Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker Ovarium
2.1.1. Pendahuluan
Kanker ovarium merupakan salah satu keganasan yang paling
sering ditemukan pada alat genitalia perempuan dan menempati urutan
kedua setelah kanker serviks. Dari seluruh kanker keganasan
ginekologi

pada

wanita

ternyata

kanker

ovarium

mempunyai

permasalahan yang paling besar dan angka kematiannya hampir


separuh dari angka kematian seluruh keganasan ginekologik. Hal ini
disebabkan karena kanker ovarium tidak mempunyai gejala klinis yang
khas pada stadium awal sehingga penderita kanker ovarium datang
berobat sudah dalam stadium lanjut. Diperkirakan 70-80% kanker
ovarium

baru

ditemukan

setelah

menyebar

luas

atau

telah

bermetastasis jauh sehingga hasil pengobatan tidak seperti yang


diharapkan.

Parameter

tingkat

keberhasilan

pengobatan

kanker

termasuk kanker ovarium adalah angka ketahanan hidup 5 tahun (fiveyear survival rate) setelah pengobatan.4,12
Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun.
Angka kejadian meningkat dengan makin tuanya usia; dari 15 16 per
100.000 pada usia 40 44 tahun menjadi paling tinggi dengan angka
57 per 100.000 pada usia 70 74 tahun. Penelitian Fadlan di Medan
(1981-1990) menyatakan bahwa insidensi kanker ovarium tertinggi
pada kelompok usia 41-50 tahun.2,3
Mayoritas kanker ovarium adalah jenis epitelial, tetapi kanker
ovarium dapat juga berasal dari sel lain yang terdapat di ovarium.
Tumor ovarium yang berasal dari sel germinal diklasifikasikan sebagai
disgerminoma dan teratoma, sedangkan tumor ovarium yang berasal

Universitas Sumatera Utara

dari sel folikel diklasifikasikan sebagai sex cord-stromal tumor, terutama


tumor sel granulosa dan tumor yang berasal dari stroma ovarium
adalah

sarkoma.

Akan

tetapi,

angka

kejadian

tumor

ovarium

nonepitelial kecil sekali sehingga angka kejadian tumor ovarium epitelial


dianggap angka kejadian seluruh kanker ovarium. Pada penelitian Iqbal
(2002-2006) di Medan, ditemukan 105 kasus kanker ovarium, yaitu 84
kasus (80%) kanker ovarium jenis epitel dan 21 kasus (20%) kanker
ovarium nonepitel.2,3,5,13

2.1.2. Diagnosis
Melihat topografi ovarium hampir tak memungkinkan untuk
melakukan deteksi dini tumor ganas ovarium oleh karena letaknya
sangat tersembunyi. Diagnosis didasarkan atas 3 gejala/tanda yang
biasanya muncul dalam perjalanan penyakitnya yang sudah agak
lanjut:2,14,15
a.

Gejala desakan yang dihubungkan dengan pertumbuhan primer


dan infiltrasi ke jaringan sekitar.

b.

Gejala diseminasi/penyebaran yang diakibatkan oleh implantasi


peritoneal dan bermanifestasi adanya asites.

c.

Gejala hormonal yang bermanifestasi sebagai defeminisasi,


maskulinisasi, atau hiperestrogenisme; intensitas gejala ini sangat
bervariasi dengan tipe histologik tumor dan usia penderita.
Pemeriksaan

ginekologik

dan

palpasi

abdominal

akan

mendapatkan tumor atau massa di dalam panggul dengan bermacammacam konsistensi mulai dari massa yang kistik sampai yang
padat.14,15
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

Universitas Sumatera Utara

a. Ultrasonografi
Merupakan cara pemeriksaan noninvasif yang relatif murah.
Pemakaian USG dapat membedakan tumor kistik dengan tumor
yang padat. Pada tumor dengan bagian-bagian padat (ekogenik)
persentase keganasan makin meningkat. Sebaliknya, pada tumor
kistik tanpa ekointernal (anekogenik) kemungkinan keganasan
menurun.2
Pemakaian USG Color Doppler dapat membedakan tumor
ovarium

jinak

dengan

tumor

ovarium

ganas.

Modalitas

ini

didasarkan kepada analisis gelombang suara Doppler (RI, PI, dan


Velocity) dari pembuluh-pembuluh darah tumor yang menunjukkan
peningkatan arus darah diastolik dan perbedaan kecepatan arus
darah sistolik dan diastolik.2
b. Computed Tomography Scan (CT-scan)
Pemakaian CT-scan untuk diagnosis tumor ovarium juga sangat
bermanfaat. Dengan CT-scan dapat diketahui ukuran tumor primer,
adanya metastasis ke hepar dan kelenjar getah bening, asites, dan
penyebaran ke dinding perut.2
CT-scan kurang disenangi karena (1) risiko radiasi, (2) risiko
reaksi alergi terhadap zat kontras, (3) kurang tegas dalam
membedakan tumor kistik dengan tumor padat, dan (4) biaya
mahal.2
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Jika dibandingkan dengan CT-scan, MRI tidak lebih baik dalam
hal

diagnostik,

menggambarkan

penjalaran

penyakit,

dan

menentukan lokasi tumor di abdomen atau pelvis.2


d. Pemeriksaan Tumor Marker CA 125

Universitas Sumatera Utara

CA 125 adalah antigen yang dihasilkan oleh epitel coelom (sel


mesotelial pleura, pericardium dan peritoneum) dan epitel saluran
muller (tuba, endometrium dan endoserviks). Permukaan epitel
ovarium dewasa tidak menghasilkan CA 125, kecuali kista inklusi,
permukaan epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan yang
mengalami pertumbuhan kapiler. Kadar normal paling tinggi yang
disepakati untuk CA 125 adalah 35 U/ml. Pemeriksaan kadar CA
125 ini mempunyai spesifisitas dan positive predictive value yang
rendah. Hal ini karena pada kanker lain seperti kanker pankreas,
kanker mammae, kanker kandung kemih, kanker liver, dan kanker
paru, kadar CA 125 juga meningkat. Di samping itu, pada keadaan
bukan kanker seperti mioma uteri, endometriosis, kista jinak
ovarium, abses tuboovarian, sindroma hiperstimulasi ovarium,
kehamilan ektopik, kehamilan, dan menstruasi, kadar CA 125 juga
meningkat.2,16

2.1.3. Angiogenesis Kanker Ovarium


Pertumbuhan tumor secara absolut tergantung pada suplai oksigen
dan nutrisi yang diperoleh dari jaringan vaskuler di sekitarnya.
Progresivitas tumor berkaitan dengan transisi dari status avaskuler,
dimana proliferasi sel dapat dikompensasi oleh proses apoptosis,
menjadi status angiogenesis dimana terjadi pembentukan pembuluh
darah baru, pertumbuhan tumor dan perkembangan metastasis.
Kemudian

tumor

akan

bergantung

pada

proses

angiogenesis

(angiogenic switch).17
Angiogenesis merupakan proses kompleks yang diatur oleh
keseimbangan faktor pro dan antiangiogenik. Faktor angiogenik
disintesis oleh banyak tipe sel. Pemicu angiogenik di antaranya adalah
transforming growth factor dan (TGF-, TGF-), vascular

Universitas Sumatera Utara

endothelial growth factor (VEGF), fibroblast growth factor-2 (FGF-2),


platelet-derived growth factor (PDGF), tumoral necrosis factor (TNF), prostaglandin E2, interleukin 8 dan protein membran sel ( integrins,

cadherins,

Eph-4B/ephrin-B2).

Penghambat

angiogenik

termasuk TSP-1, angiopoietins (Ang 1 dan 2) dan endostatin.17


Angiogenic switch terjadi pada awal pembentukan tumor. Terjadi
proangiogenic growth factors upregulation dan reseptornya serta
antiangiogenic factors downregulation.17

Gambar 1. Angiogenesis: Cascade of Events (dikutip dari daftar pustaka 17)

Proses terjadinya angiogenesis:17


1.

Tumor menghasilkan dan melepaskan angiogenic growth factors


yang berdifusi ke jaringan sekitar.

2.

Angiogenic growth factors akan berikatan dengan reseptor spesifik


di dalam sel endotel (Endothelial Cell/EC) yang terletak dekat
dengan pembuluh darah yang sudah ada.

Universitas Sumatera Utara

3.

Sel endotel akan menjadi aktif saat faktor pertumbuhan berikatan


dengan reseptornya. Sinyal akan dikirimkan dari permukaan sel
menuju inti sel.

4.

Sel endotel akan menghasilkan molekul baru termasuk enzimenzim. Enzim-enzim tersebut akan menyebabkan terbentuknya
lubang kecil pada membran basalis.

5.

Sel endotel mulai berproliferasi dan bermigrasi keluar melalui


lubang pada pembuluh darah yang sudah ada menuju jaringan
tumor.

6.

Molekul khusus yang disebut molekul adhesi atau integrin (avb3,


avb5) yang berperan sebagai pengait untuk membantu menarik
pembuluh darah yang baru terbentuk untuk berkembang.

7.

Enzim tambahan (matrix metalloproteinases/MMP) diproduksi


untuk

mengakomodasi

pertumbuhan

pembuluh

darah

baru.

Dengan bertambah lebarnya pembuluh darah, terjadi remodeling


jaringan di sekitar pembuluh darah.
8.

Sel endotel akan tumbuh dan berkembang membentuk pembuluh


darah.

9.

Pembuluh-pembuluh

darah

baru

akan

saling

berhubungan

membentuk loop pembuluh darah yang dapat mensirkulasikan


darah.
10. Akhirnya terbentuk pembuluh darah baru yang distabilisasi oleh
sel-sel otot khusus (sel otot polos, perisit) sebagai struktur
penyokong.

2.2. Deteksi Dini Kanker Ovarium

Universitas Sumatera Utara

Kanker ovarium biasanya dideteksi pada stadium lanjut dan berkaitan


dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sekitar 30%. Antara 70 dan 75%
kanker ovarium tidak terdiagnosis hingga stadium II atau lanjut. Angka
ketahanan hidup sebesar 90% dilaporkan diperoleh pada stadium I,
sehingga diperlukan usaha untuk menentukan peran skrining populasi untuk
deteksi penyakit pada tahap awal. Penelitian yang terbaru memfokuskan
pada dua strategi skrining; 1) hanya menggunakan ultrasonografi, 2)
menggunakan serum tumor marker CA-125 sebagai skrining awal disertai
pemeriksaan ultrasonografi sebagai uji lini ke dua (multimodal screening).1822

Program skrining yang baik adalah yang memiliki sensitivitas tinggi


(kemungkinan hasil tes positif pada individual yang memiliki penyakit
tersebut) dan spesifisitas tinggi (kemungkinan hasil tes negatif pada individu
yang tidak memiliki penyakit tersebut). Diperkirakan tes skrining untuk
kanker ovarium memerlukan sensitivitas paling sedikit 75% dan spesifisitas
lebih dari 99,6% untuk mencapai nilai praduga positif 10% (nilai praduga
positif minimum yang ditetapkan oleh ahli epidemiologi untuk tes
skrining).23-27
Jacobs et al, 1990, mengemukakan suatu Indeks Risiko Kegananasan
(IRK) berdasarkan kadar CA 125 serum, status menopause dan temuan
USG, dan merekomendasikan penggunaannya untuk membedakan massa
adneksa jinak dan ganas. Karakteristik USG yang digunakan adalah (a)
kista multilokuler, (b) massa solid (c) metastasis (d) asites (e) lesi unilateral
atau bilateral. Massa yang simpel (U=0); massa semi komplek (U=1);
massa komplek (U=3) untuk nilai dari USG. IRK dihitung dengan
penambahan skor 1 untuk status premenopause dan skor 3 untuk status
menopause (M), dikalikan skor dari USG dan nilai absolut dari kadar CA
125: U x M x CA 125. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dengan skor
IRK 200, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas 85,4% dan 96,9%.28

Universitas Sumatera Utara

Petanda tumor serum telah digunakan untuk deteksi dini kanker


ovarium. Pengukuran petanda tumor sering digunakan karena tersedia
secara luas, dapat dilakukan pemeriksaan ulangan dalam interval waktu
yang ditentukan, dan hanya sedikit invasif serta tidak tergantung pada
interpretasi analis. CA 125 merupakan protein yang ditemukan dalam
jumlah besar pada sel-sel kanker ovarium dibandingkan pada sel lain,
konsentrasinya meningkat pada sekitar 80% wanita dengan kanker ovarium
stadium lanjut, dan hanya meningkat pada sekitar 1-2% dalam populasi
normal. Bagaimanapun, beberapa keterbatasan tes ini telah mengurangi
penggunaan CA 125 untuk skrining kanker ovarium. Spesifisitas tes CA 125
rendah karena pada sejumlah proses jinak dan keganasan dapat terjadi
peningkatan palsu kadar CA 125.26,27
Ultrasonografi pelvis digunakan untuk visualisasi adneksa. Kista
ovarium kompleks dengan dinding abnormal atau area padat berkaitan
dengan peningkatan risiko keganasan, sedangkan kista ovarium unilokuler
mempunyai risiko terjadinya kanker ovarium kurang dari 1% pada wanita
premenopause.20
Campbell et al (1989) mempublikasikan hasil penelitian yang
menggunakan ultrasonografi abdominal untuk skrining kanker ovarium.
Pada

penelitian

ini,

pemeriksaan

ultrasonografi

abdominal

dapat

mendeteksi kanker ovarium stadium awal. Nagell et al (1990) dan Bourne


et al (1991) mempublikasikan hasil penelitian yang menggunakan sonografi
transvaginal

(Transvaginal

Sonography/TVS)

untuk

skrining

kanker

ovarium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TVS bersifat aman, dapat
ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan efektif dalam mengidentifikasi
kanker ovarium.29

2.3. Ultrasonografi

Universitas Sumatera Utara

Dunia

kesehatan

modern

telah

memanfaatkan

perkembangan

teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan.


USG merupakan alat dalam dunia kedokteran dengan aplikasi komputer
yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi yang tinggi
(250 kHz 2000 kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar
monitor. Penggunaan ultrasonik dalam bidang kedokteran pertama kali
diaplikasikan untuk kepentingan terapi bukan untuk diagnosis. Pada awal
tahun 1940, ultrasonik mulai digunakan sebagai alat diagnosis, bukan lagi
hanya untuk terapi.30-32
2.3.1 Penggunaan Ultrasonografi pada Pemeriksaan Ginekologi
Ultrasonografi ginekologis (Gynecologic sonography) merupakan
aplikasi ultrasonografi medis pada organ pelvis wanita, terutama uterus,
ovarium, tuba Fallopi, juga kandung kemih, adneksa, kavum Douglas,
dan berbagai temuan pada rongga pelvis di luar kehamilan.
Pemeriksaaan USG ginekologis dapat dilakukan secara:33,34
1. Transabdominal, dengan kandung kemih yang penuh sebagai
jendela akustik untuk mendapatkan visualisasi yang lebih baik
terhadap organ pelvis. Hal ini akan membantu karena suara berjalan
melalui cairan sehingga visualisasi uterus dan ovarium yang terletak
di posterior kandung kemih menjadi lebih baik. Lesi yang lebih besar
yang mencapai abdomen lebih jelas terlihat secara transabdominal.
2. Transvaginal, dengan transduser vaginal yang didesain secara
khusus. Pencitraan transvaginal menggunakan frekuensi yang lebih
tinggi, yang memberikan resolusi ovarium, uterus, dan endometrium
yang lebih baik (tuba Fallopi biasanya tidak terlihat, kecuali
membengkak), tapi terbatas untuk kedalaman pencitraan.
3. Transperineal atau translabial, pemeriksaan ini hanya dilakukan pada
keadaan tertentu, misalnya seorang nona atau seorang wanita yang
tidak mungkin dilakukan pemeriksaan transvaginal atau transrektal.
Dianjurkan kandung kemih pasien cukup terisi, hal ini sebagai
petunjuk anatomis untuk memudahkan pemeriksaan.

Universitas Sumatera Utara

4. Transrektal, hampir sama dengan transvaginal. Perbedaannya


terletak pada bentuk dan ukuran probe.
Ultrasonografi ginekologis (Gynecologic sonography) digunakan
secara luas untuk:34
- evaluasi organ pelvis,
- diagnosis

dan

penanganan

masalah

ginekologi,

termasuk

endometriosis, leiomioma, adenomiosis, kista ovarium dan lesi,


- identifikasi massa adneksa, termasuk kehamilan ektopik,
- diagnosis kanker ginekologis,
- melacak respon folikel ovarium terhadap terapi fertilitas.
2.3.2 Ultrasonografi Doppler
Penemu USG Doppler adalah Johann Christian Doppler (18031853). Adapun beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan
USG Doppler adalah sebagai berikut:35,36
- Continous Wave Doppler
- Pulsed Wave Doppler
- Color Doppler Imaging
- Power Doppler
- Tissue Doppler
- Color Velocity Imaging
Teknik Doppler telah digunakan dalam bidang medis selama
beberapa tahun, tetapi baru di dekade terakhir modal diagnostik ini
berperan penting di bidang obstetri dan ginekologi. USG B-mode
memberikan informasi tentang morfologi. USG Doppler memberikan
informasi tentang aliran darah.11
Pada USG Doppler, jika reflektor bergerak menuju transceiver,
frekuensi yang direfleksikan lebih tinggi daripada yang ditransmisi. Jika
reflektor bergerak menjauhi transceiver, frekuensi yang diterima lebih
rendah dari yang ditransmisikan. Pada aplikasi medis, efek Doppler

Universitas Sumatera Utara

biasanya digunakan dengan melakukan insonisasi aliran darah dan


menilai perubahan Doppler (perubahan frekuensi/f).11
Prinsip pemeriksaan USG Doppler memenuhi persamaan berikut:11

Dikutip dari daftar pustaka 11

Aliran dalam pembuluh darah tergantung kualitas pembuluh darah


dan dimensi pembuluh darah. Jika aliran darah laminar (ketika
pembuluh darah normal dan berdiameter lebar) bentuk aliran adalah
parabola, dimana kecepatan di daerah sentral adalah yang tercepat
dan berkurang ketika mendekati dinding. Jika ada hambatan pada
pembuluh darah, bentuk aliran akan berubah menjadi turbulensi.11
Oleh karena adanya kesulitan dalam mengevaluasi aliran darah,
kecepatan aliran darah seringkali diinterpretasikan ke berbagai pola
berkaitan dengan resistensi yang tinggi dan rendah pada bagian distal
pembuluh darah. Tiga indeks yang sering digunakan adalah rasio
sistolik/diastolik (rasio S/D), PI, disebut juga indeks impedansi, dan RI,
disebut juga rasio Pourcelot.11
Rasio S/D merupakan yang paling sederhana tetapi tidak relevan
ketika tidak ada kecepatan diastolik, dan rasio menjadi tidak terbatas.
Nilai di atas 8,0 merupakan nilai yang ekstrim tinggi. RI sedikit rumit
tetapi nilai mencapai 1,00 ketika kecepatan diastolik rendah, yang
merefleksikan perubahan aliran karena resistensi yang tinggi. Indeks ini
tergantung dari sudut antara ultrasound beam dan pembuluh darah
yang berinsonisasi, dan tidak tergantung pengukuran kecepatan yang
sebenarnya. Penilaian PI memerlukan perhitungan kecepatan dengan
bantuan komputer.11

Universitas Sumatera Utara

Ada dua dasar metode teknologi untuk aplikasi Doppler dalam


bidang medis. Sangat mungkin untuk mentransmisi dan menerima
gelombang ultrasonografi secara kontinyu dengan menggunakan probe
yang mengandung transduser transmisi dan transduser penerima.
Kemungkinan lain adalah untuk mentransmisi dalam bentuk sinyal
dimana perubahan Doppler dinilai setelah waktu yang dibutuhkan
ultrasonografi mencapai kedalaman dalam tubuh. Sistem continuous
wave (CW) tidak mempunyai resolusi kedalaman jadi dilakukan
penilaian semua aliran sepanjang pembuluh darah. Sistem ini dapat
mengukur semua kecepatan (cepat dan lambat). Jika hanya ada satu
pembuluh darah atau satu aliran yang dominan, sistem ini sangat
bagus untuk latihan. Sistem pulse wave (PW) dapat mengukur volum
yang sensitif, yang mempunyai panjang yang tergantung panjang sinyal
(dalam waktu) dan lebar tergantung tebal beam. Kerugian sistem ini
adalah tidak dapat mengukur kecepatan tinggi yang berlokasi jauh di
dalam tubuh. Dapat juga digunakan kombinasi sistem CW dan PW atau
sistem HPRF. Sistem ini dapat menilai beberapa tempat dalam satu
waktu. Jika operator dapat mengenali tempat dengan aliran yang
dominan atau posisi kursor tepat pada aliran, sistem ini lebih baik untuk
pengukuran kecepatan yang tinggi.11
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah
vaskuler merupakan pemeriksaan yang mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tinggi. Tampilan Doppler memungkinkan
pemeriksaan denyut pembuluh darah, arah aliran darah (memakai
Doppler berwarna) dan melakukan perhitungan kecepatan aliran darah
di dalam pembuluh darah (velositas).30
2.3.3 Ultrasonografi pada Tumor Ovarium
Perkembangan dalam pemeriksaan USG pelvik wanita, karakteristik
ovarium normal dan abnormal telah diteliti secara luas, terutama pada
kasus-kasus dengan dugaan massa pelvis. Penelitian juga dilakukan

Universitas Sumatera Utara

mengenai peranan USG sebagai bagian protokol skrining untuk deteksi


kanker ovarium.7
Karakteristik USG ovarium dan massa adneksa:
1. Ukuran
Massa ovarium berukuran besar, disertai adanya karakteristik
lain, merupakan faktor yang signifikan dalam memprediksi kanker
ovarium.

Sebuah

pascamenopause
melebihi

10

cm

penelitian
menemukan
secara

pendahuluan
bahwa

signifikan

tumor
berkaitan

pada

wanita

dengan

ukuran

dengan

risiko

keganasan. Hal ini dikonfirmasi pada penelitian lainnya; dimana


penilaian tunggal atau multipel yang dilakukan secara terpisah atau
sebagai bagian dari analisis multiparameter, massa yang berukuran
besar secara signifikan berkaitan dengan peningkatan risiko kanker
ovarium.7
2. Karakteristik Morfologis
Sejumlah besar penelitian USG tentang neoplasma ovarium
mempromosikan

suatu

pola

untuk

mengenali

gambaran

ultrasonografi untuk memprediksi morfologis tumor, seperti yang


pernah dikemukakan oleh Sassone et al. (skala Sassone et al.)
yang kemudian diperbaharui oleh International Ovarian Tumor
Analysis (IOTA) Group. Beberapa gambaran sonografi tersebut
adalah komposisi tumor kistik dan padat juga adanya dan tipe septa
dan papil.7

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Ultrasound and Clinical Variables for Ovarian Cancer from Selected Studies (dikutip dari
daftar pustaka7)

Salah satu analisis ovarium dan massa adneksa adalah untuk


mengidentifikasi massa non-neoplastik, seperti kista fungsional,
penyakit tuba dan radang panggul, atau endometriosis. Massa nonneoplastik biasanya berukuran lebih kecil dan menampilkan
gambaran ultrasonografi klasik yang patognomonis.7
Jika

massa

diduga

neoplastik,

satu

hal

yang

perlu

dipertimbangkan apakah massa tersebut mempunyai gambaran


klasik neoplasma jinak ovarium yang paling sering dijumpai, tumor
dermoid. Tumor dermoid, atau teratoma, mempunyai beberapa
gambaran klasik. Tumor dermoid ovarium bisa salah diklasifikasikan

Universitas Sumatera Utara

menjadi tumor curiga ganas, karena gambaran yang padat dan


ekogenik.7
Sassone et al (1991) menggunakan empat morfologi USG
yaitu:37

Struktur dinding dalam (papil) yang diklasifikasikan menjadi


dinding yang halus, ireguler (< 3mm), papiler (> 3mm).

Tebal dinding, diklasifikasikan menjadi tipis (< 3mm), tebal (>


3mm).

Septa yang diklasifikasikan menjadi tidak ada septa, tipis (<


3mm), tebal (> 3mm).

Ekogenisitas

yang

diklasifikasikan

menjadi

sonolucent,

ekogenisitas rendah, ekogenisitas rendah dengan bagian


sentral ekogenik; ekogenisitas campuran.

Tabel 2. Sassone Scoring System (dikutip dari daftar pustaka 25)

IOTA Group menggunakan pola kualitatif sonografi untuk


membedakan tumor ovarium jinak dan ganas, yang meliputi septa,
lokulasi, papil dan area solid serta ada atau tidaknya asites. IOTA
Group juga mneggunakan pencitraan Doppler yang meliputi skor
warna aliran darah intratumor dan aliran darah pada tumor solid
papiler.7
Tebal

septa

bervariasi

dari

beberapa

milimeter

hingga

mencapai 1 cm. Septa dengan ukuran > 3 mm dikategorikan

Universitas Sumatera Utara

sebagai septa yang tebal dan septa dengan ukuran 3 mm


dikategorikan sebagai septa yang tipis. Tumor ovarium dengan
septa > 3 mm dikatakan mempunyai risiko malignansi.38
Simatupang (2005-2008) dalam penelitian untuk mengetahui
keakuratan pemeriksaan USG dalam diagnosis kanker ovarium,
pada gambaran asites didapatkan akurasi 79,5%, sensitivitas
42,1%, spesifisitas 90,6%, nilai praduga positif 57,1%, dan nilai
praduga negatif 84,1%; gambaran septa didapatkan akurasi 63,9%,
sensitivitas 63,2%, spesifisitas 64,1%, nilai praduga positif 34,3%,
dan nilai praduga negatif 85,4%; gambaran papil didapatkan akurasi
69,9%, sensitivitas 42,1%, spesifisitas 78,1%, nilai praduga positif
36,4%, dan nilai praduga negatif 82,5%.39

A. Very large, complex solidcystic mass (calipers) in 48-year-old woman obtained in sagittal planes, with large calculated
volume and maximal diameter.
B. Measurement of thickened septa greater than 3 mm (calipers) in 58-year-old woman.
C. Asites manifesting as fluid in posterior cul-de-sac and surrounding uterus in 63-year-old woman.

Gambar 2. Variables of tumor characteristics (dikutip dari daftar pustaka 7)

3. Evaluasi Doppler

Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan USG untuk menilai karakteristik morfologi massa


adneksa bersifat terbatas. Semua neoplasma ovarium harus
diklasifikasikan secara tepat berdasarkan temuan USG, meliputi
bentuk, ukuran, dan ekogenitas struktur kistik internal (septa, papil,
dinding kista) juga lokulasi. Aplikasi sonografi Color Doppler
memungkinkan visualisasi pembuluh-pembuluh darah kecil yang
berperan dalam pertumbuhan tumor. Parameter sonografi Color
Doppler yang digunakan adalah lokasi dan kualitas vaskuler, dan
pola gelombang Doppler yang ditandai oleh dengan nilai RI dan PI
yang rendah.40
Penggunaan analisis Doppler untuk tujuan pemetaan aliran
darah dengan warna (color-flow mapping) dan karakteristik bentuk
gelombang

(wave-forms)

telah

digunakan

untuk

evaluasi

neovaskularisasi neoplasma ovarium, yang sering dikombinasikan


dengan petanda USG lain. Pemeriksaan kecepatan aliran dan
resistensi aliran darah dengan Color Doppler memungkinkan
identifikasi pertumbuhan yang cepat.7,33
Angiogenesis merupakan proses patologis selama proses
onkogenesis.
(angiogenesis)

Formasi

pembuluh-pembuluh

menyebabkan

terjadinya

darah

baru

neovaskularisasi.

Neovaskularisasi merupakan peristiwa awal dari pertumbuhan tumor


dan neoplasia. Perubahan yang dramatis dari jaringan vaskuler
ovarium selama proses onkogenesis diperantarai oleh sejumlah
faktor

angiogenik.

Pembuluh

darah

baru

terbentuk

pada

postcapillary venules sebagai respon terhadap rangsangan faktor


angiogenik. Setelah terjadi proteolisis dari membran basalis dan
degradasi dari matriks intraseluler, sel-sel endotelial mengalami
migrasi kemudian membentuk kapiler, yang kemudian mengalami
kanalisasi tubuler dan menyatu menjadi sebuah loop.7,19,35,38,40
Tumor yang tumbuh dengan cepat memiliki banyak pembuluhpembuluh darah baru. Perkembangan vaskuler yang adekuat

Universitas Sumatera Utara

sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kanker dan


metastasisnya. Sebagian besar tumor dengan ukuran lebih besar
dari 2-3 mm tidak dapat tumbuh tanpa dukungan vaskularisasi.
Pembuluh darah pada proses keganasan biasanya mengalami
dilatasi, berkelok-kelok, sebagian besar terdiri dari lapisan endotel
dan mungkin mengandung sel tumor di dalamnya. Gambaran
lainnya adalah adanya sambungan arteri-vena dalam jumlah banyak
karena kecepatan yang ekstrim pada lokasi dengan gradien
bertekanan tinggi. Tipe pembuluh darah ini biasanya berlokasi di
daerah perifer tumor. Tipe lainnya adalah pembuluh darah dengan
variasi sistolik-diastolik yang kecil, biasanya berlokasi di daerah
sentral tumor. Pembuluh-pembuluh darah ini mempunyai sedikit otot
polos pada dinding bila dibandingkan dengan ukurannya, dan lebih
menyerupai kapiler daripada arteri atau arteriol. Pembuluh darah
dengan lapisan otot yang lebih tipis mempunyai resistensi aliran
yang lebih rendah sehingga dapat menerima aliran darah yang lebih
banyak bila dibandingkan pembuluh darah dengan impedansi yang
lebih tinggi. Distribusi pembuluh darah dan impedansi terhadap
aliran darah tergantung dari tipe dan ukuran tumor. Tidak adanya
pembuluh
peningkatan

limfe

yang

fungsional

permeabilitas

pada

pada

stroma

pembuluh

tumor

darah

dan
tumor

menyebabkan peningkatan tekanan interstisial tumor dan sumbatan


pada

pembuluh

darah

yang

berlokasi

di

sentral.

Hal

ini

mengakibatkan aliran darah berhenti dan terjadi nekrosis sentral.


Rendahnya resistensi pada pembuluh darah yang berlokasi di
sentral merupakan respon terhadap aktivitas angiogenik sel tumor
dan perbedaan proses nekrotik.7,38
Pulsed Doppler dan resistensi vaskuler terhadap aliran darah
masih menjadi gambaran utama yang diperoleh pada pemeriksaan
karakteristik tumor vaskuler. Perbedaan vaskularitas dan pembuluh
darah pada lesi adneksa ganas menunjukkan resistensi yang lebih

Universitas Sumatera Utara

rendah terhadap aliran darah dibandingkan dengan massa adneksa


jinak.7,38
Folkman et al (1992) menyatakan bahwa faktor angiogenesis
tumor sangat penting bagi pembentukan neovaskularisasi pada
tumor ganas. Pembuluh-pembuluh darah baru ini mempunyai
morfologi abnormal dengan anastomosis arteri-vena dan kurangnya
lapisan otot pada dinding, yang tercermin pada resistensi yang
rendah atau aliran diastolik yang tinggi.41
Resistance index dihitung dari perbedaan puncak sistolik dan
diastolik dibagi dengan sistolik. Sedangkan pulsatility index dihitung
dari perbedaan puncak sistolik dan diastolik dibagi dengan rerata
kecepatan pada siklus kardiak. Beberapa peneliti mengemukakan
nilai titik potong yang berbeda, tetapi nilai 0,4 dan 1,0 untuk RI dan
PI menjadi nilai diskriminan yang terbaik untuk diferensiasi tumor
adneksa jinak dan ganas. Permasalahan yang mungkin dihadapi
adalah adanya variasi hasil RI dan PI pada tumor yang sama
disebabkan area vaskularisasi yang berbeda (pembuluh darah yang
telah ada dan yang baru terbentuk).7,12,35,36,41,42

Gambar 3. Flow Velocity Indices (dikutip dari daftar pustaka 42)

Secara makroskopis vaskularisasi tumor dapat dikategorikan


menjadi vaskularisasi perifer dan sentral. Walaupun klasifikasi ini
tidak sesuai dan anatomis, klasifikasi ini dapat membantu menilai
lokasi pembuluh darah secara ultrasonografi. Pembuluh darah yang

Universitas Sumatera Utara

berlokasi di daerah perifer tumor berasal dari vaskularisasi sel


induk, sementara pembuluh darah yang berlokasi di daerah sentral
berkembang karena respon terhadap aktivitas angiogenik sel tumor
dan/atau karena proses nekrotik. Pembuluh darah yang berlokasi di
dalam septa atau papil menampilkan cabang intratumoral yang
spesifik. Pada massa adneksa jinak, pada umumnya vaskularisasi
berlokasi di daerah perikistik dan perifer, sementara pada tumor
ganas lebih sering berlokasi di daerah sentral.11
Kurjak et al (1992) dalam penelitian pada 14.000 pasien
dengan massa ovarium menemukan 56 pasien dengan malignansi.
Pada 54 pasien ditemukan pola aliran yang abnormal dengan RI <
0,4. Sensitivitas, spesifisitas dan positive predictive value (PPV)
yang dilaporkan adalah 96.4%, 99.8% dan 98.2%.7
Fleischer et al (1993) dalam penelitian pada 43 pasien dengan
massa ovarium menggunakan nilai titik potong PI < 1,0 dan
mendapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 82%, PPV 73% dan
negatif predictive value (NPV) 100%.7
Scheneider et al (1993) meneliti 55 pasien dengan massa
adneksa dan mengggunakan titik potong nilai RI < 0,4. Dari
penelitian ini didapatkan sensitivitas 96% dan spesifisitas 95%.43
Arun et al (2005) meneliti 50 pasien dengan diagnosis kista
ovarium dan menggunakan nilai titik potong RI < 0,4. Didapatkan
hasil sensitivitas 90,9% dan spesifisitas 92,3%.7
Penelitian dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa
pemeriksaan Power Doppler 3 dimensi lebih akurat daripada
pemeriksaan Power Doppler 2 dimensi. Kurjak et al (2000) dalam
penelitian pada 120 orang dengan tumor ovarium membandingkan
pemeriksaan Power Doppler 2 dan 3 dimensi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemeriksaan Power Doppler 3 dimensi lebih
akurat dibandingkan pemeriksaan Power Doppler 2 dimensi dengan

Universitas Sumatera Utara

peningkatan sensitivitas, spesifisitas, nilai praduga positif dan nilai


praduga negatif.29
Cohen et al (2001) dalam penelitian pada 71 orang dengan
massa ovarium menemukan bahwa pemeriksaan Power Doppler 3
dimensi lebih akurat dibandingkan pemeriksaan Power Doppler 2
dimensi, dengan sensitivitas 100%, spesifisitas 75% dan nilai
praduga positif 50%.29

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai