Anda di halaman 1dari 7

DIFTERI

Difteri adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada mukosa atau kulit, yang
disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacterium
ulcerans, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi,
dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh
basil ini.

Sumber : Diphteria : Global Status 2014 edition, Staephen Berger, MD


A. Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium dyphtheriae. Basil ini termasuk
kuman batang gram positif, pleomorfik, tersusun berpasangan (palisade), tidak bergerak,
tidak membentuk spore (kapsul), aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin. Bentuknya
seperti palu (pembesaran pada salah satu ujung), diameternya 0,1-1 mm dan panjangnya
beberapa mm.
Menurut bentuk, besar dan warna koloni yang terbentuk, dapat dibedakan 3 jenis basil ini
yang dapat memproduksi toksin, yaitu:
-

Graviskoloninya besar, kasar ireguler, berwarna abu-abu dan tidak menimbulkan


hemolisis eritrosit.

Mitis koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks dan dapat menimbulkan hemolisis
eritrosit.

Intermediatekoloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam ditengahnya dan dapat


menimbulkan hemolisis eritrosit.
Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibanding jenis mitis. Karakteristik jenis

gravis adalah dapat memfermentasikan tepung kanji dan glikogen, sedangkan dua jenis
lainnya tidak, semua jenis bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya
berbeda.
B. Faktor Risiko
1.Tidak menapat imunisasi, imunisasi tidak lengkap
2.Immunocompromised
3.Tinggal pada tempat yang padat
4.Sedang melakukan perjalanan ke daerah enemik
C. Patogenesis dan Patologi
Corynebacterium diphtheriae ditularkan dengan kontak langsung melalui batuk, bersin,
dan berbicara, atau kontak tidak langsung melalui debu, atau benda yang terkontaminasi.
Corynebacterium diphtheriae masuk ke dalam hidung atau mulut, kemudian berkembang
dalam mukosa saluran napas bagian atas, terutama daerah tonsil. Kadang di kulit,
konjungtiva, atau genital.
Basil ini kemudian akan memproduksi eksotoksin. Toksin yang terbentuk akan
diabsorbsi melewati membrane sel mukosa, menimbulkan peradangan dan destruksi sel epitel
diikti oleh nekrosis. Pada daerah nekrosis i terbentuk fibrin, kemudian diinfiltrasi oleh sel
darah putih, keadaan ini akan mengakibatkan terbentunya patchy exudates yang pada
permulaan masih bias terkelupas.
Pada keadaan lebih lanjut, toksin yang diproduksi basil ini meningkat, menyebabkan
daerah nekrosis bertambah luas dan bertambah dalam, sehingga menimbulkan terbentuknya
fibrous exudate (membran palsu) yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, sel
lekosit dan eritrosit, berwarna abu-abu sampai hitam. Membran ini sukar terkelupas, kalau
dipaksa lepas akan menimbulkan perdarahan.
Membran palsu ini bisa terbentuk paa tonsil, faring, laring, dan pada keadaan berat dapat
meluas sampai ke trakhea, bronkus kemuian diikuti edema soft tissue di bawah mukosa yang
dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas. Pada keadaan tertentu dapat menimbulkan

pembesaran getah bening servikal dan edema pada muka yang menimbulkan perubahan pada
wajah yang disebut buuls neck appearance.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis difteri tergantung kepada:
-

Lokasi infeksi

Imunitas penderitanya

Ada/tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah

Masa inkubasi difteri umumnya 2-5 hari (pada difteri kutan adalah 7 hari sesudah infeksi
primer pada kulit). Kemudian pasien akan memperlihatkan keluhan- keluhan yang tidak
spesifik seperti:
-

Demam yang tidak tinggi

Kerongkongan sakit dan suara parau

Perasaan tidak enak, mual dan muntah

Sakit kepala

Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah

Teraba benjolan dan sembab pada daerah leher


Manifestasi klinis sesuai lokasinya :

Difteri hidung
Difteri hidung pada awalnya menyerupai common cold, dengan gejala pilek ringan tanpa atau
disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung pada awalnya serous, kemudian serosanguinus,
pada beberapa kasus terjadi epistaksis. Pengeluaran sekret bisa hanya berasal dari satu lubang
hidung ataupun dari keduanya. Sekret hidung bisa menjadi mukopurulen dan dijumpai
ekskoriasi pada lubang hidung luar dan bibir bagian atas yang terlihat seperti impetigo. Pada

pemeriksaan rinoskopi anterior tampak membran putih pada daerah septum nasi. Sekret
hidung kadang mengaburkan adanya membran putih pada septum nasi.

Absorpsi toksin difteri pada hidung sangat lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak
nyata, sehingga dalam penegakan diagnosis dibutuhkan waktu yang lebih lama. Pada
penderita yang tidak diobati, pengeluaran sekret akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu, dan ini merupakan sumber penularan. Infeksi dapat diatasi secara cepat
dengan pemberian antibiotika.8,11
Difteri tonsil faring
Gejala difteri tonsil faring pada saat radang akut akan memberi keluhan nyeri tenggorokan,
demam sampai 38,5 C, nadi cepat, tampak lemah, nafas berbau, anoreksia, dan malaise.
Dalam 1 2 hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna putih kelabu menutup
tonsil, dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke bawah ke laring dan trakea

Usaha melepas membran akan mengakibatkan perdarahan. Limfadenitis servikalis dan


submandibular bila terjadi bersamaan dengan udim ringan jaringan lunak leher yang luas,
akan menimbulkan bullneck. Selanjutnya, gejala tergantung dari derajat penetrasi toksin dan
luas membran. Pada kasus berat, dapat terjadi kegagalan pernafasan atau sirkulasi, dapat juga

terjadi paralisis palatum molle baik unilateral maupun bilateral, disertai kesukaran menelan
dan regurgitasi. Penurunan kesadaran, koma, kematian bisa terjadi dalam 1 minggu sampai 10
hari. Pada kasus sedang, penyembuhan terjadi berangsur dan bisa disertai penyulit
miokarditis atau neuritis. Pada kasus ringan membran akan terlepas dalam 7 10 hari dan
biasanya terjadi penyembuhan sempurna.13
Difteri laring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring (gambar 8), jarang sekali dijumpai
berdiri sendiri. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari tipe infectious croups yang
lain, seperti stridor yang progresif, suara parau, dan batuk kering.2,14 Pada obstruksi laring
yang berat terdapat retraksi suprasternal, supraklavikular, intrakostal dan epigastrial. Bila
terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak. Pada
kasus berat, membran dapat meluas ke percabangan trakeobronkial. Pada difteri laring yang
terjadi sebagai perluasan dari difteri faring, maka gejala yang tampak merupakan campuran
gejala obstruksi dan toksemia dimana didapatkan demam tinggi, lemah, sianosis,
pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa
mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.

E. Diagnosis
Diagnosis difteri sebaiknya dibuat berdasarkan manifestasi klinisnya yang khas.
-

Diagnosis awal cepat (presumptive diagnosis): dapat dilakukan dengan menggunakan


pewarnaan methylene blue, pewarnaan gram, dan imunofloresen

Diagnosis definitif dan identifikasi basil: Diagnosis pasti didasarkan atas ditemukannya
Corynebacterium diphteriae dengan pemeriksan kultur dari lesi yang dicurigai

Pemeriksaan produksi toksin. Dikerjakan secara invitro, dengan melakukan tes Elek plate
test, dan polimerase pig inoculation

Pemeriksan serum terhadap antibodi untuk toksin difteri, dengan shick test yaitu 0,1ml
toksin difteri di suntikkan pada lengan tersangka, pada lengan yang lain disuntikkan
toksin yang sudah dipanskan (kontrol). Reaksi di baca pada hari ke-45, hasilnya positif
bila terjadi indurasi eritema yang diameternya 10mm atau lebih pada tempat suntikan.
Hasil positif berarti ada antitoksin difteri dalam serumnya (menderita difteri).
F. TERAPI

Perawatan umum:
1.

Isolasi,

2.

Istirahat di tempat tidur minimal 2-3 minggu,

3.

Makanan lunak atau cair, bergantung pada keadaan penderita, kebersihan jalan nafas dan
pengisapan lender,

4.

Control EKG secara serial 2-3 kali seminggu selama 4-6 minggu untuk mendeteksi
miokarditis secara dini. Bila terjadi miokarditis harus istirahat total di tempat tidur
selama 1 minggu. Mobilisasi secara gradual baru boleh dilakukan bila tanda miokarditis
secara klinis dan EKG menghilang.

Pengobatan khusus
Tujuan :
1). Menetralisasi toksin yang dihasilkan basil difteri,
2). Membunuh basil difteri yang memproduksi toksin
Pemberian antitoksin. Diberikan sedini mungkin begitu diagnosis ditegakkan, tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis. Dosis tergantung kepada jenis difterinya, dan
tidak dipengaruhi oleh umur pasien, yaitu sebagai berikut:
-

Difteri nasal atau fausial yang ringan diberikan 20.000-40.000 U, secara iv dalam waktu
60 menit

Difteri fausial sedang diberikan 40.000-60.000 U, secara iv

Difteri berat (bullneck dyphtheria) diberikan 80.000-120.000 U, secara iv

Pemberian antibiotic. A). Penisilin prokain: 1.200.000 unit/hari, secara im, 2x sehari,
selama 14 hari. B). Eritromisin: 2 g/hari, peroral, 4x sehari

Sumber:

Nuzirwan Acang.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta : Interna
Publishing

Anda mungkin juga menyukai