Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7

Surabaya, 25 Pebruari 2012

PENGGUNAAN THINK-ALOUD PROTOCOLS UNTUK MENGATASI


MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK STOIKIOMETRI
DI SMA KHADIJAH SURABAYA
Antina Delhita, Suyono
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil miskonsepsi, sumber
penyebab miskonsepsi, dan dampak strategi think-aloud protocols terhadap penurunan
miskonsepsi siswa pada materi pokok stoikiometri. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Pre-test and Post-test One Group Design dengan memberikan
analisis deskriptif terhadap data penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 27 siswa kelas X-5 SMA
Khadijah Surabaya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes pelacakan
miskonsepsi siswa dan panduan wawancara penyebab miskonsepsi siswa.
Hasil penelitian yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, profil
miskonsepsi: pada semua konsep materi pokok stoikiometri ditemukan adanya
miskonsepsi, kecuali konsep konversi jumlah mol dengan massa. Persentase
miskonsepsi terbesar adalah pada konsep penentuan massa zat melalui pereaksi
pembatas (56%). Kedua, sumber penyebab miskonsepsi: keterbatasan kemampuan
siswa, siswa tidak tahu teknik membaca buku, teman diskusi yang salah, dan catatan
yang keliru. Ketiga, terjadi penurunan miskonsepsi melalui pembelajaran dengan thinkaloud protocols.
Kata Kunci: Think-Aloud Protocols; Miskonsepsi; Stoikiometri
PENDAHULUAN
Kimia merupakan bagian dari
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
selalu berkaitan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga kimia bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja, tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan (BSNP, 2006: 337).
Proses pembelajarannya menekankan
pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Siswa yang mempelajari
kimia akan dapat menanamkan metode
ilmiah, mengembangkan kemampuan
dalam mengajukan gagasan-gagasan,
serta ketelitian dalam bekerja.
Menurut Gage (dalam Dahar,
1988: 12), belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai

akibat pengalaman. Dalam hal ini


perubahan
yang dimaksud tidak
termasuk perubahan fisik, seperti
pertambahan tinggi dan juga tidak
termasuk perubahan dalam kekuatan
fisik atau hasil perubahan fisiologi,
misalnya
kemampuan
untuk
mengangkat.
Menurut
Suparno
(1997:61), hasil belajar seseorang
tergantung pada apa yang telah diketahui
si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan
motivasi yang memengaruhi interaksi
dengan bahan yang dipelajari.
Belajar konsep merupakan hasil
utama
pendidikan
karena
untuk
memecahkan masalah, seseorang siswa
harus mengetahui aturan-aturan yang
relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan
pada konsep-konsep yang diperolehnya.
Belajar konsep menuntut kemampuan
untuk menemukan ciri-ciri yang sama
pada sejumlah obyek. Konsep-konsep
B - 89

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7


Surabaya, 25 Pebruari 2012

merupakan
batu-batu
pembangun
berpikir. Konsep adalah suatu abstraksi
yang mewakili satu kelas objek-objek,
kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan,
atau
hubungan-hubungan,
yang
mempunyai atribut-atribut yang sama.
Oleh karena orang mengalami stimulusstimulus yang berbeda-beda, orang
membentuk konsep sesuai dengan
pengelompokan
stimulus-stimulus
dengan cara tertentu (Dahar, 1988: 95;
Winkel, 1996: 328).
Menurut Posner, et al., (dalam
Suparno, 1997: 50), dalam proses belajar
mengajar ada proses perubahan konsep.
Perubahan konsep melalui dua tahap,
yaitu tahap asimilasi dan tahap
akomodasi. Dengan asimilasi siswa
menggunakan konsep-konsep yang telah
dipunyai untuk berhadapan dengan
fenomena yang baru. Dengan akomodasi
siswa mengubah konsepnya yang tidak
cocok lagi dengan fenomena baru yang
dihadapi. Adanya pengubahan ini dapat
menyebabkan konsep yang semula benar
menjadi
salah
atau
sebaliknya.
Penggunaan konsep yang salah dapat
dikatakan miskonsepsi.
Miskonsepsi yang dikemukakan
oleh Fowler (Suparno, 2005), yaitu
miskonsepsi memiliki arti sebagai
sesuatu yang tidak akurat akan konsep,
penggunaan konsep
yang
salah,
klasifikasi contoh yang salah, kekacauan
konsep dan hubungan hierarkis konsepkonsep yang tidak benar.
Stoikiometri merupakan salah
satu pokok bahasan yang ada dalam
mata pelajaran kimia SMA kelas X.
Materi stoikiometri dianggap sulit oleh
60% siswa kelas XI IPA 1 SMA
Khadijah
Surabaya
yang
sudah
mendapatkan materi tersebut. Pada
penelitian Chandrasegaran et. al (2009)
pun
masih
ditemukan
adanya
miskonsepsi siswa pada materi pokok
stoikiometri,
khususnya
dalam
menentukan
pereaksi
pembatas.
Miskonsepsi yang terjadi disebabkan

oleh keterbatasan kemampuan siswa


menggunakan konsep matematika dalam
stoikiometri reaksi.
Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengatasi miskonsepsi,
yaitu dengan menyusun strategi baru
dalam mengajar. Strategi yang dapat
digunakan salah satunya yaitu thinkaloud
protocols
(TAP)
yang
dikembangkan oleh Someren (1994).
TAP adalah sebuah strategi atau teknik
pembelajaran
yang
menempatkan
tinjauan psikologis sebagai akarnya.
Strategi ini dikembangkan dari metode
introspeksi diri, siswa dituntut untuk
membangun konsepnya sendiri melalui
evaluasi terhadap konsep-konsep yang
sebelumnya telah dibangun. Karena itu,
siswa dapat mengamati konsep yang
selama ini dimunculkan sebagai
prapengetahuan telah benar atau masih
terdapat miskonsepsi. TAP dapat
memunculkan pengetahuan yang lebih
tinggi dari beberapa masalah yang
muncul. Pengetahuan yang seringkali
dimunculkan sebagian dalam pikiran ini
akan lebih jelas dan ditampilkan secara
baik oleh siswa melalui bahasa-bahasa
verbal.
Menurut
Delhita
(2010),
miskonsepsi
pada
materi pokok
stoikiometri yang diatasi dengan strategi
TAP dapat dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu (1) pre-test, (2)
pembelajaran dengan strategi TAP, dan
(3) post-test. Bentuk soal yang
digunakan adalah essay dan masingmasing submateri terdiri dari tiga soal.
Siswa dikatakan miskonsepsi jika siswa
menjawab 1/3 dari jumlah soal dengan
benar atau siswa menjawab 2/3 atau
keseluruhan soal tetapi salah. Melalui
pre-test diperoleh data mengenai profil
miskonsepsi siswa. Miskonsepsi siswa
pada massa rumus relatif sebanyak 64%,
konsep mol sebanyak 52%, komposisi
kimia sebanyak 64%, menentukan
rumus kimia zat sebanyak 56%,
perhitungan kimia dalam persamaan
B - 90

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7


Surabaya, 25 Pebruari 2012

reaksi sebanyak 20%, pereaksi pembatas


0%, dan menentukan rumus kimia hidrat
sebanyak 4%.
Setelah
diketahui
profil
miskonsepsi siswa maka diterapkan
pembelajaran dengan strategi TAP.
Kemudian,
miskonsepsi
siswa
diidentifikasi kembali melalui post-test.
Hasil post-test tersebut dianalisis dengan
menggunakan
uji t. Dengan uji t
ditunjukkan bahwa ada perbedaan
signifikansi tentang miskonsepsi yang
terjadi pada siswa dan dengan hal ini
pula menjelaskan bahwa strategi TAP
dapat mengatasi miskonsepsi yang
terjadi pada siswa.
Meskipun penelitian tersebut
sudah pernah dilakukan, namun masih
terdapat
kelemahan.
Kelemahankelemahan tersebut antara lain, yaitu: (1)
bentuk soal yang digunakan adalah
essay, sehingga sulit untuk menentukan
apakah siswa mengalami miskonsepsi
atau siswa tidak paham akan materi atau
konsep yang diberikan dan (2) belum
adanya penetapan faktor penyebab
miskonsepsi, sehingga tidak dapat
diketahui sumber penyebab siswa
mengalami miskonsepsi.
Dengan
ditemukannya
kelemahan-kelemahan tersebut, maka
dalam penelitian berikutnya akan
diperbaiki
dengan
digunakannya
instrumen soal yang berupa pilihan
ganda yang dilengkapi dengan tingkat
keyakinan dalam menjawab atau dikenal
dengan Certainty of Response Index
(CRI).
CRI
merupakan
tingkat
keyakinan seseorang dalam menjawab
sebuah pertanyaan yang berupa pilihan
ganda. Penggunaan CRI ini akan
mempermudah dalam menggolongkan
siswa apakah siswa tersebut tahu
konsep, tidak tahu konsep, atau
miskonsepsi.
Selain perbaikan instrumen soal,
perbaikan berikutnya, yaitu akan
dilakukan penetapan faktor penyebab
miskonsepsi. Penetapan faktor penyebab

miskonsepsi ini dilakukan dengan


wawancara terhadap siswa yang
mengalami
miskonsepsi.
Karena
dilakukannya penetapan faktor penyebab
miskonsepsi ini, maka terdapat pula
perubahan prosedur penelitian. Prosedur
penelitian akan menjadi enam tahap,
yaitu tes awal, pembelajaran dengan
metode non-TAP, tes pelacakan
miskonsepsi awal, penetapan faktor
penyebab miskonsepsi, pembelajaran
dengan strategi TAP, dan tes pelacakan
miskonsepsi akhir.
METODE PENELITIAN
Penelitian
yang
dilakukan
merupakan jenis praeksperimen (preexperimental design) dengan rancangan
One Group Prettest Design. One Group
Prettest Design, yaitu eksperimen yang
dilaksanakan pada satu kelompok saja
tanpa kelompok pembanding. Di dalam
desain ini observasi dilakukan sebanyak
dua kali, yaitu sebelum eksperimen (pretest) dan sesudah eksperimen (post-test).
Setelah itu dilakukan analisis dan
menggunakan pre-test dan post-test
sebagai pembandingnya. Perbandingan
antara pre-test dan post-test diasumsikan
sebagai efek dari treatment yang
diberikan, yaitu TAP.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Tes Awal
Tes awal digunakan untuk
melacak pengetahuan awal siswa pada
konsep stoikiometri. Data hasil tes awal
ini merupakan data pendukung yang
dapat digunakan untuk mengetahui
sumber penyebab miskonsepsi siswa.
Hasil tes awal yang dicapai dari 27
siswa dari kelas X-5 SMA Khadijah
Surabaya adalah pengetahuan awal
siswa pada konsep stoikiometri masih
kurang. Kurangnya pengetahuan awal
siswa pada konsep stoikiometri dapat
memungkinkan munculnya miskonsepsi
pada konsep stoikiometri.
B - 91

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7


Surabaya, 25 Pebruari 2012

ketentuan CRI untuk membedakan


antara tahu konsep, tidak tahu konsep,
dan miskonsepsi.
Identifikasi profil miskonsepsi
siswa secara individu digunakan untuk
mengetahui persentase miskonsepsi
siswa pada masing-masing konsep. Data
hasil identifikasi profil miskonsepsi
siswa secara individu ditunjukkan pada
Gambar 1.

2. Hasil Tes Pelacakan Miskonsepsi


Awal pada Konsep Stoikiometri
Tes pelacakan miskonsepsi awal
digunakan untuk mengetahui profil
miskonsepsi
setelah
dilakukan
pembelajaran non-TAP. Tes pelacakan
miskonsepsi ini berupa 13 soal pilihan
ganda yang disertai CRI. Kemudian,
data hasil tes ini diidentifikasi secara
individu dan kelompok sesuai dengan

90

TIDAK TAHU KONSEP


TAHU KONSEP
MISKONSEPSI

Persentase Siswa(%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
1

10

11 12

13

Nomor Konsep
Gambar 1 Grafik Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep,
Tidak Tahu Konsep, dan Miskonsepsi
Hasil analisis terhadap
data dalam Gambar 1 adalah
sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil analisis
profil miskonsepsi secara
individu diketahui bahwa
setelah pembelajaran nonTAP
ditemukan
adanya
miskonsepsi pada materi
stoikiometri.
b. Persentase miskonsepsi terbesar
terdapat pada konsep nomor 13
tentang penentuan massa zat
melalui pereaksi pembatas, yaitu
sebesar 56%. Hal ini menunjukkan
bahwa pada konsep tersebut,
sebagian besar siswa menjawab
salah, tetapi siswa yakin jawaban
tersebut benar.

c. Persentase
miskonsepsi
terkecil
terdapat pada konsep nomor 1 tentang
konversi jumlah mol dengan jumlah
partikel, yaitu sebesar 4%. Hal ini
menunjukkan bahwa pada konsep ini
sebagian besar siswa sudah menguasai
konsep dengan baik dan hanya sebagian
kecil
siswa
yang
mengalami
miskonsepsi.
d.Tidak ada siswa yang mengalami
miskonsepsi pada konsep nomor 2
tentang konversi jumlah mol dengan
massa yang ditunjukkan dengan
persentase miskonsepsi sebesar 0%. Hal
ini berarti bahwa sebagian besar siswa
sudah memahami konsep dengan baik
yang ditunjukkan dengan persentase
sebesar 74%.

B - 92

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7


Surabaya, 25 Pebruari 2012

Untuk menetapkan konsep mana


yang paling kuat miskonsepsinya di
antara konsep pada materi stoikiometri,
maka perlu diidentifikasi secara
kelompok.
Identifikasi
profil
miskonsepsi siswa secara kelompok

Gambar 2

dianalisis berdasarkan rata-rata nilai


CRI yang menjawab benar dan yang
menjawab salah serta fraksi siswa yang
menjawab benar. Rata-rata nilai CRIB,
CRIS, dan fraksi benar dapat dilihat
pada
Gambar
2.

Grafik Perbandingan rata-rata CRI Jawaban Benar dan Salah


dengan Fraksi Benar

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui


bahwa:
a. Miskonsepsi terjadi jika rata-rata nilai
CRIS (2,5 < CRIS 5). Pada tes
pelacakan miskonsepsi awal, CRIS
terbesar adalah pada konsep nomor 7
tentang massa unsur dalam suatu
senyawa, yaitu sebesar 4,33. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa yang
menjawab salah mempunyai tingkat
keyakinan yang sangat tinggi dalam
menjawab soal. Jadi, pada konsep ini
miskonsepsi yang dialami siswa paling
kuat dibandingkan konsep lainnya.
b. Nilai CRIS terendah ada pada konsep
nomor 8 tentang massa senyawa yang
disusun dari suatu unsur, yaitu sebesar
1,75. Hal ini menunjukkan bahwa pada
konsep ini telah terjadi miskonsepsi,
namun miskonsepsi yang dialami
siswa paling lemah dibandingkan
konsep lainnya.
c. Nilai CRIS pada konsep nomor 2
tentang konversi jumlah mol dengan

massa adalah sebesar 0. Hal ini


menunjukkan bahwa tidak terjadi
miskonsepsi pada konsep tersebut.
Adapun siswa yang menjawab salah
dikarenakan tidak tahu konsep.

3. Hasil
Wawancara
Penetapan
Sumber Penyebab Miskonsepsi
Stoikiometri
Untuk menelusuri sumber
penyebeb miskonsepsi pada konsep
stikiometri ini, maka dilakukan
wawancara terhadap lima siswa yang
paling banyak mengalami miskonsepsi
pada
masing-masing
indikator,
Sumber
penyebab
miskosnsepsi
tersebut
antara lain keterbatasan
kemampuan siswa, siswa tidak tahu
teknik membaca buku, teman diskusi
yang salah, dan catatan yang keliru.
4. Tes Pelacakan Miskonsepsi Akhir
pada Materi Stoikiometri

B - 93

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7


Surabaya, 25 Pebruari 2012

Tes pelacakan miskonsepsi akhir


pada materi stoikiometri digunakan
untuk mengetahui
kondisi akhir
miskonsepsi
setelah
dilakukan
pembelajaran TAP. Dari tes ini dapat
diketahui apakah melalui penerapan

strategi TAP dapat menurunkan


miskonsepsi.
Data
hasil
pelacakan
miskonsepsi akhir siswa secara individu
ditunjukkan pada Gambar 3.

Persentase Jumlah Siswa (%)

80

TIDAK TAHU KONSEP


TAHU KONSEP
MISKONSEPSI

70
60
50
40
30
20
10
0
1

Gambar 3

Nomor Konsep

10

11

12

13

Grafik Persentase Siswa yang Tahu Konsep, Tidak Tahu


Konsep, dan Miskonsepsi pada Tes Pelacakan Miskonsepsi
Akhir

Hasil analisis terhadap data


dalam Gambar 3 adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil analisis pelacakan
miskonsepsi akhir secara individu
diketahui bahwa setelah pembelajaran
TAP
masih
ditemukan
adanya
miskonsepsi pada materi stoikiometri.
b. Persentase miskonsepsi terbesar adalah
pada konsep nomor 5 tentang penentuan
rumus molekul (11%) dan konsep
penentuan massa zat melalui pereaksi
pembatas (11%). Hal ini menunjukkan
bahwa miskonsepsi pada konsep tersebut
tidak begitu besar.

c. Pada konsep nomor 1 tentang konversi


jumlah mol dengan jumlah partikel,
konsep konversi jumlah mol dengan
massa, konsep konversi jumlah mol
dengan volume zat, dan konsep massa
senyawa yang disusun dari suatu unsur,
persentase miskonsepsinya adalah 0%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada
konsep tersebut sudah tidak terdapat
miskonsepsi dan dapat dikatakan bahwa
siswa sudah menguasai konsep dengan
baik.
Identifikasi secara kelompok
pada tes pelacakan miskonsepsi akhir
divisualisasikan dalam Gambar 4

B - 94

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7


Surabaya, 25 Pebruari 2012
Rata-rata CRIB
Rata-rata CRIS
1.0
0.9

4.0
3.5
3.0

0.8
0.7
0.6

2.5
2.0
1.5

0.5
0.4
0.3

1.0
0.5
0.0

0.2
0.1
0.0

Certainty of Response Index (CRI)

5.0
4.5

10

11

12

13

Gambar 4 Grafik Perbandingan rata-rata CRI Jawaban Benar dan


Salah dengan Fraksi Benar pada Tes Pelacakan Miskonsepsi
Akhir
Berdasarkan Gambar 4,
dapat diketahui bahwa CRIS
terbesar adalah pada konsep
nomor 4 tentang penentuan rumus
empiris, yaitu sebesar 4,00. CRIS
yang
diperoleh
tersebut
menunjukkan
bahwa
siswa
mempunyai tingkat keyakinan
yang
sangat
tinggi
dalam
menjawab soal, tetapi jawaban
tersebut
salah.
Hal
ini
menunjukkan bahwa pada konsep
penentuan
rumus
empiris,
miskonsepsi yang dialami siswa
paling kuat dibandingkan konsep
lainnya.

sebesar 4%. Miskonsepsi paling kuat


yang dialami siswa adalah pada
konsep massa unsur dalam suatu
senyawa, yang diketahui dari nilai
CRIS, yaitu sebesar 4,33.
2. Miskonsepsi pada materi pokok
stoikiometri
disebabkan
oleh
beberapa
sumber,
antara
lain
keterbatasan kemampuan siswa, siswa
tidak tahu teknik membaca buku,
teman diskusi yang salah, dan catatan
yang keliru.
3. Penerapan strategi TAP dapat
mereduksi miskonsepsi yang terjadi
pada materi pokok stoikiometri.
SARAN
1. Guru hendaknya lebih memotivasi
siswa untuk berani mengemukakan
pengetahuan yang dimiliki baik
secara verbal maupun tulisan agar
apabila terjadi miskonsepsi, maka
guru dapat segera meluruskan
miskonsepsi tersebut.
2. Bagi
pengajar
dapat
mempertimbangkan metode CRI
sebagai
metode
untuk
mengidentifikasi
profil

SIMPULAN
1. Profil miskonsepsi pada materi pokok
stoikiometri terjadi pada semua
konsep, kecuali konsep konversi
jumlah mol dengan massa. Persentase
miskonsepsi terbesar terdapat pada
konsep penentuan massa zat melalui
pereaksi pembatas, yaitu sebesar
56%. Persentase miskonsepsi terkecil
terdapat pada konsep konversi jumlah
mol dengan jumlah partikel, yaitu
B - 95

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : 978-979-028-550-7


Surabaya, 25 Pebruari 2012

miskonsepsi yang terjadi pada


saat akhir kegiatan pembelajaran.
3. Perlu diadakan penelitian lebih
lanjut untuk mengidentifikasi
profil miskonsepsi pada konsepkonsep dalam pelajaran kimia
lainnya
untuk
mencegah
terjadinya miskonsepsi yang lebih
jauh dalam mempelajari kimia.

Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori


Belajar. Bandung
Delhita, Antina. 2010. Penggunaan
Think-Aloud Protocols untuk
Mengatasi Miskonsepsi Siswa
pada Materi Pokok Stoikiometri.
Laporan
penelitian
tidak
dipublikasikan.
Surabaya:
Lembaga Penelitian Universitas
Negeri Surabaya
Someren, Maarten W. Van. 1994. The
Think Aloud Method. London:
Academic Press
Suparno,
Paul.
1997.
Filsafat
Konstruktivisme
dalam
Pendidikan.
Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan
Perubahan
Konsep
dalam
Pendidikan
Fisika.
Jakarta:
Grasindo
Winkel,
W.S.
1996.
Psikologi
Pengajaran.
Jakarta:
PT
Gramedia Widiasarana Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta:
Depdiknas
Chandrasegaran, A L, David F Treagust,
Bruce G Waldrip, dan Antonia
Chandrasegaran. 2009. Students
Dilemmas
in
Reaction
Stoichiometry Problem Solving:
Deducing The Limiting Reagent
in Chemical Reactions. Journal:
Chemistry Education Research
and Practice, Vol.10 hal. 14-23

B - 96

Anda mungkin juga menyukai