Anda di halaman 1dari 11

DEWI AGUSTINA (1111016200019)

JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
ANALISIS MASALAH JURNAL
JURNAL 1
Peningkatan Keterampilan Generik Sains dan Hasil Belajar IPA
Fisika dengan Model Learning Cycle 5E disertai Metode Eksperimen
pada Siswa Kelas VII di SMP Negeri 2 Maesan
Penelitian yang dilakukan oleh Septin Indah Widiati, Indrawati dan Subiki
(Jurnal Pendidikan Fisika Vol. 2 No.3, Desember 2013, hal 300-308)
Pada pembelajaran fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan
syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar fisika. Hal ini
menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih
menuntut pemahaman dan aplikasi konsep sehinggga terjadi belajar
bermakna. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa
yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahuinya. Dengan demikian, dalam
pembelajaran fisika siswa dituntut untuk dapat membangun pengetahuan
dalam diri mereka sendiri dengan peran aktifnya selama proses belajar
mengajar.
Pada pembelajaran fisika, untuk dapat membangun pengetahuan
diperlukan suatu keterampilan dasar tertentu yang harus dimiliki siswa.
Keterampilan dasar tersebut yaitu keterampilan generik sains yang sangat
berguna bagi siswa untuk memecahkan masalah fisika di lingkungan
sekitarnya maupun saat proses pembelajaran berlangsung. Keterampilan
generik sains merupakan keterampilan yang dapat digunakan untuk
mempelajari berbagai konsep dan menyelesaikan masalah dalam sains.
Menurut Brotosiswoyo (dalam Saptorini, 2008) keterampilan generik sains
dalam pembelajaran sains dapat dikategorikan menjadi 9 jenis keterampilan
yaitu pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, kesadaran tentang
skala, bahasa simbolik, kerangka logika, konsistensi logis, hukum sebab
akibat, pemodelan matematika, dan membangun konsep. Keterampilan
generik sains dalam pembelajaran fisika perlu diterapkan untuk
meningkatkan kompetensi siswa dalam mempelajari fenomena alam
sehingga akan menghasilkan siswa yang mampu memahami konsep,
menyelesaikan masalah, dan melakukan kegiatan ilmiah lain.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa
seringkali tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Berdasarkan
kegiatan KK-PPL yang dilakukan oleh peneliti pada semester ganjil selama 4
bulan terhadap siswa kelas VIII D di SMPN 2 Maesan, ditemukan beberapa
masalah di kelas tersebut, yaitu rendahnya hasil belajar dan keterampilan
generik sains siswa. Dari hasil analisis dokumen yang telah dilakukan oleh
peneliti, nilai terakhir siswa pada semester ganjil, menunjukkan bahwa skor

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
rata-rata hasil belajar siswa di kelas VIII D sebesar 65,33. Nilai rata-rata yang
diperoleh di kelas VIII D tersebut belum memenuhi kriteria ketuntasan
minimal yaitu sebesar 70 (sumber: SMP Negeri 2 Maesan).
Rendahnya keterampilan generik sains siswa kelas VIII D di SMPN 2
Maesan dapat diketahui berdasarkan hasil observasi awal selama kegiatan
pembelajaran dan praktikum. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh
persentase keterampilan generik sains di kelas VIII D sebesar: 1) 51,39%
pada indikator mengumpulkan fakta hasil percobaan; 2) 52,78% pada
indikator menjelaskan simbol, lambang, dan istilah; 3) 43,06% pada indikator
menggunakan aturan matematis untuk memecahkan masalah; 4) 43,06%
pada indikator menarik kesimpulan; 5) 45,83% pada indikator menyatakan
hubungan antara dua variabel; 6) 37,5% pada indikator mengungkapkan
masalah dalam bentuk gambar atau grafik.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di kelas VIII D, maka perlu
dilakukan penelitian tindakan kelas dengan tujuan memperbaiki mutu praktik
pembelajaran di kelas yaitu dengan memberikan model pembelajaran yang
inovatif. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar dan
keterampilan generik sains siswa kelas VIII D di SMP Negeri 2 Maesan yaitu
melalui penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E disertai metode
eksperimen.
Model pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan model
pembelajaran yang berbasis inquiry dan metode pengajarannya berpusat
pada siswa. Learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan
(fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat
menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran
dengan jalan berperanan aktif (Fajaroh dan Dasna dalam Kamdi, 2007: 96)
Model pembelajaran learning cycle 5E memiliki 5 tahapan, yaitu
engagement, eksploration, eksplanation, elaboration, dan evaluation.
Model Learning Cycle 5E akan memperoleh hasil yang baik bila
dipadukan dengan metode pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa
untuk mengikuti proses belajar dengan baik. Salah satu metode yang
diterapkan dalam pembelajaran ini adalah metode eksperimen. Metode
eksperimen adalah metode yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melatih melakukan proses percobaan sendiri maupun kelompok
sehingga
siswa
sepenuhnya
terlibat
untuk
menemukan
fakta,
mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah
yang dihadapi secara nyata (Djamarah, 2000:196).

JURNAL 2

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
Penerapan Learning Cycle Sebagai Upaya Meningkatkan
Keterampilan Generik Sains Inferensia Logika Mahasiswa Melalui
Perkuliahan Praktikum Kimia Dasar
Penelitian yang dilakukan oleh Woro Sumarni
(Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 4 No. 1, 2010, hlm 521-531)
Peningkatan kualitas pembelajaran kimia di LPTK perlu dilaksanakan
terus menerus untuk menyesuaikan perkembangan ipteks dan kualitas
lulusan dan keberadan LPTK. Di sisi lain, menunjukkan pengembangan
pembelajaran saat ini masih dirasa kurang membekali keterampilan berpikir
mahasiswa, dalam hal ini keterampilan berpikir generik sains inferensia
logika. Pengalaman empiris selama mengajar Praktikum Kimia Dasar
menunjukkan setiap mengoreksi hasil laporan, maka ditemukan
ketidaktepatan dalam menyusun dan merumuskan kesimpulan dari suatu
praktikum. Hal tersebut dimungkinkan terjadi, karena pembelajaran kimia di
LPTK masih mengisyaratkan pendekatan yang bersifat teoritik-akademik dan
dirasa kurang mendukung keterampilan berpikir mahasiswa, sehingga
berdampak pada kualitas pembelajaran yang kurang bermakna serta
menyentuh akar permasalahan pembelajaran di kelas maupun ketika
melakukan praktikum di Laboratorium.
Selama ini metode yang dipakai para dosen dalam mengampu
Praktikum Kimia Dasar adalah dengan melakukan tes teoretik yang
berhubungan dengan materi yang akan dipraktikumkan, kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan awal praktikum tentang beberapa hal yang
akan dikerjakan, baru kemudian mahasiswa melakukan praktikum. Ternyata
penggunaan metode tersebut kurang efektif, sehingga beberapa kontradiksi
perkuliahan Praktikum Kimia Dasar di atas harus segera diatasi sebagai
antisipasi menghadapi era globalisasi dan sekaligus meningkatkan kualitas
lulusan mahasiswa calon guru kimia melalui pembekalan keterampilan
generik sains inferensia logika.
Sudarmin (2006) menemukan kenyataan keterampilan generik sains
inferensi logika mahasiswa masih kategori cenderung rendah yaitu dengan
nilai gain (N-gain) 0,431 dan masih terdapat perbedaan yang signifikan
antara kelompok prestasi tinggi dan rendah dalam penguasaannya.
Mahasiswa sering salah dalam merumuskan kesimpulan dari hasil suatu
praktikum, serta ketidakmampuannya dalam menetapkan konsep, teori,
prinsip, dan aturan-aturan yang mendasari suatu praktikum.
Pada penelitian ini, peningkatan kualitas pembelajaran selain
diitekankan penguasaan konsep juga keterampilan generik sains inferensi
logika, sebab keterampilan berpikir generic inferensi logika sangat penting

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
bagi calon guru kimia dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran
dan masyarakat berdasarkan teori, prinsip, dan aturan-aturan yang telah
mapan dan teruji secara ilmiah. Pada pembelajaran Praktikum Kimia Dasar,
keterampilan generik sains inferensi logika dapat terkembangkan melalui
kegiatan menyimpulkan dan merumuskan peristiwa reaksi-reaksi kimia.
Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan sekolah menengah
tentang implementasi LC dalam pembelajaran sains menunjukkan
keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
siswa (Budiasih dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004). Marek dan
Methven (dalam Iskandar, 2005) menyatakan bahwa siswa yang gurunya
mengimplementasikan LC mempunyai keterampilan menjelaskan yang lebih
baik dari pada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori. Cohen
dan Clough (dalam Soebagio, 2000) menyatakan bahwa LC merupakan
strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat
dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa.
Learning Cycle (LC) merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase)
yang diorganisasi
sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan
aktif. LC patut dikedepankan, karena sesuai
dengan teori belajar Piaget (Renner dkk., 1988), teori belajar yang berbasis
konstruktivisme.
Piaget
menyatakan
bahwa
belajar
merupakan
pengembangan aspek kognitif yang meliputi struktur, isi, dan fungsi. Karplus
dan Their (dalam Renner dkk., 1988) mengembangkan strategi pembelajaran
yang sesuai dengan ide Piaget di atas. Efektivitas implementasi LC biasanya
diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan
kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum memuaskan, maka dapat
dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding
siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus
sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.
Berdasarkan kenyataan yang telah dikemukakan di atas, maka perlu
upaya untuk mengatasi problema tersebut dengan usaha kolaborasi
antardosen pengampu mata kuliah Praktikum Kimia Dasar melalui penelitian
tindakan kelas. Melalui penelitian ini, diharapkan terjadi peningkatan kualitas
lulusan mahasiswa sebagai calon guru kimia melalui pembekalan
keterampilan generik sains inferensia logika yang ditumbuhkan melalui
topik-topik perkuliahan Praktikum Kimia Dasar dengan strategi learning
cycle.

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
JURNAL 3
Pembelajaran Learning Cycle 7e terhadap Hasil Belajar dan
Keterampilan Generik Sains Siswa
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Nur Apriani, Saptorini, dan Sri Nurhayati
(Chemistry in Education 2 (1) (2012) http :
//journal.unnes.ac.id/sju/index.php/chemined)
Peningkatan kualitas pendidikan perlu dilakukan terus menerus untuk
menyesuaikan perkembangan ipteks, baik secara konvensional maupun
inovatif. Peningkatan yang dilakukan berupa perubahan-perubahan dalam
berbagai komponen sistem pendidikan seperti kurikulum, strategi
pembelajaran, alat bantu belajar sumber-sumber belajar dan sebagainya.
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia
sesuai dengan fungsi pendidikan adalah dengan memberlakukannya
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut perubahan
paradigma dalam pendidikan. Pembelajaran tidak hanya mempelajari
tentang konsep, teori dan fakta tapi juga aplikasi kehidupan sehari-hari.
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dalam penelitian ini,
diperoleh data hasil ulangan harian siswa kelas XI IPA materi pokok kelarutan
dan hasil kali kelarutan dari tahun pelajaran 2006/2007 sampai dengan
tahun 2010/2011. Berdasarkan data didapatkan hasil bahwa ketuntasan ratarata tiap kelas selama 5 tahun terakhir berkisar antara 12,9 % sampai 53,85
%. Jadi, selama 5 tahun terakhir siswa kelas XI IPA SMAN 1 Tanjung Brebes
belum mencapai ketuntasan klasikal. Dalam pembelajaran kimia di SMA yang
menjadi kendala adalah pendekatan pembelajaran yang dilaksanakan guru
yang menyebabkan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran kimia, termasuk pendekatan pembelajaran yang dilaksanakan
di SMA N 1 Tanjung.
Informasi lain yang peneliti peroleh bahwa metode pembelajaran yang
diterapkan oleh guru di SMA N 1 Tanjung Brebes sudah baik, tidak hanya
metode ceramah yang dipakai tetapi metode pembelajaran yang lain yaitu
metode diskusi, demonstrasi dan tanya jawab. Meskipun demikian, dalam
pelaksanaannya metode tersebut kurang dikemas secara baik dan kurang
bervariasi, sehingga siswa merasa bosan dan kurang tertarik mengikuti
pelajaran. Akibatnya materi pelajaran kurang dapat dipahami siswa,
sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa masih kurang memenuhi atau
belum mencapai KKM yang ditetapkan.
Selain itu, selama ini masih sedikit yang meneliti tentang keterampilan
generik sains pada siswa SMA, padahal keterampilan ini sangat penting dan
harus dimiliki oleh setiap siswa, sehingga siswa dapat memahami materi

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
kimia dengan baik. Masalah-masalah ini dapat diatasi dengan cara
menerapkan model Learning Cycle 7E dalam kegiatan pembelajaran, karena
dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E siswa
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Learning Cycle 7E
adalah suatu inovasi model pembelajaran. Pembelajaran Learning Cycle
merupakan serangkaian kegiatan belajar yang berpusat pada siswa (student
centered). Learning Cycle terdiri atas tahap-tahap kegiatan (fase) yang
diorganisir sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan
aktif. Learning Cycle 7E terdiri dari beberapa tahapan antara lain elicit,
engage, explore, explain, elaborate, evaluate, dan extend.
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus
seperti dipaparkan diatas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar
keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan
memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari
(Fajaroh & Dasna, 2005). Keterampilan generik adalah suatu kemampuan
dasar yang bersifat fleksibel, multitugas dan berorientasi kreativitas yang
lebih luas. Brotosiswojo (2001) menyatakan kemampuan generik adalah
suatu kemampuan yang bersifat umum, dasar yang fleksibel, tidak hanya
penting diperlukan untuk bidang yang sedang ditekuni tetapi juga pada
bidang lain.
Menurut Brotosiswojo (2001), keterampilan generik sains dalam
pembelajaran IPA dapat dikategorikan menjadi 9 indikator yaitu: (1)
pengamatan langsung, (2) pengamatan tak langsung, (3) kesadaran tentang
skala besaran, (4) bahasa simbolik, (5) logical frame, (6) inferensi logika, (7)
hukum sebab akibat, (8) pemodelan, (9) konsistensi logis. Kemudian
Sudarmin (2007) menambahkan keterampilan generik diatas dengan
keterampilan abstraksi, sehingga terdapat 10 indikator keterampilan generik.
Pada pembelajaran sains, tidak semua keterampilan generik sains dapat
dikembangkan (Sudarmin, 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka pada
penelitian ini keterampilan generic sains yang akan diukur yaitu logical
frame, inferensia logika dan hukum sebab-akibat.
JURNAL 4
The Application Of Hypothetical Deductive Learning Cycle Learning
Model To Improve
Senior High School Students Science Generic Skills On Rigid Body
Equilibrium
Penelitian yang dilakukan oleh Taufiq and Ketang Wiyono
(Procedding of The Third International Seminar On Science Education

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
Challenging Science Education in The Digital Era ISBN: 978-602-8171-14-1)
Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat
cepat, hal ini tentunya memerlukan daya dukung sumber daya manusia yang
berkualitas agar dihasilkan tenagatenaga yang mampu menjawab semua
tantangan dan mampu mengembangkan teknologi untuk kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk
itu diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaran pendidikan
nasional yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan tersebut.
Menghadapi perkembangan dunia yang semakin maju tersebut masyarakat
harus tanggap IPA, karena dewasa ini banyak sekali lapangan pekerjaan
yang membutuhkan berbagai keterampilan tingkat tinggi, menuntut
kemampuan untuk selalu dapat belajar dalam setiap perubahan, bernalar,
berfikir kreatif, membuat keputusan, dan kemampuan untuk memecahkan
masalah (Klausner, 1996).
Oleh karena itu peningkatan mutu penguasaan IPA (fisika) di semua
jenjang pendidikan harus selalu diupayakan. Para ahli pendidikan telah
berusaha untuk mengembangkan berbagai model pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran fisika,
diantaranya adalah model pembelajaran yang dilandasi pandangan
konstruktivisme dari Piaget. Menurut pandangan ini, dalam proses
pembelajaran siswa belajar membangun pengetahuannya sendiri dan
memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1989). Salah satu
strategi mengajar yang menggunakan pandangan konstruktivisme adalah
model pembelajaran siklus belajar (learning cycle). Siklus belajar (learning
cycle) hipotetik deduktif (hypothetical-deductive), dalam siklus belajar
hipotetik deduktif siswa belajar mulai dengan pernyataan berupa pertanyaan
mengapa ?
Penelitian terhadap pembelajaran model siklus belajar, untuk
mengetahui perubahan konseptual IPA yang didasarkan pada pendekatan
konstruktivisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya,
diantaranya oleh Hulya Yilmaz , Pinar Huyuguzel Cavas (2004), melaporkan
hasil penelitiannya bahwa penerapan siklus belajar lebih berhasil dibanding
siswa yang diajarkan dengan pendekatan tradisional. Terdapat juga
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok mengenai sikap mereka
terhadap sain setelah perlakuan.
Metode siklus belajar sain menghasilkan sikap-sikap yang lebih positif
terhadap sains dibandingkan dengan metode tradisional. Selanjutnya Salih
Ates (2005), melaporkan hasil penelitiannya bahwa metode siklus belajar
terbukti secara statistik signifikan untuk mengajarkan banyak konsep dan

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
beberapa aspek yang menyangkut rangkaian hambatan DC tetapi bukan
untuk mengajarkan konservasi arus dan menjelaskan aspek-aspek
mikroskopis dari arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Pada tahun
2007, Paul Williams mempublikasikan hasil penelitiannya bahwa memasukan
siklus belajar kedalam petunjuk mengajar telah terbukti menjadi metode
yang efektif untuk merubah konsepsi fisik siswa pada pokok bahasan hukum
Newton. Selain dari jurnal diatas, penelitian yang dilakukan oleh Tatang
(2005), tentang penerapan model siklus belajar pada konsep getaran dan
gelombang, menunjukkan model siklus belajar dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa.
Fisika merupakan ilmu tentang gejala dan prilaku alam sepanjang
dapat diamati oleh manusia. Untuk dapat memahami gejala dan prilaku alam
tersebut diperlukan suatu keterampilan dasar tertentu yang harus dimiliki
siswa. Keterampilan dasar ini disebut keterampilan generik sains, yang
sangat berguna bagi siswa untuk dapat memecahkan masalah fisika di
lingkungan sekitarnya maupun saat proses pembelajaran berlangsung.
Menurut Brotosiswoyo (2001) keterampilan generik sains yang didapat dari
proses pembelajaran dimulai dengan pengamatan tentang gejala alam (1)
pengamatan (langsung maupun tak langsung), (2) kesadaran akan skala
besaran (sense of scale), (3) bahasa simbolik, (4) kerangka logika taat azas
(logical self-consistency), (5) inferensi logika, (6) hukum sebab akibat
(causality), (7) pemodelan matematik, dan (8) membangun konsep.

JURNAL 5
Fostering Generic Skills through Participatory Learning
Strategies
Penelitian yang dilakukan oleh Reena George
(IJFPSS (International Journal of Fundamental Psychology & Social Science ,
Vol.1, No.1, pp. 14-16, Sep, 2011)
Ada permintaan yang tinggi untuk keterampilan generik di tempat
kerja. Individu juga membutuhkan berbagai keterampilan generik dan atribut
pribadi untuk mendapatkan pekerjaan serta untuk membentuk dan
memelihara
hubungan
keluarga
dan
masyarakat.
Konseptualisasi
keterampilan generik sangat kompleks dalam banyak cara. Keterampilan
generik adalah mereka yang berlaku di berbagai pekerjaan dan konteks
kehidupan. Mereka dikenal dengan beberapa nama seperti keterampilan inti,
kompetensi utama, keterampilan dipindahtangankan dan keterampilan kerja,

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
yang dikembangkan sepanjang hidup seseorang dan dalam beberapa
pengaturan termasuk pekerjaan, kehidupan dan lingkungan pendidikan.
Setiap sektor pendidikan memiliki peran untuk bermain dalam
membantu seseorang mengembangkan keterampilan generik mereka.
Pengusaha saat ini sedang mencari lebih dari keterampilan teknis dan hanya
gelar universitas. Mereka terutama nilai kerja dan keterampilan seperti
komunikasi, kerja tim dan pemecahan masalah. Employability kapasitas
individu untuk mendapatkan pekerjaan bukan karena kualifikasi pendidikan
saja, tetapi juga keterampilan, kompetensi dan sikap untuk bekerja dengan
integritas dan komitmen. Aspiran pekerjaan yang memiliki kerja dan dapat
menunjukkan keterampilan ini memiliki keuntungan yang nyata. Sejak
konsep kerja mendapat pengakuan di seluruh dunia, pentingnya
keterampilan generik juga meningkat.
Mengembangkan pendekatan untuk mendorong Keterampilan Generik
di tempat kerja dan dalam organisasi pelatihan telah dinyalakan banyak
antusiasme di antara persaudaraan internasional pendidik. Pendekatan
berpusat pada peserta didik seperti pengalaman belajar dan pembelajaran
berbasis masalah dihasilkan dari penelitian ke arah ini. Mengembangkan
program-program khusus yang berfokus pada keterampilan generik tertentu,
dengan menggunakan pengalaman otentik sebanyak mungkin untuk
membantu orang belajar atau merefleksikan keterampilan mereka dan
mengajar
melalui
strategi
pembelajaran
partisipatif,
membantu
pengembangan keterampilan generik. Belajar partisipatif membantu untuk
mendorong pertumbuhan pribadi, pendidikan dan profesional peserta didik.
Tujuan Pembelajaran Partisipatif adalah untuk menyediakan lingkungan
belajar yang lebih kondusif dimana siswa memikul peran aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam pembelajaran partisipatif, lingkungan kelas adalah
berbasis isu dan demokratis sehingga memudahkan pedagogi yang berpusat
pada siswa. Strategi pembelajaran partisipatif melibatkan pendekatan yang
menempatkan siswa sebagai pusat dari proses belajar serta masyarakat.
Melalui strategi pembelajaran partisipatif perolehan keterampilan generik
menjadi lebih menyenangkan, bermakna dan menarik. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengeksplorasi kemungkinan membina Keterampilan
Generik siswa.

JURNAL 6
Penerapan Siklus Belajar 5E (Learning Cycle 5E) dengan Penilaian
Portofolio untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Larutan Siswa Kelas XI IPA 2
SMAN 1 Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012
Penelitian yang dilakukan oleh Sandi Danar Cynthia Sari, Bakti Mulyani, dan
Budi Utami
(Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 2 No. 1 Tahun 2013)
Masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah
yang berhubungan dengan mutu atau kualitas pendidikan yang masih
rendah. Masalah mutu pendidikan merupakan salah satu masalah yang
harus segera diselesaikan oleh bangsa Indonesia. Upaya peningkatan mutu
pendidikan tidak terlepas dari kualitas kegiatan belajar mengajar di kelas.
Kegiatan pembelajaran di kelas merupakan bagian dari proses pendidikan
yang bertujuan untuk membawa suatu keadaan kepada keadaan baru yang
lebih baik. Rendahnya kualitas pendidikan ini terlihat dari capaian daya serap
siswa terhadap materi pelajaran.
Kurikulum yang diterapkan dan dikembangkan oleh pemerintah saat ini
adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada KTSP, guru diberi
kesempatan mengembangkan indicator pembelaja- rannya sendiri. Hal ini
hendaknya
membuat
guru
lebih
kreatif
dalam
memilih
serta
mengembangkan materi pembelajaran yang akan disampaikan di sekolah.
Komponen utama dalam kegiatan belajar mengajar adalah siswa dan guru,
dalam hal ini siswanya yang menjadi subyek belajar, bukan menjadi obyek
belajar.
Saat ini masih banyak guru yang belum menerapkan pembelajaran
yang mengacu pada KTSP. Pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu
didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan
siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang
memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai mata pelajaran
untuk mengembangkan kemampuannya. Guru hanya menyajikan materi
secara teoritik dan abstrak sedangkan siswa hanya mendengarkan guru
ceramah di depan kelas. Akibat dari kebiasaan tersebut siswa menjadi
kurang kreatif dalam memecahkan masalah, partisipasi rendah, siswa pasif,
serta kegiatan belajar mengajar tidak efisien sehingga pada akhirnya
kualitas proses dan hasil belajar menjadi rendah.
SMAN 1 Kartasura merupakan salah satu sekolah menengah atas di
Kabupaten Sukoharjo. Di dalam proses belajar mengajarnya, SMAN 1
Kartasura menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata
pelajaran kimia yakni 68. Siswa dengan nilai diatas 68 dinyatakan tuntas,
dan siswa dengan nilai dibawah 68 dinyatakan belum tuntas, sehingga perlu
mengikuti remidial. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia

DEWI AGUSTINA (1111016200019)


JUDUL SKRIPSI:
ANALISIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA PADA KEGIATAN
PRAKTIKUM HIDROLISIS GARAM BERBASIS LEARNING CYCLE 7E
tahun pelajaran 2011/2012 disampaikan bahwa pemahaman siswa terhadap
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan paling rendah dibandingkan materi
yang lain. Dari hasil wawancara tersebut juga disampaikan bahwa metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran kimia yaitu metode ceramah
karena tidak menyita banyak waktu akan tetapi metode ceramah ini kurang
efektif dalam memicu keaktifan siswa serta menyebabkan kebosanan pada
diri siswa.
Disamping itu juga diterapkan metode pemberian tugas yang dirasa
cukup efektif, namun kurang mengaktifkan siswa. Hal inilah yang
menyebabkan kebanyakan siswa menganggap pelajaran kimia sebagai
pelajaran yang membosankan. Dari hasil observasi di kelas, dalam kegiatan
belajar mengajar, interaksi guru dan siswa dalam proses belajar hanya
berjalan dari satu arah, yakni dari guru saja. Proses pembelajaran di dalam
kelas terlihat menjadi aktivitas guru, sehingga mengakibatkan siswa kurang
aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Sebenarnya metode diskusi
yang diterapkan harusnya dapat memicu aktifitas siswa dalam
menyampaikan pendapat, akan tetapi hanya beberapa siswa saja yang aktif
dalam diskusi.
Dalam penelitian ini dipilih metode learning cycle 5E dengan penilaian
portofolio. Learning cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat
pada pebelajar (student centered). Learning cycle merupakan rangkaian
tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga
siswa dapat menguasai kompetensi- kompetensi yang harus dicapai dalam
pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Model Learning Cycle 5E
terbagi ke dalam lima tahap, yaitu: pembangkitan minat (engagement),
menyelidiki
(explo-ration),
menjelaskan
(explanation),
memperluas
(elaboration/ extention), dan evaluasi (evaluation) sehingga dikenal dengan
Learning cycle 5E.

Anda mungkin juga menyukai