Anda di halaman 1dari 8

DASAR TEORI PRINSIP METODOLOGIS

Prinsip metodologis adalah prinsip dalam menyikapi ilmu pengetahuan yang


terletak pada epistemologi, yaitu suatu prinsip yang mempersoalkan tentang argumentasi
logis mengenai alasan mengapa ilmuan memilih cara cara tertentu untuk atau dalam
melakukan riset ilmiah.
Prinsip metodologis terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Verifikasi (A.J. Ayer)
2. Falsifiable (K.R. Popper)
3. Scientific paradigm (T.Kunh)
Falsifiable
Falsifikasi diterapkan dalam dunia terdapat tiga, yakni hipotesis,hukum dan Teori.
Pokok ajaran dari falsifikasi adalah context of discovery (menemukan kesalahan suatu
hipotesis, hukum dan teori ilmiah). Sebuah teori akan menghadapai fasifikasionisme, maka
sebuah teori hendaknya:
1. Observasi dibimbing oleh teori dan peranggapan
2. Teori merupakan dugaan spekulatif intelek manusia
3. Teori harus tahan uji terhadap observasi dan eksperimen
Falsiabilitas juga menjelaskan bahwa ilmu merupakan seperangkat hipotesa yang
kemudian menjadi sebuah teori atau hukum. Suatu teori maupun hukum akan tetap
bertahan selama belum ada bantahan terhadapnya. Sehingga teori yang baik yaitu memiliki
karakteristik seperti berikut :
1. Jangkauan klaim tentang dunia sangat luas.
2. Konsekuensi falsifiabilitasnya sangat tinggi.
3. Bertahan terhadap falsifikasi.

Tahapan pengembangan ilmiah menurut Popper :


- Penemuan masalah

- Pembuatan teori dan merumuskan teori sebagai solusi


- Perumusan hipotesis (hipotesis spesifik secara deduktif yang ditunjukan untuk
Membuktikan ketidakbenarannya.
- Pengujian hipotesis
- Pembuatan teori baru
DASAR TEORI PENELITIAN
Dari dasar teori diatas, akan digunakan prinsip metodologis berupa falsifikasi untuk
menguji sebuah teori didalam ilmu geologi yakni Sekuen Bouma berdasarkan data
penelitian dilapangan yang saya lakukan (bersama rekan-rekan jurusan Teknik Geologi
UGM 2013) di daerah Piyungan, Kabupaten Bantul, DIY pada tanggal 22 November 2014.
Sekuen Bouma adalah teori yang dikemukakan oleh Arnold H.Bouma ditahun 1962
mengenai sekuen yang terdiri dari Ta,Tb,Tc,Td dan Te yang ia interpretasikan sebagai
produk arus turbid (longsoran) yang terbentuk pada lingkungan yang sangat dalam dan
sekuen tersebut miskin akan kandungan fosil (karena terbentuk oleh longsoran sehingga
fosil tidak terpreservasi dengan baik). Pada sikuen Bouma hanya Ta yang memiliki gradasi
sebagai produk suspensi, kemudian tiga kenampakan lain (Tb, Tc, Td) kebanyakan berupa
paralel laminasi dan laminasi bergelombang, merupakan produk traksi atau kombinasi
antara traksi dan suspensi
Jadi Bouma menyimpulkan bahwa sekuen batuan sedimen yang terbentuk oleh arus
turbid dilingkungan yang sangat dalam,secara umum akan memiliki ciri-ciri seperti model
sekuen yang tersebut. Teori ini ia kemukakan setelah mempelajari 1061 lapisan dan stuktur
sedimen di Maritime Alps di Selatan Perancis.

Gambar : Kenampakan Sekuen Bouma

Gambar: jenis jenis arus pembentuk sedimen (termasuk arus turbid)

Dalam perkembangan nya, teori ini juga ditambahkan oleh ahli geologi lain sebagai
berikut:
- Interpretasi Bouma hanya akan berlaku jika lapisan memiliki gradasi normal
sedangkan hipotesis antidune terhapus setelah melihat secara dekat (Allen, 1991,
dalam Shanmugam, 1997)
- Kurang dari 10% dari 1061 lapisan yang menunjukkan sikuen Bouma secara
lengkap (Shanmugam, 1997).
Karena suatu teori harus terus diuji kebenaran nya, maka dilakukan
penelitian didaerah yang telah terbukti terbentuk oleh arus turbid untuk
memfalsifikasi sekuen Bouma yakni di Piyungan,Kabupaten Bantul, DIY. Hal ini
mengacu kepada dasar yang sudah menjadi pegangan ahli geologi yang bekerja di
Indonesia, yakni buku The Geology of Indonesia oleh ahli geologi Belanda, Van
Bemmelen pada tahun 1949 (salah satu isinya, Van Bemmelem memetakan bahwa
dahulu terjadi longsoran/arus turbid didaerah penelitian). Selain itu falsifikasi ini
harus dilakukan karena Sekuen Bouma ini didasari pada penelitian yang Bouma
lakukan di Maritime Alps sehingga sudah menjadi kewajiban sebagai ahli geologi

untuk menguji teori ini didaerah masing-masing sehingga teori ini dapat terbutki
dan valid untuk terus digunakan di Indonesia.

Gambar: Pembagian geologi regional bagian Pulau Jawa

Van Bemmelem mengemukakan bahwa di zona pegunungan selatan, terdiri


atas beberapa formasi batuan berupa Formasi Kebo Butak,Semilir, Nglanggran,
Sambipitu, Oyo Wonosari dan endapan kuarter.
Formasi semilir tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan,
ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik, Langkanya kandungan
fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapanya berlangsung secara
cepat atau pengendapan tersebut terjadi pada lingkungan yang sangat dalam,
berada di bawah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan
sudah mengalami korosi sebelum dapat mencapai dasar pengendapan
(Bemmelem,1949)

DATA PENELITIAN DAN FALSIFIKASI TEORI SEKUEN BOUMA

Foto : lokasi penelitian

Lokasi: Piyungan, Kabupaten Bantul, DIY


Koordinat : 0436979 LU ; 9130101 LS
Tanggal :22 November 2014
Cuaca : Cerah
Tujuan Penelitian: Penelitian Sedimentologi

Log Batuan Kelompok 11 Daerah Piyungan STA 1 (Sidqi , Muhammad, dkk 2014)

Ta
Tb
Tb
TT
Tb
T
TTa
T

TaT

Tb

Tc

Ta

Tb

Tb

T
T

Ta

Gambar: Perbandingan Sekuen data penelitian (kiri) dengan sekuen Bouma (kanan)

Berdasarkan data-data penelitian diatas, setelah ditinjau dilapangan dan


laboratorium, saya menyimpulkan terlihat adanya perselingan batupasir dan batulanau, lalu

ditemukan adanya struktur gradasi normal pada lapisan batupasir, dan berdasarkan sekuen
Bouma Ta,Tb,Tc,Td,Te sekuen penelitian dapat dikelompokan menjadi Ta dan Tb
berdasarkan litologi nya (jenis batuan nya) dan sampel batuan yang dibawa sedikit
memiliki kandungan makrofosil maupun mikrofosil (hasil laboratorium).
Sehingga setelah melakukan falsifikasi akan Teori Bouma, teori tersebut masih
memiliki sifat berikut:
1. Jangkauan klaim tentang dunia sangat luas
Teori sekuen Bouma (beserta masih valid digunakan untuk penelitian geologi di
belahan bumi Indonesia walaupun dasar data untuk pembuatan materi berasal dari Maritime
Alps di Selatan Perancis.
2. Teori harus tahan uji terhadap observasi dan eksperimen
Setelah dilakukan dilakukan observasi dilapangan, teori Sekuen Bouma beserta
pengembangan nya masih tepat mencirikan sekuen yang dibentuk oleh arus turbid.Hasil
data lapangan dan laboratorium menunjukan ciri utama yang sama dengan karakteristik
sekuen Bouma sebagai berikut:
- Litologi berupa perselingan batupasir dan batulanau
- Adanya struktur gradasi normal
- Sekuen dapat diklasifikasikan menjadi peselingan Ta dan Tb dan sekuen tidak lengkap
(tidak ada Tc,Td dan Te)
- Sampel batuan miskin kandungan fosil
3. Bertahan terhadap falsifikasi.
Teori tersebut secara garis besar (karena ilmu geologi adalah natural science yang tidak
mungkin 100% sama diberbagai daerah) setelah dilakukan pengembangan oleh ahli
geologi lain (Shanmugam,Allen) masih valid untuk digunakan hingga sekarang dan
masih menjadi teori untuk pembelajaran mahasiswa Teknik Geologi serta dasar untuk
melakukan interpretasi geologi.

Sehingga disimpulkan bahwa setelah dilakukan falsifikasi, Teori Sekuen Bouma


masih bertahan hingga sekarang (yang ada hanya tambahan data dari ahli geologi lain
seperti Shanmungnam dan Allen yang melengkapkan teori Sekuen Bouma ) dan masih
berupa teori yang menjadi dasar acuan dalam penelitian geolog untuk menjelaskan sekuen
batuan sedimen yang terbentuk oleh arus turbid.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelem V.1949. The Geology of Indonesia vol A1. . Government Printing office.
The hague halaman 103 - 106
G. Shanmugam. 1997. The Bouma Sequence and the turbidite mind set. P 201 - 229
Earth-Science Reviews 42, Dallas
Mustansyir, Rizal. 2014.Slide Matakuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Prinsip Metodologis.
Yogyakarta : Tidak dipublikasikan
Surjono, Sugeng S., D. Hendra A., dan Sarju W., 2010, Analisis Sedimentologi,
Yogyakarta : Pustaka Geo halaman 57 - 81

Anda mungkin juga menyukai