PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fertilitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk
di dunia. Fertilitas atau kelahiran adalah istilah dalam demografi yang
mengindikasikan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang atau
sekelompok wanita (proses reproduksi). Atau dalam pengertian lain fertilitas
adalah hasil reproduksi yang nyata dari fekunditas seorang wanita, fekunditas
ini berarti potensi fisik seorang wanita untuk melahirkan anak. Natalitas
mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan
natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan
reproduksi manusia.
Fertilitas
mempunyai
dua
macam
pendekatan,
yaitu
1.2 Permasalahan
1) Berapakah jumlah kelahiran bayi di Jawa Tengah berdasarkan CBR, GFR,
ASFR dan TFR serta interpretasinya?
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 Definisi Umum
2.1.1 CBR (CrudeBirthRatio)
2
kelahiran
kelompok
umur
kohor.
ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan
reproduksi selanjutnya (TFR. GRR, dan NRR).
b. Kekurangan
-
b. Kekurangan
-
tua
semakin
besar
pertanyaan khusus.
Berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di negara
yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak
ditabulasikan untuk daerah yang kecil-kecil.
b. Kekurangan
-
besar.
Dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, dimana tingkat mortalitas
anak, khususnya di bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua,
Menggambarkan
kemampuan
seorang
penduduk
untuk
menggantikan dirinya.
CBR =
.k
Keterangan:
B
f
1549
.k
Keterngan:
B
f
Pi . k
Keterangan:
bi
tahun
i = 1 untuk umur 15-19 tahun
i = 2 untuk umur 20-24 tahun,
i = 3 untuk umur 25-29 tahun,
i = 4 untuk umur 30-34 tahun,
i = 5 untuk umur 35-9 tahun,
i = 6 untuk umur 40-44 tahun,
i = 7 untuk umur 45-49 tahun.
f
Pi
k
TFR = 5
ASFR i
i=1
Keterangan:
ASFR = angka kelahiran menurut kelompok umur.
i
Pfi
Keterangan:
f
P1549
.k
Keterangan:
P0-4
Pf1549
k
GRR =5
ASFR fi
i=1
Keterangan:
ASFRfi = jumlah bayi wanita dari kelompok umur i
BAB 3
PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA
9
Penduduk Wanita
(2)
539.729
436.038
414.151
395.214
349.970
291.388
215.285
Kelahiran
(3)
16
52
54
36
17
6
2
3.1.2
Pedesaan
Penduduk Wanita
(2)
910.284
815.648
824.511
813.886
733.267
546.448
469.490
Kelahira
n
(3)
64
131
115
73
44
16
5
3.1.3
10
Umur Wanita
(1)
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
Penduduk Wanita
(2)
1.450.013
1.251.686
1.238.662
1.209.100
1.083.237
837.836
684.775
Kelahiran
(3)
87
188
161
109
54
25
7
3.2
11
Umur Wanita
Penduduk Wanita
(1)
(2)
693.598
15-19
611.345
20-24
542.952
25-29
517.134
30-34
485.001
35-39
402.986
40-44
305.179
45-49
Sumber: SP 2000
3.2.2
Kelahiran
(3)
21
55
60
47
24
8
3
Pedesaan
3.2.3
Kelahira
n
(3)
43
83
83
59
35
12
5
Penduduk
Wanita
Kelahira
n
(2)
1.551.541
(3)
62
12
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
1.365.453
1.295.983
1.255.631
1.194.326
995.963
767.506
0,10
0,11
0,08
0,05
0,02
0,01
137
143
100
60
20
8
Sumber: SP 2000
3.3
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2005 (Supas 2005) Jawa Tengah
3.3.1 Perkotaan
Tabel 3.3.1 ASFR Jawa Tengah Wilayah Perkotaan Tahun 2005
Umur
Wanita
(1)
Penduduk Wanita
Kelahiran
(2)
(3)
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
581.501
599.223
561.045
520.679
526.814
476.832
405.791
17
54
62
47
21
10
-
1000
0,03
0,09
0,11
0,09
0,04
0,02
0,00
3.3.2
Pedesaan
Penduduk Wanita
Kelahiran
(1)
(2)
(3)
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
790.625
735.327
718.305
716.415
747.820
701.904
621.164
40
81
79
57
30
14
-
3.3.3
Tabel 3.3.3 ASFR Jawa Tengah Wilayah Perkotaan dan Pedesaan Tahun
2005
Umur
Wanita
Penduduk Wanita
Kelahiran
(1)
(2)
(3)
15-19
20-24
1.372.126
1.334.550
55
133
14
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
1.279.350
1.237.094
1.274.634
1.178.736
1.026.955
141
99
51
24
-
0,11
0,08
0,04
0,02
0,00
3.4
Umur Wanita
(1)
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
Penduduk Wanita
(2)
657.934
597.288
639.986
611.755
572.378
566.747
507.661
Kelahiran
(3)
13
66
96
73
40
11
-
Sumber: SP 2010
3.4.2
Pedesaan
15
Penduduk Wanita
(2)
657.931
595.350
679.035
667.650
657.324
670.820
615.008
Kelahira
n
(3)
20
77
88
60
39
13
6
Sumber: SP 2010
3.4.3
Penduduk Wanita
(2)
1.315.865
1.192.638
1.319.021
1.279.405
1.229.702
1.237.567
1.122.669
Kelahira
n
(3)
39
143
185
141
74
25
11
Sumber: 2010
16
kelahiran di kelompok umur 25-29 yaitu 88 bayi dari 1000 wanita. Di wilayah
perkotaan pada kelompok umur 45-49 tidak terdapat kelahiran bayi sedang di
pedesaan masih ada meskipun hanya 6 bayi dari wanita. Jika dilihat menyeluruh
ASFR tertinggi tetap di kelompok umur 25-29 dengan kelahiran 185 kelahiran per
1000 penduduk wanita.
Analisis:
Interpretasi yang di dapat dari keseluruhan tabel yaitu terjadi pengurangan
nilai ASFR di tiap periodenya. Akan tetapi terdapat kenaikan di tahun 2010.
Puncak ASFR yang terletak pada kelompok umur 25-29 tahun dapat
mengindikasikan bahwa kelahiran pada tahun 1995-2010 paling banyak
dikontribusi oleh perempuan pada kelompok umur 25-29 tahun. Hal ini juga dapat
berarti bahwa anjuran pemerintah untuk "tidak melahirkan pada usia yang terlalu
muda" sudah mencapai sasaran secara nasional. Fenomena ini bisa juga dikaitkan
lebih jauh dengan suksesnya program wajib belajar sembilan tahun yang
menyebabkan semakin banyaknya perempuan muda yang bersekolah lebih tinggi,
dan semakin terbukanya kesempatan bagi perempuan di pasar kerja. Pada
akhirnya, hal ini akan membuat banyak perempuan menunda untuk menikah dan
melahirkan karena pada umumnya mereka yang menikah dan melahirkan pada
usia muda secara fisik dan emosional sebetulnya belum matang.
Perkotaan
(2)
2,25
2,0
1,9
2,45
Pedesaan
(3)
2,8
2,15
2,05
2,35
Sumber: (diolah)
17
3
2.8
2.6
2.4
2.2
Perkotaan
Pedesaan
Perkotaan dan
Pedesaan
1.8
1.6
1.4
1.2
1
1995
2000
2005
2010
18
Dari tabel 5.1 diatas dapat diperhatikan bahwa angka rata rata total Anak
Lahir Hidup didaerah perkotaan Jawa Tengah setiap tahunnya mengalami
penurunan yang signifikan. Penurunan ALH paling besar terjadi pada periode
2000 2005 yang mencapai angka 16 persen berdasarkan tahun 2000. Meskipun
mengalami penurunan, ALH pada golongan umur wanita berusia 15 19 tahun
meningkat pada tahun 1995 2000 sebesar 100% . Pada tahun 2005 2010
terjadi kenaikan rata rata ALH pada wanita golongan umur 15 19 tahun (17%),
20 24 tahun (18%), dan 25 29 tahun (4%). Ini menandakan usia pernikahan
dini meningkat pada tahun 2000 dan 2010. Oleh karena itu, perlunya program
sosialisasi mengenai dampak pernikahan pada usia dini perlu ditekan agar
populasi tidak meningkat terlalu besar didaerah perkotaan Jawa Tengah.
19
Berdasarkan grafik 5.1 diatas dapat kita intrepetasikan secara cepat bahwa
angka anak lahir didaerah perkotaan Jawa Tengah menurun setiap periode secara
garis besarnya dan angka ALH angka semakin meningkat sesuai dengan umur
penduduk seorang wanita semasa reproduktifnya. Angka ALH yang paling besar
ditunjukkan oleh wanita golongan tua. Ini sesuai dengan teori dimana seorang
wanita makin tua kemungkinan anaka yang dilahirkan juga akan semakin
bertambah. Jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita masa
reproduktifnya (15 49 tahun) menurun dari 2 3 anak (1995) menjadi 1 2
anak (2010). Ini meandakan program KB pada daerah perkotaan di Jawa Tengah
berljalan dengan baik secara garis besarnya.
5.2 Pedesaan
20
Perhatikan tabel 5.2 diatas! Pada daerah pedesaan di Jawa Tengah angka
ALH juga mengalami penurunan secara signifikan yaitu yang pada tahun 1995
sebesar 2,320 anak per wanita menjadi 1,678 anak per wanita pada tahun 2010.
Penurunan rata rata ALH total paling besar terjadi pada periode tahun 2000
2005
yaitu
sebesar
14%.
Keadaan
yang
sama
juga
diperlihatkan
didaerahpedesaaan Jawa Tengah dimana pada tahun 2000 rata rata ALH
meningkat pada golongan umur 15 19 sebesar 13% serta pada tahun 2010
mengalami peningkatan pada golongan 15 19 tahun (55%) dan 20 24 tahun
(16%). Pada golongan umur 25 29 tahun juga mengalami peningkatan rata rata
ALH yang tidak terlalu besar.Hal ini menandakan terdapat pernikahan usia dini
yang meningkat pada golongan umur inipada daerah pedesaan Jawa Tengah. Hal
ini perlu segera ditanggulangi agar tidak terjadi ledakan penduduk yang tidak
dapat terkontrol dan membuat hak atau kesempatan wanita untuk berkarir.
21
Sesuai dengan teori yang ada, angka rata rata ALH akan semakin
meningkat sesuai bertambahnya usia seorang wanita pada masa reproduktifnya.
Akan tetapi, pada setiap periode terdapat penurunan secara garis besar terhadap
angka rata rata ALH didaerah pedesaan Jawa Tengah.
5.3 Perkotaan dan Pedesaan
22
Sesuai dengan tori ALH, angka rata rata ALH yang ditunjukkan setiap
kenaikan umur seorang wanita pada masa reproduktifnya juga akan meningkatkan
angka rata rata ALH. Akan tetapi, pada daerah perkotaan dan pedesaan di Jawa
Tengah mengalami penurunan rata rata ALH secara garis besar. Ini menandakan
program KB (Keluarga Berencana) pada provinsi dapat dikatakan berjalan dengan
23
baik dengan ditandakan angka ALH yang semakin menurun secara rata rata
total.
Presentase
Kenaikan/Penurunan (%)
(2)
0,02
0,43
1,17
2,17
2,88
3,39
3,64
SP
200
0
(3)
0,04
0,41
1,12
1,95
2,68
3,19
3,54
1,96
1,85
SUPAS
1995
(4)
0,03
0,31
0,93
1,68
2,26
2,75
3,12
SP
201
0
(5)
0,03
0,36
0,97
1,61
2,12
2,51
2,8
1,58
1,49
SUPAS
2005
1995 2000
2000 2005
2005 2010
(6)
100,00
-4,65
-4,27
-10,14
-6,94
-5,90
-2,75
(7)
-25,00
-24,39
-16,96
-13,85
-15,67
-13,79
-11,86
(8)
0,00
16,13
4,30
-4,17
-6,19
-8,73
-10,26
9,34
-17,36
-1,27
6. Rata - Rata Banyaknya Anak yang Masih Hidup per Wanita menurut
Golongan Umur
6.1 Perkotaan
Tabel 6.1
Rata - Rata Banyaknya Anak yang Masih Hidup per Wanita di
Perkotaan menurut Golongan Umur
Sumber data :SUPAS 1995, SP 2000, SUPAS 2005 dan SP 2010
(Diolah)
24
Grafik 6.1
Rata - Rata Banyaknya Anak yang Masih Hidup per Wanita di Perkotaan menurut Golongan Umur
4
3.5
3
2.5
SUPAS 1995
SP 2000
JJumlah 1.5
1
SUPAS 2005
SP 2010
0.5
0
Golongan Umur
Dari data di ata, rata rata anak masih hidup di perkotaan cukup tinggi. Di
lihat dari golongan umur, setiap kenaikan golongan umur berbanding lulus dengan
kenaikan jumlah rata-rata anak masih hidupnya. Hal ini dikarenakan secara
alamiah semakin tua seseorang jumlah anak yang masih hidup juga semakin
banyak. Pada golongan umur 20-24 kemungkinan mempunyai anak banyak kecil
karena pada umur tersebut masih tergolong muda dalam mempunyai anak.
Sementara pada golongan umur 45-49yang bisa dikatakan sudah tua tentunya
telah lama mempunyai anak dan kemungkinan mempunyai anak banyak itu besar.
Di lihat dari tahun ke tahun justru rata- rata anak masih hidup di perkotaan
mengalami penurunan sedikit demi sedikit. Hal ini dimungkinkan karena pada
tahun 1995 Program Keluarga Berencana (KB) di perkotaan belum terlalu
mempengaruhi jumlah anak yang lahir sehingga jumlah anak yang masih hidup
juga masih banyak. Dan dari tahun ke tahun karena Program Keluarga Berencana
mulai berjalan dengan baik menyebabkan jumlah anak yang lahir berkurang
sehingga jumlah anak masih hidupnya pun juga berkurang.
25
6.2 Pedesaan
Tabel 6.2 Rata - Rata Banyaknya Anak yang Masih Hidup per Wanita
di Pedesaan menurut Golongan Umur
Presentase
SP
SUPAS
1995
2000
2005
(1)
(2)
(3)
(4)
15 - 19
0,08
0,09
0,05
20 - 24
0,72
0,68
0,53
25 - 29
1,61
1,4
1,18
(Tahun)
30 - 34
2,32
2,11
1,89
35 - 39
2,94
2,67
2,44
40 - 44
3,49
3,12
2,84
45 - 49
Rata Rata Total
3,74
3,46
3,12
2,13
1,93
1,72
SP
20
10
(5)
0,0
8
0,6
Kenaikan/Penurunan (%)
1995
2000 2005 2005
2010
2000
(6)
(7)
(8)
12,5
0
-44,44
60,00
-5,56
-
-22,06
15,09
-15,71
0,00
8
2,2
-9,05
-10,43
-5,82
-9,18
-
-8,61
-8,20
-8,97
-9,86
9
1,6
-7,49
-9,83
-10,58
-6,06
-17,15
5,81
1
1,1
8
13,0
1,7
2,5
6
10,6
2,7
26
Rata - Rata Banyaknya Anak yang Masih Hidup per Wanita di Pedesaan menurut Golongan Umur
4
3.5
3
2.5
SUPAS 1995
SP 2000
JJumlah 1.5
SUPAS 2005
SP 2010
1
0.5
0
Golongan Umur
Di lihat dari grafik serta tabel di atas, rata-rata anak masih hidup (AMH) di
pedesaan termasuk tinggi. Bila di bandingkan dengan rata rata anak masih hidup
di perkotaan, rata-rata anak masih hidup di pedesaan lebih tinggi. Dapat dilihat
pada golongan umur 15-19 dan 20-24, di pedesaan jumlah anak masih hidupnya
lebih tinggi dibanding jumlah anak masih hidup di perkotaan. Hal ini dikarenakan
di daerah pedesaan pernikahan muda masih banyak dijumpai. Pernikahan muda
ini memicu wanita melahirkan pada usia muda sehingga rata-rata anak lahir hidup
tinggi menyebabkan rata-rata anak masih hidupnya juga tinggi.
Namun bila melihat dari golongan umur tuanya, rata-rata anak masih
hidup di pedesaan lebih rendah daripada rata-rata anak masih hidup di perkotaan.
Dimungkinkan beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor kesehatan dan
teknologi. Di pedesaan pelayanan kesehatan masih belum seoptimal di perkotaan,
dikarenakan di perkotaan teknologi pelayanan kesehatan juga lebih modern. Hal
ini lah yang membuat rata-rata anak masih hidup di pedesaan lebih rendah
daripada rata rata anak masih hidup di perkotaan.
27
SUPAS
1995
(1)
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
Rata - Rata
Total
SP
200
(2)
0,06
0,62
1,46
2,27
2,92
3,46
3,71
0
(3)
0,07
0,56
1,28
2,04
2,68
3,15
3,49
2,07
1,9
SUPAS
2005
Kenaikan/Penurunan (%)
SP
201
(4)
0,04
0,43
1,07
1,8
2,36
2,8
3,12
0
(5)
0,06
0,48
1,08
1,7
2,18
2,54
2,8
1,66
1,55
1995 -
2000 -
2005 -
2000
2005
2010
(6)
16,67
-9,68
-12,33
-10,13
-8,22
-8,96
-5,93
(7)
-42,86
-23,21
-16,41
-11,76
-11,94
-11,11
-10,60
(8)
50,00
11,63
0,93
-5,56
-7,63
-9,29
-10,26
-5,51
-18,27
4,26
Grafik 6.3
28
Rata - Rata Banyaknya Anak yang Masih Hidup per Wanita di Pedesaan dan Perkotaan menurut Golongan Umur
4
3.5
3
2.5
SUPAS 1995
SP 2000
JJumlah 1.5
SUPAS 2005
SP 2010
1
0.5
0
Golongan Umur
Dari grafik dan tabel diatas dapat dilihat rata-rata anak masih hidup di
perkotaan dan pedesaan. Dan ternyata apabila di lihat pada tiap-tiap selang
waktunya selalu terjadi jadi penurunan rata-rata anak masih hidupnya. Hal ini
mungkin dikarenakan suksesnya program Keluarga Berencana (KB) baik di
perkotaan maupun pedesaan sehingga rata-rata anak lahir semakin sedikit dengan
demikian rata-rata anak masih hidup pun secara otomatis ikut berkurang.
Faktor lain yang kemungkinan mempengaruhi penurunan rata-rata anak
masih hidup adalah bencana alam yang terjadi yaitu tanah longsor, gempa bumi,
banjir, dan wabah penyakit. Bencana tersebut jelas mempengaruhi pengurangan
jumlah populasi karena terdapat korban-korban bencana alam yang tidak sedikit
yang meninggal. Sehingga bencana alam memungkinkan terjadinya pengurangan
jumlah anak masih hidup yang berakibat pula pada pengurangan rata-rata anak
masih hidup.
29
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 1995 (Supas 1995) Jawa Tengah
7.1.1 Perkotaan
Tabel 7.1.1 Jumlah Wanita Usia 15-49 Daerah Perkotaan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 1995
Sumber: Supas 1995
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
539.729
20 24
436.038
25 29
414.151
30 34
395.214
35 39
349.970
40 44
291.388
45 49
215.285
Total
2.641.775
Diketahui jumlah penduduk golongan umur 0-4 adalah 840.938 jiwa
CWR =
840.938
2.641 .775
x 1000 = 318,32
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 1995 Child WomanRatio
dapat didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif
(umur 15-49 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak 318
sampai 319 jiwa
Analisis Data:
Pada Tahun 1995 kelahiran bayi di daerah perkotaan cukup rendah
dibandingkan dengan kelahiran bayi di daerah pedesaan. Hal ini
dimungkinkan masih rendahnya tingkat kesehatan yang ada.
7.1.2
Pedesaan
Tabel 7.1.2 Jumlah Wanita Usia 15-49 Daerah Pedesaan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 1995
Golongan Umur
Jumlah Wanita
30
(1)
(2)
15 19
20 24
910.284
815.648
25 29
824.511
30 34
813.886
35 39
733.267
40 44
546.448
45 49
469.490
Total
5.113.534
2.034 .430
5.113 .534
x 1000 = 397,85
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 1995 Child WomanRatio dapat
didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif
edesa(umur 15-49 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak 397
sampai 398 jiwa.
Analisis Data:
Kealahiran bayi sangat tinggi, sedangkan kesehatan para ibu yang
melahirkan masih rendah. Ditahun ini masih banyak penduduk yang
berprofesi sebagai petani yang mana mempunyai prinsip banyak anak
banyak rejeki.
7.1.3
31
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
1.450.013
20 24
1.251.686
25 29
1.238.662
30 34
1.209.100
35 39
1.083.237
40 44
837.836
45 49
684.775
Total
7.755.309
2.875 .368
7.755 .309
x 1000 = 370,76
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan dan pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 1995 Child
WomanRatio dapat didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia
produktif (umur 15-49 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak
370 sampai 371 jiwa.
Analisis Data:
Daerah perkotaan mempuyai rasio yang lebih rendah dari pada daerah
pedesaan yang sebab utamanya adalah tingkat kesehatan yang rendah.
Ditambah pula pemikiran penduduk pedesaan yang masih beranggapan
bahwa banyak anak banyak rejeki.
7.2
32
Golongan Umur
(1)
15 19
20 24
25 29
30 34
35 39
40 44
45 49
Total
Jumlah Wanita
(2)
693.598
611.345
542.952
517.134
485.001
402.986
305.179
3.558.195
1.089 .294
3.558.195
x 1000 = 306,14
Interpretasi :
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 1995 Child WomanRatio dapat
didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif (umur 1549 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak 306 sampai 307 jiwa.
Analisis data:
Di daerah perkotaan program KB sudah mulai umum dipergunakan.
Dikarenakan sudah tingginya pengaetahuan penduduk perkotaan. Selain
itu budaya daerah perkotaan muali merebah dimanasuatu keluarga sudah
jarang untuk mempunyai anak lebih dari dua maupun tiga.
7.2.2
Pedesaan
Tabel 7.2.2 Jumlah Wanita Usia 15-49 Daerah Pedesaan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000
Golongan Umur
(1)
15 19
20 24
25 29
30 34
35 39
40 44
45 49
Total
Jumlah Wanita
(2)
857.943
754.108
753.031
738.497
709.325
592.977
462.327
4.868.208
33
1.719.392
4.868 .208
x 1000 = 353,19
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2000 Child WomanRatio dapat
didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif (umur 1549 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak 353 sampai 354 jiwa.
Analisis data:
Dimungkinkan setelah terjadi reformasi, sektor ekonomi dan pendidikan
sudah mulai berkembang lagi. Oleh kareana hal ini banyak penduduk
pedesaan yang urabanisasi ke daerah kota dan menetap dan membuat
keluarga di sana. Hal ini merupakan salah satu faktor terus berkurangnya
rasio CWR pedesaan tahun 2000.
7.2.3
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
1.551.541
20 24
1.365.453
25 29
1.295.983
30 34
1.255.631
35 39
1.194.326
40 44
995.963
45 49
767.506
Total
8.426.403
34
CWR =
2.808 .686
8.426.403
x 1000 = 333,32
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan dan pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2000 Child
WomanRatio dapat didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia
produktif (umur 15-49 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak
333 sampai 334 jiwa.
Analisis data:
Walapun Child WomanRatio mengalami penurunan, jumlah CWR daerah
pedesaan masih tinggi dari pada daerah perkotaan. Penyebabnya
penurunan tingkat CWR ini adalah perubahan struktur ekonomi dari desa
ke kota, yang mana efek samping dari setelah terjadinya reformasi bangsa.
7.3 Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2005 (Supas2005) Jawa Tengah
7.3.1 Perkotaan
Tabel 7.3.1 Jumlah Wanita Usia 15-49 Daerah Perkotaan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005
Sumber: Supas 2005
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
581.501
20 24
599.223
25 29
561.045
30 34
520.679
35 39
526.814
40 44
476.832
45 49
405.791
Total
3.671.885
Diketahui jumlah penduduk golongan umur 0-4 adalah 995.145 jiwa
CWR =
995.145
3.671 .885
x 1000 = 271,02
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2005 Child WomanRatio
dapat didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif
35
7.3.2
Pedesaan
Tabel 7.3.2 Jumlah Wanita Usia 15-49 Daerah Pedesaan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
735.327
20 24
718.305
25 29
716.415
30 34
747.820
35 39
701.904
40 44
621.164
45 49
735.327
Total
5.031.560
Diketahui jumlah penduduk golongan umur 0-4 adalah1.488.313jiwa
CWR =
1.488 .313
5.031 .560
x 1000 = 295,79
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2005 Child WomanRatio dapat
didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif (umur 1549 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak 295 sampai 296 jiwa.
Analisis data:
36
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
1.372.126
20 24
1.334.550
25 29
1.279.350
30 34
1.237.094
35 39
1.274.634
40 44
1.178.736
45 49
1.026.955
Total
8.703.445
2.483 .458
8.703.445
x 1000 = 285,34
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan dan pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2000 Child
WomanRatio dapat didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia
produktif (umur 15-49 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak
285 sampai 286 jiwa.
37
Analisis data:
Pada tahun 2005 merupakan puncak terendah yang dicapai Provinsi Jawa
Tengah. Sebab kemungkinan hal ini adalah telah berubahnya kehidupan
sosial dan pemikiran penduduk Jawa Tengah baik pedesaan, serta telah
majunya pemikiran penduduk perkotaan diiringi perubahan jaman yang
semakin menuju kehidupan modern dan informatif. Selain itu berbagai
tingkat aspek kehidupan, seperti kesehatan, pendidikan dan ekonomi, yang
terus meningkat.
7.4
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
657.934
20 24
597.288
25 29
639.986
30 34
611.755
35 39
572.378
40 44
566.747
45 49
507.661
Total
4.153.749
Diketahui jumlah penduduk golongan umur 0-4 adalah 1.239.264 jiwa
CWR =
1.239 .264
4.153 .749
x 1000 = 298,35
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2010 Child WomanRatio dapat
didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif (umur 1549 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak 298 sampai 299 jiwa.
Analisis data:
38
Pada tahu 2010 tejadikenaik CWR pada daerah perkotaan. Hal ini
disebabkan terlalu kelawat batas budaya barat masuk pada penduduk usia
remaja. Banyak efek negatif, seperti sex bebas, telah menjadi rahasia
umum di kalangan remaja daerah perkotaan. Hal ini juga menyebabkan
banyak remaja perempuan yang melahirkan saat usia yang belum matang.
7.4.2
Pedesaan
Tabel 7.4.2 Jumlah Wanita Usia 15-49 Daerah Pedesaan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
657.931
20 24
595.350
25 29
679.035
30 34
667.650
35 39
657.324
40 44
670.820
45 49
615.008
Total
4.543.118
Diketahui jumlah penduduk golongan umur 0-4 adalah 1.472.018jiwa
CWR =
1.472 .018
4.543 .118
x 1000 = 324,01
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2010 Child WomanRatio dapat
didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia produktif (umur 1549 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak 324 sampai 325 jiwa.
Analisis data:
Penduduk daerah pedesaan tidak bisa lepas dari perekonomian daerah
perkotaan. Banyak interaksi sosial dengan penduduk perkotaan membuat
mereka mudah meniru hal-hal yang dilakukan penduduk perkotaan,
terutama dalam sisi negatif (sex bebas). Selain itu meningkat CWR
menunjukkan gagalnya program KB yang dilaksankan pemerintah.
7.4.3
39
Tabel 7.4.3 Jumlah Wanita Usia 15-49 Daerah Perkotaan dan Pedesaan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010
Golongan Umur
Jumlah Wanita
(1)
(2)
15 19
1.315.865
20 24
1.192.638
25 29
1.319.021
30 34
1.279.405
35 39
1.229.702
40 44
1.237.567
45 49
1.122.669
Total
8.696.867
2.711 .282
8.696.867
x 1000 = 311,75
Interpretasi:
Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa daerah
perkotaan dan pedesaan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2010 Child
WomanRatio dapat didefinisikan sebagai setiap 1000 wanita yang berusia
produktif (umur 15-49 tahun) mempunyai total kelahiran anak sebanyak
311 sampai 312 jiwa.
Analisis data:
Pada tahun 2010 terjadi peningkatan CWR, hal ini disebabkan sudah
menjamurnya budaya kebaratan yang masuk dalam diri para pemuda.
Dimana budaya barat yang sangat menonjol pada free sex. Hal ini
menngakibatkan jumlah kelahiran yang tinggi. Namun jumlah wanita
produktif tetaplah banyak, karena harapan hidup wanita sudah tinggi.
40
Lokasi
Tahun
1995
2000
2005
2010
Perkotaan
318,32
306,14
271,02
298,35
Pedesaan
397,85
353,19
295,79
324,01
370,76
333,32
285,34
311,75
Perkotaan
dan Pedesaan
41
2000
Perkotaan
2005
2010
Pedesaan
42
Penduduk
Wanita
Wanita
(1)
(2)
Kelahiran
(3)
ASFR
tiap 1.000
TFR
GRR
wanita
(4) = [(3):
(5) = 5 x Jumlah
(6) = sex
(2)] x
ASFR menurut
ratio x
1.000
kelompok umur
15-19
16
0,03
539.729
20-24
52
0,12
436.038
25-29
54
0,13
414.151
30-34
36
0,09
2,25
395.214
35-39
17
0,05
349.970
40-44
6
0,02
291.388
45-49
2
0,01
215.285
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
TFR
1,098
43
Grafik 8.1 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Perkotaan
Jawa Tengah Tahun 1995
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,03 + 0,12 + 0,13 + 0,09 + 0,05 + 0,02 + 0,01)
= 5 x 0,45
= 2,25
GRR =
x TFR
44
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
Tabel 8.2 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Pedesaan
Jawa Tengah Tahun 1995
Umur
Penduduk
Wanita
Wanita
Kelahiran
ASFR
tiap 1.000
TFR
wanita
(5) = 5 x
(1)
(2)
GRR
(3)
(4) = [(3):
Jumlah ASFR
(2)] x 1.000
menurut
kelompok umur
15-19
910.284
64
0,07
20-24
815.648
131
0,16
25-29
824.511
115
0,14
30-34
813.886
73
0,09
35-39
733.267
44
0,06
40-44
546.448
16
0,03
45-49
469.490
5
0,01
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
2,8
(6) = sex
ratio x
TFR
1,36585
3659
Grafik 8.2 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Pedesaan
Jawa Tengah Tahun 1995
45
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,07 + 0,16 + 0,14 + 0,09 + 0,06 + 0,03 + 0,01)
= 5 x 0,56
= 2,8
GRR =
x TFR
Penduduk
Wanita
Wanita
(1)
(2)
Kelahiran
ASFR
tiap 1.000
TFR
GRR
(3)
wanita
(4) = [(3):
(5) = 5 x
(6) = sex
(2)] x 1.000
Jumlah ASFR
ratio x
46
menurut
kelompok umur
15-19
1.450.013
80
0,06
20-24
1.251.686
183
0,15
25-29
1.238.662
169
0,13
30-34
1.209.100
109
0,09
35-39
1.083.237
61
0,05
40-44
837.836
22
0,03
45-49
684.775
7
0,01
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
2,6
TFR
1,26829
2683
Grafik 8.3 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Jawa Tengah
Tahun 1995
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,06 + 0,15 + 0,13 + 0,09 + 0,05 + 0,03 + 0,01)
= 5 x 0,52
= 2,6
GRR =
x TFR
47
Daerah
wanita)
Perkotaan
1,09
Pedesaan
1,365
Perkotaan dan Pedesaan
1,268
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, Sensus Penduduk 2000, Sensus Penduduk
2010
Dari data tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tingkat GRR
di daerah pedesaan lebih tinggi dibanding daerah perkotaan.
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
Tabel 8.5 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Perkotaan
Jawa Tengah Tahun 2000
Umur
Penduduk
Wanita
Wanita
Kelahiran
ASFR
tiap 1.000
(2)
(3)
(2)] x
1.000
15-19
20-24
25-29
30-34
693.598
611.345
542.952
517.134
GRR
wanita
(4) = [(3):
(1)
TFR
21
55
60
47
0,03
0,09
0,11
0,09
(5) = 5 x
Jumlah ASFR
menurut
kelompok umur
2
(6) = sex
ratio x
TFR
0,97560
9756
48
35-39
485.001
24
0,05
40-44
402.986
8
0,02
45-49
305.179
3
0,01
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
Grafik 8.4 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Perkotaan
Jawa Tengah Tahun 2000
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,03 + 0,09 + 0,11 + 0,09 + 0,05 + 0,02 + 0,01)
= 5 x 0,4
=2
GRR =
x TFR
49
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
Tabel 8.6 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Pedesaan
Jawa Tengah Tahun 2000
Umur
Wanita
Penduduk
Wanita
Kela
hiran
ASFR
tiap 1.000 wanita
TFR
(5) = 5 x
(1)
(2)
(3)
(4) = [(3):(2)] x
Jumlah ASFR
1.000
menurut
kelompok umur
15-19
857.943
43
0,05
20-24
754.108
83
0,11
25-29
753.031
83
0,11
30-34
738.497
59
0,08
35-39
709.325
35
0,05
40-44
592.977
12
0,02
45-49
462.327
5
0,01
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
2,15
GRR
(6) = sex
ratio x
TFR
1,04878
0488
Grafik 8.5 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Pedesaan
Jawa Tengah Tahun 2000
50
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,05 + 0,11 + 0,11 + 0,08 + 0,05 + 0,02 + 0,01)
= 5 x 0,43
= 2,15
GRR =
x TFR
Penduduk
Wanita
Wanita
(1)
(2)
Kelahiran
(3)
ASFR
tiap 1.000
TFR
GRR
wanita
(4) = [(3):
(5) = 5 x Jumlah
(6) = sex
(2)] x
ASFR menurut
ratio x
1.000
kelompok umur
TFR
51
15-19
1.551.541
64
0,04
20-24
1.365.453
138
0,1
25-29
1.295.983
143
0,11
30-34
1.255.631
106
0,08
35-39
1.194.326
60
0,05
40-44
995.963
20
0,02
45-49
767.506
8
0,01
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
2,05
Grafik 8.6 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Jawa
Tengah Tahun 2000
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,04 + 0,1 + 0,11 + 0,08 + 0,05 + 0,02 + 0,01)
= 5 x 0,41
= 2,05
GRR =
x TFR
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
Tabel 8.8 GRR Menurut Wilayah di Jawa Tengah
GRR (per 1000
Daerah
wanita)
Perkotaan
0,975
Pedesaan
1,048
Perkotaan dan Pedesaan
1
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, Sensus Penduduk 2000, Sensus Penduduk
2010
Dari data tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tingkat GRR di
daerah pedesaan lebih tinggi dibanding daerah perkotaan.
53
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
Tabel 8.9 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Perkotaan
Jawa Tengah Tahun 2005
Umur
Penduduk
Wanita
Wanita
(1)
Kelahiran
(2)
(3)
ASFR
tiap 1.000
TFR
GRR
wanita
(4) = [(3):
(5) = 5 x Jumlah
(6) = sex
(2)] x
ASFR menurut
ratio x
1.000
kelompok umur
15-19
581.501
17
0,03
20-24
599.223
54
0,09
25-29
561.045
62
0,11
30-34
520.679
47
0,09
1,9
35-39
526.814
21
0,04
40-44
476.832
10
0,02
45-49
405.791
0,00
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
TFR
0,92682
9268
Grafik 8.7 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Perkotaan
Jawa Tengah Tahun 2005
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,03 + 0,09 + 0,11 + 0,09 + 0,04 + 0,02 + 0,00)
= 5 x 0,3 = 1,9
GRR =
x TFR
54
Penduduk
Wanita
Wanita
(1)
(2)
Kelahiran
(3)
ASFR
tiap 1.000
TFR
GRR
wanita
(4) = [(3):
(5) = 5 x Jumlah
(6) = sex
(2)] x
ASFR menurut
ratio x
1.000
kelompok umur
15-19
790.625
40
0,05
20-24
735.327
81
0,11
25-29
718.305
79
0,11
30-34
716.415
57
0,08
2,05
35-39
747.820
30
0,04
40-44
701.904
14
0,02
45-49
621.164
0,00
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
TFR
Grafik 8.8 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Pedesaan
Jawa Tengah Tahun 2005
55
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,05 + 0,11 + 0,11 + 0,08 + 0,04 + 0,02 + 0,00)
= 5 x 0,41
= 2,05
GRR =
x TFR
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
56
Tabel 8.11 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Jawa Tengah
Tahun 2005
Um
Pend
ur
Wa
uduk
Wani
nita
ta
Kela
hiran
ASFR
TFR
tiap 1.000 wanita
(5) = 5 x Jumlah
(1)
(2)
(3)
ASFR menurut
kelompok umur
15-
1.372
19
20-
.126
1.334
24
25-
.550
1.279
29
30-
.350
1.237
34
35-
.094
1.274
39
40-
.634
1.178
44
45-
.736
1.026
GRR
57
0,04
135
0,1
141
0,11
104
0,08
51
0,04
24
0,02
1,95
(6) = sex
ratio x TFR
0,95121951
2
0,00
49
.955
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
Grafik 8.9 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Jawa Tengah
Tahun 2005
57
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,04+ 0,1 + 0,11 + 0,08 + 0,04 + 0,02 + 0,00)
= 5 x 0,39
= 1,95
GRR =
x TFR
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
Tabel 8.12 GRR Menurut Wilayah di Jawa Tengah
GRR (per 1000
Daerah
wanita)
Perkotaan
1,9
Pedesaan
1
Perkotaan dan Pedesaan
0,951
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, Sensus Penduduk 2000, Sensus Penduduk
2010
58
Dari data tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tingkat GRR di
daerah perkotaan lebih tinggi dibanding daerah pedesaan.
Dengan menggunakan sex ratio menurut United Nations yaitu 105, maka :
Tabel 8.13 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur d i Daerah
PerkotaanJawa Tengah Tahun 2010
Um
Pend
ur
Wa
uduk
Wani
nita
ta
(1)
(2)
15-
539.7
19
20-
29
436.0
24
25-
38
414.1
29
30-
51
395.2
34
35-
14
349.9
39
40-
70
291.3
44
45-
88
215.2
Kela
hiran
(3)
ASFR
TFR
GRR
wanita
(4) = [(3):
(6) = sex
(2)] x 1.000
ratio x TFR
tiap 1.000
11
0,02
48
0,11
62
0,15
47
0,12
24
0,07
0,02
2,45
1,19512195
1
0,00
49
85
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
Grafik 8.10 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Perkotaan
Jawa Tengah Tahun 2010
59
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,02+ 0,11 + 0,15 + 0,12 + 0,07 + 0,02 + 0,00)
= 5 x 0,37
= 1,85
GRR =
x TFR
Pend
ur
Wa
uduk
Wani
nita
ta
(1)
(2)
(3)
15-
539.7
16
Kela
hiran
ASFR
TFR
GRR
wanita
(4) = [(3):
(6) = sex
(2)] x 1.000
0,03
ratio x TFR
1,14634146
tiap 1.000
60
19
20-
29
436.0
24
25-
38
414.1
29
30-
51
395.2
34
35-
14
349.9
39
40-
70
291.3
44
45-
88
215.2
57
0,13
54
0,13
36
0,09
21
0,06
0,02
2
0,01
49
85
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
Grafik 8.11 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Pedesaan
Jawa Tengah Tahun 2010
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,03+ 0,13 + 0,13 + 0,09 + 0,06 + 0,02 + 0,01)
= 5 x 0,47
61
= 2,35
GRR =
x TFR
Pend
ur
Wa
uduk
Wani
nita
ta
(1)
(2)
15-
539.7
19
20-
29
436.0
24
25-
38
414.1
29
30-
51
395.2
34
35-
14
349.9
39
40-
70
291.3
44
45-
88
215.2
Kela
hiran
(3)
ASFR
TFR
GRR
wanita
(4) = [(3):
(6) = sex
(2)] x 1.000
ratio x TFR
tiap 1.000
16
0,03
52
0,12
58
0,14
43
0,11
21
0,06
0,02
2,45
1,19512195
1
2
0,01
49
85
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, SP 2000, SP 2010
62
Grafik 8.12 Angka Kelahiran Bayi Menurut Kelompok Umur di Daerah Pedesaan
Jawa Tengah Tahun 2010
TFR = 5 7i=1ASFRi
= 5 x (0,03+ 0,12 + 0,14 + 0,11 + 0,06 + 0,02 + 0,01)
= 5 x 0,49
= 2,45
GRR =
x TFR
63
Sumber : Supas 1995, Supas 2005, Sensus Penduduk 2000, Sensus Penduduk
2010
Dari data tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tingkat GRR di
daerah perkotaan lebih tinggi dibanding daerah pedesaan.
ANALISIS AKHIR
Tabel 8.16 GRR Menurut Wilayah dan Tahun di Jawa Tengah
Nilai GRR di Tahun (per 1.000
Daerah
Perkotaan
Pedesaan
Perkotaan + Pedesaan
1995
1,09
1,365
1,268
wanita)
2000
2005
0,975
0,9
1,048
1
1
0,951
2010
1,85
1,146
1,195
dari
masing-masing
wilayah
bahwa nilai GRR-nya berbeda-beda. Pada tahun 1995, tahun 2000 dan tahun 2005
nilai GRR di daerah pedesaan lebih besar dibanding perkotaan. Pada tahun 2010,
yang terjadi malah sebaliknya, nilai GRR di perkotaan lebih banyak dibanding
pedesaan. Hal ini mungkin terjadi karena adanya penduduk yang tinggal di
pedesaan melakukan migrasi ke perkotaan, atau mungkin jumlah penduduk di
pedesaan berkurang akibat angka mortalitas yang tinggi. Ini berarti bahwa, di
tahun 2010 tingkat kemampuan reproduksi seorang wanita semakin tinggi.
64
BAB IV
PENUTTUP
4.1 Kesimpulan
Fertilitas di provinsi Jawa Tengah pada tahun 1995-2010 menunjukkan
perkembangan yang beragam di tiap daerah. Dari pembahasan yang kami
paparkan dapat disimpulkan bahwa:tingkat fertilitas di Jawa Tengah dapat
ditinjau dari beberapa faktor perhitungan fertilitas seperti CBR, GFR, ASF,
ALH, AMH, WR, GRR, NRR yang mana menunjukkan penurunan tingkat
kelahiran dari 1995-2005 tetapi terdapat sedikit peningkatan pada tahun 2010.
Namun dari berbagai perhitungan di atas daerah perkotaan menunjukkan lebih
rendah daripada penduduk daerah pedesaan. Penyebab dari perbedaan ini
disebabkan berbagai permasalahan daerah masing-masing setiap periode
waktu. Contohnya seperti faktor ekonomi, kesehatan, pendidikan dan profesi
masing-masing tiap daerah.
4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkakan pada makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan kami.
Penulis banyak berharap para pembaca yang memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dipenulisan
makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
65
DAFTAR PUSTAKA
66