Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penggantungan (hanging) adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling
sering ditemukan. Bagaimanapun, penggantungan juga merupakan penyebab kematian
yang paling sering
interpretasi

baik

menimbulkan
oleh

ahli

persoalan

forensic,

polisi,

karena rawan
dan

dokter

terjadi salah
non-forensik.

Selain itu, penggantungan merupakan metode bunuh diri yang sering ditemukan
di banyak negara. Di Inggris, terdapat lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan
penggantungan dilaporkan setiap tahun..Penggantungan baik akibat bunuh diri atau
pembunuhan lebih sering ditemukan di kota. Di Amerika Serikat, pada tahun 2001
dilaporkan sebanyak 279 kematian yang dikibatkan oleh penggantungan yang tidak
disengajakan dan strangulasi, dan 131 kematian karena penggantungan, strangulasi, dan
lemas.
Pada balita, biasanya terjadi accidental hanging yaitu penggantungan yang tidak
disengajakan misalnya akibat dijerat ayunan.2 Di India, dari tahun 1997-2000,
didapatkan kematian akibat penggantungan sebesar 3,4%. Penggantungan yang
diakibatkan oleh bunuh diri lebih sering ditemukan pada jenis kelamin laki-laki (2:1),
tetapi kematian yang disebabkan oleh kekerasan strangulasi lebih dominan ditemukan
pada wanita.2 . Di Istanbul, Turki, 537 dari semua kasus gantung diri adalah laki-laki
(70,56%) dan 224 adalah wanita (29,44%).3 Jika dilihat dari faktor umur, insidens
penggantung lebih sering

terjadi pada dewasa muda. Di India

misalnya, kematian

akibat penggantungan paling sering ditemukan pada kelompok umur 21-25 tahun4,
manakala penelitian Davidson &

Marshall (1986), melaporkan

bahwa insidens

penggantungan yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 20-39 tahun.
Tindakan bunuh diri dengan cara penggantungan sering dilakukan karena dapat
dilakukan dimana dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi, atau bahan apa saja yang
1

dapat melilit leher. Demikian pula pada pembunuhan atau hukuman mati dengan cara
penggantungan yang sudah digunakan sejak zaman dahulu. Kasus gantung hampir sama
dengan penjeratan. Perbedaannya terletak pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk
memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut datang dari luar, sedangkan
pada kasus gantung tenaga tersebut berasal dari berat badan korban sendiri, meskipun
tidak seluruh berat badan digunakan.6 Dalam rutinitas medikolegal, perbedaan keduanya
penting karena kasus penggantungan dianggap bunuh diri sehingga dibuktikan
sebaliknya, manakala kasus penjeratan dianggap pembunuhan.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat sebagai syarat dalam mengikuti kegiatan kepaniteraaan klinik
senior di departemen kedokteran kehakiman, dan juga agar mahasiswa dapat mengetahui
dan mengerti tentang hanging ( gantung diri).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Terdapat beberapa definisi tentang penggantungan ( hanging ). Salah satunya,
yakni ; Penggantungan ( hanging ) adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan,
daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Ada pula yang
mendefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan demikian
berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi
konstriksi pada leher. Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya
terdapat pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkararan jerat.
Kematian karena penggantungan pada umunya bunuh diri.
Bunuh Diri
Bunuh diri ( suicide ) dapat di definisikan sebagai : perbuatan merusak diri sendiri
yang berhasil. Sedangkan perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan dengan
keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu ragu ( sering disebut sebagai sikap
bunuh diri ) merupakan defibisi dari percobaab bunuh diri (parasuicide )
2.2 Patologi
Paling sering diserrtai dengan penyakit depresi. Mungkin pula terjadi pada
alkoholisme, skizofrenia, gangguan kepribadian atau ketergantungan obat. Sejumlah kecil
percobaan bunuh diri dan berhasil tidak menunjukkan adanya bukti gangguan psikiatrik.
Biasanya multifaktorial : kepribadian, faktor sosial dan penyakit psikiatrik memainkan
peranan yang berbeda beda. Penyakit fisik merupakan faktor penting, terutama pada
usia lebih tua. Faktor resiko tinggi termasuk umur, golongan sosioekonomi, profesi
(terutama dokter ), jenis kelamin pria, penyakit fisik, kebiasaan minum alkohol dan obat,
kehilangan pekerjaan. Lebih sering pada usia lebih tua, penyakit fisik, terisolasi dan
3

lingkungan social, golongan profesional, eksekutif, setelah suatu peristiwa yang


menyedihkan, dan yang menderita konflik pribadi yang akut. Beberapa usaha bunuh diri
dapat dianggap sebagai jeritan untuk minta tolong , mungkin tidak berhasil.
Daripada kondisi di atas, dapat disimpulkan kematian pada korban penggantungan yang
terdiri dari empat penyebab yaitu:
1. Asfiksia
2. Iskemi otak
3. Refleks vagus
4. Kerusakan medulla oblongata
Kematian segera akibat dari penggantungan dapat muncul akibat dari beberapa
mekanisme. Penekanan pada ganglion saraf arteri karotis oleh tali yang melingkar pada
leher korban dapat menyebabkan carotid body reflex (refleks vagus) sehingga memicu
perlambatan denyut jantung. Perlahan-perlahan terjadi aritmia jantung sehingga terakhir
korban mati dengan cardiac arrest. Namun mekanisme kematian ini jarang didapatkan
karena untuk menimbulkan refleks karotis, tekanan lansung yang kuat harus diberikan
pada area khusus di mana carotid body berada. Hal ini sukar dipastikan. Sebagai
tambahan refleks karotis juga dapat dimunculkan biar pun tanpa penggantungan.
Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban
penggantungan dengan mekanisme asfiksia. Kebanyakan kasus penggantungan bunuh
diri mempunyai mekanisme kematian seperti ini. Seperti yang diketahui, vena jugularis
membawa darah dari otak ke jantung untuk sirkulasi. Pada penggantungan sering terjadi
penekanan pada vena jugularis oleh tali yang menggantung korban. Tekanan ini seolaholah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke jantung dari otak tersumbat.
Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-lahan dapat menyebabkan
kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi
darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah penumpukan darah di
pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang dan
korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian, terjadilah depresi pusat nafas dan
korban mati akibat asfiksia. Tekanan yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini
tidak penting tetapi durasi lamanya tekanan diberikan pada leher oleh tali yang
menggantung korban yang menyebabkan mekanisme tersebut. Ketidaksadaran korban
4

mengambil waktu yang lama sebelum terjadinya depresi pusat nafas. Secara keseluruhan,
mekanisme ini tidak menyakitkan sehingga disalahgunakan oleh pria untuk memuaskan
nafsu seksual mereka (autoerotic sexual asphyxia). Pada mekanisme ini, korban akan
menunjukkan gejala sianosis. Wajahnya membiru dan sedikit membengkak. Muncul
peteki di wajah dan mata akibat dari pecahnya kapiler darah karena tekanan yang lama.
Didapatkan lidah yang menjulur keluar pada pemeriksan luar.
Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. Hal ini
karena secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Oleh hal
yang demikian, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan
penggantungan. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya dicekik
atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada jaringan lunak
sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini. Tekanan ini menyebabkan aliran darah
ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak menyebabkan korban tidak sadar diri
dan depresi pusat nafas sehingga kematian terjadi. Pada mekanisme ini, hanya ditemukan
wajah yang sianosis tetapi tidak ada peteki.

Gambar 1 : kongesti yang


menyolok pada leher
akibat gantung diri.

Gambar 2: gambaran rontgen


oklusi arteri pada diseksi
subintimal arteri karotis

Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada penggantungan


dengan mekanisme asfiksia atau dekapitasi. Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman
gantung atau korban penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering terjadi
fraktur atau cedera pada vertebra servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan atlas) atau lebih
dikenali sebagai hangman fracture. Fraktur atau dislokasi vertebra servikal akan
menekan medulla oblongata sehingga terjadi depresi pusat nafas dan korban meninggal
karena henti nafas.
2.3 Posisi Gantung Diri
Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam macam, kemungkinan
tersering :
1) Kedua kaki tidak menyentuh lantai ( complete hanging )
2) Duduk berlutut ( biasanya menggantung pada daun pintu )
Untuk posisi ini ada yang menyebutkan dengan istilah penggantungan parsial. Istilah
ini digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan daya
jerat tali. Pada kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat
sehingga disebut penggantungan parsial
3) Berbaring ( biasanya di bawah tempat tidur )

Gambar 3 : Complete hanging

Gambar 4 : hanging parsial

Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas:

a. Typical hanging
Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan tekanan pada arteri
karotis paling besar.
b. Atypical hanging
Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga leher sangat miring (fleksi
lateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis. Saat
arteri terhambat, korban segera tidak sadar.
2.4 Tipe-tipe penggantungan

Suicidal Hanging (gantung diri)

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus. Walaupun demikian, pemeriksaan
yang teliti harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain terutamanya pembunuhan.

Accidental Hanging
Penggantungan yang tidak disengaja ini dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu,

yang terjadi sewaktu bermain atau bekerja dan sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang
7

menyimpang ( Auto erotic Hanging ). Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih


banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun. Tidak
ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan dari anak untuk
bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang tua.

Homicidial Hanging
Pembunuhan dengan metode menggantung korbannya relatif jarang dijumpai,

cara ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah, baik lemah oleh karena menderita penyakit, di bawah pengaruh obat
bius, alkohol atau korban yang sedang tidur. Pembunuhan dengan cara penggantungan
sulit untuk dilakukan oleh seorang pelaku.
2.5 Penyebab atau mekanisme kematian pada penggantungan
1) Asfiksia. Merupakan penyebab kematian yang paling sering
2) Apopleksia (kongesti pada otak). Tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan
kongesti pada pembuluh darah otak dan mengakibatkan kegagalan sirkulasi
3) Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia
4) Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri yang
memperdarahi otak
5) Syok vaso vagal. Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan henti jantung
6) Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis. (Pada korban yang dihukum gantung). Pada
keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian korbannya secara
tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,52 meter maka akan mengakibatkan fraktur
atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan medulla oblongata dan
mengakibatkan terhentinya pernafasan. Biasa yang terkena adalah vertebra servikalis
ke-2 dan ke-3.
2.6 Aspek Medikolegal

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian pemeriksaan
yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain.
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan ? Pertanyaan ini sering diajukan
kepada dokter pemeriksa dalam persidangan.
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan?
Beberapa faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan.
1. Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan lain.
Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara ini. Pernah ada
laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun melakukan bunuh diri dengan
penggantungan. Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali
pada anak-anak di bawah usia 12 tahun
2. Cara terjadinya penggantungan
3. Bukti-bukti tidak langsung di sekitar tempat kejadian
4. Tanda berupa jejas penjeratan
5. Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan
Lynching
Lynching merupakan tindakan hukuman gantung tanpa pengadilan yang hanya
terjadi di Amerika Selatan. Jika seorang negro melakukan pelanggaran berat, dia
dihukum mati dengan cara digantung pada pohon atau tiang lampu, sehingga bisa
dipertontonkan sebagai peringatan bagi yang lain.
Periode fatal
Pada pelaksanaan hukuman gantung, kematian terjadi dengan seketika. Pada
kasus gantung diri, kematian tidak langsung terjadi dan sedikit memakan waktu. Pada
penggantungan parsial, kematian mendadak terjadi dalam 5 menit.
2.7 Gambaran post-mortem
Pemeriksaan luar
9

1) Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:

Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan
jika menggunakan tali yang besar.

Bentuk jeratannya berjalan miring ( oblik ) pada bagian depan leher, dimulai pada
leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar
dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak
jelas pada bagian belakang.

Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras
dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut
tanda parchmentisasi.

Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah telinga,
tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga.

Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di sekitarnya.

Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih
bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2
kali.

2) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung


3) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang
4) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia tampak pada
wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan pada
bagian leher
5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpul
tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
8) Urin dan feses bisa keluar

10

Gambar 5 : gambaran postmortem pada hanging


Pemeriksaan dalam
1) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama.
Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
2) Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang
disertai dengan tindakan kekerasan.
3) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
4) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan
yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang
hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah di sekitar
fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
5) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
6) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada
korban hukuman gantung.

11

Gambar 6: Fraktur prosessus melintang pada


servikalis ke lima-enam (C5-6)(panah lurus
penuh), fraktur pada tepi depan servikalis ke
enam (panah melengkung)dan perluasan
persendian antara tulang servikalis kelima dan
keenam (panah kosong)

Gambar 7: menujukan adanya patah tulang


cricoid

2.8 Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem


No
1.

2.

3.

Penggantungan antemortem
Tanda-tanda penggantungan
antemortem
bervariasi. Tergantung dari cara
kematian
Tanda jejas jeratan miring, berupa
lingkaran terputus (non-continuous)
dan letaknya pada leher bagian atas

Penggantungan postmortem
Tanda-tanda post-mortem menunjukkan
kematian yang bukan disebabkan
penggantungan

Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk


lingkaran utuh (continuous), agak
sirkuler
dan letaknya pada bagian leher tidak
begitu
tinggi
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali biasanya lebih dari satu,
diikatkan dengan kuat dan diletakkan
pada sisi leher
pada
bagian depan leher
12

4.

Ekimosis tampak jelas pada salah satu


sisi dari jejas penjeratan. Lebam
mayat tampak di atas jejas jerat dan
pada tungkai bawah

5.

Pada kulit di tempat jejas penjeratan


teraba seperti perabaan kertas
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
Sianosis pada wajah, bibir, telinga,
dan lain-lain sangat jelas terlihat
terutama jika kematian karena asfiksia

6.

7.

Wajah membengkak dan mata


mengalami kongesti dan agak
menonjol, disertai dengan gambaran
pembuluh dara vena yang jelas pada
bagian kening dan dahi

8.

Lidah bisa terjulur atau tidak sama


Sekali
Penis. Ereksi penis disertai dengan
keluarnya cairan sperma sering terjadi
pada korban pria. Demikian juga
sering ditemukan keluarnya feses
Air liur. Ditemukan menetes dari
sudut mulut, dengan arah yang
vertikal menuju dada. Hal ini
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem

9.

10.

Ekimosis pada salah satu sisi jejas


penjeratan
tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat
terdapat pada bagian tubuh yang
menggantung sesuai dengan posisi
mayat
setelah meninggal
Tanda parchmentisasi tidak ada atau
tidak
begitu jelas
Sianosis pada bagian wajah, bibir,
telinga
dan lain-lain tergantung dari penyebab
kematian
Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
terdapat, kecuali jika penyebab
kematian
adalah pencekikan (strangulasi) atau
sufokasi
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
kematian akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
tidak
ada. Pengeluaran feses juga tidak ada
Air liur tidak ditemukan yang menetes
pad
kasus selain kasus penggantungan

2.9 Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan


No.
1.

Penggantungan pada bunuh diri


Usia. Gantung diri lebih sering terjadi
pada remaja dan orang dewasa.
Anak-anak di bawah usia 10 tahun
atau orang dewasa di atas usia 50
tahun jarang melakukan gantung diri

2.

Tanda jejas jeratan, bentuknya miring,


berupa lingkaran terputus
(noncontinuous)

Penggantungan pada pembunuhan


Tidak mengenal batas usia, karena
tindakan
pembunuhan dilakukan oleh musuh
atau
lawan dari korban dan tidak bergantung
pada
usia
Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran
tidak
terputus, mendatar, dan letaknya di
13

dan terletak pada bagian


atas leher
3.

Simpul tali, biasanya hanya satu


simpul yang letaknya pada bagian
samping leher

4.

Riwayat korban. Biasanya korban


mempunyai riwayat untuk mencoba
bunuh diri dengan cara lain
Cedera. Luka-luka pada tubuh korban
yang bisa menyebabkan kematian
mendadak tidak ditemukan pada kasus
bunuh diri
Racun. Ditemukannya racun dalam
lambung korban, misalnya arsen,
sublimat korosif dan lain-lain tidak
bertentangan dengan kasus gantung
diri. Rasa nyeri yang disebabkan
racun tersebut mungkin mendorong
korban untuk melakukan gantung diri

5.

6.

7.
8.

9.

10.

Tangan tidak dalam keadaan terikat,


karena sulit untuk gantung diri dalam
keadaan tangan terikat
Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri,
mayat biasanya ditemukan tergantung
pada tempat yang mudah dicapai oleh
korban atau di sekitarnya ditemukan
alat yang digunakan untuk mencapai
tempat tersebut
Tempat kejadian. Jika kejadian
berlangsung di dalam kamar, dimana
pintu, jendela ditemukan dalam
keadaan tertutup dan terkunci dari
dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri
Tanda-tanda perlawanan, tidak
ditemukan pada kasus gantung diri

bagian
tengah leher, karena usaha pelaku
pembunuhan untuk membuat simpul
tali
Simpul tali biasanya lebih dari satu
pada
bagian depan leher dan simpul tali
tersebut
terikat kuat
Sebelumnya korban tidak mempunyai
riwayat untuk bunuh diri
Cedera berupa luka-luka pada tubuh
korban
biasanya mengarah kepada
pembunuhan
Terdapatnya racun berupa asam opium
hidrosianat atau kalium sianida tidak
sesuai
pada kasus pembunuhan, karena untuk
hal
ini perlu waktu dan kemauan dari
korban itu
sendiri. Dengan demikian maka kasus
penggantungan tersebut adalah karena
bunuh
diri
Tangan yang dalam keadaan terikat
mengarahkan dugaan pada kasus
pembunuhan
Pada kasus pembunuhan, mayat
ditemukan
tergantung pada tempat yang sulit
dicapai
oleh korban dan alat yang digunakan
untuk
mencapai tempat tersebut tidak
ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada
ruangan ditemukan terkunci dari luar,
maka
penggantungan adalah kasus
pembunuhan
Tanda-tanda perlawanan hampir selalu
ada
14

kecuali jika korban sedang tidur, tidak


sadar
atau masih anak-anak.
2.10 Penatalaksanaan pada kasus penggantungan yang masih hidup
1) Korbannya diturunkan
2) Ikatan pada leher dipotong dan jeratan dilonggarkan
3) Berikan bantuan pernafasan untuk waktu yang cukup lama
4) Lidah ditarik keluar, lubang hidung dibersihkan jika banyak mengandung sekresi
cairan
5) Berikan oksigen, lebih baik lagi kalau disertai CO2 5%
6) Jika korban mengalami kegagalan jantung kongestif, pertolongan melalui venaseksi
mungkin akan membantu untuk mengatasi kegagalan jantung tersebut.
7) Berikan obat-obat yang perlu (misalnya Coramine)
8) Gejala sisa: hemiplegia, amnesia, demensia, bronkhitis, selulitis, parotitis.

BAB III
KESIMPULAN

15

Penggantungan ( hanging ) adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan,


daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Ada pula yang
mendefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan demikian
berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi
konstriksi pada leher
Paling sering diserrtai dengan penyakit depresi. Mungkin pula terjadi pada
alkoholisme, skizofrenia, gangguan kepribadian atau ketergantungan obat. Sejumlah kecil
percobaan bunuh diri dan berhasil tidak menunjukkan adanya bukti gangguan psikiatrik.
Biasanya multifaktorial : kepribadian, faktor sosial dan penyakit psikiatrik memainkan
peranan yang berbeda beda. Penyakit fisik merupakan faktor penting, terutama pada
usia lebih tua.
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian pemeriksaan
yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain.
Dalam kasus hanging, harus dapat dibedakan penyebab hanging dengan melihat
ciri khasnya, apakah hanging tersebut terjadi pada antemortem atau postmortem, ataupun
akibat pembunuhan atau bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Hanging, http//:en.wikipedia.org/wiki.com
16

2. Anonim, Sudden Unexpected Death: Causes and Contributing


Factors,http//:www.forensic.com
3. Ernoehazy W. Hanging injuries and Strangulation. Cited February 14, 2006.
Available at: http://www.emedicine.com/emerg/topic227.htm
4. Idries AM. Penggantungan. In: Idries AM, editor. Pedoman ilmu kedokteran forensik.
Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p202-207.
5. Staf Pengajar Bagian Forensik, 2000. Teknik Autopsi Forensik. Ed.4.Bagian
Kedokteran Forensik FK. UI, Jakarta
6. Pergantungan. Last updated 2009. available from
http://www.irwanashari.com/2009/12/penggantungan.html
7. Amir, A. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Ed 2. Bagian Ilmu kedokteran
forensik dan medikolegal FK USU, Medan.

17

Anda mungkin juga menyukai