PENDAHULUAN
Banyak wilayah di Indonesia, khususnya di daerah yang jauh dari pusat kota, di mana
sebagian besar penduduknya mungkin belum mengetahui banyak informasi mengenai retardasi
mental, para penderita gangguan ini mendapat perlakuan yang tidak selayaknya. Perlakuan yang
tidak layak dalam konteks ini adalah mungkin dianggap gila oleh masyarakat atau tidak
mendapat perawatan yang tepat. Hal inilah yang menghambat proses pengoptimalisasian potensi
yang dimiliki anak-anak dengan gangguan mental. Tidakk jarang juga keluarga penderita juga
mendapat atribusi yang tidak menyenangkan dari masyarakat.
Mental Retardasi merupakan ciri yang berkaitan dengan sindroma Down, dan keadaan ini
memang agak kurang menyenangkan karena retardasi mental yang sedemikian ini merupakan
kelompok retardasi mental dari yang berat sampai pada yang sedang. Jarang mereka dengan
keadaan demikian dapat mencapai IQ sampai dengan 50. Dianogsa sindrom Down relatif mudah
dibuat pada anak-anak yang lebih besar, namun lebih sukar pada bayi-bayi yang masih kecil.
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi
negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0.3% dari
seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia
tentunya mereka akan sulit untuk dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini memerlukan
perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.
Retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan
masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan
masalah yang besar.
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental ( RM) adalah suatu keadaan
dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak
masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
( oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.
Retardasi mental sebenarnya bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan
hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap
intelektualitas dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan
jiwa maupun gangguan fisik lainnya.
Pada kenyataannya IQ (I ntelligence Quotient) bukanlah merupakan satu-satunya
patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental, melainkan harus
dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat
kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku
adaptif dan Hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis, yang jelas harus terdapat penurunan tingkat
kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari
lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat
ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala seperti
mikrosefali, hidrosefali, dan sindrom Down. Wajah pasien dengan retardasi mental sangat mudah
dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar serta gangguan pertumbuhan gigi.
Sebagai kriteria dan bahan pertimbangan dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau
dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf yang ringan, sedang,
berat, dan sangat berat. Retardasi mental 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
Seseorang dikatakan retardasi mental bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun Fungsi
intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu
taraf kecerdasan atau IQ.
IQ = MA/CA 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes CA = Chronological Age,
umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir
Berdasarkan metode pengukuran tersebut, retardasi mental berdasarkan tingkat IQ di
klasifikasikan sebagai berikut:
Derajat retardasi mental
IQ
Borderline 68-83
Ringan 52-57
Sedang 36-51
Berat 20-35
Sangat Berat < 20
Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal, yaitu apabila IQ dibawah 70. Anak ini
tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa karena cara berpikirnya yang terlalu sederhana,
daya tangkap dan daya ingatnya lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan
berhitungnya juga sangat lemah.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang
untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan
kelompok umur dan budayanya. Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif yang
paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan dirir dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya
tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18 tahun.
Karena apabila gejala tersebut timbul setelah berumur 18 tahun bukan lagi disebut retardasi
mental tetapi penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.
Berdasarkan karakteristik perkembangan anak dengan retardasi mental, digolongkan sebagai
berikut:
Kemampuan Usia Kemampuan Usia Kemampuan Masa Kisaran Prasekolah
Tingkat
Sekolah
Dewasa
IQ
(sejak lahir-5
(6-20 tahun)
(21 tahun keatas)
tahun)
Dapat
Dapat
Biasanya dapat
Ringan 52-68 membangun
mempelajari
mencapai kemampuan
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
kebutuhannya sendiri
Dapat
dengan melakukan
mempelajari
Dapat berbicara
pekerjaan yg tidak
beberapa
& belajar
terlatih atau semi
kemampuan sosial
berkomunikasi
terlatih dibawah
& pekerjaan
Moderat 36-51 Kesadaran
pengawasan
Dapat belajar
sosial kurang
Memerlukan
bepergian sendiri
Koordinasi otot
pengawasan &
di tempat-tempat
cukup
bimbingan ketika
yg dikenalnya
mengalami stres sosial
dengan baik
maupun ekonomi yg
ringan
Dapat
mengucapkan
beberapa kata
Mampu
Dapat memelihara
Dapat berbicara
mempelajari
diri sendiri dibawah
atau belajar
kemampuan untuk
pengawasan
berkomunikasi
menolong diri
Dapat melakukan
Berat 20-35
Dapat
sendiri
beberapa kemampuan
mempelajari
Tidak memiliki
perlindungan diri dalam
kebiasaan hidup
kemampuan
lingkungan yg
sehat yg sederhana
ekspresif atau
terkendali
hanya sedikit
Koordinasi otot
jelek
Sangat
Memiliki beberapa
terbelakang
Memiliki
Demikian pula halnya dengan beberapa faktor prenatal yang dialami oleh ibu-ibu yang
hamil, misalnya telah sama diketahui bahwa calon ibu-ibu yang mengalami penyakit campak
Jerman (Rubella) sering anak yang dikandungnya dikemudian hari akan mengalami gangguan
retardasi mental.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya
gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), sindroma reye, dehidrasi hipernatremik,
Hipotiroid kongenital, hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik),
pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini seperti kwashiorkor, marasmus dan
Washington Evan Eichler, juga menyebabkan malformasi, yaitu kelainan bentuk atau
struktur dari organ tubuh.
Evan Eichler memimpin tim terdiri dari 33 periset dari AS, Italia serta Inggris untuk
menscreening seluruh genom dari 757 individu penderita retardasi mental. Sindroma yang masih
belum diketahui namanya ini berkaitan dengan segmen kecil dari kode DNA yang ditemukan
pada satu dari 330 kasus retardasi dengan penyebab yang belum jelas. Sindroma ini diperkirakan
berdampak terhadap satu dari 40.000 populasi umum.
Dua peserta studi yang tidak mempunyai hubungan keluarga diketahui kekurangan 1,5
juta nukleotid kode genetik yang terletak pada kromosom 15 dan membentang pada 6 gen
berbeda. Umumnya terdapat sekitar 3 miliar nukleotid pada genom manusia.
Salah satu dari gen yang dikenal dengan CHRNA7 bertanggungjawab terhadap peran
protein penting yang mengantarkan pesan ke sel otak. Gangguan pada gen ini juga berkaitan
dengan epilepsi serta schizophrenia.
Setelah mengetahui bagian genom yang dipelajari, Eichler kemudian melakukan
screening pada 1.040 individu lainnya yang mengalami retardasi mental dengan menggunakan
data dari Greenwood Genetic Center di South Carolina. Para individu ini, separuh diantaranya
keturunan Eropa dan separuh lainnya keturunan Amerika-Afrika.
Tujuh peserta studi lainnya diketahui mengalami gangguan genetik serupa dan menderita
gejala gangguan yang sama. Dari sembilan kasus yang ditemukan, seluruhnya menunjukkan
retardasi menengah hingga ringan. Dari pemeriksaan aktivitas elektronik otak diketahui tujuh
peserta studi diketahui menderita epilepsi. Para peserta studi ini juga mempunyai karakteristik
wajah abnormal tertentu.
Para periset memprediksi sindroma minoritas lainnya kemungkinan muncul melalui scan
resolusi tinggi untuk penghapusan "sub-mikroskopis" pada kode genetik manusia.
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
neonatus dapat terinfeksi secara kongenital. Untungnya, infeksi kongenital yang terjadi akibat
infeksi rekuren lebih jarang disertai dengan sekuele yang terlihat secara klinis dari pada infeksi
kongenital yang disebabkan oleh infeksi primer.
Infeksi selama kehamilan perlu mendapat perhatian mengingat efeknya yang berbahaya
bagi janin. Namun, kebanyakan kasus infeksi sulit dideteksi karena tidak memperlihatkan gejala
seperti demam. Kondisi tersebut sangat menyulitkan untuk mengetahui apakah seseorang
terinfeksi atau tidak. Akibatnya, sebagian besar ibu hamil tidak menyadari bahwa kehamilannya
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
berisiko. Bayi yang dilahirkan pun berisiko mengalami cacat bawaan, kelainan mata, dan
hidrosefalus.
Di samping lewat makanan yang tidak dimasak secara matang, cuci tangan yang kurang
bersih akan menyebabkan tersalurnya infeksi ke dalam tubuh. Bagi ibu yang telah terinfeksi akan
menyalurkan parasit melalui plasenta. Plasenta ini dapat menyebarkan penyakit ke janin melalui
aliran darah, namun resiko janin terinfeksi tergantung dari usia kehamilan saat ibu terinfeksi.
Semakin muda usia kehamilan, semakin besar risiko bayi cacat. Sebaliknya, semakin tua
usia kehamilan, maka semakin kecil risiko bayi cacat.
PREMATURITAS SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI RETARDASI MENTAL
Retardasi mental adalah keadaan fungsi intelektual umum bertaraf subnormal yang
dimulai dalam masa perkembangan individu dan berhubungan dengan terbatasnya kemampuan
belajar maupun daya penyesuaian dan proses pendewasaan individu.
Retardasi mental bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu kondisi yang
memiliki penyebab berbeda-beda. Penyebab retardasi mental dapat dikategorikan dalam tiga
kategori, yaitu yang bersifat organobiologik, psikoedukatif dan sosio kultural. Penyebab
organobiologik, misalnya berat badan, usia kelahiran, posisi bayi dalam kandungan, penyakit
campak waktu bayi, kekurangan fenilalanin, dan lain-lain. Penyebab psikoedukatif berkaitan
dengan kurangnya stimulasi dini, lingkungan yang tidak memacu perkembangan otak, terutama
pada tiga tahun pertama. Penyebab sosiobudaya berfokus pada perbedaan variabel
sosioekonomibudaya; prevalensi penderita retardasi mental lebih besar pada keluarga dengan
tingkat sosioekonomi rendah.
Di samping familial retardation, penyebab retardasi mental berhubungan dengan tidak
sempurnanya berat badan dan usia kelahiran. Bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
sewaktu dilahirkan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita retardasi mental. Anak
dengan usia kandungan di bawah 9 bulan berkaitan dengan ketidak sempurnaan bayi yang
membuatnya peka terhadap tekanan, stres dan penyakit dari lingkungan. Akibat psikologik dan
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
kemampuan belajar yang disebabkan oleh ketidak sempurnaan berat badan dan usia
kandungan saja sulit dipastikan karena kedua hal itu dipengaruhi oleh banyak variabel.
Retardasi mental dipengaruhi juga oleh posisi bayi dalam persalinan. Bayi dengan posisi
normal, yaitu kepala dalam kedudukan ke luar lebih dahulu, mengalami luka dan kesakitan lebih
sedikit dibandingkan dengan posisi lain. Bayi dengan posisi abnormal dapat menimbulkan
berbagai macam masalah. Kerusakan otak dan anoksia dapat terjadi karena posisi yang
abnormal. Kedua hal itu dapat mempengaruhi perkembangan bayi, terutama fungsi
intelektualnya.
RACUN TIMAH HITAM
Keracunan timah hitam (plumbisme) biasanya merupakan suatu keadaan kronis
(menahun) dan kadang gejalanya kambuh secara periodik. Kerusakan yang terjadi dapat bersifat
permanen (misalnya gangguan kecerdasan pada anak-anak dan penyakit ginjal progresif pada
dewasa). Timah hitam dapat ditemukan pada pelapis keramik, cat, baterai, solder dan mainan.
Pada anak-anak, gejalanya diawali dengan rewel dan berkurangnya aktivitas bermain
selama beberapa minggu. Kemudian gejala yang serius timbul secara mendadak dan dalam
waktu 1-5 hari menjadi semakin memburuk, yaitu berupa:
1. Muntah menyembur yang berlangsung terus menerus
2. Berjalan goyah atau limbung
3. Kejang
4. Linglung
5. Mengantuk
6. Kejang yang tak terkendali dan koma
Penelitian menunjukkan bahwa timbal yang terserap oleh anak, walaupun dalam jumlah
kecil, dapat menyebabkan gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang
kemudian berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik. Anak perkotaan di
negara berkembang memiliki risiko yang tinggi dalam keracunan timbal. Menurut US Centre for
Disease Control and Prevention, diperkirakan pada 1994, sebanyak 100 % darah dari
anak berumur di bawah dua tahun mengandung timbal yang melampaui ambang batas 10 mg/dl
dan 80 % darah dari anak 3-5 tahun melebihi ambang batas tersebut. Anak yang tinggal atau
bermain di jalan raya sering menghirup timbal dari asap kendaraan yang menggunakan bahan
bakar bertimbal. Di negara yang maju sekalipun, diperkirakan masih banyak anak yang darahnya
mengandung timbal melebihi ambang batas. Diperkirakan 78 % anak berumur di bawah dua
tahun dan 28 % anak berumur 3-5 tahun memiliki kandungan timbal dalam darah yang melebihi
ambang batas.
Pemulihan sempurna mungkin memerlukan waktu beberapa bulan sampai beberapa
tahun, dan kemungkinan akan meninggalkan efek saraf yang permanen. Setelah mengalami
keracunan timah hitam, sistem saraf dan otot tidak berfungsi sebagaimana mestinya, Sistem
pembuluh darah dan ginjal juga bisa mengalami gangguan. Anak yang bertahan hidup dapat
mengalami kerusakan otak yang permanen.
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
BAB III
ASPEK ORAL DAN SINDROM RETARDASI MENTAL
Pada umumnya pasien dengan retardasi mental memiliki kesehatan rongga mulut dan
oral hygiene yang lebih rendah dibanding dengan orang tanpa cacat perkembangan. Data
menunjukkan bahwa pasien dengan retardasi mental memiliki karies yang lebih banyak dan
prevalensi gingivitis yang lebih tinggi serta penyakit periodontal lainnya dibanding dengan
masyarakat umum. Gingivitis ringan diakibatkan oleh suatu akumulasi bakteri plak dan
terjadinya peradangan, pembengkakan gusi yang mudah berdarah. Periodontitis yang lebih berat
dan menyebabkan kehilangan gigi jika tidak dirawat. Pembersihan secara profesional oleh
penyedia layanan kesehatan mulut, antibiotik sistemik dan instruksi di rumah diperlukan untuk
menghentikan infeksi.
Pasien dengan retardasi mental memiliki peningkatan karies yang sama dengan orangorang tanpa keterbelakangan mental. Meskipun demikian, prevalensi karies gigi yang tidak
dirawat lebih tinggi pada pasien dengan retardasi mental terutama bagi mereka yang tinggal di
lingkungan yang tidak mendukung.
Prevalensi maloklusi pada pasien dengan retardasi mental serupa dengan yang ditemukan
pada masyarakat umum. Hampir 25 % dari 80% kelainan anomali kraniofacial dapat
mempengaruhi perkembangan oral yang dihubungkan dengan retardasi mental. Gigi yang
berjejal atau keluar dari lengkung rahang lebih sulit untuk menjaga kebersihannya, menyebabkan
penyakit periodontal dan karies gigi. Kemampuan pasien atau orangtua untuk menjaga oral
hygiene setiap hari dengan baik mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan dan perawatan.
Gangguan perkembangan yang dialami seharusnya tidak dirasa sebagai suatu penghalang
untuk perawatan ortodonsi.
Tidak adanya benih gigi permanen, erupsi yang terlambat, dan hipoplasia email pada
umumnya terjadi pada pasien dengan retardasi mental. Gusi biasanya berwarna merah atau ungu
kebiru-biruan sebelum gigi erupsi. Erupsi gigi bergantung pada genetik, pertumbuhan rahang,
aksi otot dan faktor-faktor lain.
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
Bruxism, merupakan suatu kebiasaan yang umum pada pasien dengan retardasi mental
berat. Pada kasus-kasus yang ekstrim, bruxism menyebabkan gigi abrasi dan permukaan oklusal
menjadi datar.
Anomali gigi merupakan vareiasi dalam ukuran dan bentuk dari gigi. Pasien dengan
retardasi mental dapat mengalami kehilangan benih gigi, gigi berlebih atau malformasi gigi.
retardasi mental dapat juga mengakibatkan diskolorisasi pada gigi. Demam yang sangat
tinggi atau pengobatan tertentu dapat mengganggu pembentukan gigi dan dapat mengakibatkan
kecacatan.
SINDROM RETARDASI MENTAL DENGAN KOMPONEN ORAL
Abnormalitas Kromosom
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21
(trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Manusia umumnya memiliki 23 pasang kromosom,
sehingga total berjumlah 46. Tetapi, bayi dengan sindrom ini memiliki jumlah kromosom lebih
banyak dari seharusnya, biasanya sekitar 47 buah (salah satu pasang, terdiri dari 3 kromosom).
Kelebihan kromosom tersebut, menyebabkan sejumlah masalah, terutama dengan
perkembangan tubuh (Gambar 1.1). Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan
pertumbuhan.
Gambar 1.1 Trisomy 21.
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini
pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Ciri-ciri anak penderita
sindrom Down adalah tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar
menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid (Gambar 1.2).
Pertumbuhan anak dengan sindrom Down biasanya menunjukkan kecenderungan lebih
lambat dan lebih kecil dari teman sebayanya. Pada anak kecil yang belajar berjalan maupun yang
sudah dewasa kadang mengalami keterlambatan dalam berbicara dan kemampuan untuk
melayani dirinya sendiri seperti halnya kemampuan dalam hal menyiapkan makanannya sendiri,
berpakaian, mandi, buang air kecil dan buang air besar. Sindrom Down mempengaruhi
kemampuan anak untuk mempelajari sesuatu dalam beberapa hal.
geographic tongue. Permukaan dorsal lidah biasanya kering dan merekah serta tepinya
mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped tongue. Kebiasaan menjulurkan lidah
selama waktu minum, menghisap dot, makan, dan bicara terjadi pada lidah hipotonus. Jaringan
lidah pada bagian tengah bersifat hipotonus dengan cekungan berlebihan dibagian 2/3 anterior
lidah dan hipotonus pada frenulum lidah. Makroglosia sebenarnya sangat jarang ditemukan, Siti
Salmiah : Retardasi Mental, 2010
makoglosia hanya relatif ditemukan bila lidah berukuran normal tetapi ukuran rongga
mulut yang kecil disebabkan karena tidak berkembangnya pertumbuhan dari wajah bagian
tengah.
Palatum penderita sindroma Down terlihat sempit dengan cekungan yang tajam.
Cekungan tersebut normal tingginya, namun ukuran dari palatum durum yang abnormal tebal.
Keadaan ini mengakibatkan kurangnya ruangan pada kavitas oral untuk lidah, yang akan
mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi.
Gambar 1.3 Scrotal tongue, hampir 50% ditemukan pada penderita sindrom Down.
Menurunnya tekanan otot umumnya ditemukan juga pada sindrom Down, dengan
menurunnya tekanan otot pada bibir dan pipi akan mempengaruhi tekanan yang tidak seimbang
pada gigi dan tekanan pada lidah menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan terjadinya open bite.
Selain itu, berkurangnya tekanan otot menyebabkan efisiensi mengunyah dan natural
cleansing dari gigi menjadi berkurang.
Erupsi gigi pada anak sindroma Down biasanya tertunda. Waktu erupsi berbeda-beda bagi
anak sindrom Down dan pada beberapa anak, gigi sulungnya tidak erupsi hingga berumur 2
tahun. Pada beberapa kasus masalah erupsi dapat disebabkan oleh gingival hiperplasia
yang dihasilkan dari beberapa medikasi seperti phenytoin dan cyclosporin.
Bruxism terjadi pada anak sindrom Down dan dapat dipicu oleh maloklusi gigi, disfungsi
TMJ dan tidak berkembangnya kontrol saraf. Mikrodontia dan malformasi gigi juga dapat Siti
Salmiah : Retardasi Mental, 2010
ditemukan. Crowding yang berat dapat terjadi pada penderita sindrom Down yang telah
erupsi semua gigi permanennya.
Sindrom Dwarfism
Leprechaunism (sindrom Donohue). Merupakan tipe resesif autosomal yang bercirikan
elfin-like appearance. Ciri utamanya adalah tubuh sangat kurus kegagalan berkembang,
hipertelorisme dan kelainan kelopak mata ( epichantal folds), hidung lebar dan besar, kuping
rendah, bibir tipis dan mulut terbuka (Gambar 1.4).
Gambar 1.4 Gambaran klinis penderita sindrom Donohue.
Sindrom Cockayne. Suatu sindrom dimana anak terlihat normal saat lahir namun dalam
perkembangannya terjadi kemunduran jaringan yang cepat dan tiba-tiba (Gambar 1.5).
Perubahan patologis yang terjadi bukan disebabkan oleh premature senility.
Seorang pasien usia 14 tahun, laki-laki, mikrosefali, mata cekung dan atrofi, hidung kecil,
kuping rendah, ataksia dan lemah motorik, tuli, kifosis, perubahan ekstremitas dan retardasi
mental. Dalam jangka waktu beberapa bulan, anak tersebut mengalami kebutaan total. Saudara
perempuannya yang berusia 15 tahun mengalami hal yang sama, tetapi sedikit lebih parah.
Manifestasi oral meliputi, palatum sempit dan tinggi serta crowding parah. Crowding
yang parah kemungkinan disebabkan oleh kombinasi defisiensi panjang lengkung dan
makrodonsia.
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
meliputi dislokasi pinggul, kaki pendek, retardasi mental terkadang terdapat skoliosis.
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
Merupakan kelainan yang bersifat dominan autosomal. Manifestasi oral meliputi maksila
hipoplastik, sedikit prognatik dan overretention dari gigi sulung serta keterlambatan erupsi.
Gejala terakhir seringkali memerlukan pertolongan lebih awal dan identifikasi yang tepat
dari sindrom ini.
Kecacatan Metabolisme Umum
Gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak diperkirakan sebagai faktor
primer perkembangan retardasi mental. Juvenile hypothyroidism (kretinisme), idiopatik
hipertiroidisme, sindrom Hurler, fenilketonuria, penyakit Tay-Sachs dan penyakit Letterer-Siwe
merupakan sebagian kondisi yang didiagnosa memiliki perubahan mukopolisakarida, produk
akhir protein serta metabolisme lipoid. Kegagalan metabolisme sejak lahir meliputi
sphingolipidoses, mucopolysaccharidoses dan penyakit lipoid.
Sindrom Hurler (mucopolysaccharidoses I [MPS I], gargolism). Sindrom ini termasuk
satu dari lima gangguan genetik metabolisme mukopolisakarida, sindrom lainnya adalah sindrom
Hunter (MPS II), sindrom Sanfilippo (MPS III), sindrom Morquio (MPS IV) dan sindrom Sheie
(MPS V). Semuanya bersifat resesif autosomal, kecuali sindrom Hunter yang bersifat x-linked
resesif.
Pasien dengan sindrom Hurler memperlihatkan tengkorak hidrosefali dengan bagian
frontal dan supraorbital ridge yang menonjol. Ditandai dengan hirsutism, edema pada kelopak
mata dan early clouding pada kornea. Hidung pendek dengan nasal bridge yang datar serta
lubang hidung yang lebar. Bibir tebal serta lidah besar dan keluar sampai berakibat open mouth
dimana jarak antar gigi besar. Biasanya terdapat beberapa gangguan TMJ dan terkadang pasien
bernafas bising dan sulit benafas. Abnormalitas lain seperti retardasi mental, thoracolumbar
kyphosis, cacat skeletal, klep jantung stenosis dan kemunduran psikologis dan mental yang parah
(Gambar 1.6).
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
Sindrom Kleeblattschadel ( cloverleaf skull). Bayi dengan sindrom ini pada umumnya
terlihat trilobed skull, hidrosefali, proptosis dan anteverted nostril. Tengkorak menonjol
disebabkan oleh penonjolan bagian atas dan lateral dari sutura sagital dan squamosal. Kedua
maksila dan zygoma hipoplastik (Gambar 1.9).
Gambar 1.9 Sindrom Kleeblattschadel
BAB IV
PERAWATAN DENTAL PADA PASIEN RETARDASI MENTAL
Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering untuk penderita retardasi mental
adalah penyakit jaringan ginggiva (periodontitis), gigi karies, dan maloklusi. Kelainan ini juga
ditambah dengan kesulitan anak untuk dapat menjaga kesehatan gigi dan mulutnya secara
mandiri dan kurang aktifnya otot rongga mulut untuk mendapatkan pembersihan gigi dan mulut
secara alami.
Perawatan gigi dan mulut terhadap anak retardasi mental tidak terbatas pada hal-hal yang
darurat saja seperti ekstraksi gigi, namun mereka perlu juga memperoleh rehabilitasi yang
menyeluruh agar gigi mereka dapat berfungsi dengan baik. Perawatan gigi dan mulut akan lebih
bermanfaat jika dititikberatkan pada upaya pencegahan, yaitu pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut sejak gigi pertamanya muncul. Dalam hal ini penting untuk menekankan kontrol pola
makan dan pendidikan menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Hipodontia dapat mengganggu fungsi pengunyahan dan bicara. Selain itu terdapat
kesulitan komunikasi karena keadaan retardasi mental membuat anak lambat dalam menerima
instruksi yang diberikan. Oleh karena itu, bantuan orang tua atau pengasuh sangan dibutuhkan,
terutama pada saat anak masih sangat kecil.
Sehubungan dengan keadaan retardasi mental, kebutuhan akan perawatan gigi dan mulut
penderita ini membutuhkan seorang dokter gigi spesialis bidang Kedokteran Gigi Anak (Sp.
KGA) yang sudah pasti memiliki keterampilan dalam menangani kasus khusus ini,
karena seorang dokter gigi spesialis Kedokteran Gigi Anak telah dibekali dengan pelatihan dan
pengalaman terhadap penderita retardasi mental.
Perawatan gigi pada penderita retardasi mental pada umumnya sama dengan perawatan
pada orang normal. Untuk tahap awal, jika orang tua enggan membawa anaknya langsung ke
dokter gigi, cukup lakukan konsultasi mengenai kondisi anak cara untuk menjaga kesehatan gigi
dan mulut anak di rumah setiap harinya. Pemeriksaan secara teratur perlu dilakukan 3 bulan
sekali untuk anak yang masih kecil dan setiap 6 bulan sekali untuk penderita yang lebih besar.
Siti Salmiah : Retardasi Mental, 2010
BAB V
KESIMPULAN
1. Penilaian tingkat kecerdasan untuk mendiagnosa pasien dengan retardasi mental harus
berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes
psikometrik.
2. Penyebab retardasi mental dapat dimulai saat masih dalam kandungan, saat lahir
maupun sesudah lahir.
3. Perawatan gigi dan mulut terhadap anak retardasi mental tidak terbatas pada hal-hal
yang darurat saja, namun mereka perlu juga memperoleh rehabilitasi yang menyeluruh agar gigi
mereka dapat berfungsi dengan baik.
4. Kebutuhan perawatan gigi dan mulut penderita retardasi mental membutuhkan seorang
dokter gigi spesialis bidang Kedokteran Gigi Anak (Sp. KGA) yang sudah pasti memiliki
keterampilan dalam menangani kasus khusus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nowak, A.J. 1976. Dentistry for the Handicapped Patient. C. V. Mosby Company. Saint
Louis.
http://healthreference-ilham.blogspot.com/2008/09/keracunan-timah-hitam.html
http://medicafarma.blogspot.com/2008/09/retardasi-mental.html
http://medicastore.com/penyakit/927/Keterbelakangan_Mental.html
http://paradipta.blogspot.com/2009/03/penanganan-kesehatan-gigi-dan-mulut.html
http://unordinary-world.blogspot.com/2009/03/penyebab-keterbelakangan-mental.html
http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/11857-bahaya-timbal-timahhitam.html
http://www.kompas.com/read/xml/2008/02/18/1245417/gangguan.genetik.picu.retardasi.mental
http://www.nichcy.org/pubs/factshe/fs8txt.htm.