Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

AKHIR

2.1. KONSIDERAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan

Peraturan

Perundang-undangan,

konsideran

menimbang memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran


yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan
Perundang-undangan.

Pokok-pokok

pikiran

pada

konsideran

menimbang memuat unsur atau landasan filosofis, yuridis, dan


sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.
Di

dalam

konsideran

menimbang

dimuat

pertimbangan-

pertimbangan yang menjadi alasan pokok perlunya pengaturan


Peraturan Daerah Tentang kebijakan ijin usaha Perkebunan.
Konsideran menimbang dalam Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Ijin Usaha Perkebunan ini menyatakan :
1. bahwa

dalam

rangka

meningkatkan

kapasitas

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, maka daerah dituntut


untuk dapat meningkatkan kemandiriannya sehingga mampu
mengatur

dan

mengurus

sendiri

urusan

pemerintahan

menurut asas otonomi daerah;


2. bahwa usaha perkebunan merupakan salah satu sumber
pendapatan

daerah

pelaksanaan

pelayanan

yang

penting

oleh

guna

pemerintah

membiayai

daerah

kepada

masyarakat;
3. bahwa

kebijakan

ijin

usaha

perkebunan

dilaksanakan

berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan,


peran

serta

masyarakat

dan

akuntabilitas

dengan

memperhatikan potensi daerah;


RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-1

LAPORAN
AKHIR
4. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 Tentang Perkebunan, maka Pemerintah Kabupaten
Bandung wajib menetapkan Peraturan Daerah diantaranya
Peraturan Daerah Tentang Ijin Usaha Perkebunan.
2.2. KETENTUAN UMUM
Dalam

praktek

di

Indonesia,

definition

clause

atau

interpretation clause biasanya disebut dengan Ketentuan


Umum.Dengan

sebutan

demikian,

seharusnya

isi

yang

terkandung di dalamnya tidak hanya terbatas kepada pengertianpengertian operasional istilah-istilah yang dipakai seperti yang
biasa dipraktikkan selama ini.Dalam istilah Ketentuan Umum
seharusnya termuat pula hal-hal lain yang bersifat umum, seperti
pengantar, pembukaan atau preambuleperaturan perundangundangan.Akan tetapi telah menjadi kelaziman bahwa setiap
perundang-undangan selalu didahului oleh Ketentuan Umum
yang berisi pengertian atas istilah-istilah yang dipakai dalam
perundang-undangan yang bersangkutan. Dengan demikian,
fungsi ketentuan umum ini persis seperti definition clause atau
interpretation clause yang dikenal di berbagai Negara lain.
Bagian ini memuat berbagai ketentuan umum dan definisi yang
digunakan di dalam lingkup perancangan Perda Ijin Usaha
Perkebunan di Kabupaten Bandung. Secara umum, ketentuan
umum dan definisi didasarkan pada perundang-undangan dan
peraturan yang terkait dan dijadikan acuan di dalam naskah
akademik ini, terutama Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004
Tentang Perkebunan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
Tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3478).
Ketentuan umum dan definisi, serta terminologi yang berkaitan
dengan Rancangan Perda Ijin Usaha Perkebunan, adalah sebagai
berikut :
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-2

LAPORAN
AKHIR
1. Kabupaten adalah Kabupaten Bandung.
2. Bupati adalah Bupati Bandung.
3. Dinas adalah Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Bandung dan atau Dinas yang membidangi urusan
perkebunan di Kabupaten Bandung.
4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan

Kabupaten

Bandung

dan

atau

Dinas

yang

membidangi urusan perkebunan di Kabupaten Bandung.


5. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan
tanaman tertentu
lainnya

dalam

pada tanah dan/atau media tumbuh

ekosistem

yang

sesua,

mengolah

dan

memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan


bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagipelaku
usaha perkebunan dan masyarakat.
6. Tanaman

tertentu

adalah

jenis

komoditi

tanaman yang

pembinaannya pada Direktorat Jenderal Perkebunan.


7. Usaha perkebunanadalah usaha yang menghasilkan barang
dan/atau jasa perkebunan.
8. Budidaya

perkebunan

adalah

Perkebunan

adalah

jenis

tanaman yang dikelola oleh Sub Sektor Perkebunan.


9. Usaha Budidaya Perkebunan adalah Usaha Budidaya Tanaman
Perkebunan yang meliputi kegiatan pratanam, penanaman,
pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi termasuk
perubahan jenis tanaman dan disversifikasi tanaman.
10.

Usaha

industri pengolahan hasil perkebunan adalah

serangkaian kegiatan penanganan dan pemrosesan yang


dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan
untuk

mencapai

nilai

tambah

yang

lebih

tinggi

dan

perkebunan

dan

memperpanjang daya simpan.


11.

Pelaku

Usaha

Perkebunan

adalah

perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan.


RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-3

LAPORAN
AKHIR
12.

Perusahaan Perkebunan adalah Perorangan Warga Negara

Indonesia atau Badan hukum yang didirikan menurut hukum


Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola
usaha perkebunan dengan sekala tertentu.
13.

Perkebun adalah Perorangan Warga Negara Indonesia yang

melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak


mencapai skala tertentu;
14.

Skala tertentu adalah skala usaha perkebunan yang

didasarkan

pada

luasan

lahan

usaha,

jenis

tanaman,

teknologi, tenaga kerja, modal dan/atau kapasitas pabrik yang


diwajibkan memiliki izin usaha.
15.

Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah izin tertulis dari

pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan


yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi
dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
16.

Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) adalah izin tertulis

dari

pejabat

yang

berwenang

dan

wajib

dimiliki

oleh

perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan.


17.

Izin usaha perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) adalah

izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki


oleh perusahaan yang melakukan usaha industri pengolahan
hasil perkebunan.
18.

Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD-B)

adalah surat keterangan yang diberikan oleh Bupati atau


Kepala Dinas yang membidangi urusan perkebunan kepada
pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan

yang luas

lahannya kurang dari 25 (dua puluh lima) Ha.


19.

Surat

Tanda

Daftar

Usaha

industri

Pengolahan

Hasil

Perkebunan (STD-P) adalah keterangan yang diberikan oleh


Bupati

atau

perkebunan
budidaya

Kepala
yang

kebun,

Dinas

yang

didasarkan
pengolahan

pada
dan

membidangi
aspek

urusan

manajemen,

pemasaran

hasil

RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG


TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-4

LAPORAN
AKHIR
perkebunan, sosial ekonomi, dan lingkungan dalam kurun
waktu tertentu.
20.

Kinerja

perusahaan

perkebunan

adalah

penilaian

keberhasilan perusahaan perkebunan yang didasarkan pada


aspek

manajemen,

budidaya

kebun,

pengolahan

dan

pemasaran hasil perkebunan, sosial ekonomi, dan lingkungan


dalam kurun waktu tertentu.
21.

Kemitraan perkebunan adalah hubungan kerja yang saling

menguntungkan, bertanggung jawab, memperkuat dan saling


ketergantungan

antara

perusahaan

perkebunan

dengan

pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan.


22.

Badan

adalah

badan

usaha

yang

meliputi

koperasi,

perseroan terbatas, badan usaha milik daerah dan badan


usaha milik swasta.
23.

Usaha perseorangan adalah usaha yang dijalankan oleh

orang per orang yang tidak merupakan badan hukum atau


persekutuan,

diurus/dijalankan/dikelola

oleh

pemiliknya

dengan memperkerjakan anggota keluarga dan keuntungan


usaha hanya untuk memenuhi keperluan nafkah hidup seharihari.
24.

Klasifikasi Kebun adalah salah satu kegiatan pembinaan

dalam

mendorong

perusahaan

perkebunan

untuk

memanfaatkan sumber daya yang tersedia sehingga dapat


dicapai produktivitas dan optimal dan efesien.
25.

Pembukaan lahan perkebunan adalah salah satu kegiatan

membuka lahan dengan menggunakan peralatan mekanik


berat.
26.

Izin Pembukaan Lahan adalah Izin tertulis oleh Bupati atau

Pejabat Instansi yang ditujukan untuk memberikan hak kepada


pemegangnya melakukan kegiatan pembukaan lahan untuk
usaha budidaya perkebunan.
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-5

LAPORAN
AKHIR
27.

Izin penggunaan

Alat Berat adalah izin tertulis yang

dikeluarkan oleh Bupati atau Pejabat Instansi yang ditujukan


untuk memberikan hak kepada pemegangnya melakukan
kegiatan

menggunakan

alat

berat

untuk

keperluan

pembukaan lahan usaha budidaya perkebunan.


28.

Survey lapangan adalah suatu kegiatan yang ditujukan

untuk mengumpulkan data-data lapangan serta pengecekan


tata batas yang diajukan oleh pemohon.
29.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat

PPNS adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas


dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan kebun diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
2.3. ASAS DAN TUJUAN
2.3.1.

ASAS KEADILAN DAN KERAKYATAN

Asas keadilan mengandung makna bahwa pelayanan ijin usaha


perkebunan harus memberikan perlakuan yang sama terhadap
semua pelaku usaha perkebunan dan tidak mengarah kepada
pemberian keuntungan terhadap pihak-pihak tertentu dengan
cara atau alasan apapun. Penerapan asas keadilan dalam
penyusunan aturan hukum penerapan peraturan ijin usaha
perkebunan akanmemberikan beban secara adil kepada setiap
pelaku usaha perkebunan sesuai dengan sumberdaya yang
digunakannya. Kerangka pikir penerapan asas ini adalah sebagai
berikut :
1. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang

Nomor

33

Tahun

2004

Tentang

Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,


maka

penyelenggaraan

pemerintahan

daerah

dilakukan

RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG


TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-6

LAPORAN
AKHIR
dengan
disertai

memberikan
dengan

kewenangan
pemberian

yang

hak

seluas-luasnya,
dan

kewajiban

menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem


penyelenggaraan pemerintahan Negara;
2. Penyelenggaraan Ijin Usaha Perkebunan di daerah merupakan
salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna
membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah;
3. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dan kemandirian daerah, perlu dilakukan upaya mendorong
pengembangan usaha perkebunan.
2.3.2.

ASAS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

Asas transparansi dan akuntabilitas mengandung pengertian


bahwa pengaturan ijin usaha perkebunan akan dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggung-jawabkan. Selain itu asas ini
juga mengandung makna meningkatkan akuntabilitas pengambil
keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan
masyarakat luas dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan
harus

mempertanggung-jawabkan

hasil

kerjanya

kepada

masyarakat sebagai fungsi kontrol.


2.2.3. ASAS KEPROFESIONALAN
Yang dimaksud dengan asas ke-profesionalan adalah bahwa ijin
usaha perkebunan dilakukan melalui pendekatan kompetensi
dan berorientasi pada kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Asas ini dilandasi oleh :
1. Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi
harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga
mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang
memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan
kualitas dan produktivitas, sehingga pada gilirannya mampu
meningkatkan

kesejahteraan

pelaku

usaha

perkebunan

khususnya dan masyarakat pada umumnya.


RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-7

LAPORAN
AKHIR
2. Dalam

rangka

kualitas,

jasa,

mendukung
proses,

peningkatan

sistem,

dan

produktivitas,

atau

sumberdaya

manusia, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya


saing, maka efektivitas pengaturan di bidang standardisasi
perlu lebih ditingkatkan.
3. Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization)
yang di dalamnya mengatur pula masalah standardisasi
berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan seluruh
peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi.
2.4. MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
2.4.1.

KONSIDERAN

Konsideran

merupakan

perundangan

dan

peraturan

yang

digunakan sebagai dasar penyusunan Peraturan Daerah (Perda).


Secara komparatif-positif, perundangan dan peraturan yang
digunakan

sebagai

kedudukannya

dasar

dengan

tersebut

Perda

yang

bersifat
akan

lebih

disusun,

tinggi
dimana

perundangan yang tertinggi kedudukannya adalah UndangUndang Dasar 1945. Dengan kata lain, Perda merupakan
implementasi dari perundangan dan peraturan yang dipayungi
oleh UUD 1945, serta perundangan lainnya yang cakupannya
lebih umum dan luas.
Di dalam konteks penyusunan Perda tentang penyelenggaraanijin
usaha perkebunan ini, ruang lingkup materi muatannya dilandasi
oleh konsideransyang terdiri dari perundangan dan peraturan
yang berkaitan dengan tatacara dan tatakelola ijin usaha
perkebunan, serta perundangan dan peraturan yang berkaitan
dengan

Perizinan

Usaha

Perkebunan.

Dengan

demikian,

konsideransutama yang digunakan sebagai dasar di dalam


operasionalisasi penyusunan Perda ini adalah Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, beserta perangkat
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-8

LAPORAN
AKHIR
perundangan yang menyertainya. Perundangan dan perangkat
perundangan

yang

menyertainya

yang

digunakan

sebagai

konsiderans di dalam perancangan Perda ini adalah sebagai


berikut :
1. Pasal20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa
Barat

(Berita

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1950)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4


Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta Dan
Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor
14

Tahun

1950

tentang

Pembentukan

Daerah-Daerah

Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran


Negara RI Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2851);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor

104, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2013);


4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
5. Undang-Undang

Nomor

28

Tahun

1999

tentang

Penyelengaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi Kolusi


dan Nepotisme (Lembaga Negara Republik Indonesia
1999

Nomor

75,

Tambahan

Lembar

Indonesia Nomor 3851);


6. Undang-Undang Nomor Nomor

31

Negara

Tahun

1999

Tahun

Republik
tentang

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan
Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor

3874),

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20


Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2-9

LAPORAN
AKHIR
Nomor 134,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4150);
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun

2004

tentang

Penetapan

Peraturan

Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang

Kehutanan

Menjadi

Undang-Undang

(Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
8. Udang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
9. Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan;
10.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman

Modal;
11.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007)


Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua

Atas

Undang-undang

32

Tahun

2004

tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia


Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
13.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak daerah

dan Retribusi Daerah (perubahan UU No. 34 Tahun 2004 dan


UU No. 18 Tahun 1997);
14.

Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2009

Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran


RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 10

LAPORAN
AKHIR
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
15.

Undang-Undang

Perlindungan

Nomor

Lahan

41

Tahun

Pertanian

2009

Pangan

Tentang

Berkelanjutan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149,


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 Tentang Izin
Usaha Industri;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 Tanggal 30
Desember 1995 Tentang Pembenihan Tanaman;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Pakai Atas
Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3643);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang
Kemitraan;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838).
21. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2001 Tentang
Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan
Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan atau Lahan;
22.

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata

Hutan

dan

Penyusunan

Rencana

Pengelolaan

Hutan,

Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;


23.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Penatagunaan Tanah;
24.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana

Perimbangan;
25. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah;
26. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian

Urusan

Pemerintahan

antara

Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah


Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 11

LAPORAN
AKHIR
2007

Nomor

82,

Tambahan

Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor 4737);


27.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;


28.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar;


29. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Usaha
Budidaya Tanaman;
30.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Tata

Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang;


31.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Tata

Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak


Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
32. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Bandung Tahun 2007 Sampai Tahun 2027.
33. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Pajak Daerah;
34.

Peraturan Daerah Kabupaten Bandung

Nomor 7

Tahun

2012 Tentang Izin Lokasi.


Secara prinsip, konsiderans yang diusulkan untuk menjadi
landasan

penyusunan

Perda

Penyelenggaraan

ijin

Usaha

Perkebunan di Kabupaten Bandung memiliki ruang lingkup yang


terdiri dari :
a) Wewenang

pemerintah

daerah

untuk

menyelenggarakan

layanan publik,
b) Peran pemerintah daerah terkait peningkatan kesejahteraan
masyarakat,
c) Peran

pemerintah

daerah

di

dalam

kaitannya

dengan

pendapatan asli daerah,


d) Prinsip-prinsip pengembangan usaha perkebunan,
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 12

LAPORAN
AKHIR
e) Kaidah-kaidah

teknis

yang

berkaitan

dengan

ijin

usaha

perkebunan.
2.4.2.

PENGATURAN PENYELENGGARAAN IJIN USAHA

Sesuai dengan yang dipersyaratkan di dalam konsideran, bahwa


ada tiga fungsi perkebunan, yakni :
a) ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat

serta

penguatan

struktur

ekonomi

wilayah

dan

nasional,
b) ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap
karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung,
c) sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Dengan

demikian,

maka

dalam

konteks

pengaturan

penyelenggaraan ijin usaha perkebunan, Pemerintah Daerah


haruslah berpedoman pada berjalannya atau terakomodasinya
ketiga

fungsi

pengembangan

tersebut.Pada
usaha

para

fungsi
pelaku

ekonomi,
untuk

mendorong

meningkatkan

kesejahteraannya, dan sekaligus meningkatkan penghasilan asli


daerah. Pada fungsi ekologi, menjaga kelestarian lingkungan :
tanah, air,penyangga kawasan lindung dan lain-lain. Pada fungsi
sosial budaya, terjalinnya kemitraan sejajar antara pelaku usaha
besar dan kecil, serta terpeliharanya hubungan yang harmonis
dengan masyarakat.
2.4.3.

RUANG LINGKUP PENGATURAN

Ruang

lingkup

pengaturan

penyelenggaraan

ijin

usaha

perkebunan meliputi :
1. Perencanaan,untuk

memberikan

arah,

pedoman,

alat

pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan ijin usaha


perkebunan, yakni :
a. Meningkatkan pendapatan masyarakat
b. Meningkatkan penerimaan negara
c. Meningkatkan penerimaan devisa negara
d. Menyediakan lapangan kerja
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 13

LAPORAN
AKHIR
e. Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing
f.

Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri


dalam negeri

g. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara


berkelanjutan.
2. Penggunaan

tanah,kepada

kepentingannya

dapat

pelaku

diberikan

usaha
hak

sesuai

atas

dengan

tanah

yang

diperlukan untuk usaha perkebunan berupa hak milik, hak


guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak pakai sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.Luas maksimum dan
luas

minimumnya

ditetapkan

oleh

Menteri,

sedangkan

pemberian hak atas tanah ditetapkan oleh instansi yang


berwenang dibidang pertanahan.Mengenai luas maksimum
dan minimum, Menteri berpedoman pada jenis tanaman,
ketersediaan tanah yang sesuai dengan agroklimat, modal,
kapasitas

pabrik,

tingkat

kepadatan

penduduk,

pola

pengembangan usaha, kondisi geografis dan perkembangan


teknologi.
3. Pemberdayaan dan pengelolaan usaha,Usaha perkebunan
dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh pelaku
usaha

perkebunan

baik

pekebun

maupun

perusahaan

perkebunan.Badan hukum asing atau perorangan warga


negara asing yang melakukan usaha perkebunan wajib
bekerja sama dengan pelaku usaha perkebunan dengan
membentuk badan hukum Indonesia.
Pemberdayaan

usaha

perkebunan

dilaksanakan

oleh

Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota bersama pelaku


usaha

perkebunan

serta

lembaga

terkait

lainnya.

Pemberdayaan meliputi :
a. Memfasilitasi sumber pembiayaan/permodalan
b. Menghindari pengenaan biaya yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
c. Memfasilitasi pelaksanaan ekspor hasil perkebunan
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 14

LAPORAN
AKHIR
d.

Mengutamakan

hasil

perkebunan

dalam

negeri

untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri


e. Mengatur pemasukan dan pengeluaran hasil perkebunan
f. Memfasilitasi aksesibilitas ilmu pengetahuan dan teknologi
serta informasi.
4. Pengolahan

dan

pemasaran

hasil,pengolahan

hasil

perkebunan dilakukan untuk memperoleh nilai tambah melalui


penerapan

sistem

dan

usaha

agribisnis

perkebunan.

Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota melakukan pembinaan


dalam rangka pengembangan usaha industri pengolahan hasil
perkebunan

untuk

memberikan

nalai

tambah

yang

maksimal.Usaha industri pengolahan hasil perkebunan dapat


dilakukan di dalam atau di luar kawasan pengembangan
perkebunan, dan dilakukan secara terpadu dengan usaha
budidaya tanaman perkebunan.Untuk mencapai hasil usaha
industri

pengolahan

perkebunan

yang

berdaya

saing,

Pemerintah menetapkan sistem mutu produk olahan hasil


perkebunan

dan

perkebunan

yang

pedoman
baik

industri

dan

pengolahan

benar

sesuai

hasil

dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Pelaku

usaha

komoditas,

perkebunan,

kelembagaan

asosiasi
lainnya,

pemasaran,
dan/atau

asosiasi

masyarakat

bekerja sama menyelenggarakan informasi pasar,promosi dan


menumbuhkembangkan pusat pemasaran baik di dalam
maupun

diluar

negeri.

Pemerintah,

provinsi,

dan

kabupaten/kota memfasilitasi kerja sama antara pelaku usaha


perkebunan,

asosiasi

pemasaran,

asosiasi

komoditas,

kelembagaan lainnya, dan/atau masyarakat.


5. Penelitian

dan

pengetahuan

pengembangan,untuk
dan

teknologi

yang

menghasilkan
dibutuhkan

ilmu
dalam

pengembangan usaha perkebunan agar berdaya saing tinggi


dan

ramah

lingkungan

dengan

menghargai

kearifan

tradisional dan budaya lokal.Penelitian dan pengembangan


RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 15

LAPORAN
AKHIR
perkebunan dapat dilaksanakan oleh perorangan, perguruan
tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah
dan/atau

swasta,

serta

lembaga

penelitian

dan

pengembangan lainnya.
6. Pengembangan sumberdaya manusia,pengembangan sumber
daya manusia perkebunan dilaksanakan melalui peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, dan/atau
metode

pengembangan

keterampilan,

lainnya

profesionalisme,

untuk

meningkatkan

kemandirian,

dan

meningkatkan dedikasi.Sumber daya manusia perkebunan


meliputi aparatur dan seluruh pelaku usaha perkebunan baik
perorangan

maupun

kabupaten/kota

kelompok.Pemerintah,

serta

pelaku

provinsi,

usaha

dan

perkebunan

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta membina


sumber

daya

manusia

perkebunan

baik

sendiri-sendiri

maupun bekerjasama.
7. Pembiayaan, pembiayaan usaha perkebunan bersumber dari
pelaku usaha perkebunan, masyarakat, lembaga pendanaan
dalam

dan

luar

negeri,

kabupaten/kota.Pemerintah

Pemerintah,
mendorong

provinsi,

dan

dan

memfasilitasi

terbentuknya lembaga keuangan perkebunan yang sesuai


dengan kebutuhan dan karakteristik usaha perkebunan.
8. Pembinaan dan pengawasan, pembinaan dan pengawasan
terhadap

usaha

perkebunan

dilakukan

oleh

provinsi,

dan

kabupaten/kota

sesuai

dengan

Pemerintah,
peraturan

perundang-undangan.
2.4.4.

JENIS DAN PERIJINAN USAHA PERKEBUNAN

Usaha perkebunan terdiri atas budidaya tanaman perkebunan


dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan.Usaha
budidaya tanaman perkebunan merupakan serangkaian kegiatan
pra-tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman,pemanenan, dan
sortasi.
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 16

LAPORAN
AKHIR
Usaha industri pengolahan hasil perkebunan merupakan kegiatan
pengolahan yang bahan baku utamanya hasil perkebunan untuk
memperoleh nilai tambah.
Setiap pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan
luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengelolaan hasil
perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki ijin
usaha perkebunan.
Luasan

tanah

tertentu

untuk

usaha

budidaya

tanaman

perkebunan dan kapasitas pabrik tertentu untuk usaha industri


pengelolaan

hasil

perkebunan

ditetapkan

oleh

Menteri

berdasarkan jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, dan modal.


Ijin usaha perkebunan diberikan oleh Gubernur untuk wilayah
lintas

kabupaten/kota

dan

Bupati/Walikota

untuk

wilayah

kabupaten/kota.Pelaku usaha perkebunan yang telah mendapat


ijin

usaha

perkebunan

wajib

menyampaikan

laporan

perkembangan usahanya secara berkala sekurang-kurangnya 1


tahun sekali kepada pemberi ijin.
Berdasarkan

Peraturan

26/Permentan/OT.140/2007,

Menteri

Pertanian

Nomor

Usaha industri pengolahan hasil

perkebunan (usaha budidaya tanaman perkebunan dan usaha


industri pengolahan hasil perkebunan) yang berkapasitas di
bawah batas minimal sebagaimana tercantum dalam Tabel 2-1,
wajib didaftar oleh Bupati/Walikota.
Tabel 2-1
Kapasitas Minimal Unit Pengolahan Produk Perkebunan yang
Memerlukan Ijin Usaha
KOMODITA
NO
KAPASITAS
PRODUK
S
1

Kelapa

5.000 butir kelapa / hari

2
3

Kelapa Sawit
Teh

Karet

5 ton TBS / Jam


1 ton pucuk segar / hari
10 ton pucuk segar / hari
600 liter
lateks cair / jam
16 ton slab / hari

Kopra / minyak kelapa dan


serat (fiber), nata de coco
CPO
Teh hijau
Teh hitam
Sheet / lateks pekat
Crumb rubber

RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG


TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 17

LAPORAN
AKHIR
5

Tebu

1000 tor cane / day ( TDC )

Kopi

Kakao

Jambu Mete

1,5 ton glondong basah /


hari
2 ton biji basah / 1 kali
olah
1-2 ton glondong mete /
hari

Gula pasir dan pucuk tebu,


bagus
Biji kopi kering
Biji kakao kering
Biji mete kering dan CNSL

RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG


TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 18

LAPORAN
AKHIR

Lada

10

Cengkeh

11
12

Jarak Pagar
Kapas

13

Tembakau

4 ton biji lada basah / hari


4 ton biji lada basah / hari
4 ton bunga cengkeh segar
/ hari
1 ton biji jarak kering / jam
6.000 10.000 ton kapas
berbiji/
Tahun
35 70 ton daun tembakau
basah

Biji lada hitam kering


Biji lada putih kering
Bunga cengkeh kering
Minyak jarak kasar
Serat kapas dan biji kapas
Daun Tembakau kering
(krosok)

Untuk usaha budidaya tanaman perkebunan yang luasnya 25


(dua puluh lima) hektar atau lebih sampai dengan luasan
sebagaimana tercantum dalam Tabel 2-2 dan tidak memiliki unit
pengolahan hasil perkebunan sampai dengan kapasitas paling
rendah untuk usaha budidaya tanaman perkebunan dan usaha
industri pengolahan hasil perkebunan, wajib memiliki Izin Usaha
Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B).
Tabel 2-2
Luas Areal yang Wajib Memiliki Ijin Usaha Untuk Budidaya (IUP-B)
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

KOMODITAS
Kelapa
Kelapa Sawit
Teh
Karet
Tebu
Kopi
Kakao
Jambu Mete
Lada
Cengkeh
Jarak Pagar
Kapas
Tembakau

LUAS AREAL (HA)


25 s/d Lebih dari 250
25 s/d Lebih dari 1.000
25 s/d Lebih dari 2.800
25 s/d Lebih dari 100
25 s/d Lebih dari 100
25 s/d Lebih dari 240
25 s/d Lebih dari 100
25 s/d Lebih dari 2.000
25 s/d Lebih dari 200
25 s/d Lebih dari 1.000
25 s/d Lebih dari 1.000
25 s/d Lebih dari 6.000
25 s/d Lebih dari 100

IUP Usaha budidaya tanaman perkebunan yang luasnya 25 (dua


puluh lima) hektar atau lebih, untuk 1 (satu) perusahaan
diberikan dengan batas paling luas berdasarkan jenis komoditas
sebagaimana tercantum dalam Tabel 2-3.

RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG


TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 19

LAPORAN
AKHIR

Tabel 2-3
Batas Paling Luas Penggunaan Areal Perkebunan Oleh 1 (satu)
Perusahaan Perkebunan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

2.4.5.

KOMODITAS

LUAS AREAL (HA)

Kelapa
Kelapa Sawit
The
Karet
Tebu
Kopi
Kakao
Jambu Mete
Lada
Cengkeh
Jarak Pagar
Kapas
Tembakau

25.000
100.000
25.000
5.000
5.000
10.000
5.000
150.000
1.000
1.000
50.000
25.000
5.000

PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian


fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya.Untuk
mencegah

kerusakan

fungsi

lingkungan

hidup,

sebelum

memperoleh ijin usaha perkebunan, perusahaan perkebunan


wajib:
1. Membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau
upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup.
2. Memiliki analisis dan manajemen risiko yang menggunakan
hasil rekayasa genetik.
3. Membuat pernyataan
sarana,

prasarana,

kesanggupan

dan

sistem

untuk

tanggap

menyediakan
darurat

yang

memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran dalam


pembukaan dan/atau pengolahan lahan.
2.5. PENYIDIKAN

RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG


TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 20

LAPORAN
AKHIR
Penentuan peraturan mengenai tatacara penyidikan jika terjadi
pelanggaran yang mengarah pada tindak pidana yang berindikasi
merugikan

keuangan

daerah.Penunjukan

penyidik

serta

wewenang yang diberikan untuk melakukan penyidikan tindak


pidana terkait penyelenggaraan usaha perkebunan, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.Selain
penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat
Pegawai

Negeri

Sipil

tertentu

yang

lingkup

tugas

dan

tanggungjawabnya di bidang perkebunan juga diberi wewenang


khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil.
2.6. KETENTUAN PIDANA
Pengaturan mengenai ancaman pidana kepada Pelaku Usaha
Perkebunan yang melakukan pelanggaran, baik dikarenakan tidak
memiliki ijin usaha perkebunan, maupun karena melakukan
tindakan yang menyebabkan kerusakan dan atau kebakaran, baik
disengaja maupun karena kelalaiannya. Ancaman pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun, dan denda paling banyak Rp.
15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah), sesuai UndangUndang No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, Pasal 46 sampai
dengan Pasal 53.
2.7. KETENTUAN PERALIHAN
Ketentuan peralihan diperlukan apabila materi hukum dalam
perundang-undangan sudah pernah diatur.Ketentuan peralihan
harus memuat pemikiran tentang penyelesaian masalah/keadaan
atau peristiwa yang sudah ada pada saat mulai berlakunya
peraturan perundang-undangan yang baru.
Ketentuan peralihan memuat :
1. Ketentuan-ketentuan

tentang

penerapan

peraturan

perundang-undangan baru terhadap keadaan yang terdapat


pada waktu peraturan daerah itu mulai berlaku.
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 21

LAPORAN
AKHIR
2. Ketentuan-ketentuan tentang melaksanakan peraturan daerah
itu secara berangsur-angsur.
3. Ketentuan-ketentuan tentang penyimpangan untuk sementara
waktu dari peraturan daerah itu.
4. Ketentuan-ketentuan mengenai aturan khusus bagi keadaan
atau hubungan yang sudah ada pada saat mulai berlakunya
peraturan daerah itu.
5. Ketentuan-ketentuan tentang upaya apa yang harus dilakukan
untuk memasyarakatkan peraturan daerah itu.
2.8. KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan Penutup berbeda dari Kalimat Penutup.Dalam undangundang, yang biasanya dirumuskan sebagai Ketentuan Penutup
adalah ketentuan yang berkenaan dengan pernyataan mulai
berlakunya

undang-undang

atau

mulai

pelaksanaan

suatu

ketentuan undang-undang.
Ketentuan penutup dalam suatu undang-undang dapat memuat
ketentuan pelaksanaan yang bersifat eksekutif atau legislatif
yang bersifat eksekutif, misalnya, menunjuk pejabat tertentu
yang diberi kewenangan untuk melakukan sesuatu perbuatan
hukum, atau untuk mengeluarkan dan mencabut perijinan,
lisensi,

atau

konsesi,

pengangkatan

dan

memberhentikan

pegawai, dan lain sebagainya. Sedangkan yang bersifat legislatif,


misalnya,

memberi

wewenang

untuk

membuat

peraturan

pelaksanaan lebih lanjut (delegation of rule-making power) dari


apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
2.8.1.

PENUTUP

Penutup

merupakan

bagian

akhir

peraturan

perundang-

undangan. Di dalam kalimat penutup tersebut dimuat hal-hal


sebagai berikut :
RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 22

LAPORAN
AKHIR
1. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan peraturan
perundang-undangan dalam Lembaran Daerah atau Berita
Daerah.
2. Tandatangan

pengesahan

perundang-undangan

atau

penetapan

yang

peraturan

bersangkutan

oleh

Gubernur/Bupati atau pejabat terkait.


3. Pengundangan

peraturan

perundang-undangan

tersebut

dengan pemberian nomor.


Rumusan

perintah

Peraturan

Daerah

pengundangan
Kabupaten

yang

Bandung

bersifat

Tentang

standar

ijin

Usaha

perkebunan dimuat dalam Pasal_____ yaitu : Peraturan Daerah


ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya,

memerintahkan

pengundangan

Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah


Kabupaten Bandung.

Sedangkan

penandatanganan

pengesahan

atau

penetapan

memuat :
1. Tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan;
2. Nama Jabatan;
3. Tandatangan pejabat; dan
4. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan
pangkat.

RANCANGAN AKADEMIKPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG


TENTANG IJIN USAHA PERKEBUNAN

2 - 23

Anda mungkin juga menyukai