NYERI KEPALA
Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat
banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Sakit kepala kronik
biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau depresi, namun dapat juga terkait dengan
lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungdi sendi
temporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya.
Walaupun lesi structural jarang ditemukan pada kebanyakan pasien yang mengalami cephalgia,
keberadaan lesi tersebut tetap penting untuk diwaspadai. Sekitar satu pertiga pasien tumor otak,
sebagai contoh, datang dengan keluhan utama sakit kepala.
Intensitas, kualitas, dan lokasi nyeri terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan
gejala neurologik terkait dapat memberikan tanda penyebab. Migraine atau nyeri kepala tipe
tegang biasanya dijelaskan sebagai sensasi berdenyut; sensasi tekanan juga umum terdapat pada
nyeri kepala tipe tegang. Nyeri seperti tertusuk-tusuk menandakan penyebab neuritik; nyeri
okuler dan periorbital menandakan terjadinya migraine atau nyeri kepala kluster, dan nyeri
kepala persisten merupakan gejala tipikal dari massa intracranial. Nyeri okuler dan periokuler
menandakan gangguan ophtalmologik, nyeri dengan sensasi terikat umum pada nyeri kepala tipe
tegang. Pada pasien dengan sinusitis, mungkin didapatkan rasa nyeri pada kulit dan tulang
sekitar
Cephalgia menandakan aktivasi dari serat afferent primer yang menginnervasi pembuluh
darah cephalic, terutama pembuluh darah meningeal atau cerebral. Kebanyakan serat nosiseptif
yang menginnervasi struktur ini berasal dari neuron pseudounipolar yang terletak dalam ganglia
trigerminal (divisi pertama), walaupun beberapa lainnya berasal dari dalam ganglia servikal
bagian atas. Rangsangan yang mengaktivasi serat ini cukup bervariabel, mulai dari traksi
mekanikal langsung akibat tumor sampai iritasi kimia yang disebabkan oleh infeksi SSP atau
perdarahan subarachnoid. Pada pasien dengan gangguan cephalgia sekunder, sakit kepala berasal
dari sumber struktur atau peradangan yang dapat teridentifikasi. Penanganan terhadap
abnormalitas primer tersebut dapat mengakibatkan penyembuhan sakit kepala. Akan tetapi
kebanyakan pasien dengan sakit kepala yang kronik memiliki gangguan cephalgia primer seperti
migraine atau nyeri kepala tipe tegang, dimana pada keadaan ini pemeriksaan fisik dan
laboratorium biasanya normal.
Teori vasogenik yang mengatakan bahwa vasokonstriksi intracranial berperan terhadap
terjadinya gejala aura migraine dan cephalgia terjadi akibat dilatasi rebound atau distensi
pembuluh cranial dan aktivasi dari akson nosiseptif perivaskuler. Teori ini berdasarkan
pengamatan dari adanya
(1) Pelebaran pembuluh ekstrakranial dan denyut selama serangan migraine terjadi pada
kebanyakan pasien, sehingga menandakan kemungkinan peranan penting dari pembuluh cranial;
(2) Rangsangan pembuluh intracranial pada pasien yang terjada mengakibatkan sakit
kepala ipsilateral; dan Zat yang dapat menyebabkan vasokonstriksi, seperti ergot alkaloid, ergot
alkaloids, meringankan sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrat, dapat memicu
serangan.
Hipotesis lainnya yaitu teori neurogenik, yaitu mengidentifikasi otak sebagai pusat
migraine dan menyatakan bahwa kemugkinan serangan migrain menandakan ambang nyeri
intrinsic otak untuk tiap individu; perubahan vaskuler yang terjadi saat migraine merupakan
akibat bukan penyebab dari serangan migraine. Dukungan dari hipotesis ini berdasar pada
serangan migraine biasanya diikuti dengan beragam gejala fokal (pada aura) dan vegetatif (pada
prodromal) yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana dari terjadinya vasokonstriksi dalam
distribusi tunggal neurovaskuler
Sepertinya elemen dari kedua teori ini telah dapat menjelaskan beberapa patofisiologi
dasar dari migraine dan gangguan cephalgia primer lainnya. Pencitraan (i.e., magnetic resonance
imaging [MRI] dan positron emission tomography [PET]) dan pemeriksaan genetic yang
mengkonfirmasi bahwa migraine dan cephalgia terkait merupakan gangguan dari neurovaskuler.
Klassifikasi Nyeri Kepala
Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari Internasional Headache
Society (IHS),
Primary headache disorders :
1. Migraine
2. Tension-type headache
3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
4. Other primary headaches
Secondary headache disorders:
1. Headache attributed to head and/or neck trauma
2. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder
3. Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
4. Headache attributed to a substance or its withdrawal
5. Headache attributed to infection
6. Headache attributed to disorder of homeoeostasis
7. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears, nose,
sinuses, teeth,mouth, or other facial or cranial structures.
8. Headache attributed to psychiatric disorder
4.5
Hypnic headache
4.6
4.7
Hemikrania kontinua
4.8
Klasifikasi
Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan melibatkan sekitar 100
orang ahli neurologi, maka International Headache Society mengembangkan klasifikasi
International Classification of Headache Disorders, 2nd edition untuk nyeri kepala.
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori
yaitu migraine, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster trigerminal, dan nyeri kepala
primer lainnya
1. Migraine
Istilah migraine berasal dari kata Yunani yang berarti sakit kepala sesisi. Memang pada
2/3 penderita migraine, nyerinya dirasakan secara unilateral, tetapi pada 1/3 lainnya
dinyatakan pada kedua belah sisi secara bergantian dan tidak teratur. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah besar intracranial dan dibebaskannya
substansi neurokinin ketika vasodilatasi terjadi. Penyebab vasodilatasi ini belum diketahui
Terdapat dua syndrome klinis migraine, yaitu migraine dengan aura dan migraine tanpa
aura. Selama beberapa tahun, migraine dengan aura dikatakan sebagai migraine klasik dan
sindrom yang kedua dikatakan sebagai migraine umum.
Migrain disertai aura diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual,
diikuti oleh nyeri kepala hemikranial (unilateral), mual, dan kadang muntah, kejadian ini
terjadi berurutan selama beberapa jam kadangpula terjadi dalam sehari penuh bahkan lebih.
Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala hemikranial disertai atau tanpa mual muntah
yang terjadi secara tiba-tiba tanpa gangguan fungsi saraf sebagai pertanda dan gejala ini
terjadi dalam beberapa menit atau jam. Aspek hemikranial dan sensasi berdenyut merupakan
karakteristik paling khas yang membedakan migraine dengan jenis nyeri kepala lainnya.
Terdapat banyak jenis farmakoterapi yang digunakan untuk mengatasi migraine dan
pemilihan untuk tiap pasien bergantung dari tingkat keparahan serangan, gejala terkait seperti
mual dan muntah, permasalahan komorbid, dan respon pasien terhadap pengobatan.
Pemberian analgesic tunggal atau dikombinasikan dengan komponen lainnya telah terbukti
meringankan nyeri kepala ringan hingga berat. Agonis 5-HT1 dan/atau analgesi opioid dapat
diberikan dan dapat dikombinasikan dengan antagonis dopamine jika migraine tergolong
berat. Penggunaan farmakoterapi ini harus dibatasi hingga 2-3 hari dalam seminggu untuk
mencegah berkembangnya fenomena nyeri kepala rebound.
dengan analgetik seperti asetaminofen, aspirin, atau NSAID. Tension Headache ini sering
dihubungkan dengan pengaruh stress; berespon terhadap pendekatan perilaku termasuk
relaksasi. Amitriptilin mungkin berguna untuk profilaksis tension headache tipe kronis.
Source : Intisari Ilmu Penyakit Dalam . Dr. Lyndon Saputra
Minimal terdapat 10 episode serangan dalam <1 hari/bulan (<12 hari tahun)
Timbul >15 hari/ bulan dalam waktu . 3 bulan (atau >180 hari /tahun)
Nyeri kepala berlangsung > 15 hari/bulan selama >3 (atau >180 hari/tahun)
Nyeri kepala tipe tegang (NKTT) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
nyeri kepala tanpa sebab yang jelas dan kurang memiliki gambaran khas dibanding migraine dan
nyeri kepala cluster. Mekanisme patofisiologi yang mendasarinya tidak diketahui secara pasti
dan ketegangan sepertinya bukan penyebab utama. Kontraksi dari otot leher dan kulit kepala
yang selama ini telah dikatakan sebagai penyebab, kemungkinan hanya merupakan fenomena
sekunder.
Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai setelah umur 20 tahun.
Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri kepala bilateral pada bagian ocipital tanpa
sensasi denyutan dan tidak disertai rasa mual, muntah, atau gangguan penglihatan. Nyeri biasa
dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat. Wanita lebih sering terkena
dibanding pria.
Walaupun NKTT dan migraine dianggap suatu gangguan yang berbeda, tidak jarang
ditemukan pasien yang mengalami nyeri kepala dengan gejala keduanya. Pasien yang
diklasifikasikan NKTT seperti ini mengalami nyeri kepala berdenyut, nyeri kepala unilateral,
atau mengalami muntah pada saat serangan. Konsekuensinya, mungkin lebih tepat menganggap
NKTT dan migraine merupakan perwakilan dari suatu kutub berlawanan dari satu spectrum
klinis
Nyeri kepala tipe tegang dapat diatasi dengan pemberian analgesic sederhana, seperti aspirin
atau asetaminophen atau jenis NSAID lainnya. Akan tetapi pengobatan ini hanya diberi dalam
periode yang singkat. Nyeri kepala tipe tegang berespon sangat baik pada obat yang digunakan
untuk menanganai depresi atau kecemasan, terutama jika kedua gangguan ini ditemukan. Raskin
melaporkan keberhasilan menanganai NKTT dengan calcium channel blocker, phenelzine, atau
cyptoheptadine. Ergotamine dan propanolol kurang efektif kecuali ditemukan gejala migraine
dan NKTT secara bersamaan. Teknik relaksasi juga dapat digunakan untuk mengatasi stress dan
kecemasan yang dapat menyebabkan terpicunya NKTT.
3. Nyeri Kepala Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi pada pria
dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia yang lebih tua
dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada daerah yang lebih
kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital, sehingga dikatakan sebagai klaster.
Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat, nyeri tidak berdenyut konstan selama
beberapa menit hingga 2 jam. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan
pasien mengalami serangan dengan durasi 30 hingga 60 menit.
Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada region
yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada malam hari,
membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu
hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek lateral
dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral,
kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan
gejala gastrointestinal
Serangan nyeri kepala cluster nokturnal dapat ditangani dengan dosis ergotamine sebelum
tidur untuk mencegah serangan. Pemberian lidocaine intranasal atau sumatriptan dapat pula
digunakan pada serangan akut. Pada beberapa pasien, ergotamine diberikan satu kali atau dua
kali perhari juga terbukti bermanfaat. Jika ergotamine dan sumatriptan tidak efektif mengatasi
serangan, beberapa neurolog pakar nyeri kepala menyarankan penggunaan verapamil dengan
dosis hingga 480 mg per hari. Ekbom memperkenalkan terapi lithium untuk nyeri kepala cluster
dan Kudrow telah membuktikan efektivitas lithium pada kasus kronik. Indomethacin dengan
dosis 75 mg hingga 200 mg/hari telah dilaporkan berhasil pada kasus kronik akan tetapi beberapa
pasien juga tidak mengalami perbaikan. Beberapa kasus nyeri kepala cluster tidak dapat diatasi
dengan terapi farmakoterapi dan membutuhkan pemotongan nervus trigerminus parsial.