.2.

Siomay sebagai Makanan Jajanan


Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin

makanan di tempat penjualannya dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel
(Depkes RI, 2003).
Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris
disebut street food menurut Food and Agriculture Organization (FAO) didefisinikan
sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki
lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau
dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat
mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan
bervariasi. Karena pengolahannya yang praktis dan hemat waktu maka makanan jajanan
sangat digemari (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004).
Seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jajanan berarti jenis
makanan selingan yang biasanya dijajakan pedagang keliling atau warung. Makanan
jajanan atau disingkat jajanan saja, sejak dulu telah menghias dunia kuliner Indonesia.
Baik sebagai panganan selingan saat menyantap menu utama maupun sebagai panganan
jajan semata. Jumlah dan ragamnya banyak sekali. Mulai dari kerak telor, siomay,
batagor, bakso, beragam jenis es, kembang tahu, toge goreng, martabak, hingga jenis kue
baik kering atau basah. Karena bervariasi itulah maka makanan jajanan sangat digemari.
Siomai atau siomay adalah salah satu jenis dim sum. Dalam bahasa Mandarin,
makanan ini disebut shaomai, sementara dalam bahasa Kanton disebut siu maai.
Makanan ini konon berasal dari Mongolia Dalam.

Dalam masakan Indonesia terdapat berbagai jenis variasi siomay berdasarkan


daging untuk isi, mulai dari siomay ikan tenggiri, ayam, udang, kepiting, atau campuran
daging ayam dan udang. Bahan untuk isi dicampur dengan sagu atau tapioka. Siomai juga
tidak lagi dibungkus dengan kulit dari tepung terigu namun disajikan dalam bentuk yang
lebih sederhana.
Telur ayam dan sayuran seperti kentang, peria, dan kubis dengan isi atau tanpa isi
juga dihidangkan di dalam satu piring bersama-sama siomay. Tahu bakso atau tahu isi
juga termasuk ke dalam jenis siomay. Siomay (siomay bandung) dihidangkan setelah
disiram saus kacang yang dibuat dari kacang tanah yang dihaluskan dan diencerkan
dengan air. Bumbu untuk saus kacang antara lain cabai, gula pasir, bawang merah,
bawang putih, dan garam dapur. Sewaktu disajikan, siomay bisa diberi tambahan kecap
manis, sambal botol, atau saus tomat. Rahasia dari bumbu kacang yang lezat adalah
jangan dibuat terlalu kental ataupun terlalul cair.

2.3.

Proses Pembuatan Bumbu Siomay (Bumbu Kacang)


Bahan :
a. Kacang tanah 250 gram
b. Merica 1 sendok teh
c. Bawang putih 3 siung
d. Bawang merah 3 siung
e. Mentega 1 sendok makan
f. Merica
g. Cabe merah 2 3 gram
h. Gula merah secukupnya

i. Penyedap rasa secukupnya


j. Garam secukupnya
Cara membuat :
a. Kacang tanah digoreng kemudian di haluskan.
b. Cabe merah, bawang putih, bawang merah dihaluskan kemudian ditumis.
c. Masukkan kacang yang sudah dihaluskan, tambahkan air gula merah, merica,
penyedap dan garam secukupnya.

2.4.

HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)


HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem

analysis hazard dan titik kendali kritis. Konsep HACCP merupakan suatu metode
manajemen keamanan makanan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang
sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang
kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan
tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut.
Ada 7 (tujuh) prinsip yang diterbitkan oleh Codex Alimentarius (1997b) dan
NACMCF (USA) (1997) yang dikutip oleh Cassianos (2005), yaitu :
Prinsip 1 : Lakukan analisis hazard
Prinsip 2 : Tentukan titik kendali kritis (critical control point, CCP)
Prinsip 3 : Tetapkan batasan kritis
Prinsip 4 : Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP
Prinsip 5 : Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan saat hasil pemantauan
menunjukkan bahwa CCP tertentu berada di luar kendali.

Prinsip 6 : Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja
dengan efektif
Prinsip 7 : Dokumentasikan semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan prinsip
tersebut dan penerapannya.
Analisis bahaya pada siomay yaitu terdiri dari :
1. Bahaya biologis yang dapat dihilangkan dengan proses pemanasan seperti
Escherichia coli, Salmonella spp., dan bakteri lainnya.
2. Bahaya kimia yang berasal dari gangguan pestisida, desinfektan, bahan tambahan
makanan (BTM) yang berlebihan. Bahan kimia tidak mudah dihilangkan dan
kadarnya harus di bawah batas yang sudah ditentukan.
3. Bahaya fisik yang tidak boleh ada dalam makanan seperti rambut, potongan kuku
penjamah makanan, debu.
Bagan Keputusan/Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP) dikutip dari
Thaheer (2005) yaitu :
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap bahan baku/bahan mentah
Pertanyaan 1 : Apakah mungkin bahan baku berupa kacang tanah, kentang, telur, bakso,
tahu, dan sayuran mengandung bahaya pada tingkat yang tidak dapat
diterima?
Ya
Pertanyaan 2 : Apakah pengolahan makanan termasuk cara penggunaan oleh konsumen
dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat yang
dapat diterima?
Tidak

bukan titik pengendalian kritis

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk setiap tahap pengolahan bumbu siomay


Pertanyaan 3 : Apakah formulasi/komposisi atau struktur produk jadi penting untuk
mencegah meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang tidak dapat
diterima?
Ya
Pertanyaan 4 : Apakah pada tahap penggorengan dan penggilingan kacang tanah dan
penumisan bahan-bahan pangan lainnya (cabe, bawang merah dan
bawang putih yang sudah digiling halus), bahaya dapat muncul atau
bertambah sampai tingkat yang tidak dapat diterima?
Ya
Pertanyaan 5 : Apakah pengolahan selanjutnya yaitu pencampuran kacang tanah, cabe,
bawang merah, bawang putih, air gula merah, merica, penyedap dan
garam dapat menjamin hilangnya atau kurangnya bahaya sampai tingkat
yang dapat diterima?
Tidak
Pertanyaan 6 :

Apakah

pengolahan

akhir

yaitu

pemasakan

bertujuan

menghilangkan bahaya sampai tingkat yang dapat diterima?


Ya

CCP 1 = titik pengendalian kritis

untuk

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk setiap tahap pengolahan bahan-bahan pangan


lainnya (kentang, telur, tahu, bakso, dan sayuran)
Pertanyaan 7 : Apakah formulasi/komposisi atau struktur produk jadi penting untuk
mencegah meningkatnya bahaya sampai pada tingkat yang tidak dapat
diterima?
Ya
Pertanyaan 8 : Apakah pengolahan makanan yaitu perebusan bertujuan untuk
menghilangkan bahaya sampai tingkat yang dapat diterima?
Ya

2.5.

CCP 1 = titik pengendalian kritis

Hygiene dan Sanitasi Makanan

2.5.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan


Istilah hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena
sangat erat kaitannya. Tetapi bila kita kaji lebih mendalam pengertian hygiene dan
sanitasi ini mempunyai perbedaan, yaitu hygiene lebih mengarah pada kebersihan
individu,

sedangkan

sanitasi

lebih

mengarah

pada

kebersihan

faktor-faktor

lingkungannya (Azwar, 1990).


Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan istilah hygiene dan sanitasi mempunyai
perbedaan. Yang dimaksud dengan hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang
mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul
upaya mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk
dan membuat kondisi lingkungan yang baik agar terjamin pemeliharaan kesehatannya.
Sedangkan Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang difokuskan terhadap

pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan


manusia (Azwar, 1990).
Pengertian hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi
kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang
bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara
keseluruhan. Sedangkan sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak kesehatan, mulai dari
sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk
dikonsumsi masyarakat atau konsumen.
Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian
makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan
merugikan pembeli, mengurangi kerusakan ataupun pemborosan makanan. Misalnya
menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci, menyediakan tempat sampah
untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan dan berceceran di
tempatnya berjualan (DepKes RI, 2004).
Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,
tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan (Depkes RI, 2003).

2.5.2. Pentingnya Hygiene dan Sanitasi Makanan


Makanan merupakan salah satu kebutuhan dari manusia untuk menunjang
kehidupannya. Jika ditinjau dari segi kesehatan, makanan selain berfungsi sebagai
sumber energi zat pembangun dan zat pengatur juga mempunyai peran dalam penyabaran
penyakit. Oleh karena itu prinsip dasar hygiene sanitasi tempat pengelolaan makanan
diperlukan agar konsumen dapat dilindungi kesehatannya dari bahaya kontaminasi
makanan dan organisme penyakit menular.
Makanan yang aman dari mikroorganisme tidak terlepas dari pemeliharaan
hygiene sanitasi makanan yang baik, karena hygiene sanitasi merupakan salah satu
pemecahan untuk melindungi makanan dari kontaminasi (Djajadiningrat, 1989).

2.6.

Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan


Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah

pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat atau bangunan, peralatan, orang dan
bahan makanan. Keempat faktor tersebut dikendalikan melalui 6 (enam) prinsip hygiene
sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) :
1. Pemilihan Bahan Makanan
2. Penyimpanan Bahan Makanan
3. Pengolahan Makanan
4. Penyimpanan Makanan Masak
5. Pengangkutan Makanan
6. Penyajian Makanan

2.6.1. Pemilihan Bahan Makanan


Baham makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan
perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu
luas. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari
penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang
dapat dipertanggung jawabkan secara kualitasnya.
Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :
a. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan
dengan baik misalnya berupa swalayan.
b. Tempat-tempat penjualan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah
dengan baik.
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan
mutunya yaitu dari bentuk, warna, kesegaran, bau, dan lainnya. Bahan makanan yang
baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia
seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).

2.6.2. Penyimpanan Bahan Makanan


Kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena :
a. Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia
b. Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan benturan dan lain-lain.
Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah
rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu
sebelum disimpan agar terbebas dari bakteri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan
disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).
Dalam penyimpanan bahan makanan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
a. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi
syarat.
b. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik sehingga :
1) Mudah untuk mengambilnya.
2) Tidak menjadi tempat bersarang atau bersembunyi serangga dan tikus.
3) Tidak mudah membusuk dan rusak, untuk bahan-bahan yang mudah membusuk
harus disediakan tempat penyimpanan dingin.
4) Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk
riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).
Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu
(Depkes RI, 2004) :
1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 C 15 C untuk jenis
minuman buah, es krim dan sayur.
2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4 C 10 C untuk bahan
makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.
3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0 C 4 C untuk
bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.
4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0 C untuk bahan makanan
protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

2.6.3. Pengolahan Makanan


Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi. Dalam hal ini persyaratan untuk tenaga
pengolah makanan dan peralatan pada proses pengolahannya harus diperhatikan (Depkes
RI, 2004).

2.6.3.1 Persyaratan untuk tenaga pengolah makanan


Syarat untuk tenaga pengolah makanan adalah :
a. Kondisi badan sehat dengan surat keterangan dokter.
b. Bebas dari penyakit menular (TBC, Typhus, kolera, carrier penyakit).
c. Harus punya buku pemeriksaan kesehatan.
d. Tidak merokok selama mengolah makanan.
e. Tidak makan atau mengunyah.
f. Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin tidak berhias.
g. Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya.
h. Selalu mencuci tangan sebelum mulai bekerja.
i. Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar.
j. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih dan tidak dipakai diluar jam kerja.

2.6.3.2 Persyaratan peralatan dalam proses pengolahan makanan


Adapun persyaratan peralatan dalam proses pengolahan makanan yaitu :
a. Permukaan alat harus utuh tidak cacat dan mudah dibersihkan.
b. Lapisan permukaan alat tidak mudah larut dalam asam/basa atau garam yang
lazim dipakai dalam proses makanan.
c. Apabila alat tersebut kontak dengan makanan, maka alat tersebut tidak akan
mengeluarkan logam berat beracun berbahaya, seperti timah hitam (Pb),
Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd), Antimon (Stibium).

2.6.4. Penyimpanan Makanan Masak


Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penyimpanan makanan jadi adalah :
a. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya.
b. Makanan yang cepat busuk disimpan dalam suhu 65,5 C atau lebih atau disimpan
dalam suhu dingin sekitar 4 C atau kurang.
c. Makanan cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) harus
disimpan dalam suhu 5 C sampai 1 C.
d. Tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan ketentuan :
1) Jarak makanan dengan lantai 15 cm.
2) Jarak makanan dengan dinding 5 cm.
3) Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

2.6.5. Pengangkutan Makanan


Dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan sebagai berikut
(Depkes RI, 2004) :
1. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing.
2. Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan
yang ditempatkan dan terbuat dari bahan anti karat atau anti bocor.
3. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar tetap panas 60 C
dan tetap dingin 4 C.
4. Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam keadaan
tertutup sampai di tempat penyajian.
5. Kendaraan pengangkutan disediakan khusus dan tidak digunakan untuk hal lainnya.

2.6.6. Penyajian Makanan


Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan.
Makanan yang disajikan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari
kontaminasi, bersih dan tertutup, serta dapat memenuhi selera makan pembeli.

2.7.

Bakteri Indikator Polusi


Bakteri indikator polusi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk

adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan. Mikroorganisme yang digunakan
sebagai indicator polusi adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, Streptokokus
fekal, dan Clostridium perferingens.
Beberapa alasan pemilihan bakteri-bakteri tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bakteri-bakteri tersebut dapat digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran


karena terdapat dalam jumlah besar dalam kotoran manusia dan hewan, dimana
bakteri tersebut merupakan bakteri komensal di dalam saluran pencernaan manusia
dan hewan.
2. Bakteri-bakteri tersebut pada umumnya tidak tumbuh di dalam saluran pencernaan
organisme lainnya kecuali manusia dan hewan berdarah panas.
3. Bakteri indikator harus selalu terdapat didalam contoh dimana ditemukan
mikroorganisme pathogen enterik.
4. Bakteri indikator harus dapat hidup lebih lama dibandingkan dengan bakteri pathogen
enteric yang berbahaya.
5. Prosedur untuk uji bakteri indikator harus sangat spesifik yang berarti tidak
memberikan hasil positif yang salah, dan sangat sensitif yang berarti dapat
mendeteksi adanya bakteri indikator dalam jumlah yang sangat kecil.
6.

Prosedur untuk uji bakteri indikator harus relatif mudah dikerjakan.

7. Prosedur untuk uji bakteri indikator harus aman yang berarti tidak boleh
membahayakan bagi kesehatan orang yang melakukannya.
8. Jumlah bakteri indikator harus dapat menunjukkan tingkat polusi, yang berarti kirakira jumlahnya sebanding dengan jumlah mikroorganisme patogen yang terdapat
didalam air.
Syarat-syarat bakteri indikator tersebut mungkin tidak selalu dapat dipenuhi
karena bakteri indikator mungkin berbeda dalam hal toleransi terhadap suhu, tingkat
klorinasi, dan terhadap konsentrasi garam. Sifat masing-masing bakteri indikator perlu
diketahui untuk dapat melakukan uji yang tepat (Fardiaz, 2006).

2.8.

Penyakit yang Ditimbulkan Oleh Bakteri Melalui Perantara Makanan


Makanan merupakan unsur lingkungan yang penting dalam meningkatkan derajat

kesehatan. Selain dapat memenuhi kebutuhan hidup, dapat pula menjadi sumber penurana
penyakit apabila makanan tersebut tidak tidak dikelola secara higienis.
Penyakit yang bersumber dari makanan dapat digolongkan dalam:
a. Food Infection (bacteria and viruses) atau makanan yang terinfeksi, seperti
salmonellosis, shigellosis, cholera, tularemia, tuberculosis, brucellosis, hepatitis dan
sebagainya.
b. Food intoxication (bakteri) atau keracunan makanan karena bakteri seperti
staphylococcal food poisoning, clostridium perfringens food poisoning, botulism food
poisoning, bacillus cereus food poisoning.
c. Chemical food borne illness atau keracunan makanan karena bahan kimia seperti
cadmium, antimony, zink, insect dan bahan kimia lainnya.
d. Poisoning plants and animals atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan
beracun seperti jengkol, jamur, kentang (solanin), ikan buntal.
e. Parasites atau penyakit parasit seperti cacing taenasis, cysticerosis, trichinosis,
ascariasis (Depkes RI, 1992).
Uraian tersebut menerangkan bahwa penyakit melalui perantara pangan ada lima
penyebab dan menurut Kusumaningsih (2008) bahwa penyakit timbul disebabkan dua
hal, yaitu pertama makanan atau minuman tersebut mengandung mikroba/bakteri dalam
jumlah yang cukup untuk menimbulkan gejala sakit, kedua makanan atau minuman
tersebut mungkin mengandung komponen beracun. Berdasarkan kedua hal tersebut,

penyakit yang ditimbulkan oleh makanan atau minuman dapat digolongkan dalam dua
kelompok besar, yaitu:
1. Infeksi makanan (food infection) yaitu penyakit yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung mikroba patogen,
kemudian mikroba tersebut dapat menembus sistem pertahanan tubuh dan hidup serta
berkembang biak di dalam tubuh. Mikroba yang dapat menginfeksi dan menimbulkan
penyakit adalah mikroba yang mempunyai data patogenitas tinggi dan daya virulensi
kuat, sehingga dapat berkembang biak dan menyebar ke dalam tubuh induk semang
yang peka. Masa inkubasi, yaitu waktu yang dibutuhkan dari mulai masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala sakit, karena infeksi makanan
biasanya lebih lama dari intoksikasi makanan. Mikroba-mikroba potensial penyebab
infeksi makanan antara lain Salmonella, Bacillus antracis, Campylobacter, Shigella,
Vibrio, Yersinia, Escherichia coli, dan lainnya.
2. Intoksikasi makanan (food intoxication) yaitu penyakit yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan yang mengandung racun yang diproduksi oleh mikroba yang
tumbuh dalam makanan. Umumnya masa inkubasi intoksikasi terjadi lebh cepat
setelah mengkonsumsi makanan tercemar dibandingkan dengan infeksi makanan.
Mikroba-mikroba potensial penyebab intoksikasi makanan antara lain Clostridium
botulinum, C. Perfringens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan lainnya.
2.9.

Escherichia coli
Escherichia coli yaitu bakteri facultatively anaerobic gram-negative berbentuk

batang yang termasuk

dalam famili Enterobacteriaceae,sesungguhnya merupakan

penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia. Pertama

dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenali bersifat komensal maupun
berpotensi pathogen. Bila Escherichia coli, oleh berbagai sebab, tersangkut diorgan lain
(misalnya saluran kemih), penyakit akan timbul.
Bakteri Coliform adalah bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi atau
adanya pencemaran. Adanya bakteri koliform pada makanan atau minuman dapat
digunakan untuk menduga kemungkinan adanya bakteri enteropatogenik atau
enterotoksik-kogenik yang berbahaya bagi kesehatan. (Hardiansyah dan Rimbawan,
2001)

2.9.1. Klasifikasi Escherichia coli


Sejauh ini, ada 4 kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen. Keempat
kelas tersebut adalah Escherichia coli enteropatogenik (EPEC), Escherichia coli
enterotoksigenik (ETEC), Escherichia coli enteroinvasif (EIEC), dan Escherichia coli
enterohemoragik (EHEC). EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, meskipun
mekanismenya belum dapat dijelaskan.
ETEC menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap
panas dan menyebabkan diare pada anak serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan
kolera dan diare petualang (ditularkan lewat air dan makanan). EIEC menginvasi dan
berproliferasi di dalam sel epitel mukosa usus sehingga menyebabkan terjadinya watery
diarrhea, disentri, demam, muntah, kram, dan nyeri perut hebat, serta tenesmus. Tinja
kerap mengandung darah. EHEC mampu mengeluarkan Shigalike toxins, yang
menyebabkan dua macam sindrom, yaitu hemorrhagic colitis, dan HUS. Toksin ini yang
bertanggung jawab terhadap gejala sisa sistemik (systemic sequelae) akibat penyakit ini.

2.9.2. Sifat - Sifat Escherichia coli


Escherichia coli merupakan bakteri mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 m,
tersusun tunggal, berpasangan dengan peritikus (Supardi, 2001). Escherichia coli tumbuh
pada suhu antara 10C-40C, dengan suhu optimum 37C dan mati pada suhu 60C
selama 30 menit, tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama.
Escherichia coli relative peka terhadap panas, segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan
pemanasan. Sedangkan proses pembekuan tidak akan membinasakan bakteri, sehingga
dapat hidup dalam suhu yang rendah dalam jangka waktu relative panjang (Volk dan
Wheleer, 1984)

2.10.

Penyakit Penyakit yang Disebabkan Oleh Escherichia coli


Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya epidemik penyakit-penyakit saluran

pencernaan makanan seperti kolera, tifus, disentri, diare dan penyakit cacing. Bibit
penyakit ini berasal dari feses manusia yang menderita penyakit-penyakit tersebut.
Indikator yang menunjukkan bahwa air rumah tangga sudah dikotori feses adalah dengan
adanya Escherichia coli dalam air tersebut karena dalam feses manusia baik dalam
keadaan sakit maupun sehat terdapat bakteri ini dalam tubuhnya.
Bakteri Escherichia coli dapat juga menimbulkan pneumonia, endokarditis,
infeksi pada luka dan abses pada organ. Bakteri ini juga merupakan penyebab utama
meningitis pada bayi yang baru lahir dan penyebab infeksi tractor urinarius
(pyelonephritis cysticis) pada manusia yang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial).
Pencegahannya dilakukan melalui perawatan yang sebaik-baiknya di rumah sakit yaitu
berupa pemberian antibiotic dan tindakan antiseptic dengan benar.
Beberapa penyakit yang sering timbul akibat bakteri Escherichia coli adalah :

1. Penyakit diare
Bakteri Escherichia coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan diseluruh
dunia. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap
grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda seperti yang sudah
diutarakan. Gejalanya yaitu diare yang merupakan buang air besar yang encer dengan
frekuensi 4x atau lebih dalam sehari, kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah,
panas, tidak nafsu makan, bahkan darah dan lender dalam kotoran. Diare bisa
menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit sehingga bayi menjadi rewel atau
terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak.
2. Infeksi saluran kemih
Penyebab yang paling sering dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab
infeksi saluran kemih pertama pada kira-kira 90% wanita muda. Gejalanya yaitu
sering kencing, disuria, hermaturia, dan piura. Kebanyakan infeksi ini disebabkan
oleh Escherichia coli dengan sejumlah tipe antigen O.
3. Sepsis
Bila pertahanan tubuh ibu tidak kebal, Escherichia coli dapat memasuki aliran darah
dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis
Escherichia coli karena tidak memiliki antibody IgM. Sepsis dapat terjadi akibat
infeksi saluran kemih.
4. Meningitis
Escherichia coli merupakan salah satu penyebab utama meningitis pada bayi. Bakteri
Escherichia coli dari kasus meningitis ini mempunyai antigen KI. Mekanisme
virulensi yang berhubungan dengan antigen KI tidak diketahui (Tambunan, 2010)

2.11.

Diagram HACCP pembuatan siomay


Makanan Siomay

Kentang, telur, tahu,


bakso, sayuran

Bumbu Siomay
(Bumbu Kacang)

Dilakukan di
rumah penjual

Kacang
tanah

Cabe,
bawang
merah,
bawang
putih

Digoreng

Digiling

Digiling

Ditumis

Dimasak (100C) berupa


tindakan pengendalian
bahaya Escherichia coli
( CCP 1 )

Dipotong-potong
dengan pisau

Dicampur dan ditambahkan dengan


air gula merah atau santan, merica,
penyedap dan garam

Dimasak (100C) berupa


tindakan pengendalian
bahaya Escherichia coli
( CCP 1 )

Penyajian

Titik Kritis

Diagram 2.1. Diagram HACCP pembuatan siomay

Dilakukan di
tempat penjualan

Tabel 2.1. Tabel ABTPK ( Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis )
Titik
Pengendalian

Bumbu
Siomay

Bahaya

E. coli

Cara

Parameter

Titik

Batas

Nilai

Pengendalian

Pengendalian Kritis

Kritis

Target

Pemasakan

Tidak ada

E. coli =

Tidak

Pemasakan

Pemasakan

hingga

E. coli

0/gram

ada nilai

benar-benar

ulang

target

mendidih

mendidih

2.12.

Pemantauan

Tindakan
Koreksi

Kerangka Konsep Penelitian

Hygiene sanitasi pengelolaan bumbu


siomay berdasarkan Kepmenkes RI
No. 942/Menkes/SK/VII/2003

Pemeriksaan bumbu siomay di


Laboratorium Mikrobiologi
FMIPA USU berdasarkan
Kepmenkes RI
No. 715/Menkes/SK/V/2003

Memenuhi
Syarat

Tidak Memenuhi
Syarat

Keberadaan
E. coli dan
Jumlah
Coliform

Anda mungkin juga menyukai