Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

Media Kultur Jaringan

Nama

: Donny Nugroho K

NIM

: 135040200111179

Kelompok

: O1, Senin 15.05

Asisten

: Hafinda

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan
dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan
perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan
secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media
tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit
yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media
kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup
banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini
biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh
untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang
hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar
untuk tiap-tiap persenyawaan. Pembuatan media pada
prinsipnya dilakukan dengan melarutan semua komponen
media dalam air sesuai dengan konsentrasi pada permulasi
yang diinginkan, penimbangan komponen media satu persatu
untuk setiap pembuatan media kultur tidak praktis dan hanya
dapat dilakukan jika jumlah zatnya cukup besar, masalah
tersebut dapat diatasi dengan pembuatan larutan stok.
1.2 Tujuan
Kegiatan praktikum mengenai pembuatan media
bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis media kultur
jaringan, mengetahui sifat dan komposisi pembuatan media,
mengetahui teknik aseptic pembuatan media, mengetahui
dan memahami jenis jenis kontaminasidan ciri ciri media
yang sesuai untuk pertumbuhan eksplan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Macam-macam Media untuk Kultur Jaringan
a)

Media Knop

Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel.


Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan
kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur
akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine,
thiamine, cysteine-HCl dan IAA.
b)

Media White

Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur


jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur
makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari
pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca,
Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama
dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan
Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih
lebih rendah dari pada media-media lain yang umum
digunakan sekarang.
c) Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek.
Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik
dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat.
Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6
mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk
perkencambahan
dan
pertumbuhan
biji
anggrek.

Penambahan
NH4+
ternyata
dibutuhkan
untuk
perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch,
menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi
untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke
Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1
mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan
dengan jaringan tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus
roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke
dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai
pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+
dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang
dikembangkan oleh Miller.
d) Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama
kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan
optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS
mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi
dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih
tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih
tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai
20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya
konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur
makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau,
tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur
jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak
digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun
sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan
media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain
media :

1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari


komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM
ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2
PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM.
Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian
digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis
kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin &
Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch
(1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
2. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI
(1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel
white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan
NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan
menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2
untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi
pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media
cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap
adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih
sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit
adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo,
S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira
50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al,
1983). Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak
penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi
jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum
diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan

grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi


sampai
1/3
dengan
EDTA
yang
tetap.
e)

Media Gamborg B5 (media B5)

Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai


dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah
dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5
dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat
baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian
tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk
kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi
PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM
menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan
setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara
0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
f)

Media Schenk & Hildebrant (media SH)

Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur


kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion
dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi
pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level
Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk &
Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis
tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 %
dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik,
19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan
pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini
cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

g)

Media WPM (Woody Plant Medium)

Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981,


merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah
dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang
digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini
WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias
berperawakan perdu dan pohon-pohon.
h)

Media N6

Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH dan


NO yang jauh perbandinganya. Amonium yang diberikan
dalam bentuk (NH)SO hanya sebanyak 363 mg/l,
sedangkan KNO 2830 mg/l.
(Suryowinoto, M. 1991)
2.2 Komposisi Media MS Serta Fungsi
a. Air
Air merupakan komponen yang penting di dalam
pengkulturan eksplan karena 95% dari medium
mengandung air. Air yang digunakan yaitu air destilasi,
dimana air tersebut telah steril dari kontaminasi
mikroorganisme atau substansi yang dapat merusak
proses perkembangan eksplan.
b. Larutan garam anorganik
Tiap

tanaman

memerlukan

setidaknya

elemen

mikronutrien N, P, K, Mg, Ca, S, dan elemen yaitu Fe,


Mn, B, Mo, Cl. Pereduksi CU 2- menjadi Cu- bermanfaat
pada perkembangan dan perbaikan vitamin adalah bahan
yang perlu ditambahkan sebab tumbuhan yang
dikulturkan belum mampu membuat vitamin sendiri,
biasanya yang ditambahakan yaitu vitamin B, asam
nukleat, pridosin (vitamin B6).
c. Zat-zat organic
Senyawa organic yang dipakai yaitu karbohidrat yang
tersusun atas unsur-unsur C, H, O sebagai elemen
penyusun utama karbohidrat mempunyai fungsi utama
yaitu sebagai sumber energy untuk keseimbangan tekanan
osmotic.
(Sanawaria, 2008)
2.3 Teknik Aseptik dalam Pembuatan Media
a. Sterilisasi peralatan
Sterilisasi peralatan (glassware dan logum) dan aquades
dilakukan dengan sterilisasi kering (oven 1300c-1700c
selama 2-4 jam).
Sterilisasi peralatan dengan autoclave dilakukan pada
suhu 1210c takanan 15 PSI selama 1 jam.
Sterilisasi peralatan logam (pinset, gunting, jarum) yang

digunakan dengan merendam perakitan tsb dalam alcohol


95% diikuti dengan pembakaran dan pendinginan.
b. sterilisasi medium kultur
Metode autoclave

Medium dalam botol kultur ditutup dengan alumunium


foil pada suhu 1210 C, tekanan PSI selama 15-40 menit
dari waktu medium mencapai suhu yang diperlukan.
Metode Filtrasi
Yaitu sterilisasi menggunakan membrane filter berukuran
0,45-0,22 mm di dalam kontiener steril.
(Sriyanti, 1994)
2.4 Jenis Kontaminasi Media
Kontaminasi merupakan permasalahan mendasar
yang sering terjadi pada kultur in vitro. Pada kondisi media
yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban dan
suhu yang relatif tinggi, memungkinkan mikroorganisme
serta spora jamur tumbuh dan berkembang dengan pesat.
Kontaminasi pada kultur in vitro dapat berasal dari:

Udara

Eksplan, baik secara eksternal maupun internal.

Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti


semut.

Botol kultur serta alat-alat yang kurang steril.

Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.

Kecerobohan dalam bekerja.


Setiap eksplan memiliki tingkat kontaminasi permukaan
yang berbedan tergantung dari :

Jenis tumbuhannya

Bagian tumbuhan yang dipergunakan

Morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak)

Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang)

Musim waktu pengambilan (musim penghujan atau


musim kemarau)

Umur tumbuhan (seedling atau tumbuhan dewasa)


Kondisi tumbuhannya (sehat atau sakit)

Mikroorganisme penyebab kontaminasi dapat berupa


bakteri, fungi, protozoa, serangga, virus dan lain-lain.
Kontaminasi oleh fungi ditandai dengan munculnya benangbenang halus yang berwarna putih, yang merupakan
miselium fungi. fungi dapat menginfeksi jaringan secara
sistemik sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan
jaringan eksplan akan mati. Selain itu, kontaminasi oleh
bakteri ditandai munculnya bercak-bercak berlendir pada
media atau eksplan. Bercak tersebut biasanya berwarna putih
yang merupakan koloni bakteri. Bakteri lebih sulit untuk
dideteksi dibandingkan dengan fungi karena dapat masuk ke
dalam ruang antar sel.
Ada dua istilah dalam permasalahan kontaminasi, yaitu
kontaminasi eksternal dan kontaminasi internal.
a. Kontaminasi eksternal atau kontaminasi permukaan
Biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang
berasal dari luar eksplan. Respon kontaminasi eksternal
ini sangat cepat karena mikroorganismenya berada
permukaan eksplan. Kontaminasi permukaan dapat
diatasi dengan cara :

Karantina tanaman induk dalam greenhouse

Sterilisasi kontak dengan menyikat eksplan dengan


sikat halus

Pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan


kimia dan durasii sterilisasi.

Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau


sisik, menggunakan detergen dan digoyang goyang
untuk mengilangkan gelembung udara yang mungkin
mengandung mikroorganisme.


b.

Penggunaan kombinasi bahan sterilan.


Kontaminasi Internal
Kontaminasi
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme yang berasal dari eksplan yang tumbuh
dan berkembang secara bertahap dalam kondisi in vitro.
Pertumbuhan dan perkambangan mikroorganisme
internal biasanya muncul beberapa minggu / bulan
setelah di kultur. Kontaminasi internal dapat
diminimalisir atau dapat diatasi dengan cara:
Karantina tanaman induk dalam greenhouse
Menggunakan HgCl2 , antibiotik dan fungisida sistemik
Contoh antibiotik alami yaitu propolis
Contoh antibiotika sintetik yaitu Plant Preservative
Mixture (PPM), Cefotaxime, Ceftriaxone,
Chlorampenicol, Rifampicin, dll.
Penggunaan kombinasi bahan sterilan.

2.5 Ciri-Ciri Media yang Sesuai untuk Pertumbuhan Eksplan


Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan
untuk menjamin kebutuhan eksplan. Bahan-bahan yang
diramu berisi campuran garam mineral sumber unsur makro
dan unsur mikro, gula, protein, vitamin, dan hormon
tumbuhan. Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan
selain kondisi aseptic juga oleh media tanam. Campuran
media yang satu, dapat cocok untuk jenis tanaman tertentu,
tetapi dapat kurang cocok untuk jenis tanaman yang lain.
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak
dalam bentuk unsur murni, tetapi berupa senyawa berbentuk
garam. Sebelum dicampurkan kedalam media tumbuh,
garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan
dalam konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh

nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan


sebagai pelarut dipakai akuades (Rahardja, 1995)
Untuk memenuhi factor pertumbuhan tanaman,
media kultur jaringan yang baik mengandung (Herawan,
2006) :
1.
Hara anorganik. Ada 12 hara mineral yang penting
untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang
dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro.
Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan,
unsur unsur penting ini harus dimasukkan dalam
media kultur.
2.
Hara organic. Tanaman yang tumbuh dalam kondisi
normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua
kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in
vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan
mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah
yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu
atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media.
Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu
asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya
ditambahkan.
3.
Sumber karbon. Tanaman dalam kultur jaringan
tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak
cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka
sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber
karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan
tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk
memproduksi molekul yang lebih besar yang
diperlukan untuk tumbuh.
4.
Agar. Umumnya jaringan dikulturkan pada media
padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan
agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.
Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7

5.

6.

7.

8.

1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat


keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi
hara ke tanaman sangat buruk. Untuk mengatasi
masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah
diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan
campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan
kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi
problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab
dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan
4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.
pH. media biasanya diatur pada kisaran 5.6 5.8 tapi
tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH
yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH
lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu
keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat
memadat.
Zat Pengatur Tumbuh. Pada media umumnya
ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur
tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13.
Air. distilata biasanya digunakan dalam kultur
jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air
destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan
ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini
menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan
organik dan non-organik pada media.
Pemilihan Media. Jika tidak ada informasi awal,
biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan
Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi
garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan
media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai
tanaman dikotil.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan Fungsi
3.1.1 Alat
1. Pipet larutan stok : memindahkan larutan dengan
volume tertentu

2. Beaker glass : tempat untuk larutan makro, mikro,


vitamin, Fe-Na-EDTA
3. Plate magnetic stirrer : menghomogenkan dan
memanaskan larutan
4. Magnetic stirrer : menghomogenkan larutan
5. Botol kultur : meletakkan larutan yang akan
digunakan untuk media kultur jaringan
6. Plastic : menutup botol kultur
7. Karet gelang : mengikat plastic yang menutup botol
kultur
8. Autoclave : sterilisasi media kultur jaringan
3.1.2 Bahan
1. Aquades : Untuk mencuci alat maupun sebagai
campuran bahan untuk membuat media.
2. Unsur (makro,mikro A, mikro B, Fe EDTA,Vitamin,
CaCl2) : Sebagai bahan untuk membuat media yang
nanti akan dicampur dengan komposisi yang
berbeda-beda.
3. Kertas lakmus : Untuk mengukur pH larutan perlu di
tambah NaOH atau HCl atau tidak.
4. NaOH : Untuk ditambahkan ke larutan jika larutan
tersebut bersifat asam.
5. HCl : Untuk ditambahkan ke larutan jika larutan
tersebut bersifat basa.
6. Sukrosa : Untuk makanan atau sebagai nutrisi untuk
tanaman.
7. Agar : Sebagai media tanam.
8. Alkohol : Untuk sterilisasi plastik wrap atau
alumunium foil.
3.2.2

Langkah Kerja

Pipet larutan stok (makro, mikro, vitamin, Fe-NaEDTA) sesuai kebutuhan


Masukkan dalam beaker
glass dan tambahkan
aquades sampai volume yang diinginkan

Masukkan magnet stirrer kedalam beaker glass dan


letakkan pada plate magnetic stirer

Nyalakan magnetic stirrer supaya larutan homogen


dan tambahkan sukrosa (30 g/L) sampai larut

Ukur pH larutan sesuai ketentuan (5,8), dengan pH


meter atau kertas pH universal

Jika pH sudah sesuai, tambahkan agar agar (6,7


g/L) yang sudah disiapkan, panaskan sampai
mendidih dan larut sempurna

Tiriskan sampai tidak terlalu panas dan tuangkan


dalam botol kultur (masing masing 20 mL)

Tutup botol dengan plastic yang sudah disiapkan dan


media siap disterilisasi dengan autoclave pada
tekanan 1,5 psi selama 20 menit

Setelah di autoclave, botol media dipindahkan ke


ruang kultur jaringan dan selanjutnya siap untuk
digunakan sebagai media tanam
3.3 Analisis Perlakuan
Menyiapkan alat dan bahan. Kemudian bilas gelas dengan
aquades untuk membersihkan dari debu. Mengisi gelas dengan
aquades sesuai kebutuhan. Selanjutnya masukkan magnetic
stirrer dan menambahkan unsur yang telah di stok sesuai dengan
ketentuan di atas. Kemudian menimbang sukrosa 30 gram/L dan
agar sebanyak 6,7 gram/ L. Kemudian campur dan dimasukkan
sukrosa terlebih dahulu dalam larutan dan di stirer supaya
tercampur rata (homogen). Setelah larutan homogeny, ukur pH
sesuai ketentuan yakni sekitar 5,6 5,8 menggunakan pH meter
atau pH universal. Setelah dilakukan
pengukuran pH,
tambahkan agar kedalam beaker glass dan panaskan hingga
mendidih dan larut sempurna. Selanjutnya tiriskan dansetelah
dingin langsung tuang ke dalam botol kultur yang telah bersih
sebanyak 20 ml untuk tiap botolnya (15 botol) dan ditutup
dengan plastik atau alumunium foil yang telah disterilkan dengan
alkohol dan tangan tidak boleh menyentuh mulut botol supaya
tidak terjadi kontaminasi. Kemudian di masukkan autoclave pada

tekanan 1,5 psi selama 20 menit. Setelah itu media siap


digunakan untuk kultur jaringan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada pembuatan
media MS untuk kultur jaringan, dimulai dengan sterilisasi alat
yang akan digunakan agar alat steril dan tidak terjadi
kontaminasi pada saat digunakan untuk penumbuhan eksplan
pada praktikum kultur jaringan. Alat-alat yang digunakan harus
dalam keadaan steril. Karena kondisi yang steril akan
menentukan keberhasilan suatu kegiatan kultur jaringan. Karena
jika kondisinya tidak steril, maka akan mudah terkontaminasi
sehingga kemampuan totipotensi sel tanaman akan terhambat.
Ala t- alat logam dan gelas yang digunakan pada saat penanaman
dapat disterilkan dalam autoclave. Alat tanam seperti pinset dan

gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran di pembakar


bunsen.
Zat kimia yang digunakan umumnya alkohol 70% karena
fungsinya dalam menyeterilkan bahan tanam lebih aman.
Penambahan bahan bahan kimia lain yaitu Menurut Lay dan
Hastowo (1992), bahan yang menjadi rusak bila disterilkan pada
suhu yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi dengan
menggunakan gas. Umumnya jaringan dikulturkan pada media
padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar (dari
rumput laut) atau pengganti agar seperti Gelrite atau Phytagel
(bersumber dari bakteri). Konsentrasi agar yang digunakan
berkisar antara 0.7 - 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi
sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara
ke tanaman sangat buruk.
Setelah campuran larutan stok (Makro, mikro A mikro B,
Vitamin, Fe-Na-EDTA dan aquades serta agar-agar telah selesai
dibuat kemudian larutan dimasak sampai mendidih lalu
masukkan dalam botol kultur lalu di autoclaf (sterilisasi), dan
media siap dipakai (David 2008). Sebagai pelengkap nutrisi di
tambahkan asam glisin, myoinositol, asam nikotinal, tiamin HCl
(Vitamin B1), pirodoksin HCl (Vitamin B6), niasin dan sukrosa
(Rahardja 2004). pH media biasanya diatur 5.5 pada saat
persiapan. pH media dapat memepngaruhi kelarutan hara,
pengambilan hara oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan
agar atau pengaruh terhadap morfologi. Satu hal yang seringkali
diabaikan adalah perubahan pH pada media akibat proses
pemanasan dengan autoclave (Udayana, 2008).
Media MS (Murashige And Skoog) merupakan jenis media
yang digunakan untuk perbanyakan tanaman seperti kentang dan
pisang. Setiap jenis tanaman yang ditanam atau dibiakkan
dengan menggunakan jenis media MS (Murashige And Skoog)
mempunyai komposisi yang sedikit berbeda yaitu pada
penggunaan bahan hormone tumbuh.

Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis


tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan
biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain
itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lainlain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi,
baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari
kultur jaringan yang dilakukan. Zat pengatur tumbuh yang
diberikan dalam media MS adalah auksin (IAA) dan sitokinin
(kinetin). Kedua homon ini mempengaruhi pertumbuhan akar,
tunas, dan kalus berdasarkan keseimbangan konsentrasi dari
kedua ZPT tersebut yang terkandung dalam media. Pada
konsentrasi yang hampir tepat sama antara auksin dan sitokinin
akan menghasilkan kalus. Apabila sitokinin lebih besar dari
auksin akan menginduksi tunas, sedangkan konsentrasi auksin
lebih besar dari sitokinin akan menginduksi perakaran yang lebi
cepat (Trigiano and Gray, 2000).
Bahan-bahan seperti vitamin, mineral, asam-asam amino
dan asam nukleat, fosfor serta zat tumbuh auksin dan giberelat
yang berfungsi sebagai penstimulir proliferasi jaringan,
memperlancar metabolisme dan respirasi sehingga media sangat
penting untuk kegiatan kultur jaringan. (Tuleckle et al., 1961
dalam Widiastoety et al., 1997).
Nitrogen merupakan unsur penyusun klorofil, sedangkan
Magnesium dan Mangan merupakan bagian dari klorofil.
Meskipun didalam persenyawaan kompleks organik (air kelapa,
pisang, ubi kayu) yang biasanya ditambahkan kedalam media
kultur jaringan sumber energi tersebut telah tersedia, namun
karena karbohidrat tersebut telah banyak digunakan untuk proses
respirasi dan pembentukan sel-sel baru tanaman maka
penambahan sumber energi lainnya sangat diperlukan guna
mencukupi kebutuhan tanaman. Karbohidrat yang digunakan
umumnya sukrosa atau glukosa pada konsentrasi 23%
(Murashige, 1974 dalam Widiastoety et al., 1997).

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum pembuatan media MS tidak
didapati kontaminan yang masuk ke dalam botol karena
sterilisasi dalam autoclave yang membantu menjaga media
tersebut dari kontaminan. Bahan penutup botol juga mampu
menjaga media botol kultur dalam kondisi aseptis karena spora
jamur dan bakteri tidak dapat masuk ke dalam botol kultur. Hal
yang sangat perlu diperhatikan adalah kerapatan pada penutup
botol hingga spora jamur dan bakteri tidak dapat masuk ke dalam
botol kultur jaringan yang berisi media tanam.

DAFTAR PUSTAKA
David 2008. Pembuatan Media MS Untuk Kultur Jaringan.
(Online)http://aglao08.multiply.com/journal/item/3/Pem
buatan Media_MS_Untuk_Kultur_Jaringan. Diakses
pada tanggal 14 Desember 2014.
Gunawan, 1988. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sandra, Edi. 2006. Kultur jaringan anggrek skala rumah
tangga.Agromedia Pustaka.Jakarta
Sari, Laela. 2005. Optimalisasi Media untuk Jumlah daun dan
Multiplikasi Tunas Lidah Buaya (Aloe vera) dengan
Pemberian BAP dan Adenin. Biodiversitas. Volume 6
Nomor 3 Hal: 178-180
Sriyanti, Daisy P. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius.
Yogyakarta.
Suryowinoto, M. 1991. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya.
Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Trigiano, RN and Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts
and Laboratory Exercises. Boca Raton: CRC Press

Udayana

2008. Pembentukan Kultur Aseptik. (On-line).


http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringantanaman/5-pembentukan-kultur-aseptik/. 14 Desember
2014
Widiastoety, D., S. Kusumo dan Syafni. 1997. Pengaruh Tingkat
Ketuaan Air Kelapa dan Jenis Kelapa Terhadap
Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. J. Hort.7:
768-772..

Anda mungkin juga menyukai