CKD 2 PDF
CKD 2 PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Ginjal adalah organ yang mempunyai fungsi vital dalam tubuh manusia. Fungsi
utama ginjal adalah untuk mengeluarkan bahan buangan yang tidak diperlukan oleh tubuh
dan juga mensekresi air yang berlebihan dalam darah. Ginjal memproses hampir 200 liter
darah setiap hari dan menghasilkan kurang lebih 2 liter urin. Bahan buangan adalah hasil
daripada proses normal metabolisme tubuh seperti penghadaman makanan, degradasi
jaringan tubuh, dan lain-lain. Ginjal juga memainkan peran yang penting dalam mengatur
konsentrasi mineral-mineral dalam darah seperti kalsium, natrium dan kalium. Selain itu
ia berfungsi untuk mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asambasa darah, serta sekresi bahan buangan dan lebihan garam (Pranay, 2010). Keadaan
dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif secara perlahan tapi pasti,
yang dapat mencapai 60 % dari kondisi normal menuju ketidakmampuan ginjal ditandai
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia disebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun
bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National
Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku
kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari
60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan
menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010):
Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2)
Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)
bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap
50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG
50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).
Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi,
walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini
dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang
seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor
predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010).
Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat
progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2.Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan
produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus
yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan
penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia,
nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja,
mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea
nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak
dapat
dikonsentrasikan
atau
diencerkan
secara
normal
sehingga
terjadi
natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan risiko kelebihan
volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya.
Semakin
metabolik akibat
ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi
hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi
(Smeltzer, 2001).
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah penunjuk umum bagi kelainan ginjal.
Dengan bertambah parahnya kerusakan ginjal, LFG akan menurun. Nilai normal LFG
adalah 100-140 mL/min bagi pria dan 85-115 mL/min bagi wanita. Dan ia menurun
dengan bertambahnya usia. LFG ditentukan dengan menentukan jumlah bahan buangan
dalam urin 24 jam atau dengan menggunakan indikator khusus yang dimasukkan secara
intravena (Pranay, 2010).
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National
Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi apabila berlaku
kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari
60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan
menerusi (K/DOQI) pada tahun 2002 (Pranay, 2010):
Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90 mL/min/1.73 m2)
Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)
Estimated GFR (eGFR) dilakukan dengan
menghitung
anggaran GFR
menggunakan hasil dari pemeriksaan darah. Adalah penting untuk mengetahui nilai
estimasi GFR dan tahap atau stage GGK penderita. Ini adalah untuk melakukan
pemeriksaan tambahan lain dan juga upaya panatalaksanaan.
Pemeriksaan darah yang dianjurkan pada GGK adalah kadar serum kreatinin dan
blood urea nitrogen (BUN). Ia adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk monitor
kelainan ginjal. Protein kreatinin adalah hasil degradasi normal otot dan urea adalah hasil
akhir metabolisme protein. Hasil keduanya meningkat dalam darah jika adanya panyakit
pada ginjal. Electrolyte levels and acid-base balance ditentukan karena gagal ginjal akan
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Terutamanya kalium, fosfor dan kalsium
(Pranay, 2010). Hiperkalemia adalah yang perlu diberi perhatian. Keseimbangan asam
basa juga biasanya terganggu.
Blood cell counts dilakukan karena pada dasarnya, kerusakan ginjal menyebabkan
gangguan pada produksi eritrosit dan memendekkan jangka hayatnya. Ini menyebabkan
anemia. Sesetengah penderita juga mungkin mengalami defisiensi zat besi karena
kehilangan darah pada saluran gastrointestinal mereka.
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan gambaran yang tidak bersifat invasif.
Pada tahap kronik, ginjal biasanya mengerucut walaupun pada beberapa kelainan seperti
adult polycystic kidney disease, diabetic nephropathy, dan amiloidosis ia tampak
membesar dan mungkin normal. USG digunakan untuk mendiagnosa apakah terdapat
obstruksi, batuan ginjal, dan menilai aliran darah ke ginjal (Pranay, 2010).
2.2
Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan adanya bakteri dalam
urin dan pada pemeriksaan biakan mikroorganisme didapatkan jumlah bakteri sebanyak
100,000 koloni per milliliter urin atau lebih yang dapat disertai dengan gejala-gejala
(simtomatik) atau tidak (asimtomatik). Menurut Widayati (2004), pada pasien dengan
simtom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 100,000 per
milliliter urin. Penderita wanita adalah yang paling banyak terinfeksi dan setiap wanita
diperkirakan akan mengalami gejala-gejala ISK sebanyak 5 kali dalam siklus hidupnya.
Manakala pada penderita pria, jarang dilaporkan tetapi jika berlaku bisa menyebabkan
komplikasi yang serius. Pada umumnya infeksi saluran kemih pada wanita terbatas pada
saluran kemih bagian bawah yaitu uretra dan kandung kemih, akan tetapi dapat pula
menyebar ke saluran kemih bagian atas sampai ke ginjal. Sebaliknya infeksi yang terjadi
pada saluran kemih bagian atas hampir selalu disertai dengan infeksi saluran kemih
bagian bawah (Junizaf, 1994).
dalam
parenkim
ginjal,
ginjal
dapat
membengkak,
infiltrasi
lekosit
Pada bayi baru lahir, balita, anak-anak, dan orang tua, gejala-gejala yang timbul
mungkin tidak sama tetapi keluhan-keluhan yang lain mungkin menunjukkan adanya
ISK.
1. Neonatus
2. Anak-anak : kurang nafsu makan, demam yang terus menerus tanpa penyebab yang
pasti, perubahan pada pola buang air kecil.
3. Orang tua : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan, letargi, atau perubahan
status mental.
Wanita hamil mempunyai risiko besar untuk menidap ISK. Dan wanita hamil
seharusnya selalu membuat pemeriksaan urin untuk mengelakkan ISK yang mungkin
menyebabkan komplikasi yang teruk pada anak-anak.
dan
latarbelakang
penderita.
Kemudian
pemeriksaan
fisikal dan
3. Bagi neonatus, urin diambil dengan insersi jarum pada bagian bawah abdomen, yaitu
pada kandung kemih dan aspirasi dilakukan.
4. Bagi anak-anak, mungkin dilakukan aspirasi atau kateterisasi.
Pemeriksaan kultur juga dijalankan, menurut Braga et al (2006) ia dilakukan jika
terdapat hasil positif bagi pemeriksaan nitrit and esterase leukosit. Diambil sedikit urin
dan digosok pada medium biakan pada piring steril dan dibiarkan bakteria bertumbuh. Ini
akan membantu di dalam pengobatan dengan pemilihan obat antibiotika yang sesuai bagi
penderita. Tetapi jarang dilakukan bagi infeksi yang menjadi kebiasaan (Balentine,
2009). Piuria (pus di dalam air kemih) yang ditemukan pada tes esterase leukosit positif,
dijumpai pada hampir keseluruhan penderita ISK (Howes, 2009). Bagi penderita wanita
yang cukup gejala-gejala ISK dan ditemukan tanda-tanda ISK, pemeriksaan mikroskopis
masih diperlukan walaupun tes esterase leukosit menunjukkan hasil yang negatif.
Diagnosa infeksi saluran kemih ditegakkan dengan menemukan jumlah bakteri lebih dari
100.000 koloni per milliliter urin. Tetapi, pada penderita dengan keluhan-keluhan yang
jelas jumlah ini bisa tersasar. Jika ditemukan 10,000 koloni per milliliter urin juga
diterima dengan pengambilan urin secara aspirasi suprapubik (Mehnert-Kay, 2005).
Apabila infeksi masih tidak tuntas sepenuhnya dan penyebab mikroorganismanya
masih sama, petugas kesehatan mungkin mengarahkan untuk dilakukan pemeriksaan
lanjutan seperti intravenous pyelogram. Pemeriksaan ini memberikan gambaran kandung
kemih, ginjal, dan ureter. Pewarna khusus dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh
darah vena, dan beberapa gambar diambil. Ia menunjukkan walau sekecil manapun
perubahan yang berlaku pada traktus urinari. Jika infeksi yang berulang, petugas
kesehatan mungkin dianjurkan juga untuk dilakukan pemeriksaan ultrasound.
Pemeriksaan sistoskopi juga bisa dilakukan untuk melihat dengan lebih jelas apakah
terdapat kelainan pada struktur anatomi traktus urinari (NKUDIC, 2010).
2.4.
kematian pada penderita GGK. Walaupun dilakukan perawatan hemodialisis dan dialisis
peritonial, kadar kematian yang dicatakan masih tinggi yaitu sebanyak 20% setiap tahun
(William, 2004). Menurut Foley (1998) penyebab kematian utama adalah penyakit
jantung dan infeksi, diperkirakan sebanyak 70% dari jumlah kematian pada penderita
GGK. Penderita GGK mempunyai risiko tinggi untuk komplikasi infeksi, sama dengan
penderita imunosupresan. Kegagalan sistem imunitas tubuh pada penderita GGK
dipengaruhi berbagai faktor seperti intoksikasi uremia, perubahan metabolisme ginjal
pada protein imunitas tubuh, dan kesan akibat perawatan ganti ginjal. Dan pada setiap
penderita, penyebabnya adalah berbagai. Kadar infeksi yang tinggi dijumpai pada
penderita uremik dan ia adalah penyebab kematian kedua paling banyak pada penderita
GGK (Girndt, 1999). Sitem imunitas yang tidak berfungsi pada penderita uremik
dikaitkan dengan perubahan pada dua cabang utama sistem imunitas tubuh yaitu sistem
imun bawaan (innate immune system) dan adaptif (adaptive immune system). Sistem imun
bawaan bekerja dengan mengenalpasti, memfagositosis dan menghancurkan patogen.
Selain itu ia juga menginduksi proses inflamasi dan presentasi antigen yang akan
mengaktivasikan sistem imun adaptif. Sedangkan sistem imun adaptif bekerja dengan
memproduksi antibodi dan terkait sistem memori untuk pertahanan tubuh (Kato et al,
2008).
Perubahan sistem imun pada penderita gagal ginjal merupakan suatu proses yang
kompleks. Pada penderita uremik, ia menunjukkan hipersitokinemia akibat akumulasi
sitokin proinflamasi yang disebabkan oleh penurunan eliminasi oleh ginjal atau
peningkatan produksinya. Di sisi lain, uremia menyebabkan kelainan-kelainan yang
menghambat sistem imunitas untuk berfungsi dengan betul. Ia dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.1 Gangguan sistem imunitas tubuh pada penderita gagal ginjal
tahap akhir
Sistem imun
bawaan
Gangguan pada
GGK
Sistem imun
adaptif
Gangguan pada
GGK
-Recognition
pattern
-Secreted
pattern
-Endocytic
pattern
-Meningkat
Limfosit T
- Impaired
activation
-Monosit
-hiporeaktif
-Neutrofil
-kurang efek
bakterisidal
-Sitokin
Komplemen
aktivasi
-Meningkat
- Increased
Th1/Th2 ratio
-Menurun
Limfosit B
- Decreased cell
count
(preserved
function)
- Stimulated
(fungsi berubah)
berfungsi. Toll-like receptors (TLRs) bertindak untuk mengenalpasti komponenkomponen patogenik seperti lipopolisakarida, peptidoglikan, RNA dari virus, dan
oligodioksinukliotida dari bakteri. Ia berperan untuk membantu ketika proses fagositosis
dan aktivasi sistem komplemen serta sitokin-sitokin IL-1, IL-6, dan TNF-. Dan TLRs
turut berperan dalam maturasi sel dendritik yang berfungsi sebagai antigen presenting
cells (APC). Peran utama APC adalah untuk mempresentasi antigen pada sel limfosit, dan
seterusnya menginduksi pengaktifan dari sel limfosit.
Untuk mencapai peran tersebut, sel dendritik/APC harus mengekspresikan
molekul major histocompatibility complex (MHC) dan molekul stimulator yanag lain
yaitu CD80 dan CD86 pada permukaannya. TLRs, apabila berikatan dengan antigen akan
menginduksi peningkatan dari molekul-molekul tersebut dan menyebabkan maturasi sel
dendritik. Sel dendritik yang telah dewasa bermigrasi melalui aliran limfe (limfogen) dan
akan mengaktivasi sel T yang seterusnya akan menggerakkan kerja dari sistem imun
adaptif. TLR4 adalah golongan TLR yang paling banyak dikaji.
(Kato et al, 2008). Molekul TLR4 mengenali komponen bakteri yaitu
lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding sel Escherichia coli,yang
menyebabkan 80% dari penyebab ISK. Kajian yang dijalankan menunjukkan tikus
dengan masalah ginjal pielonefritis, yang kurang dengan molekul ini mempunyai
klearens bakteri yang rendah (Shahin dalam Kato et al, 2008). Pada manusia yang
normal, gangguan fungsi gen TLR4 akan menyebabkan rentannya terjadi infeksi dari
bakteri gram negatif.
Menurut Czyzyk dalam Kato et al (2008) protein yang berperan untuk
mempertahankan saluran kemih dari invasi kuman patogen yaitu Tamm-Horsfall protein
mengaktivasi APC melalui TLR4. Sementara TLR2 bereaksi dengan PAMP yang
terdapat pada bakteri gram positif dan gram negatif dan kekurangan TLR2 pada tikus
menunjukkan ia akan mudah mengalami infeksi. Komponen TLR yang terbaru
ditemukan adalah molekul TLR11 ayng terbukti mampu mempertahankan tubuh dari
ISK. Ketidakseimbangan fungsi TLR pada penderita uremia memungkinkan terjadinya
kegagalan tubuh untuk menghindari ISK. Ia karena pada keadaan uremia kemampuan
untuk mengenalkan antigen pada sel dendritik dan limfosit berkurang karena terjadi
alterasi pada molekul CD80 dan CD86. Molekul-molekul ini dibawa oleh TLRs maka ia
SISTEM IMUN
BAWAAN
-Aktivitas sel
fagosit menurun
-TLR menurun
SISTEM
IMUN
ADAPTIF
-menurun
ISK
-AKTIVASI IMUN
-HIPERSITOKINEMIA
-INFLAMASI KRONIK
CVD
-Menyebabkan
kematian