Anda di halaman 1dari 98

[i]

Dinda Hidayanti, 2013

[ii]

Dinda Hidayanti

Penerbit
NulisBuku.com

Terdampar di Rusia
Copyright 2013 by Dinda Hidayanti

[iii]

Ucapan terimakasih
Aku,

pengen

banyak-banyak

mengucapkan

terimakasih kepada Tuhanku Allah SWT, Mamah Julie


Giriani, adikku Dita yang namanya banyak aku sebut
dibuku ke dua ini, tante Ida Harsono dan kawan-kawan
yang

namanya

juga

ikut

terpampang

nyata

membahana dalam buku ini. Syahrini mode : ON.


Spesial pake telor, buku ini aku persembahkan
untuk putra pertamaku:
Raditya Raffi Rachman
8 feb 2013
Tentunya tanpa adanya dukungan semangat dari
mereka semua, buku ini tidak akan pernah jadi buku.
Yang ada hanya akan jadi coretan ga bermutu dan jadi
bungkus gorengan.
Bangil, Januari 2013
[iv]

Daftar isi
Ramadhan pertama Di Rostov-1
Asrama barat-11
Kobel dan minyak zaitun-22

Kobelisme insiden si abdul-31

Tetangga dari Gn. Himalaya-37


Dosenku sayang, dosenku malang-42
Si ompong dan balada rumah sakit-53
Mabok Janda-58
Nilai kedisiplinan Rusia-66
Oseng-oseng kentang telor-74
Ciputat-Cibubur -82
Horror tingkat dewa-104
Daswidanya Bangil-117
Si manis dari Bangladesh -125
Deportasi-132
Apa itu PNBB-146
Tentang penulis-152

[v]

Ramadhan pertama
di Rostov
Rostov-on-Don, 15 september 2007.

Inilah

pengalaman yang tak akan pernah

bisa kulupakan seumur hidupku. Setelah liburan leto


berakhir, aku harus kembali ke rutinitasku sebagai
seorang mahasiswa tingkat satu fakultas psikologi.
Setelah aku menyelesaikan urusanku dengan Nabil,
maka aku bisa menyambut bulan ramadhan dengan
hati ringan.
Ramadhan tahun ini memang sangat ekstrim,
karena datang di musim panas. Selain waktu puasa
yang lebih panjang, dari pukul empat pagi sampai
pukul setengah sembilan malam, juga karena banyak
zinah mata di mana-mana. Banyak sekali kaum
1

perempuan yang tanpa busana, ups! Tapi, apapun itu,


terserah. Yang jelas aku tak seperti itu.
Hari ini, hari pertama puasa dan aku harus
melakukan

pemeriksaan

kesehatan.

Baik

di

Indonesia atau pun di Rusia, budaya antri tetap


berlaku, aku harus mengantri di antara orang asing
yang beraroma bau badan tak sedap dan mereka
adalah teman sekelasku. Pagi ini, aku hanya sahur
dengan doa, karena bangun kesiangan, jadi tak
sempat makan.
Pukul tujuh pagi aku sudah pergi menuju
studenceski polokinik (poliklinik pelajar), lebih cepat
dua jam dari jadwal seharusnya. Tempat kliniknya
belum kutahu, oleh karenanya aku berangkat jauh
sebelum jadwalnya, agar tak sampai telat tiba di
tempat tujuan. Setelah bertanya kepada beberapa
orang, aku pun sampai. Mulailah mengisi data-data
administrasi

yang

cukup

melelahkan

sehingga

membutuhkan waktu satu jam dan bantuan dari


seorang nenek penjaga fotokopi. Ternyata budaya
[2]

antri di Rusia sangat parah, karena mereka tak antri


dengan membuat barisan, tetapi berkumpul di depan
pintu. Hal ini membuat make-up para wanita Rusia
yang tebal itu pun memudar, bau parfum tak sedap
pun tercium dan rambut yang tertata rapi pun
menjadi berantakan. Aku pun akhirnya berbaur
dalam

kumpulan

itu,

tenaga

habis

terkuras

sementara masih ada tiga cap dokter yang harus


kudapat.
Dari semua dokter, sayangnya tak semuanya
ambil andil, kebanyakan hanya bertanya. Dan, aku
hanya menjawab semua pertanyaan dengan satu
kata : Da (iya). Saat masuk ke ruangan dokter
ginekolog, sang dokter bertanya hal yang tak
kumengerti, untuk mempersingkat waktu, aku hanya
menjawab singkat da. Jawaban antara sadar dan
tidak karena badanku sudah terlalu lemas, lelah.
Selanjutnya dokter bertanya hal yang mengganjal
dan kurang enak didengar : Suami kamu kerja
dimana?
[3]

Bingung. Kenapa bertanya tentang suami? Aku


hanya menjawab jika aku belum menikah. Dokter
yang bermata abu-abu itu malah marah besar :
Aku bertanya, apakah anda pernah berhubungan
intim atau
menatap

belum? Anda jawab iya. Tapi kenapa


tajam

Sebenarnya

saat

sudah

ditanya

apa

tentang

belum?

suami?

Jangan

asal

menjawab. Suara sang dokter terdengar kesal.


Mendegar itu, mukaku jadi pucat. Masalah
besarnya, mereka tak mengerti bahasa Inggris, dan
bahasa Rusiaku saat itu masih sangat terbatas. Aku
baru tujuh bulan di sini, jadi bagaimana mungkin
bisa menghapal semua istilah bahasa Rusia. Karena
kuliahku di jurusan psikologi, maka istilah yang
kupelajari adalah istilah untuk psikologi. Sedangkan
istilah untuk bidang kedokteran dan bidang lainnya
tentu saja berbeda.
Setelah sampai asrama, aku segera sholat ashar
dan dzuhur yang kujamak. Badanku berangsur
terlihat segar, aku langsung memasak untuk berbuka
[4]

puasa. Aku masak cukup banyak karena masakan ini


bukan

hanya

mahasiswa

untukku,

asal

tapi

Indonesia

juga

yang

untuk dua
satu

asrama

denganku, Andres dan mas Tegar. Untuk hari puasa


pertama ini, aku sengaja memasak menu istimewa:
susu, nasi, dan tumisan sawi putih. Menu istimewa
yang sederhana, tapi cukup untuk memulihkan
tenaga yang lemas.
Andres datang setengah jam sebelum waktu
berbuka, sedangkan mas Tegar masih di kampus.
Waktu terasa berat dan semakin berat karena menu
berbuka telah terhidang di depan mata. Aku melihat
jam tanganku, waktu buka puasa kurang lima menit
lagi, tapi Andres malah bilang jika waktunya kurang
tiga belas menit lagi. Hah? Aku melihat jam di
ponselku, kurang tujuh menit lagi. Sedangkan jam di
komputer ternyata kurang tujuh belas menit lagi.
Bingung.
Tahun

ini,

jaringan

internet

masih

belum

tersambung, hanya ada warnet yang berada di


[5]

bawah asrama dengan harga yang masih cukup


mahal juga selalu penuh. Untuk jadwal waktu sholat,
aku meminta jadwal pada petugas masjid, di utara
kota. Langsung untuk waktu satu tahun. Di Rusia,
matahari

tak

bekerja

secara

teratur,

tetapi

tergantung pada musim. Saat musim dingin yang


biasa terjadi di bulan desember, matahari akan
bekerja selama delapan jam. Sedangkan saat musim
panas, matahari bekerja tanpa lelah selama dua
puluh dua jam. Apalagi di kota St.Petersburg yang
terletak di sebelah utara Rusia, mataharinya hanya
terbenam selama kurang dari satu jam, atau biasa di
sebut dengan nama Belii Noch.
Akhirnya kami sepakat untuk mengikuti jam di
komputer, untuk itu kami menyetel alarm ponsel
yang kami setting dengan suara adzan. Adzan
pertanda berbuka puasa telah berbunyi dari ponsel,
kami segera melantunkan doa berbuka puasa.
Kerinduan akan tanah air tiba-tiba hadir mengisi
hatiku, rindu akan mama dan masakannya, juga
suasana ramadhan di Indonesia.
[6]

Buka puasa pertama ini cukup hangat karena


diiringi dengan tetesan air mata haru dan sedih. Ini
lah tahun pertama yang kami lalui di Rusia, yang jauh
dari saudara dan dari suasana ke-islaman seperti di
tanah air.
Alhamdulilah, marhaban yaa Romadhon.

[7]

Asrama barat
Rostov, September 2007

Sekarang aku sudah resmi menjadi mahasiswa


tingkat satu di Universitas Federal Selatan Rusia.
Asramaku sudah berpindah, bukan lagi di DSTU.
Asramaku memang telah pindah, tapi aku masih
tetap berada di kota Rostov-on-Don. Mungkin
takdirku memang di kota ini. Rino temanku sudah
pindah ke kota Moskva, sedang Ando ke St.
Peterburg melanjutkan kuliah kedokteran.
Alarm ponselku berbunyi tepat di pukul lima pagi,
dinginnya bulan November di kota Rostov menyusup
hingga ke tulang. Aku kembali menarik selimut demi
mengurangi dinginnya udara didalam kamar, aku
masih malas untuk bangun. Pamanas ruangan kamar
juga sepertinya tak bekerja maksimal.
[8]

Walau belum masuk musim salju, tapi udara


sudah sangat dingin. Suhu di termometer ruangan
hanya dua belas derajat. Tetap saja aku harus
memaksakan diri untuk keluar dari kehangatan
selimut untuk mengikuti kelas pagi di glavni korpus,
gedung utama.
Dengan malas aku mengeluarkan satu persatu
bagian tubuhku, terutama kaki terlebih dahulu dari
selimut dan memaksanya untuk turun dari kasur
yang hangat dan empuk itu. Semantara dua teman
kamarku, Cik Mai dan Lan Shi, masih tertidur pulas.
Cik Mai adalah mahasiswi tingkat empat yang
berasal dari Vietnam, sedangkan Lan Shi berasal dari
China dan baru tingkat satu. Mereka berdua adalah
teman sekamar yang baik dan kompak. Kamis elalu
saling mengisi dan berbagi.
Kulangkahkan kakiku dan kuraih handuk yang
tergantung di tiang tempat tidurku. Dengan hati-hati,
kubuka pintu kamarku yang sudah tua dan hampir
rusak. Telah banyak uang yang kami keluarkan untuk
[9]

memperbaiki pintunya namun belum juga bagus,


sedangkan komandan asrama sama sekali tak perduli
dengan keadaan ini.
Tak hanya itu, koridor kamarku juga tak
mempunyai lampu, kondisi lantai kayunya banyak
yang rusak. Kondisi dapur umum ternyata tak kalah
tragis, ruangannya suram dan hanya diterangi
cahaya lampu lima watt.
dapur,

di

gedung

ini

Menyeramkan. Selain
pun

banyak

ruangan

menyeramkan lainnya, ruangan yang hanya diberi


penerangan cahaya api yang menyala dari saluran
gas elpiji, juga bau tak sedap dari cerobong tempat
sampah ditambah bau gas dari pipa elpiji yang bocor.
Tapi, asrama ini jauh lebih baik dari asrama waktu
podfak dulu. Di sini, kamar mandinya terdapat di tiap
blok dan hanya digunakan oleh penghuni bloknya
saja, setiap blok terdiri dari empat kamar dengan
total penghuni 10 orang saja.
Tiga orang untuk kamar berukuran besar dan dua
orang untuk kamar berukuran kecil. Satu hal yang
[10]

lucu sekaligus tragis adalah kondisi liftnya yang


jarang berfungsi, mungkin karena usianya yang tua
dan tak terawat. Selain lift, saluran air juga sering
sekali bermasalah.
Dari lantai tiga sampai lantai Sembilan, hanya air
panas saja yang mengalir, itu pun tak lancar bahkan
kadang mati total. Air panas dan dingin hanya
mengalir lancar sampai batas lantai dua saja, lantai
khusus

yang

disediakan

untuk

mahasiswa-

mahasiswi kaya. Harga sewa kamarku hanya 150


dollar pertahun, sedangkan untuk lantai satu dan dua
sewa kamarnya 200 dollar per bulan. Perbandingan
yang membanting ya?
Kuraih botol air minum lima liter yang telah
kudinginkan semalam, lalu menuangkannya dalam
ember kecil dan kugunakan untuk mencuci muka,
menggosok gigi serta wudhu.
Selain itu, aku pun telah menampung air panas
untuk

keperluan

sehari-hari,

karena

aku

tak

mungkin bisa langsung menggunakan air panas yang


[11]

rasa-rasanya seperti air yang mendidih. Aku tak


ingin banyak mengeluh karena kondisi asrama
terbaik nomor enam di Rusia ini, aku terus berusaha
untuk bersyukur dengan segala yang aku alami.
Di bulan November ini, jadwal sholat subuhnya
dari

pukul

enam

sampai

jam

delapan

pagi,

sedangkan saat musim dingin menjadi pukul tujuh


sampai delapan. Hanya ada satu masjid berdiri di
kota ini, masjid yang sering kudatangi jika aku telah
rindu dengan suara adzan. Di Rusia, ada tempat bagi
jamaah wanita untuk melaksanakan sholat jumat,
karena muslim di Rusia mengikuti mahzab Hanafi,
bukan mahzab SyafiI seperti di Indonesia.
Di Masjid, selain menjadi pengobat rasa rindu
akan adzan, aku juga bisa menata hatiku, berdoa dan
bersilaturahmi dengan muslimah Rusia.
Setelah sholat dan berdoa, aku mempersiapkakan
diri untuk kuliah. Dengan menggunakan palto pink
sepanjang lutut yang merupakan hadiah dari Cik Mai,
jeans, jilbab dan syal, aku melangkah mantab pergi
[12]

ke kampus. Tak lupa memasang earphone di kedua


telinga agar bisa mendengarkan musik di dalam bus.
Hal ini kulakukan agar aku tak mendengarkan
makian dan teriakan penuh emosi yang biasa terjadi.
Orang Rusia memang terkenal suka berdebat,
saling mengadu tinggi suara dan beradu argument
dalam segala hal. Meski tak sampai adu fisik. Sikap
seperti itu ternyata tak hanya berlaku di dalam bis
saja, tetapi di mana pun mereka berada. Dan itu
terjadi di semua kalangan, baik itu yang tua, yang
muda, guru, supir bis, pegawai, bahkan pemulung.
Sikapnya memang seperti itu.
Zdraswice dobre utro..
Kuucapkan selamat pagi kepada seorang nenek
yang bekerja sebagai bakhtior, penjaga pintu di lantai
dasar.
Dobre utro na zaniati? selamat pagi, kuliah?
nenek itu menjawab dengan muka dinginnya.
Da, kanietsna, tentu saja sambil tersenyum dan
berlalu.
[13]

Nenek itu walaupun sudah tua tapi tetap masih


bekerja, ini sudah umum terjadi di Rusia. Para lansia
itu

umumnya

bekerja

sebagai

bakhtior,

kuli

bangunan, supir tramway, atau pun penjaga pintu


kwartira, flat/apartemen. Mereka terus bekerja demi
mencari sepotong roti untuk makan, umur bukanlah
penghalang.
Pekerjaan

apapun

akan

dilakukan

demi

menyambung hidup, mengingat dana pensiun sangat


minim. Orang Rusia pantang berpangku tangan
selama masih punya kekuatan dan tenaga. Hebat!
Aku melihat jam tangan, masih menunjukkan
pukul setengah tujuh pagi. Di musim dingin,
matahari masih belum juga menyapa, jam kerjanya
pun pendek. Terdengar suara dahan dan pohon yang
tertiup angin, pasti di luar sangat dingin.
Aku keluar dari pintu, angin dingin dan kencang
langsung menampar wajahku, dingin sekali. Sesekali
rintik lembut air hujan menerjang wajahku.

[14]

Sebenarnya aku malas untuk kuliah, tapi saat


kuingat tentang tanggung jawab dan tujuanku datang
ke sini, aku tetap melanjutkan untuk melangkah
pergi meninggalkan kamarku yang hangat karena
pemanas ruangan yang dibeli oleh Cik Mai.
Tiga puluh menit sudah aku berdiri, tapi tak satu
pun bis yang lewat, hanya beberapa masrut, angkot
saja yang lewat. Sebetulnya bisa saja aku menaiki
masrut, tapi aku lebih memilih untuk naik bis karena
harga tiket yang lebih murah. Sebagai mahasiswa
asing yang hidup dengan beasiswa, maka aku harus
cermat menghitung semua pengeluaranku. Selain itu,
harus kuat mental agar tetap bisa bertahan hidup di
negeri orang.
Walau langit masih gelap, bis nomor 67 ini telah
banyak penumpang. Bis ini akan melewati Balsaya
sadobaya atau jalan utama kota Rostov-on-Don.
Setelah melewati beberapa halte, akhirnya aku
sampai di tujuan.

[15]

Dari halte, aku harus berjalan kaki sejauh lima


ratus meter untuk sampai kampus. Di Eropa,
memang harus barjalan kaki, karena tak ada tukang
becak atau pun ojek. Aku jadi teringat seniorku,
Mbak Leli, yang setiap hari harus berjalan kaki
sekitar dua kilometer untuk sampai ke halte
terdekat.
Pagi ini terasa sangat melelahkan, apalagi
semalam aku tak tidur karena harus menyelesaikan
tugas yang menumpuk. Aku hampir saja lari dari
semua ini, tapi aku tak mungkin melakukannya.
Aku masih sangat jelas mengingat harapan Mama
dan semua orang untukku, oleh karena itu aku tak
boleh menyerah dan membuang kesempatan yang
sangat langka. Beasiswa di luar negeri memang tak
mudah didapatkan dan tak semua orang beruntung
mendapatkannya.
Ingatanku tiba-tiba menuju ke Ana, teman SMAku. Ana adalah gadis yang cerdas, tekun mempelajari
sesuatu, dan prestasinya selalu melebihiku. Ia hidup
[16]

di tengah keluarga yang sangat sederhana, dan


prihatin. Saat ujian, tasnya selalu dipenuhi buku
pelajaran dan kain-kain border milik tetangga yang
harus dirapihkan ujungnya, itu memang pekerjaan
Ana.
Ibunya hanyalah ibu rumah tangga seperti juga
mama, tapi terkadang ibunya Ana juga mengerjakan
bordiran. Aku pernah diajak Ana untuk mengunjungi
tambak ikan yang berjarak lima kilometer dari desa,
kami mengayuh sepeda untuk menempuhnya. Di
sana, bapak dari Ana sedang menjala ikan dengan
sebuah rakit.
Aku melihat Ana sedang mengumpulkan dahandahan kayu kering dan menyiapkan perapian. Aku
dengan sigap membantunya dan mengeluarkan
barang-barang yang telah kami bawa dari rumah :
sendok, kecap, cabe, garam dan nasi.
Setelah itu Ana membersihkan ikan yang diambil
dari tambak dan membakarnya. Tambak ini adalah
sumber penghasilan keluarga Ana, walau hasilnya
[17]

tak

seberapa,

tapi

tambak

ini

mampu

menyekolahkan Ana sampai SMA.


Aku terkejut dengan sentuhan tangan dingin yang
mengenai pipiku, ternyata aku tertidur di kelas. Saat
kubuka mata, kulihat semua penghuni kelas.
Aku langsung menggeser posisiku agar Irina dapat
duduk, Ia bertanya tentang keadaanku karena
melihat wajahku yang lesu dan pucat. Aku hanya
tersenyum dan mengatakan bahwa aku baik-baik
saja. Dosen akhirnya datang, pelajaran pun dimulai.
Namun aku hanya terdiam seribu bahasa karena
aku masih belum mengerti banyak tentang bahasa
Rusia, kuliah podfak selama enam bulan belum cukup
untuk memahami bahasa Rusia. Sikapku di kelas
persis seperti orang yang tuna rungu dan tuna
wicara. Sungguh memilukan. Hiks

[18]

Kobel dan minyak zaitun


Siapa sih, yang ga tau tentang khasiat minyak
zaitun? Minimal tau-lah minyak yang sering dipakai
oleh orang orang eropa untuk memasak, karena di
anggap nilai kolesterolnya yang minim.
Beda orang eropa beda pula orang Indonesia. Mau
dikatakan orang Indonesia cerdas dan kreativ, itu
benar. Orang Indonesia selalu punya caranya sendiri
untuk berkreativitas! Tentu saja karena Indonesia
diakui sebagai bangsa atlantis yang menghilang
beberapa abad lalu. Ceileeh.
Kenapa ngomongin atlantis? Ada ada saja aku ini!
Tapi benar! Sebentar! Aku mau kisahkan sesuatu
hubungan antara minyak zaitun dan mahasiswamahasiswi Indonesia di Rostov ini.
[19]

Musim dingin sudah menyapa, beberapa minggu


ini Kobel memiliki masalah dengan kulit, untuk
manusia yang biasa hidup di negara tropis yang
lembab seperti Indonesia, tentunya musim dingin
menjadi momok bagi kita semua! Karena apa? Kulit
kita seakan-akan terasa teriris perih tiada tara. Itu
semua karena kering, bahkan terkadang terlihat
goresan tipis-tipis dan mengeluarkan darah. Selain
takut dengan vonis kanker kulit, plus tidak tahannya
dengan rasa perih maka kami tak surut asa.
Kami bukannya mahasiswa-mahasiswi dengan
biaya hidup selangit. Bisa makan sehari, dua kali saja
kami sudah sangat bersyukur! Bagaimana kami punya
pemikiran untuk membeli body lotions? Genit! Tentu
bukan karena alasan itu.
Tapi

body

lotions

disini

merupakan

suatu

kebutuhan primer juga. Bukan untuk gaya-gaya-an!


Atau mau bertahan ga pake body lotions dan nanti kalo
pulang berubah jadi monster bekulit sisik? Tentu tidak,
kan?
[20]

Tapi sayang, uang kami tak cukup banyak untuk


membeli body lotions yang harganya sama dengan
sekilo ayam mentah. Dari pada buat beli body lotions
lebih baik membeli ayam satu kilo buat makan satu
minggu? Benar? Mau hitung-hitungan ala pelajar
Rostov? Silahkan! Hahaha.
Setelah browsing di internet, aku mendapat ide
untuk mencari tahu tentang kegunaan lain dari minyak
zaitun.

Karena

seingatku

minyak

ini

banyak

manfaatnya.
Wow, ternyata khasiatnya sangat sungguh amat
luar biasa! Membuatku terkagum-kagum hingga
mampu menyalakan radar kreativitas di otak yang
berkapasitas mungil ini! Aku baru tau selain buat
masak, minyak ini bisa menjaga kelembaban kulit!
Bener loh! Aku ga sedang bercanda.
Dengan hati berbunga-bunga dan harapan tinggi
untuk membantu sesama, maka sepulang kuliah aku
berjalan ke salah satu mini market terdekat untuk
[21]

membeli sebotol kecil minyak zaitun, untuk adik-adik


di dgtu.
Murah!
Harga sebotol berisi 500ml hanya seperti setengah
kilo ayam. Dan yang pasti lebih banyak dari pada body
lotions! Hahaha, ternyata ada gunanya juga aku ini.
Memasuki ruangan berukuran empat kali lima
yang bersuasana sangat temaram, karena hanya diberi
penerangan ala kadarnya dengan lampu duapuluh lima
watt! Menjadikan suasana sumpek dan pengap! Tapi
inilah tempat tinggal mahasiswa-mahasiswi kita!
Bukan aku mau memburukkan keadaan, karena
sebetulnya

masih

bisa

diperbaiki.

Tapi

harus

mengeluarkan biaya extra. Yah, dari pada uangnya


habis buat tempat tinggal lebih baik disimpan buat
kepentingan sekolah yang lebih penting. Itung-itung,
ini adalah salah satu dari kesiapan dan pematangan

[22]

mental mahasiswa-mahasiswi kita! Iya ga? Hahaha,


sebuah dalil pembenaran diri. Bilang aja malas!
Eh ada kak Udin? Apa kabar Kakak? Sapa Kobel
dari balik selimutnya. Ia baru saja terbangun dari tidur
siangnya, padahal matahari sudah mau tidur kembali.
Maklum musim dingin, kinerja matahari agak singkat,
hingga senja cepat menyapa. Dasar kebo!
Baik Bel, eh gimana kulitmu? Tanyaku tanpa
basa-basi, tinggal di Rusia tiga tahun membuatku lupa
cara berbasa basi.
Masih perih Kak! Jawabnya seraya turun dari
tempat tidur yang terletak ditingkat dua.
Sini, coba aku liat tanyaku a la dokter kawe,
Kobel dengan disaksikan Dita dan Uchok, akhirnya
ia membuka kaosnya dan memberikan punggungnya
tepat didepan hidungku. Dan, wow! Pemandangan apa
itu?
[23]

Kasihan sekali, kulitnya menjadi rusak pecahpecah, ada goretan berdarah-darah. Sebagian sudah
mengering dan menjadi borok. Pasti rasanya perih dan
gatal. Uuuh.
Bel, pake minyak ini ya? Tawarku, sambil
mengeluarkan minyak zaitun dari dalam tas.
Apaan tu kak? Hah minyak? Lo kate, ini kullit
ayam mau lo goreng? Serunya, sambil buru-buru
menutup kembali punggungnya dengan kaos lusuh,
belel!
Loh bel, tapi ini bukan minyak biasa! Ini minyak
ajaib! Bisa buat

kulit

kamu! Jawabku seraya

menerangkan,
Aku juga pake! Jawabku menekankan.
Udah, sini, sini! Cepet buka kaos lo! Sini gue
lulurin! Perintahku dengan cepat.

[24]

Kobel

dengan

menyeringai.

Dengan

wajah
iseng,

mesumnya
ia

mencoba

kembali
untuk

mengganggu, ia bilang
Lo kak yang mau ngelulurin gue? Ntar lo
terpesona lagi! Haha
Apa? Terpesona dengan papan climbing dipunggung lo? Jangan salah! Ga napsu! Jawabku
dengan muka sedikit aneh.
Akhirnya, Uchok yang membantu Kobel untuk
membalur seluruh tubuhnya dengan minyak zaitun.
Tak terasa hari mulai gelap, sebelum berpamitan
pulang ke asramaku, aku dan adiku ini berbeda
asrama. Aku singgah dulu ke toilet diasrama mereka.
Sekembalinya dari toilet ternyata aku dikagetkan
dengan penampakan manusia minyak dari kamar tiga
ratus enam belas.

[25]

Kobel, dengan tubuh penuh dengan minyak dari


ujung rambut samapi ujung jempol. Seluruh tubuh, ia
balur dengan minyak zaitun. Aku, sangat terkejut dan
penjelmaan ini. Aku tertawa terbahak-bahak melihat
minyak zaitun ukuran 500ml. Itu hanya tersisa
setengah botol. Dan ternyata cukup banyak yang
terbuang untuk tubuh Kobel yang jangkung itu.
Tiga hari, setelah kejadian manusia minyak itu, aku
berniat untuk mengunjungi Dita dan kawan-kawan di
dgtu, tempat dimana adikku sekolah persiapan. Juga
sekolah persiapan bahasaku dua tahun lalu.
Hari memang sudah larut, aku juga baru saja
keluar dari kelas sekitar pukul tujuh malam, itu setiap
hari.

Karena,

fakultasku

menggunakan

vrexni

smennaya sistema, system jadwal atas atau kelas siang.


Cukup berjalan sekitar lima belas menit untuk
sampai ke asrama dgtu dari kampusku.

[26]

Begitu sampai dikamar Kobel yang memang jadi


sarangnya pelajar Indonesia ini, aku benar-benar
dikejutkan dengan sesuatu yang janggal. Sangat
janggal, membuatku ingin sekali tertawa, hingga
terjungkal-jungkal.
Didalam kamar sudah ada Dita, Uchok dan Kobel,
yang membuat janggal adalah, ke tiga mahluk ini, dari
atas sampai bawah berkulit menyerupai reptile.
Mengkilap disembur cahaya temaram dari sorot
lampu duapuluh lima watt, sedang terdiam mematung,
saling berpandangan dan masing-masing memasang
nyengir kuda untuk menyambut kedatanganku.
Ya, benar! Ke tiga mahluk dgtu ini ternyata sudah
berbalur minyak seluruh tubuh mereka.
Semua ini bermula, sejak dua hari yang lalu ketika
Kobel membeli minyak zaitun berbentuk botol jin
berukuran dua liter. Ternyata, mereka menyadari,
begitu dasyatnya khasiat minyak zaitun bagi kulit sisik
[27]

mereka. Dan atas nama keindahan! Aku acungkan


jempol! Inilah kreasi anak-anak Rostov! Berjuang di
tengah-tengah perjuangan!

[28]

Kobelisme insiden si abdul


Kali ini, aku akan cerita tentang Kobel lagi ya?
Gapapa ya? Memang tak akan pernah habis cerita
tentang dia, tentang kelakuan konyol, kelakuan yang
aneh dan selalu saja menghibur. Hehe.
Sebetulnya, jika kita baru saja berkenalan dengan
sosok Kobel, kita pasti akan terkecoh dengan lelaki
yang tingginya hampir seratus tujuhpuluh empat,
berbadan sexi, lengkap dengan rambut jengrak, berdiri
ke atas. Lelaki ini istimewa, ia bisa berbagai bahasa,
polyglot sebutannya dalam bahasa Rusia. Ia sanggup
bicara dalam bahasa arab, inggris, sunda, sedikit jawa,
serta Rusia. Mantabkan? Hebat, kataku. Kobel, itu
namanya.

[29]

Jangan salah, meskipun anak ini super ajaib. Tetep


saja orangnya gokil abis. Sampai terkadang, terasa
garing. Bagiku, tanpanya, aku akui Rostov akan terus
diselubungi awan hitam tanpa hari-hari seistimewa
saat Kobel memulai harinya dengan kegokilan yang
super ajaib ini.
Sebetulnya ia emang gokil segokil-gokilnya. Hanya
saja, aku tak tahu bagaimana cara menulis yang baik
untuk mengexpresikan ke gokilannya.
Di suatu hari, saat Kobel akan melaksanakan sholat
dikamarnya. Maklum, ini orang lulusan pesantren. Jadi,
masih mau sedikit ingat sama yang diatas. Ternyata,
tak disangka datang seorang sobat asing mereka dari
maroko, Sofyan namanya. Ia juga seorang muslim.
Sebetulnya, Sofyan bukan asli sekali dari maroko,
karena ibunya orang Rusia. Jadi, blesteran gitu.
Sofyan juga biasa di panggil akhi oleh Kobel, Dita
dan Uchok. Ini bersahabat karib yang cukup langka,
dengan kawan-kawan dari Indonesia. Kenapa? Ya,
[30]

karena orang Indonesia makan nasi setiap hari. Lho ga


nyambung? Tapi bener, yang membuat akhi suka
dengan pelajar Indonesia adalah karena orangorangnya yang dimatanya terlihat super aneh, seperti
halnya Kobel dan Uchok. Meskipun, waktu pertama
kali datang. Uchok adalah pria normal pada umumnya,
sebelum menjelma kmenjadi seperti Kobel, yang
mlintir otaknya. Hehe.
Si akhi ini, juga tergila-gila dengan film god father
sampai ia pernah bilang pada kami, jika nanti sudah
lulus kuliah dari Rusia, ia hendak jadi mafia. Biar
keren, katanya. Si akhi ini tipe orang Rusia yang dingin
dan kaku. Keanehan yang terjadi pada dirinya ini,
disinyalir berkat terlalu sering makan nasi bersama
pelajar Indonesia. Hehe. Back to the story,
Kobel yang hendak sholat ternyata menggunakan
sarung khas asia tenggara, bukan karena tradisi. Tapi,
lebih karena hampir seluruh celananya najis. Kobel,
memang jarang banget cuci baju. Jadwal laundrynya
[31]

adalah satu bulan sekali. Itu juga hanya direndam


dengan pewangi, kemudian dibilas seadanya.
Kebetulan, akhi berdiri diposisi sebelah Kobel yang
sedang berganti dari celana ke sarung, dan ternyata ia
tertarik dengan suatu hal baru yang benar-benar baru
menurutnya juga unik.

Langsung saja, ia menunjuk

kearah hal yang paling sensitif untuk umat manusia


milik Kobel. Tanpa basa-basi ia langsung saja
menunjuk apa yang membuatnya penasaran dengan
jari telunjuknnya
What is this bel? Tanyanya penuh tanda tanya.
Dasar Kobel, yang camen. Yang ada didalam
pikirannya adalah hal-hal jorok, sepanjang masa dan
dengan lantang Kobel langsung menjawab tanpa pikir
panjang
Lho? Kamu tak tahu namanya? Ingin tahu?
Jawabnya genit.

[32]

Tanpa disadari sebelumnya, akhi inipun memasang


wajah serius, dengan terus melihat kearah sarung. Dan,
sekali lagi. Bukan isi dari sarungnya. Sambil tgerus
menatap seakan terhipnotis dan mengangguk mantap
maka akhi menjawab,
Da, hacu znat. Ya, aku ingin tahu!
Kobel dengan senang menunjuk ke arah daerah
sensitifnya yang terletak tepat diballik sarung yang ia
gunakan, serta menjawab
This called abdul! Jawabnya penuh wibawa,
Sofyan mendadak membisu, ia terlihat bingung,
Uchok yang sedari tadi sedang berjoged tidak jelas
didalam kamar juga menjadi terdiam mematung. Dita
yang kebetulan juga sedang berada didalam kamar
tersebut sontak langsung bengong. Dan sepertinya,
semua orang dalam kamar telah mengetahui tentang
maksud pertanyaan Sofyan.

[33]

Sadar seluruh kamar teridam, Kobel tersadar


What do you mean? Tanya Sofyan
Yap, you ask me about my d*ck right? Yes, this
called abdul! Sekali lagi jawaban pasti Kobel.
Wajah Sofyan mendadak menjadi merah padam,
menahan tawa sekuat tenaga, sedang Uchok dan Dita
serempak langsung tertawa sekeras-kerasnya hingga
terjongkok-jongkok.
Akhirnya, pertahanan untuk Sofyan yang sedari
tadi mati-matian memendam tawanya ini mencair. Ia,
menunduk sambil megang perutnya hingga terkentutkentut. Semua ini terjadi, karena Sofyan tak pernah
menebak bahwa
isi sarung Kobel memiliki nama abdul
Setelah tragedi abdul, Kobel sukses menulari
orang-orang sekitar dengan kegokilan yang setiap hari
berganti tema. Tak hanya Sofyan yang akhirnya
[34]

menjadi terobsesi menjadi lakon god father, bahkan


Uchok dan Dita akhir-akhir ini menjadi sedikit lebih
gokil, mungkin semua ini karena virus baru ciptaan
Kobel yang bernama Kobelisme.
Beginilah hari-hari di sekolah persiapan bahasa.
Yang sering bisa membuat kita bertemu bermacammacam karakter orang. Orang gila seperti Kobel!

[35]

Tetangga dari Gn. Himalaya


Aku

memang belum pernah memperkenalkan

satu personil lagi dari kamar Kobel, selain Uchok ada


Niraj yang datang dari negara yang punya gunung
tertinggi di dunia, bisa tebak?
Yap, Nepal!
Niraj namanya, ia memiliki wajah mirip orang
india. Tapi, jadi sangat tidak suka jika kita salah tebak
karena faktor wajah. Ia, bahkan bisa langsung
mengumbar kata-kata buruk dan kotor hanya karena
itu. Tetapi, sejak sekamar dengan kawan-kawan kita
dari Indonesia, Uchok dan Kobel. Niraj memiliki
panggilan

baru

yaitu

abang

oleh

dua

orang

mahasiswa Indonesia kita di sini. Tak ada yang


[36]

berbeda dari abang dengan manusia kebanyakan,


abang adalah pelajar teladan.
Sebetulnya abang adalah kawan dari senior kita
tegar, abang ini sangat cinta Indonesia ia bahkan
pernah bilang
Indonesian students are the best, they are friendly
and respectful,
Itu

kesan

pertama

saat

Kobel

dan

Uchok

menempati kamar abang. Lain kata, setelah dua bulan


hidup bersama ternyata kegilaan Kobel udah tak dapat
lagi

Ditahan-tahan.

Mulailah

satu

persatu

ke

gokilannya keluar, memenuhi hari-hari berikutnya.


Sampai pada suatu hari, terjadilah salah persepsi
bahasa antara bahasa nepal dengan Indonesia.
Hari itu, Kobel sedang jadi manusia waras.
Sebenarnya kamar Kobel dijadikan markas tementemen Indonesia. Waktu itu Kobel, Uchok dan Dita
sedang berada dalam kamar. Sebetulnya Kobel sedang
[37]

asik berdongeng tentang cewenya di Indonesia yang


berkulit putih mulus dan cantik, mendengar kata
putih. Abang yang sedari tadi cuek bebek dan sedang
diam menghadap komputernya, langsung merespon.
Wajahnya merona menjadi ke hitam-hitaman. Ini
karena abang berkulit coklat matang. Seakan mirip
orang kesurupan sambil berdiri dan meletakkan
tangan dipinggang, ia mulai mengoceh
What the f*ck you said putih huh? Tanyanya pada
Dita, Uchok dan Kobel.
Tentu Kobel dan kawan-kawan tidak nggeh
mengapa abang secara tiba-tiba menjadi begitu marah?
Uchok seperti biasa ia hanya merespon kemarahan
abang dengan ketawa-ketiwi tak jelas, sedangkan Dita
melotot, terdiam tercengang dan karena merasa
bertanggung jawab maka Kobel dengan santai, ia
menjawab
Hey men, whats going on? Is i did mistake?
[38]

Abang yang sedang stress dan marah-marah


akhirnya menjawab
Why are u said putih? Tanyanya sekali lagi.
Kobel yang sedang jujur pun menjawab
Yes, thats right! I said putih, then what is your
problem? Terang Kobel dengan nada datar tapi
memasang wajah seperti lelaki homo. Entah darimana
asal muasal tampang homo itu? Cuma Kobel yang
tahu.
Abang yang mendengar kata itu keluar kembali
dari mulut Kobel langsung memberi bernada tinggi
Putih, in my language its mean d*ck. So, please dont
said that word anymore! Jawabnya penuh dengan
nafsu.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Kobel yang
sedang kambuh usilnya mulai mencari perkara dengan
memanggil putih ke arah Dita, dengan maksud agar
[39]

supaya abang yang sedang belajar, menjadi terganggu


konsentrasinya.
Awalnya
Kemudian

abang
Kobel

berhasil

akan

mulai

terpancing

emosi.

bereaksi,

dengan

memeluk abang kemudian membelai-belainya. Hingga


membuat abang menjadi geli dan mengatakan
Dont do seems like a gay teriak abang yang mulai
merasa jijik.
Dengan tingkah Kobel yang berhasil akhirnya,
Kobelpun tertawa kegirangan
Yes am a gay. So comin to me honey! Rayu Kobel
mengganggu abang.
Abang yang sering marah tak jelas, akibat stress
itu, akhirnya tak lagi bisa marah ke Kobel. Karena
Kobel mengerti, setiap abang marah, Kobel pasti akan
senantiasa memeluk dan membelai abang dengan
wajah mesumnya.
[40]

Abang Niraj menjadi sadar. Jika not all Indonesian


students are normal as human

[41]

Dosenku sayang,
dosenku malang
Satu
mahasiswi,

semester sudah adikku Dita resmi jadi


dijurusan

yang

memang

Dita

mau,

psikologi. Ilmu yang sesungguhnya. Dan, bukan


mahasiswi

persiapan

bahasa

lagi.

Jadi,

saking

bangganya ia sering sekali memperlihatkan kartu


mahasiswanya

di

hadapanku

sambil

tersenyum

bangga.
Bahasa

adalah

cara

makhluk

hidup

untuk

berkomunikasi dan menjelaskan apa yang ada dalam


perasaannya dan keinginannya.
Bahasa sifatnya sangat primer. Faktor bahasa
adalah masalah nomor wahid dalam keseharian
manusia pada umumnya, termasuk Dita disini. Maklum
bahasa masih acak kadut, juga aksen medok jawanya
[42]

yang kadang-kadang muncul secara tidak langsung dan


membuat orang Rusia berpikir Dita sedang berbicara
dalam bahasa Indonesia, padahal ia sedang berusaha
berbicara dalam bahasa Rusia .
Kalau di kelas, ia sering sendirian duduk dibarisan
terdepan, menyiapkan telinga lebar-lebar, agar dapat
menyerap seluruh kosakata yang tertangkap daun
telinga dengan jelas, tapi tetap saja ia gagal mencerna
apa yang di jelaskan oleh guru. Karena, yang terdengar
oleh telinganya itu, bukan suara manusia. Tapi, seperti
bunyi suara radio yang tidak dapat frekwensi
gelombang fmkrsekszz#@%%&*i&%zzzzkska.
Selama ini, Dita berusaha untuk mencoba mengerti
apa yang para guru ucapkan dengan rumus kira-kira
dan sepertinya, hal itu lumayan manjur. Tapi, kadang
juga meleset jauh dari perkiraan. Hehe.
Kalau mereka bertanya sesuatu jawaban yang
disediakan sudah pasti, adalah mata yang di buat belo,

[43]

wajah yang dibuat se-innocent mungkin, serta senyum


paling manis di bibir, plus ucapan,
Izvinite ya ne ponimayu, mozna esheras pavtarit,
maaf aku tidak mengerti, bolehkah di ulang sekali lagi.
Nah, kalau sudah begitu mulai memikirkan jurus
perkiraan lagi. Beginilah nasib mahasiswa asing
dengan keterbatasan bahasa. Seminggu kemarin ini
adalah minggu zachot yaitu ujian tapi tidak di beri nilai
untuk hasilnya hanya passed atau tidak.
Zachot pertama Dita adalah mata kuliah logika,
disini kita harus menjelaskan peranan logika dalam
suatu kalimat atau keadaan tertentu yang tentu saja
dalam bahasa Rusia. Untuk mata kuliah ini, sepertinya
Dita harus ikut ujian ulang dua kali, karena tidak lulus
dalam ujian pertama. Nasib.
Tapi. Pada akhirnya bisa juga diluluskan karena
dosennya terlihat mengasihani Dita. Nilai tambah

[44]

untuk seorang WNA yang sedang dalam masa sekarat


ujian.
Zachot kedua adalah mata kuliah bahasa Rusia
untuk orang asing. Sebenarnya, tidak susah tapi kami,
para mahasiswa asing hukumnya wajib ikut ujian
susulan jika kami tidak melakukan ujian pada
waktunya. Tentu saja. Waktu tes ia tertidur. Alasan
tidur telat, memang menjadi jawaban paling manjur
untuk mata kuliah yang satu ini, belajar untuk tes mata
kuliah lain yang lebih berat dan susah minta ampun.
Hehe.
Tapi hasilnya tidak memalukan juga, dapat nilai
paling bagus diantara mahasiswa asing lain. Bisa
berbangga

kali

ini

meskipun

harus

terpaksa

menggunakan jurus maut. Yaitu, alas an tertidur


karena harus begadang. Begadang jangan begadang.
Syalala..
Selanjutnya, zachot untuk mata kuliah dasar-dasar
profesi untuk psikolog. Kalau yang ini gampang saja,
[45]

pikirnya. Hanya diberi tugas yang di copy kedalam disk


kemudian disetor kepada dosen dan dapet, deh.
Zachot.

Padahal,

belum

tentu

juga

dosennya

mengetahui, apakah didalam disk yang dikumpulkan


ada isinya atau nggak.
Dan, akhirnya matematika adalah zachot yang
paling bikin kepala senut-senut diantara semua zachot
untuk semester ini. Masalahnya, otak kami para
mahasiswa humaniora. Termasuk juga otak milik Dita
tidak diciptakan untuk matematika. Hmm, sebenarnya
untuk dapat zachot Dita harus ikut tes, lagi-lagi dua
kali. Tetapi kali ini Dita baru mengerjakan satu kali tes.
Waktu dosennya kasih tanda tangan dan tulisan
zachot di buku rapor teman-teman, kita harus
mengantri, maka dengan cuek adikku, Dita ikut
mengantri. Padahal, seharusnya Dita belum boleh
dapet tandatangan tersebut, untungnya waktu giliran
Dita, dosennya lagi konsentrasi sama tanda tangan di
buku rapor tanpa melihat itu buku rapor, milik siapa.
Sesaat setelah selasai tanda tangan, sang dosen baru
[46]

ngeh dan menyadari, jika buku rapor Dita termasuk


kedalam barisan buku rapor yang ikut tertanda
tangani.
Maka sebelum semuanya tersadar, dengan senyum
selebar senyum kuda, maka adikku Dita langsung saja
mengucapkan terimakasih. Dan sejurus kemudian
kabur. Sebelum sang dosen berubah pikiran dan
bertanya tentang tes yang mengerikan tersebut.
Motto untuk melalui hari-hari zachot yang cukup
membuat mati kutu adalah,
Jangan lihat caranya. Tapi lihat hasilnya
Zachot ke-lima adalah zachot untuk mata kuliah
olahraga, zachot yang sebetulnya tidak pentingpenting amat. Tapi tetap masuk kedalam kurikulum
dan harus di hadiri. Tanpa melalui ujian ini. Tetap saja
DO adalah jawabannya. Meski seluruh zachot bahkan
ekzamen

telah

terlewati.

sempurna semua.
[47]

Bahkan

dengan

nilai

Untuk ujian yang ini, ada sedikit masalah karena


rupanya Dita sama sekali tidak pernah hadir untuk ikut
pelajaran olah raga. Sebetulnya ini juga kesalahanku
yang

mengajarinya

untuk

tidak

menghadirinya.

Memang cukup sesat yang aku nasehatkan. Tapi, tetap


saja dibalik itu semua, aku tetap memberikan
semangat yang luar biasa kepada Dita, agar dapat
melewatinya. Tentu saja dengan banyak advise yang
cukup sesat yang tidak masuk akal tapi akhirnya bias
menyelamatkannya.
Akhirnya,

setelah

sedikit

berargumen

dan

diberikan omelan hangat kurang lebih limabelas menit,


dapat juga zachot dengan cuma-cuma.
Zachot terakhir adalah zachot untuk mata kuliah
praktek psikologi, zachot yang paling asik dan lucu,
jujur saja untuk mata kuliah ini, Dita benar benar tidak
mengerti. Normalnya, minggu lalu Dita sudah bisa
dapat tanda tangan, tapi karena Dita tidak mengerti
apa-apa, jadi Dita menghadap dosennya langsung dan
meminta solusi secara basa-basi.
[48]

Awalnya, ia betanya apakah Dita berbicara dalam


bahasa portugal? Hah? Portugal? Memangnya Dita ada
tampang orang Portugis? Hingga dapat berbahasa
Portugal. Maka, Dita hanya menjawab jika ia, hanya
bisa bahasa inggris. Meski diyakini oleh dirinya sendiri
bahasa Inggris yang ia kuasai itu hancur lebur.
Tak disangka, mata sang dosen yang mengajar
praktek

psikologi

itu

langsung

berbinar

dan

mengucapkan kata yang tadinya Dita pikir sebuah


mantra, I speak english too. Ooh, ternyata ia
berbicara dalam bahasa inggris dengan ritme terpatah
patah. Akhirnya ia memberikan Dita tugas dalam
bahasa istov yang kejam ternyata masih ada orang
yang percaya pada kekuatan basa-basi seperti ini.
Tugas yang ia beri ternyata susah di cari di
internet, selama seminggu itu aku membantu Dita
serta mengerahkan teman-teman yang berbahasa
Inggris untuk mencarikan tugas terkutuk itu.

[49]

Setelah mendapatkan materinya dari internet.


Meski tidak sempurna, sekalian Dita berlatih untuk
menjelaskan dalam bahasa inggris, dibantu kawankawan yang memang terlatih fasih berbahasa Inggris.
Ini semua demi meyakinkan sang dosen. Sempatsempatnya aku memberikan masukan gila pada Dita,
Kalau kamu gak bisa jawab, kamu ngomong aja
pake bahasa Indonesia yang di logatin inggris tapi yang
cepet, toh gurunya juga gak bakal ngerti, ato kamu
bilang aja lirik lagu dalam bahsa inggris, yang penting
kan bahasa inggris nasehat super untuk situasi super.
Tapi aku akui, aku memang aneh binti edan. Hihi.
Hari ini, adalah saat menghadap sang dosen yang
katanya speak English too. Setelah memberikan aji-aji
porogapit kepada Dita agar lebih pede dan keyakinan
akan lulus hari ini. Maka, dengan kepercayaan diri
yang di set maksimal dan hapalan lirik lagu untuk
keadaan terdesak, adikku Dita, nekad bertemu empat
mata dengan sang dosen itu.
[50]

Tanpa diduga sebelumnya, ternyata ia senang


sekali bertemu Dita, waktu Dita menyerahkan tugas itu
tangannya

bergetar

menerima

dari

tangannya,

mukanya memerah padam dan napasnya tidak teratur,


serasa mulai ada yang aneh dengan dosen ini. Apakah
dia akan mati? Yang seharusnya begitu adalah Dita.
Bukan sebaliknya.
Sejurus kemudian, ia menge-cek pekerjaan Dita,
dan dimulailah kejadian yang ditunggu-tunggu itu. Ia
mulai mengeluarkan suara-suara aneh yang Dita
tangkap sebagai bahasa inggris, dosen itu, ternyata
sedang berusaha sekuat tenaga untuk berbicara dalam
bahasa inggris kepada Dita.
Meskipun selama di jelaskan itu, Dita mengaku
sama sekali tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Tapi,
demi menjaga kesopanan Dita berusaha untuk berkata,
yes i understand. Maafkan ya Allah, adikku telah
berbohong!.

Sang

dosen

terlihat

senang

sekali

berbahasa inggris, walaupun terpatah-patah dan


[51]

sekuat tenaga. Ia, bahkan tidak tahu kalau bahasa


inggris Dita tidak lebih baik daripadanya. Hihi.
Setelah semua selesai, dengan muka sangat puas ia
menatap Dita dengan sorot matanya yang berwarna
hijau, lalu berkata
Sorry my english is bad, bcause i never have time to
practice
Maka, dengan santainya Dita menjawab,
Ah, its not a big thing, the important thing is i
understand about psychology practice now. Thank you
so much! My dear Teacher.
Akhir cerita, Dita mendapatkan tanda tangan untuk
zachot terakhir sebagai penutupan, karena bahasa
inggris. Thanks to People who speak English! Goodbye!

[52]

Si ompong
dan

balada rumah sakit


Dinda,

kamu bisa ke rumah sakit sekarang??

Ompong masuk rumah sakit aku lagi di dalam ambulan


menuju rumah sakit di cgb! Centralni gasudarsvenni
balnitse/rumah sakit sentral
Suara Angel terdengar panic di sebrang sana. Ah,
jangan-jangan penyakit liver Ompong kambuh lagi?
Ompong. Selalu, begitu jika terlalu lelah. Memang,
kuliah di medisinki sangat berat. Apalagi ditambah
dengan

sulitnya

bahasa

Rusia

sebagai

bahasa

pengantar. Tapi, inilah sebuah pilihan. Karena, sudah


ga mungkin lagi kita mundur dan menyesali segala
yang telah kita pilih.

[53]

Aku selalu merasa hanya orang-orang terpilih oleh


Tuhan lah yang mampu dan sanggup tinggal di Rusia
dengan segala keunikannya. Termasuk Ompong.
Aku ditemani mbak Leli terus berjalan di tengah
rintikan hujan yang mengguyur kota Rostov, wajah
kami berdua sendu. Kami tak bisa membayangkan,
betapa ompong sedang tersiksa di rumah yang katanya
untuk orang pesakitan itu.
Begitu kami sampai di halte cgb kami berdua
langsung berlari menghampiri Angel yang duduk
sendiri diruangan tunggu UGD. Ia tertunduk lesu
dengan mata yang berkaca-kaca, penuh dengan
kekhawatiran.
Dinda, Mbak Leli, mohon doanya buat Omong ya.
Tadi ia sudah minta dibacakan surat Al-quran. Aku
takut sekali, hiks. Katanya dengan airmata menetes
tak tertahan.

[54]

Kami bertiga saling berpelukan. Tentu, tanpa perlu


diminta

kami

bertiga

akan

selalu

mendoakan

keselamatan Ompong, karena ia juga keluarga kami


disini, di Rusia ini.
Tak lama setelah itu, dokter dari ruang UGD
memanggil Angel yang dianggap perwakilan dari
medisinski universitet, universitas kedokteran. Lama
Angel berdialog dengan sang dokter, entah tenatng
sesuatu yang nampaknya sangat serius. Hingga tak
lama, akhirnya kulihat Angel mengangguk tanda
mengerti, sementara itu, tiba-tiba beberapa suster lakilaki menyeret bed tempat Ompong berbaring untuk
dipindahkan ke ruang mengerikan yang disebut
dengan ruang endoskopi.
Mbak Leli, Dinda, sekarang Ompong akan
melakukan endoskopi, minta doanya biar ia kuat ya?
Kami mengantar ompong keruang endoskopi,
kulihat Ompong sekilas, matanya nanar kosong.
Sepertinya, ia tak lagi ada semangat hidup sesebentar
[55]

airmatanya meleleh tak terbendung, ada gejolak


perasaan

takut

menenangkan

dan
sambil

kalut.

Kami

hanya

mendoakannya.

bisa

Semangat

Ompong!
Kak Angel, to..l..oong kasih tau dokternya, aku ga
mau di endoskopi. Aku Takut sekali Kak. Sakiit.. Kak
Dinda,

Mba

Leli,

tolooong

dong.

Bilang

sama

dokternya! Aku takut, hiks hiks suara Ompong


meminta

pertolongan,

ia

terlihat

super

sangat

ketakutan.
Ompong. Kamu harus kuat ini semua demi
kebaikan kamu. Jangan takut yah! Berdoa saja. Kita ada
disini untuk kamu jawabku menenangkan, padahal
dalam hatiku, tak urung aku merasa sangat rapuh saat
melihatnya tak berdaya. Ingin rasanya menangis. Ah,
ompong kasihan kamu jauh dari orangtua dan kau
harus merasakan rumah sakit disini?
Ompong

memasuki

ruang

endoskopi dengan

dibantu oleh Angel, sementara aku dan mbak Leli


[56]

hanya mengantar hingga depan ruangan. Kami berdua


saling berpandangan. Tak taau harus berkata apa.
Kulihat wajah terakhir Ompong. Penuh dengan
harapan agar aku dan mbak Leli melarikannya dari
ruang horror itu.
Dua menit kemudian, kudengar suara jeritan tiada
tara dari dalam bilik kamar berukuran lima kali lima
meter itu. Suara teriakan pilu menahan sakit. Benar,
tak akan ada bius disini jika dianggap masih bisa
menahan, beginilah rumah sakit! Selalu kejam!
Setelah

sepuluh

menit

berlalu

dalam

bilik

penyiksaan, kulihat Angel dan Ompong keluar dari


ruangan. Dengan jalan mengangkang lebar Ompong
meringis kesakitan. Aku dan mbak Leli langsung
menghambur

menghampiri

dan

menanyakan

keadaannya penuh kekhawatiran


Anjriiiit. Gue disodomi ama alat endoskopi!
Jawabnya dalam, sarat makna. Sedangkan kulihat
Angel yang berdiri disebelah Ompong menahan tawa.
[57]

Sepertinya, Ompong sudah sedikit baikan. Bahkan ia


sudah bisa menggerutu.
Ompong. Ompong. Semoga kisahmu kali ini bisa
menginsiprasi teman-teman lain agar tidak tertarik
dengan pengalaman masuk rumah sakit di Rusia.
Amiin.

[58]

Mabok janda
Selama

menjalani hari-hariku sebagai maha-

siswi jurusan psikologi, aku banyak belajar membaca


karakter orang, mungkin ini karena keterbatasanku
dengan bahasa. Meskipun aku sudah lulus podfak
(sekolah persiapan bahasa) dengan nilai cumlaude,
tapi sepertinya universitas sesungguhnya tidak kalah
susah.
Aku adalah satu-satunya mahasiswa asing di
tingkatku, tak ada satupun yang bisa berbahasa
inggris, setidaknya itu yang aku tahu sampai aku
melewati semester pertama dengan penuh darah dan
airmata. Hampir setiap hari aku menangis sepulang
kuliah, aku merasa menjadi manusia bodoh yang
dungu. Tak seorangpun dikelas yang mengerti
dengan ucapanku, dan parahnya, terlalu susah untuk
[59]

mengerti bahasa dari orang Rusia yang tidak pernah


berkomunikasi dengan orang asing. Parah!
Setiap hari aku hanya bisa meraba-raba bahasa,
satu-satunya pedoman belajarku adalah buku. Hanya
buku! Text book banget. Di luar text book, aku sangat
lemah, apa mungkin pemahamanku yang lambat??
Dan sejujurnya, aku adalah manusia yang susah
untuk bisa duduk lama di dalam kelas. Susah untuk
berkonsentrasi lama sambil mendengarkan ucapan
dosen berbahasa Rusia. Yang masuk ketelingaku
hanya suara cempreng, bising dan dengan tempo
yang sangat cepat. Mirip radio yang tak menemukan
frekusensi gelombang.
Susah berkonsentrasi dan bahasa yang tak
kumengeti,

membuat

pikiranku

mengembara.

Mungkin hanya sepuluh menit saja aku mampu


berkonsentrasi, sedangkan tigapuluh menit sisanya,
aku hanya memperhatikan dengan detail dosendosenku : nada bicara, gerak tubuh, pose saat

[60]

mengajar, hingga make up yang menempel di wajah


mereka.
Hari ini ada pelajaran mishlenie I rech. Saat
pelajaran

berlangsung, ada pertemuan untuk

pengenalan seluruh jurusan di fakultasku. Di


fakultasku, ada subjurusan bagi mahasiswa tingkat
dua. Dan subjurusan itu akan diperdalam di tingkat
tiga dan empat. Di fakultasku ada tujuh subjurusan
psikologi antara lain:
1. Psikologi klinis dan psikofisiologi (kliniceskaya
psikologia i psikofiologia)
2. Psikologi sosial (sosialnaya psikologia)
3. Psikologi kepribaian (psikologi litsnosti)
4. Psikologi perkembangan (psikologi razvitia)
5. Psikologi hokum (yuridiceskaya psikologia)
6. Psikologi umum (obshaya psikologia)
7. Psikologi kesehatan (psikologi zdarovia)

[61]

Dari ketujuh subjurusan itu, akhirnya aku


memililh masuk ke psikologi perkembangan, dengan
tema yang menyangkut perkembangan mental anakanak usia prasekolah. Walaupun aku tidak terlalu
suka

dengan

anak-anak,

namun

dengan

mempelajarinya, aku rasa akan bisa menyukai


mereka. Itu harus!
Dosen untuk pelajaran mishlenie I rech adalah
madam Irina Kaidanovskaya. Ia adalah dosen yang
hiperaktiv, di usianya yang sudah tak lagi muda dan
seharusnya masuk pensiun, ia aktif sekali. Tanpa
basa basi, ia mengambil kapur dan memulai menulis
di papan tulis auditoria. Ruang kelas yang besar itu
membuatnya kehabisan suara untuk menjelaskan
dengan suara lantang. Ia terus asik memunggung dan
menulis di papan tulis tentang jadwal mata kuliah
tambahan yang di wajibkan, yaitu mempelajari
secara umum seluruh kinerja subjurusan psikologi.
Setelah asyik menulis dengan membelakangi kita
semua, ia asyik menjelaskan semua materi seorang
[62]

diri. Padahal masih ada banyak dosen lain yang


datang untuk memberi pengarahan, tapi sama sekali
tak digubrisnya. Yang seru dari seorang madam Irina
Kaidanovskaya adalah cara menerangkan sesuatu
didepan kelas. Raut wajahnya lucu. Dengan kulit
kriputnya, ia selalu tertawa dengan sangat lebar,
hingga matanya melotot.
Keteganganku mencair seketika, karena aku
menemukan sesuatu yang hal yang menarik, yaitu
aku baru tersadar bahwa sebagian besar penduduk
Rusia memang memiliki wajah kencang, akibat
jarang tersenyum. Hehe. Kenyataan yang menarik. Di
sudut matanya, aku melihat ada kekosongan. Tapi,
mimik wajahnya seperti tak ingin menunjukannya. Ia
terus

menjelaskan

hingga

tak

seorang

pun

mendengar. Oh, madam. Saat kelas seminar, aku juga


pernah dibuatnya kebingungan. Karena saat itu
kelasku memang tak siap untuk seminar, tapi ia
malah mengadakan seminar secara mendadak. Hmm.

[63]

Sistem perkuliahan di kampusku memang sangat


unik. Setidaknya itu menurutku, yang tak pernah
mengalami dunia kuliah di tanah air. Setiap dua kali
pertemuan kuliah, maka akan ada satu kelas seminar
atau kelas praktek. Di kelas ini, kita harus
menyiapkan materi, membahas dan menjawab. Tapi
sayangnya terkadang kelas kurang efektif. Misalnya,
disatu seminar kita akan membahas satu bab, maka
dosen seminar akan memberikan spisok1 pertanyaan
dan literature-nya atau referensinya. Tugas kita
hanya mempersipakan dan maju untuk menjelaskan.
Tapi sangat disayangkan karena disetiap bab tidak
banyak pertanyaan yang muncul, paling hanya
sepuluh pertanyaan, sedangkan jumlah mahasiswa
setiap grupnya lebih dari 20 orang. Jika mau disebut
sportif, sepertinya hanya mahasiswa yang ingin
kuliah

saja

yang

mengambil

pertanyaan

dan

mempersiapkannya. Sisanya? hanya mendengarkan,


atau bolos.

daftar
[64]

Aku sendiri bingung, kadang jika sudah terlambat


meminta soal, maka aku tidak akan kebagian, dan
akua hanya datang ke seminar seperti sapi ompong,
melompong! Hoooaamm..
Tapi seminar kali ini agak berbeda dari biasanya,
karena

aku

memang

sudah

sangat

matang

mempersiapkannya. Aku sudah membaca berulang


kali, dan latihan didepan cermin. Meskipun untuk
latihan saja, tubuhku sudah bergetar dari ujung
rambut

sampai

mengingat

ujung

wajah

jempol.

Apalagi

teman-temanku

kalau
yang

memandangku dengan penuh rasa kasihan atau


justru meremehkan. Aku memang sudah lulus kelas
persiapan bahasa, tapi tetap saja, membayangkan
kelas seminar, aku mendadak gagap! Memang, sih.
Nervous membuat segalanya hancur.
Aku

terdiam

dikursi

belakang,

duduk

mendengarkan Kaidanovkaya menjelaskan dengan


seksama. Wajahnya yang memainkan mimik-mimik
wajah, membuatku semakin serius meraba arti dari
[65]

bahasan yang ia sampaikan. Terkadang tanpa sadar,


aku sampai mengikuti gerakan tubuhnya di depan
kelas. Apa mungkin karena koordinasi tubuhku
mulai error? Otakku sepertinya bekerja terlalu berat
hingga tidak bisa mengontrol konsentrasi yang lain.
Asyik mendengarkan dosen hiperaktif itu, tiba-tiba
aku berpikir hal yang sama sekali lain tak nyambung.
Bagiku, orang setua Kaidanovkaya, semestinya sudah
istirahat dirumah dan bermain dengan cucu, tapi
sepertinya itu tidak bisa dilakukannya.
Hidupnya terlalu sepi untuk berdiam dirumah, ia
lebih senang mengajar di kampus daripada kesepian
dirumah. Memang yang bisa dibanggakan dari orang
Rusia adalah kemandiriannya. Dan kabarnya, madam
Irina Kaidanovskaya sengaja mengabdikan dirinya ke
fakultas psikologi walaupun memiliki masa lalu yang
sangat kelam.
Ceritanya dimulai ketika Ia masih menjadi dosen
muda yang cantik dan sexi. Suaminya juga dosen di
fakultas ini. Tapi sayangnya, suaminya kabur dengan
[66]

salah satu mahasiswinya, kemudian meninggalkan


Irina Kaidanovskaya begitu saja. Sebenarnya nama
dari Irina Kaidanovskaya ini diambil dari nama
familiya (surename) suaminya : Kaidanovskiy. Dan
sebagai rasa cinta yang tak pernah padam, Irina
mengganti surnamenya dengan nama suaminya.
Irina Kaidanovskaya tetep berdiri tegap melewati
bayang-bayang suaminya di fakultas ini, untuk
berpuluh-puluh

tahun

lamanya,

ia

habiskan

waktunya untuk mengajar di fakultas ini. Mungkin ia


masih berharap suatu saat nanti suaminya akan
kembali kepelukannya. Aku hanya bisa memandang
Irina Kaidanovskaya dan berguman dalam hati
Madam semangat!!

[67]

Nilai kedisiplinan Rusia


Kudengar

dari Arta, salah satu junior yang

sedang kuliah di medisinski. Bahwa, ia juga sedang


berada di rumahsakit saat itu. Maka sengaja saja aku
menelponnya,

berbertanya

dimana

posisi

Arta.

Maklum Arta, Angel dan Ompong adalah mahasiswa


medisinski jadi ga jauh dari bau-bau rumahsakit. Tapi
setelah aku, mbak Leli dan Angel sudah dapat
meninggalkan Ompong dengan tenang untuk opname,
aku mengajak mereka untuk melihat keadaan Arta juga
di rumahsakit ini juga, karena kami tidak tahu sedang
apa ia disini.
Sejurus kemudian kami melihat sesosok kurus dan
jangkung itu, sedang berdiri dibalik sebuah ruangan.
Entah, kami sendiri tidak tahu fungsinya. Sepertinya
[68]

ruang rawat inap. Ia sedang berdiri sambil membawa


sebuah buku ditangan kurusnya, wajah manisnya
langsung sumringah saat tahu kedatangan kami
bertiga.
Halo Arta. Lagi apa disini? Sapaku ramah
Alo Kak. Aku lagi ujian nih, jawabnya sambil
mencium pipi kami bertiga secara begiliran
Hah? Ujian emang ujian apa Artha? Praktek?
Tanya Angel keheranan
Engga kak angel, dosen aku lagi sakit dan di
opname disini coba liat temen-temen aku, itu? Mereka
juga lagi bersiap mau ujian lisan
Dan benar, saat aku longokkan ke dalam ruangan
terlihat sesosok perempuan setengah baya dengan
infus ditangan kirinya, sedang berbaring dengan posisi
tempat tidur yang dibuat sedikit tegak dalam ruangan
isolasi. Sedang seseorang lagi yang terlihat adalah
[69]

seorang mahasiswa, terlihat sedang menjawab dengan


mimik wajah serius meskipun ada batas ruang yang
diberi kaca hingga mirip sekali, dengan suasana
tahanan penjara.
Sampai sebegitukah, Rusia dalam menjunjung
kedisiplinan? Iya, aku sendiri secara pribadi hanya bias
berdecak kagum. Dalam dunia pendidikan di Rusia
memang tidak mengenal kata absent. Maka jangan
pernah mengharap ada dosen yang malas mengajar
atau akan ada jam kosong dikelas yang telah
terjadwalkan.
Karena, meskipun bahkan sampai dosen telah
tergeletak

lemah

memungkinkan

di

maka

rumahsakit.
mereka

akan

Jika

masih

menyuruh

mahasiwanya untuk datang ke rumah sakit seperti


yang dilakukan Artha dan kawan-kawannya saat ini.
Ini semua sebagai bentuk dari tanggung jawab mereka
terhadap apa yang telah mereka deklarasikan sebagai
seorang pengajar.
[70]

Aku jadi ingat tentang dosen bahasa Rusia ku yang


sangat disiplin, suatu hari dikelas bahasa hanya ada
aku yang masuk kelas aku seorang diri. Seluruh temantemanku sekelas yang lain tidak dapat hadir, karena
satu hal dan hal lainnya, biasa alasan para mahasiswa
yang malas bangun pagi. Aku, yang sudah gembira
karena berpikir kelas hari ini akan ditiadakan ternyata
harus gigit jari karena dosenku ternyata tak perduli
dengan para mahasiswa malas tersebut. Dan kegiatan
kuliah tetap berjalan seperti biasa. Hanya ada aku dan
Dosen. Buset!
Betul, hanya aku dan seorang kakek yang menjabat
sebagai dosen didalam kelasku ini. Terbesit dalam hati,
untuk berkeinginan kabur dari kelas bahasa kal itu.
Mengikuti teman-temanku yang pemalas itu.
Tapi kali ini, hati kecilku menolak secara kuat.
Entah mengapa. Aku tahu betul dosenku yang satu ini,
meskipun sudah sepuh, usianya kira-kira sudah
berkepala enam. Masih saja aktif mengajar dan setiap
mengajar sangat semangat sekali mengajar hingga
[71]

seakan tak peduli ada badai maupun salju. Ini yang


membuat suasana semngat dipagi hari yang sering
sekali aku mencarinya ketika sudah mulai fatigue. Aku
salut sekali.
Akhirnya, kami bertiga berpamitan pulang kepada
Arta. Karena merasa tak enak mengganggunya yang
sedang ujian. Didalam perjalanan pulang, Angel juga
sempat bercerita padaku tentang kejadian yang di
alaminya empat tahun yang lalu. Tepat satu tahun
sebelum kedatanganku ke Rusia. Waktu itu, pada bulan
Januari 2006 kota Rostov-on-don di landa badai salju
selama tiga hari berturut-turut.
Udara turun drastis hingga mencapai titik minus
30 dibawah 0 derajat, suhu yang belum pernah di
alami oleh kota Rostov juga kota-kota di Rusia bagian
selatan yang cendrung hangat selama ini.
Kegiatan kuliah tidak diliburkan Din, bahkan kami
masih melaksanakan ujian diantara tiga hari itu, Kamu
bisa bayangkan bagaimana kita harus berangkat kuliah
[72]

dengan salju setinggi dengkul dan angin yang super


dasyat sangat kencang. Bahkan, wajahku serasa
tercabik-cabik dan tertampar dinginnya angin, rasa
sakit serta dingin yang menggigit, menusuk, Din!
Mataku terbelalak tak percaya. Sadis, kalo kataku.
Angel tetap melanjutkan kisahnya yang terkesan brutal
itu, matanya menerawang seakan kejadian itu, baru
saja ia alami. Penuh dengan ketakutan dan sangat
traumatis.
Terus, selama badai salju itu. Apa kamu bisa
bayangkan jika di asramaku listrik mati selama tiga
hari juga. Semenjak badai, di hari pertama kabel-kabel
listrik diasrama putus. Sehingga ga ada lagi listrik.
Semua perlatan listrik bahkan yang dapat membantu
kami

untuk

menghangatkan

diri

tidak

dapat

dijalankan.
Kami sudah berkali-kali meminta pihak asrama
untuk menghubungi perusahaan listrik Negara agar
membantu kami, setidaknya agar mati listrik saat itu
[73]

tidak berkepanjangan. Napas Angel terputus, tak lama


kemudian, ia mulai kembali mengisahkannya
Tapi ternyata nihil. Dalam keadaan badai seperti
saat itu semua alat transportasi lumpuh. Sehingga,
kami harus tidur dalam keadaan berpakaian lengkap
dengan jaket double, untuk menghindari hipotermia.
Kami semua yang mendengarkan kisahnya, hanya bisa
menganga dan membisu, seakan kami semua ikut
terlempar kedalam keadaan yang Angel alami.
Kami tidur lengkap dengan menggunakan sepatu
boot, sarung tangan serta topi diatas tempat tidur.
Mengingat

keesokan harinya, kami masih harus

menempuh ujian. Ga

ada pilihan

selain

terus

menghadapi hidup. Aku sempat berpikir, apakah aku


mampu menjalani ini?
Aku sebenarnya sempat mengalami hipotermia.
Tapi, keburu diketahui teman satu kamarku dan
mereka lansung membantuku sekuat tenaga agar suhu
tubuhku menghangat. Air diasrama juga sudah tak
[74]

dapat keluar karena membeku dalam pipa. Pokoknya


sangat mengerikan Din. Beruntung, kamu dan kawanwan lain yang dating setelah kamu tak mengalaminya!
tupnya.
u, sama sekali ga bisa membayangkan bagaimana
mbak Leli dan Angel yang mengalami langsung saatsaat mencekam itu semua. Alhamdulillah, Tuhan
mengirimku disaat yang sudah tepat. Ketika Rostov
sudah ga lagi sedingin itu. Yang kudengar juga, di
Moskva cuaca lebih dari itu. Banyak para lansia yang
tinggal sendiri serta para tunawisma yang meninggal,
karena kedinginan. Miris.
Sedangkan di kota Moskva selain metro, stasiun
bawah tanah. Tak ada transportasi lain yang bisa
digunakan, semua membeku ditelan cuaca.
Kebijakan pendidikan di kota Rostov-on-don saat
itu adalah sampai suhu mencapai tiga puluh dibawah
nol derajat. Maka kegiatan belajar mengajar sampai
pada usia sekolah di liburkan. Kecuali, universitas yang
[75]

tak memiliki kebijakan sehingga kegiatan belajar


mengajar masih tetap berjalan seperti jadwal.
Bagiku hanya satu kalimat untuk Rusia Disiplin
yang ga tanggung-tanggung! Kapan negara kita bisa
begitu ya?

[76]

Oseng-oseng
kentang telor
Sudah
Leli,

lama rasanya aku tak mengunjungi Mbak

seniorku. Asramanya terletak tiga halte dari

asramaku, aku terbiasa berjalan kaki menuju ke sana.


Aku kerap mengunjungi Mbak leli untuk melepaskan
rindu dan juga untuk berbahasa Indonesia.
Tok, tok, Halo, Mbak Leli. Apa kabar? sapaku
ketika memasuki kamarnya, kulihat ia sedang belajar.
Heei, Dinda. Apa kabar? Sudah datang, toh? Ayo
masuk jawabnya sambil tersenyum ramah.
Mbak Leli memang terkenal ramah. Ia adalah gadis
keturunan Flores dan Jawa tengah yang dewasa dan
bijak. Tanpa ragu, aku masuk dan langsung melepaskan
sepatu boot dan jaket musim dinginku. Mbak Leli
langsung memasak air dalam cainik, teko listrik. Untuk
[77]

membuatkan coklat panas untukku. Kamar ini serasa


hangat, apalagi suhu di luar mencapai minus dua belas
derajat. Meski kota Rostov-on-Don terletak di selatan
Rusia dan dianggap paling hangat, suhunya mencapai
minus dua belas. Kalau untuk kota di utara Rusia,
suhunya pasti lebih dingin dari minus dua belas derajat.
Aku jadi teringat pengalaman abangku di tahun 2005,
saat itu Rusia memasuki puncak musim dingin, di
Moskva suhunya mencapai minus tiga puluh tiga
derajat, sedangkan di Rostov-on-Don suhunya hanya
minus dua puluh delapan derajat. Karena lingkungan
membeku dan tertutup salju, beberapa transportasi darat
dan laut tidak beroperasi. Dan hanya metro, kereta
bawah tanah saja lah yang beroperasi. Di Rusia ada satu
kebijakan, saat suhu mencapai minus tiga puluh derajat,
anak-anak sekolah diliburkan. Tapi sayangnya kebijakan
ini hanya berlaku untuk anak sekolah saja, bukan untuk
pegawai dan mahasiswa.
Tahun 2005, aku memang belum menginjak tanah
Rusia, namun aku banyak mendengar cerita extreme
[78]

dari mahasiswa-mahasiswi yang sudah lebih dulu


belajar di sini. Salah satunya adalah Angel, seorang
mahasiswi kedokteran. Walau suhu mencapai minus dua
puluh delapan derajat, ia tetap kuliah karena tak ada
kebijakan meliburkan perkuliahan. Dengan berjalan
kaki, ia menempuh kampusnya yang berjarak dua
kilometer, bahkan ia harus melewati tumpukan salju
setebal satu meter. Angin dan badai salju pun siap
menghantam setiap saat.
Perjuangan yang sungguh berat. Selain itu, di asrama
nasibnya tak kalah susah. Air kran tak mau mengalir
karena pipa membeku , aliran listrik padam karena
kabelnya terputus. Dan yang lebih memilukan, suasana
yang sangat dingin itu ternyata bertepatan dengan
pelaksanaan ujian. Beberapa mahasiswa akhirnya
memutuskan untuk berkumpul dalam satu kamar untuk
belajar dan saling menghangatkan. Bahkan, topi, syal,
jaket tebal, dan sepatu pun tak mereka lepaskan saat
tidur.

[79]

Terimakasih, Mbak. Jawabku sambil mengambil


coklat panas.
Gimana kuliahnya, Din?
Aku langsung bercerita banyak hal, mengeluarkan
semua asa dan menceritakan harapanku agar aku tetap
bertahan di sini. Mimpi dan khayalan, itu lah hal yang
membuatku tetap berada di sini, aku telah berjanji tak
akan kembali ke tanah air sebelum kuliah selesai.
Setelah bercerita banyak dan mendapatkan nasihat
Mbak Leli, aku merasakan tenang yang dalam. Aku
kembali merajut asa dan harapan agar terus bertahan.
Mbak Leli sangat tekun belajar, tak salah jika ia
menjadi calon pemegang Cumlaude. Sejak tingkat satu,
ia selalu mendapatkan nilai A untuk semua mata
kuliahnya. Hebat!
Din, maaf ya. Aku belum dapat kiriman dari orang
tuaku, jadi aku hanya bisa masak nasi. Kamu bisa masak
sayur?
[80]

Loh Mbak, aku datang untuk main kok.. bukan


untuk makan hehe jawabku menenangkan
Loh? Jangan! Di luar dingin. Kamu jalan kaki kesini
itu jauh dan butuh tenaga, apalagi ini musim dingin.
Kamu tidak boleh telat makan! Udah gini aja, ikut aku
sebentar yah! timpal Mbak Leli sambil berdiri dan
menarik tanganku untuk keluar

kamar.

Ia

lalu

menyerahkan sebuah kantong plastik hitam kepadaku.


Loh, mau kemana Mbak? tanyaku kebingungan
sambil mengikuti langkahnya.
Silatuhrahmi, jawabnya sambil mengedipkan mata
Hah? Aku melotot.
Aku dan mbak Leli sudah berdiri di sebuah kamar di
lantai lima, mbak Leli tinggal di lantai enam. Dengan
penuh tanda tanya, aku memerhatikan gerak-gerik mbak
Leli. Setahuku, mbak Leli tak punya teman di lantai
lima. Lalu mbak Leli mengetuk kamar lima nol satu.
[81]

Privet, u tebya est kartofel?2 tanya mbak Leli


ketika sang pemilik kamar yang berasal dari afrika itu
membuka pintu
Oh. padazditi ya smatriu.3 Jawab penghuni kamar
tanpa basa basi dan tanpa bertanya siapa dan untuk apa.
Tak lama kemudian, ia kembali sambil membawa
sebuah kentang dan memberikannya kepada mbak Leli
Hah? Emang Mbak Leli kenal? ucapku sambil
berbisik.
Mbak Leli langsung menarikku ke kamar 502 dan
kembali bertanya pertanyaan yang sama. Sedangkan
tugasku hanya menaruh kentang ke dalam kantong
plastic dan menyembunyikannya di belakang punggung.
Begitulah seterusnya hingga kentang dan beberapa butir
telur berada di tanganku.

2
3

Hai, apa kamu punya kentang?


Oh sebentar, aku lihat dulu
[82]

Sesampainya di kamar, aku dan mbak Leli tertawa.


Kini, di hadapan kami sudah ada sepuluh telur ayam dan
enam buah kentang. Aku sama sekali tak menyangka
jika mbak Leli bisa berfikir secerdas ini. Hebat!
Kalau tidak seperti ini, kita hanya makan nasi, Din.
Tak apa lah sekali ini. Hehehe.
Loh? Emang Mbak Leli kenal mereka semua??
tanyaku keheranan.
Ya enggak, tapi mereka kenal mbak Leli. Kan kita
sama-sama mahasiswa. Hahahaha. Sambil tertawa.
Hari itu aku dan Mbak Leli memasak oseng-oseng
kentang dan telor. Orang Rusia suka sekali memasak
kentang yang di goreng dengan sedikit minyak dan di
masak dengan api kecil dalam waktu yang lama, setelah
matang segera telor di masukan ke dalam wajan dan di
campur jadi satu, bumbunya hanya garam dan merica.
Entah apa yang terbesit dalam pikiranku saat makan
kali ini, tapi aku mengakui mbak Leli adalah calon
[83]

cumlaude sejati. Bukan hanya di fakultas, tapi di


kehidupan sehari hari.
Kamu tahu, Din? waktu podfak, aku harus menari.
Tapi pas hari H, kaset tarianku mendadak hilang,
padahal akusudah mencarinya. Karena sudah tak ada
waktu lagi, aku akhirnya memilih lagu jablay-nya Titi
Kamal.Hahaha. Kisahnya sambil mengingat masa
podfak,tiga tahun lalu.
lha, emang nyambung, Mbak?
Enggak. Mereka kan gak tahu itu lagu nya Titi
Kamal. Hhahaha.
Emang tari apa, kok lagunya dangdut?
Jaipong jawabnya sambil tertawa
Hahahaha.
Pasti kalau mereka mengerti, mereka akan ketawa,
ya? Hahahaha jawabku menimpali
[84]

Tentu saja aku tak bisa membayangkan ketika mbak


Leli harus berjaipong ria dengan lagu dangdut. Hehehe.
Waktu tamasya di Binaria, pulang-pulang
kuberbadan dua. Meski tanpa restu orang tua, sayang.
Aku rela abang bawa pulang.

[85]

PNBB :
Sekolah Es Buah. Segar!
By : Azzurit Hijau 125
PNBB (Proyek Nulis Buku Bareng) adalah sebuah
grup di facebook yang didirikan oleh Heri Mulyo Cahyo
pada bulan September 2011. Grup ini lahir saat proses
editing naskah Masa Kecil yang tak terlupa (MKTT).
Tujuan awalnya sebagai sarana komunikasi antara
editor dengan para penulis. Namun seiring perjalanan
waktu, grup ini akhirnya berkembang menjadi sekolah
menulis, dan penghuninya pun bukan hanya penulis
MKTT saja.
[86]

Karena grup ini adalah sebuah sekolah, maka ada


juga jabatan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali
kelas, guru, dan satpam. Setiap hari ada pelajaran yang
akan dibahas, bahkan ada juga PR(pekerjaan rumah)
yang harus dikerjakan oleh semua guru dan murid. Di
PNBB, guru dan murid kedudukannya sama, karena
guru bisa menjadi murid dan murid pun bisa menjadi
guru.

NamunPNBB bukan sekolah biasa, melainkan


sekolah es buah. Karena di PNBB terdiri dari beragam
perbedaan : umur, pendidikan, profesi, tempat tinggal,
agama dan branding tulisan. Tetapi semua perbedaan
itu

tak

membedakan,

justru

nyatuannya pun tentu saja

menyatukan.

Pe-

tak menghilangkan

perbedaannya, karena setiap kita tetap saja berbeda,


persis seperti es buah. Masing-masing buah tetap
terlihat, walau telah menyatu. Es buah bisa dinikmati
sepanjang waktu dan menyegarkan. PNBB pun begitu.
Waktu belajarnya dari pagi sampai malam, namun
[87]

sangat fleksibel, bisa masuk kelas kapan saja. Traffic


light grupnya pun padat, tak pernah sepi. Selama ada
di PNBB, pasti tak akan merasakan kesedihan, karena
mulut akan selalu menyunggingkan senyuman, bahkan
bisa sampai tertawa. Tak percaya? buktikan lah
sendiri.
Karena PNBB adalah sekolah es buah, maka
pelajarannya
nyegarkan.

pun
Selain

bermacam-macam
pelajaran

menulis,

dan

me-

ada

juga

pelajaran tentang NLP, IT, Spiritual, Resensi (buku,


music dan film), parenting, serta kuliner. Eits, ada
pelajaran tentang kerusuhan juga, lho. Tapi tentu
bukan kerusuhan yang anarkis, melainkan kerusuhan
yang menjadi sarana kehangatan dan keakraban.
Semua anggota grup menjelma bagai sebuah keluarga
yang saling mendukung dan merangkul, dijamin
takkan pernah merasakan terasing. Diperbolehkan
juga untuk curhat jika sedang punya masalah.

[88]

Apa lagi keunikannya? Di PNBB ada jargon-jargon


yang sering dipakai, antara lain : pertamax, keduax,
petromax,

pattric,

Mr.Crab,

Spongebob,

dan

sebagainya. Selain itu, ada juga kamus istilah yang


berisikan istilah-istilah yang sering dipakai, misalnya :
Ugan, Petis, Mbaurekso, Sajen, UUP, UUM, U3S, H2C,
UUL dan lain-lain.

Grup yang punya tag line Tulis apa yang ada di


pikiran, jangan memikirkan apa yang akan ditulis
ini akhirnya berkembang menjadi sebuah lembaga
berbadan hukum. Inti kegiatannya tentu saja di bidang
literasi, seperti : menerbitkan buku, menulis, pelatihan
menulis dan juga akan merambah ke majalah dan
buletin. Dalam grup, ada dua proyek yang akan
dilakukan, yaitu proyek mayor dan minor. Proyek
mayor yaitu proyek menulis buku oleh para anggota
grup, sedangkan proyek minor yaitu proyek menulis
buku oleh minimal dua anggota grup. Untuk proyek
mayor, sudah terbit MKTT (Masa Kecil yang Tak

[89]

Terlupa), e-CUS (Ekspresi cinta untuk SBY), dan


menyusul Kisah Lucu Dalam Hidup.

Jadibergabunglah dengan PNBB dan rasakan


kedahsyatan virus menulisnya. Anda tak akan lagi
merasakan kesulitan dan malu dalam menulis, justru
Anda akan semakin menjatuhcintai menulis. Marilah
merasakan kesegaran dari sekolah es buah (PNBB) ini.
Pasti tak akan ada ruginya. Percayalah, percayalah!

Gadis coklat di ruang pelangi, 22 Januari 2012.

[90]

Tentang Penulis
Aku,

Dinda Hidayanti. Penulis abal-abal yang

secara kebetulan terdampar di Rusia untuk kuliah.


Entah apa yang ada yang benak pemerintah Rusia yang
dengan

bangga

mahasiswi

yang

menerimaku
kuliah

di

sebagai
jurusan

seorang
Psikologi.

Harapanku, semoga pemerintah Rusia tidak merasa


rugi telah menyekolahkan aku yang kampong ini.
Amiin.
Dulu, karena banyak waktu luang sewaktu kuliah
di sono maka aku berkenalan dengan dunia tulis
menulis. Sebetulnya semua hasil tulisan ini sudah ada
sejak beberapa abad lalu. Halah! Yang kemudian,
karena super sangat ingin beken dan berangan jadi
penulis best seller wannabe maka, dengan bantuan
penerbit selfpublishing dan dengan amat-sangat pede.
Aku memutuskan untuk menerbitkannya. Hingga buku

[91]

laknat yang amat-sangat tak bermanfaat ini sampai


ditangan anda.
Spasiba-spasiba
Maka tulisan-tulisan ini adalah sekumpulan tulisan
amburadul yang aku kumpulkan dari blog gratisan dan
aku pilih-pilih untuk bisa di bina dan di didik layak
untuk jadi konsumsi publik. Memang tidak semua
pengalaman yang terkumpul adalah kenangan indah.
Tapi setidaknya, aku sudah berusaha jujur tentang
kehidupanku yang kata mama kesisipan balung kere
atau bahasa kerennya tersisipi tulang miskin dimana
kehidupanku selalu saja, mengenaskan.
Tak apalah, yang penting aku udah pernah kuliah,
di luar negri lagi! Sudah lulus juga dari huruf-huruf
mengerikan a la Rusia. Sekarang semoga kumpulan
tulisanku bisa sedikit ditelan, kemudia dicerna dan
terakhir dibuang. Lalu ambil deh, manfaatnya. Meski
aku tau, tidak ada manfaatnya sama sekali. Asal pede
ajah. Hehehe
[92]

Aku bisa ditemukan di:


Facebook : www.facebook.com/ddhidayanti
Blog : www.hidayanti.wordpress.com
Kompasiana :www.kompasiana.com/dindahidayanti
Ye Em : treesa_hidayantee@yahoo.com
Skype : dinda.hidayanti
e-mail: treesa.hidayantee@gmail.com

Spasiboooo.

Bangil, 1 Februari 2013

Ebook versi.
Full page 166p, jika berminat untuk edisi cetak bisa didapat
melalui pemesanan langsung kepada penulis di
treesahidayanti@gmail.com / 087871173323.
[93]

Anda mungkin juga menyukai