Disusun oleh :
Kelompok 8 / Kelas A
Nika Sembada
(230110110018)
Yohan Setiawan
(230210110027)
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini. Laporan praktikum ini berjudul Perhitungan Sel Darah
Merah dan Sel Darah Putih Pada Ikan Lele (Clarias sp.). Laporan praktikum ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada Praktikum Fisiologi Hewan Air.
Penyusunan laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses
praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini.
Akhir kata semoga apa yang telah dilaksanakan oleh penyusun dapat
memberikan manfaat khususnya bagi pengembangan pengetahuan di bidang
perikanan dan umumnya bagi semua pihak.
Penyusun
DAFTAR ISI
Bab
I.
II.
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................
iv
vi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele (Clarias sp.) .......................................................................
13
14
15
15
16
17
18
ii
18
18
19
iii
22
22
22
22
23
24
24
24
24
V.
26
27
29
31
34
35
36
LAMPIRAN ...........................................................................................
39
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
26
26
27
27
29
29
30
iv
30
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
14
3. Sel darah Ikan Lele (Clarias ssp), Eritrosit (E), Limfosit (L),
Monosit (M), Heterofil (N), dan Trombosit (T) (Abdullah 2008) .......
17
4. Bagian-bagian Haemocytometer...........................................................
19
20
6. Counting Chamber................................................................................
20
28
31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
39
39
40
vi
BAB I
PENDAHULUAN
proses
kehidupannya,
organisme
senantiasa
berusaha
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi
(Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan
nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura
(Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish,
siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air
payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa,
telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
2.2 Klasifikasi Lele (Clarias sp.)
Menurut Saanin (1984), klasifikasi dari Ikan Lele (Clarias sp.) adalah
sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Sub-kingdom
: Metazoa
Phyllum
: Chordata
Sub-phyllum
: Vertebrata
Class
: Pisces
Sub-class
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub-ordo
: Siluroidea
Familia
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias sp.
Habitat
Habitat atau lingkungan hidup ikan lele adalah semua perairan tawar,
meliputi sungai dengan aliran yang tidak terlalu deras atau perairan yang tenang
seperti waduk, danau, telaga, rawa, dan genangan air seperti kolam. Ikan lele
tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan relatif tahan
terhadap pencemaran bahan-bahan organik.
Suyanto (2006), menyatakan lele dapat hidup normal di lingkungan yang
memiliki kandungan oksigen (DO) terlarut 4 ppm dan air yang odeal bagi leel
dumbo mempunyai kadar karbondioksida kurang dari 2 ppm, namun pertumbuhan
dan perkembangan ikan lele akan cepat dan sehat jika dipelihara dari sumber air
yang cukup bersih, seperti air sungai, mata air, saluran irigasi ataupun aikr sumur.
Ikan lele dapat hidup baik di dataran rendah sampai dengan perbukitan yang tidak
terlalu tinggi, misalnya di daerah pegunungan dengan perbukitan yang tidak
terlalu tinggi, misalnya di daerah pegunungan dengan ketinggian di atas 700 m.
Di samping itu lele dumbo juga bisa hidup pada perairan yang sedikit
payau, seperti di Kendal, Jawa Tengah. Aktivitasnya pada siang hari dan lebih
menyukai tembat-tempat yang gelap, agak dalam dan teduh. Hal ini bisa
dimengerti
karena
lele
adalah
binatang
nokturnal,
yaitu
mempunyai
kecenderungan beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Pada siang hari
lele lebih sukaberdiam atau berlindung di tempat-tempat yang gelap. Akan tetapi,
pada kolam pemeliharaan, terutama budidaya secara intensif, lele dapat dibiasakan
diberi pakan pellet pada pagi atau siang hari, walaupun nafsu makannya tetap
lebih tinggi jika diberikan pada malam hari.
Lele juga mampu hidup di luar air (dasar) selama beberapa jam, asalkan
udara disekitarnya cukup lembab. Semua kelebihan tersebut membuat ikan ini
tidak memerlukan kualitas air yang jernih atau mengalir ketika dipelihara di
kolam. Karena itu lele dapat juga dipelihara pada kondisi kualitas air yang buruk,
seperti comberan, atau tempat pembuangan air limbah rumah tangga yang terdapat
di belakang rumah. Walaupun begitu para ahli perikanan tetap memberi syarat
darikualitas air (kimia dan fisika) yang harus dipenuhi jika ingin sukses
membudidayakan lele. Berikut ini persyaratan yang dikemukakan oleh Khairuman
(2008): suhu yang cocok ontuk memelihara lele dumbo adalah 20-30 0C dan
optimal 270C, kandungan oksigen dalam air minimal 3 ppm, NH3 sebesar 0,05
ppm, NO2 sebesar 0,25 ppm, NO3 sebesar 250 ppm.
Suyanto (2006) menyatakan bahwa ikan lele digolongkan sebagai ikan
karnivora. Pakan alami yang baik untuk benih ikan lele adalah jenis zooplankton
seperti Moina sp., Daphnia sp., cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga),
siput-siput kecil dan sebagainya. Pakan alami biasanya digunakan untuk peberian
pakan lele pada fase larva sampai benih. Ikan lele biasanya mencari makanan di
dasar kolam.
Kebiasaan Makan
Murhananto (2002), menyatakan bahwa ikan lele dapat memakan segala
macam makanan. Pakan alami ikan lele adalah binatang-binatang renik yang
hidup di lumpur dasar maupun didalam air, antara lain cacing, jentik-jentik
nyamuk, serangga lainnya, anak-anak siput, kutu air (zooplankton). Selain itu, lele
juga dapat memakan kotoran atau bahkan apa saja yang ada dalam air. Lele
merupakan jenis ikan pemakan campuran (omnivora)tidak banyak memilih pakan
yang akan dimakannya. Ikan ini lebih mudah menyesuaikan dengan makanan
yang diberikan.
Selain pakan alami, lele juga memerlukan pakan tambahan untuk
pertumbuhan dan mempercepat kematangan gonad. Untuk itu, jenis pakan
tambahannya harus banyak mengandung protein hewani yang mudah dicerna.
pakan tambahan yang digunakan dapat berupa pellet komersial yang mengandung
protein diatas 20% (Prihartono et al., 2000).
Menurut Mahyuddin (2008), menyatakan bahwa lele mempunyai
kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder).berdasarkan jenis
pakannya, lele digolongkan sebagai ikan yang bersifat karnivora (pemakan
daging). Di habitat aslinya, lele memakan cacing, siput air, belatung, laron, jetikjentik serangga, kutu air dan larva serangga air. Karena bersifat karnivora, pakan
tambahan yang baik untuk lele adalah yang banyak mengandung protein hewani.
10
semakin meningkat vitalitas dan kematangan gonadnya, sehingga induk lele akan
lebih sering memijah.
Ikan lele mentolerir berbagai kondisi lingkungan. Suhu air optimum untuk
pertumbuhan adalah 75- 85 F, namun ikan dapat bertahan hidup pada suhu dari
atas titik beku untuk hampir 100 F. Pertumbuhannya lambat pada suhu kurang
dari 65 F dan aktivitas makan berhenti pada suhu di bawah sekitar 50 F. Suhu air
maksimal di mana ikan lele dapat bertahan hidup tanpa batas adalah sekitar 95 F
dan ikan bertahan hidup hanya sebentar pada suhu di atas 100 F. Lele mentolerir
salinitas dari 0-11 ppt, meskipun salinitas kurang dari 4 ppt lebih disukai. Telur
mentolerir salinitas setinggi 16 ppt namun menetas hanya pada 8 ppt atau kurang.
Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kuning
telur (yolksack) yang akan diserap sebagai makanan bagi larva sehingga larva
tidak perlu diberi pakan. Penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih
cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Pemeliharaan larva dilakukan pada
tahap penetasan. Pemberian pakan dapat dilakukan setelah larva berumur 4-5 hari
atau saat larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam. Umumnya
pemeliharaan larva dilakukan 5 hari dengan menghasilkan benih berukuran 0,71,0 cm dengan berat 0,002 gram (Sunarma, 2004).
Usia kedewasaan seksual bervariasi dari 2 sampai 12 tahun, tergantung
pada panjang musim pertumbuhan (umumnya ikan matang lebih cepat di iklim
hangat). Di alam, dari 2 sampai 4 tahun mungkin diperlukan untuk mencapai berat
1 pon, meskipun tingkat pertumbuhan tergantung pada suhu dan ketersediaan
pangan. Ikan lele dapat hidup lebih dari 20 tahun dan mencapai berat lebih dari 40
kilogram.
Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan, karena
diperlukan sebagai media hidup ikan. Beberapa peubah fisika dan kimia yang
dapat mempengaruhi hidup ikan lele (Clarias spp) adalah suhu, oksigen terlarut,
karbondioksida bebas, pH, dan amonia (Weatherley 1972).
11
Suhu
Ikan lele mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tergenang air.
Apabila sudah dewasa dapat diadaptasikan di dalam lingkungan perairan yang
mengalir
mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air. Suhu yang ideal
0
12
13
14
darah
mempunyai
peranan
penting
terutama
dalam
15
ikan teleostei berkisar antara (1,05 - 3,0) x 10 sel/mm (Irianto 2005). Eritrosit
berwarna kekuningan, berbentuk lonjong, kecil, dengan ukuran berkisar antara 7 36 m (Lagler et al. 1977). Eritrosit yang sudah matang berbentuk oval sampai
bundar, inti berukuran kecil dengan sitoplasma besar. Ukuran eritrosit ikan lele
(Clarias ssp) berkisar antara (10 x 11 m) (12 x 13 m), dengan diameter inti
6
berkisar antara 4 5 m. Jumlah eritrosit ikan lele (Clarias ssp) adalah 3,18 x 10
sel/ml (Angka et al., 1985). Jika diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, inti sel akan
berwarna ungu dan dikelilingi oleh plasma berwarna biru muda (Chinabut et al.
1991). Rendahnya eritrosit merupakan indikator terjadinya anemia, sedangkan
tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam keadaan stres (Wedemeyer dan
Yasutake 1977).
2.8 Nilai Hematokrit
Hematokrit adalah persentase eritrosit di dalam darah (Guyton 1997).
Hematokrit digunakan untuk mengukur perbandingan antara eritrosit dengan
plasma, sehingga hematokrit memberikan rasio total eritrosit dengan total volume
darah dalam tubuh. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah eritrosit
(Ganong 1995). Nilai hematokrit pada ikan teleostei berkisar antara 20 - 30% dan
pada ikan laut bernilai sekitar 42% (Bond 1979). Presentase nilai hematokrit ikan
lele (Clarias spp) normal berkisar antara 30,8 - 45,5% (Angka et al., 1985). Nilai
hematokrit secara langsung berhubungan dengan jumlah eritrosit dan konsentrasi
hemoglobin (Swenson 1977). Nilai hematokrit di bawah 30% menunjukan adanya
defisiensi eritrosit (Nabib dan Pasaribu 1989). Amlacher (1970) melaporkan
bahwa selain infeksi bakteri, nafsu makan juga berpengaruh pada jumlah eritrosit
sehingga berpengaruh pula terhadap nilai hematokrit dan konsentrasi hemoglobin
di dalam sirkulasi darah.
16
3,
17
Gambar 3. Sel darah Ikan Lele (Clarias ssp), Eritrosit (E), Limfosit (L),
Monosit (M), Heterofil (N), dan Trombosit (T) (Abdullah 2008).
Heterofil berbentuk bulat dan berukuran besar, diameter berkisar antara 9 13 mikron, memiliki sitoplasma dalam jumlah besar dan bergranul. Sitoplasma
berwarna biru cerah atau ungu pucat, sedangkan inti berwarna biru gelap
(Chinabut et al. 1991). Jumlah heterofil di dalam darah akan meningkat apabila
terdapat infeksi oleh bakteri (Dellman dan Brown 1992). Roberts (1978)
melaporkan bahwa persentase heterofil pada ikan berkisar antara 6 - 8%. Jumlah
heterofil pada ikan teleostei hampir sama dengan jumlah neutrofil pada mamalia,
3
18
HgCl 25 gram, NaCl 5 gram, Na2SO4 2,5 gram dan Akuades 1000 ml.
2.13 Larutan Turks
Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel
darah merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Komposisi larutan turks
menurut Anonim (2007) terdiri atas Acetil Acid Glacial 2 ml, Gentian Violet 1
ml, dan Akuades 100 ml.
19
2.14 Haemacytometer
Haemacytometer merupakan alat yang didesain khusus untuk menghitung
sel darah tetapi haemocytometer juga dapat digunakan untuk menghitung sel tipe
lain yang berukuran mikroskopik (Anonim, 2008).
Haemacytometer ditemukan oleh Louis Charles Malassez dan terdiri atas
gelas kaca mikroskop dengan bentuk seperti empat persegi panjang dengan
lekukan yang membentuk kamar. Kamar diukir dengan menggoreskan laser yang
membentuk garis tegak lurus. Alat ini dibuat dengan sangat hati-hati oleh orang
yang ahli sehingga batas area bergaris diketahui dan kedalaman kamar diketahui.
Improved
Neubaeur
(Counting
Chamber)
berupa
lempeng kokoh yang dirancang untuk mendapatkan suspensi sel dalam lapisan
tipis di atas guratan yang digoreskan pada lempeng. Guratan-guratan terdiri dari
segiempat-segiempat dan bujur sangkar yag besar yang tersusun dalam baris dan
kolom. Satu kelompok yang terdiri dari 25 bujur sangkar di pusatnya dipisahkan
lebih jauh menjadi 16 bujur sangkar kecil. Bagian tengah lempeng lebih rendah
daripada serambi di bagian luar. Jalur yang mirip dengan parit dalam memisahkan
bagian tengah dari bagian luar serambi pada setiap sisi. Lapisan penutupnya tebal
sehingga tahan bengkok. Hal ini memungkinkan adanya lapisan tipis suspensi sel
dengan ketebalan yang diketahui dan seragam, yang terletak di atas segiempatsegiempat dengan luas yang diketahui. Rapatan sel diperkirakan dengan
menghitung sel dalam bujur-sangkar yang khas. Jenis pengaturan dalam guratan
20
21
e. Eritrosit dihitung dari dalam bujur sangkar dengan sisi 1/20 mm (kotak R)
Jarak antara bilik hitung dengan gelas penutup: 1/10 mm sehingga volume
bujur sangkar adalah sebagai berikut:
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Tempat
Pipet Thomma
2.
Mikroskop
3.
Hand counter
4.
Pipet tetes
5.
Cover glass
6.
Pisau bedah
7.
Talenan
Ikan Lele
22
23
2.
Larutan Hayems
3.
Alkohol 70%
4.
Tissue
5.
Aquabidest
kamar
hitung
dengan
cairan
darah
tadi
melalui
parit
24
Pipet Thomma
2.
Mikroskop
3.
Hand counter
4.
Pipet tetes
5.
Cover glass
6.
Pisau bedah
7.
Talenan
Ikan Lele
2.
Larutan Turks
3.
Alkohol 70%
4.
Tissue
5.
Aquabidest
25
2) Menempatkan ikan lele pada wadah lalu melukai bagian pangkal ekornya
dengan pisau bedah.
3) Menghisap darah yang keluar menggunakan pipet Thomma sebatas skala 0,5
dan menghentikan penghisapan dengan menekan ujung lidah ke ujung karet
penghisap, kemudian menambahkan larutan Turks sampai skala 11.
4) Melepaskan karet penghisap dari pipet dan kedua ujung pipet ditekan dengan
ibu jari agar cairan tidak keluar, selanjutnya digerakkan dengan arah memutar
selama 3 menit agar merata.
5) Menetesi
kamar
hitung
dengan
cairan
darah
tadi
melalui
parit
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
2
78
3 4
78 68
5
85
Total
Rata
- rata
Pengencer
an dengan
Larutan
Hayems
Luas
Kotak
Hitung
Ketebalan
Haemasito
meter
(mm)
Jmlah Sel
Darah
Merah
(Sel/mm3)
379
75,8
200
25
10
3.790.000
Rata-
SDM1
SDM2
SDM3
SDM4
SDM5
Rata
104
103
93
99
88
97,4
40
40
50
50
50
46
46 x 50.000 = 2.300.000
98
105
95
92
110
100
80
89
94
91
99
90,6
82
82
73
79
76
78,4
79
70
90
115
117
94,2
80
81
71
72
71
75
75 x 50.000 = 3.750.000
70
78
78
68
85
75,8
103
102
82
115
85
97,4
26
27
Rata-
SDM1
SDM2
SDM3
SDM4
SDM5
Rata
10
51
63
64
64
93
67
11
60
62
77
75
100
76,8
12
149
74
87
103
117
106
13
160
79
105
106
108
121,6
14
62
49
43
55
53
52,4
15
79
109
142
107
102
107,8
16
83
85
77
87
110
88,4
17
68
59
61
68
87
68,5
18
64
94
61
50
78
69,4
67
x 50.000 = 3.350.000
Rata-
SDM1
SDM2
SDM3
SDM4
SDM5
Rata
darah (Sel/mm3)
19
41
58
72
75
53
59,8
20
78
76
48
65
72
63,8
21
80
50
86
86
68
74
22
41
58
72
75
53
59,8
23
57
77
70
72
73
69,8
24
80
50
86
86
68
74
74
x 50.000 = 3.700.000
25
80
50
86
86
68
74
74
x 50.000 = 3.700.000
26
80
50
86
86
68
74
74
x 50.000 = 3.700.000
74
x 50.000 = 3.700.000
Perhitungan
Sel
Darah Merah
Pada
Ikan Lele (Clarias sp.) pembahasannya adalah Jumlah sel darah merah adalah
Jumlah Rata-rata Sel Darah Merah dikalikan dengan Faktor Pengali yang terdiri
dari:
28
Ketebalan Haemacytometer
SDM 1
: 70
SDM 2
: 78
SDM 3
: 78
SDM 4
: 68
SDM 5
: 85
Rata-rata SDM
: 200 kali
: 25 kali
Ketebalan Haemacytometer
: 10 kali
Faktor Pengali
: 202 X 25 X 10 = 50.500
29
(Clarias ssp) adalah 3,18 x 10 sel/ml (Angka et al., 1985). Jumlah eritrosit pada ikan
6
teleostei berkisar antara (1,05 - 3,0) x 10 sel/mm (Irianto 2005). Eritrosit berwarna
kekuningan, berbentuk lonjong, kecil, dengan ukuran berkisar antara 7 - 36 m
(Lagler et al. 1977). Eritrosit yang sudah matang berbentuk oval sampai bundar, inti
berukuran kecil dengan sitoplasma besar. Ukuran eritrosit ikan lele (Clarias ssp)
berkisar antara (10 x 11 m) (12 x 13 m), dengan diameter inti berkisar antara 4
5 m. Pengujian ini menunjukkan bahwa jumlah sel darah merah pada ikan lele
Ratarata
Pengenceran
dengan
Larutan
Hayems
Luas
Kotak
Hitung
Ketebalan
Haemasitometer
(mm)
Jmlah Sel
Darah
Merah
(Sel/mm3)
205,75
20
16
10
658.400
823
Kelompok
Rata-
SDP2
SDP3
SDP4
rata
darah (Sel/mm3)
233
158
204
154
187,25
178
204
217
222
205,25
175
197
211
206
197,25
30
184
130
149
166
157,25
128
157
235
250
192,5
113
149
126
124
128
128
x 3200 = 409.600
131
125
128
136
130
130
x 3200 = 416.000
158
255
208
202
205,75
299
199
233
284
253,75
Kelompok
10
SDP1
412
SDP2
434
SDP3
451
SDP4
417
11
317
388
426
12
225
279
13
339
14
RataRata
428,5
381
365,5
244
321
267,25
267,25 x 3.200 =
373
385
452
387,25
321
314
316
292
310,75
310,75 x 3.200 =
15
317
318
322
333
322,5
16
237
258
247
314
264
17
431
402
415
403
412,75
18
399
453
461
433
436,5
264
x 3.200 =
855.200
994.000
844.800
Kelompok
RataRata
19
SDP1
385
SDP2
368
SDP3
397
SDP4
375
381,25
20
387
365
392
369
378, 25
21
394
487
350
364
398,75
22
383
373
395
380
382,75
31
23
366
533
564
430
473,25
24
284
325
307
326
310,5
310,5 x 3.200 =
25
390
377
381
388
384
26
303
390
302
362
339,35
384
993.600
x 3.200 = 1.288.800
praktikum
mengenai
Perhitungan
Sel
Darah
Putih
Pada
Ikan Lele (Clarias sp.) pembahasannya adalah Jumlah sel darah putih adalah
Jumlah rata-rata Sel Darah Putih dikalikan dengan Faktor Pengali yang terdiri
dari:
Ketebalan Haemacytometer
Rata-rata Sel Darah Putih hasil pengamatan kelompok kami adalah
sebagai berikut:
SDP 1
: 158
SDP 2
: 255
SDP 3
: 208
SDP 4
: 202
Rata-rata SDP
: (158+255+208+202)/4 = 205,75
32
: 16 kali
Ketebalan Haemacytometer
: 10 kali
Faktor Pengenceran
: 20 X 16 X 10 = 3200
Sehingga jumlah Sel Darah Putih pada Ikan Lele hasil pengamatan
kelompok kami adalah:
rata-rata SDP X Faktor Pengenceran
= 205,75 X 3200
= 658.400 Sel/mm3
Leukosit tidak berwarna dan jumlah leukosit total ikan teleostei berkisar
3
3,
total ikan teleostei berkisar antara 20.000-150.000 butir tiap mm . Dari hasil
pengamatan, kelompok kami memperoleh jumlah sel darah putih / leukosit adalah
658.400 Sel/mm3 . Hal ini menunjukkan bahwa jumlah leukositnya berada pada
keadaan tidak normal karena melampaui jumlah normal leukosit ikan teleostei
atau ikan lele.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaknormalan jumlah leukosit
tersebut adalah menurut Moyle dan Chech (1988), leukosit berfungsi sebagai sistem
pertahanan tubuh yang akan dikirim secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan
mengalami peradangan yang serius. Arry (2007) melaporkan bahwa peningkatan
jumlah leukosit total terjadi akibat adanya respon dari tubuh ikan terhadap kondisi
lingkungan pemeliharaan yang buruk, faktor stres dan infeksi penyakit. Sedangkan
33
penurunan jumlah leukosit total disebabkan karena adanya gangguan pada fungsi
organ ginjal dan limpa dalam memproduksi leukosit yang disebabkan oleh infeksi
penyakit. Menurut Irianto (2005), salah satu contoh penyakit pada ikan yang
menyebabkan gangguan pada ginjal dan limpa antara lain Aeromonas hydrophila,
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini terdapat beberapa kesimpulan yang dapat
diambil, diantaranya :
Ciri-ciri ikan yang terserang penyakit jika dilihat dari hasil uji darahnya
adalah adanya perubahan pada nilai hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel
darah merah dan jumlah sel darah putih.
Alat untuk menghitung jumlah sel darah merah adalah Haemacytometer yang
terdiri dari kamar hitung tipe improved Neubauer dan pipet Thomma.
Larutan yang digunakan untuk penghitungan sel darah merah adalah larutan
Hayems.
Untuk menghitung jumlah sel darah merah per millimeter kubik yaitu dengan
cara mengalikan jumlah rata-rata sel darah merah dari kamar hitung yang
digunakan dengan faktor pengali. Faktor pengali terdiri dari faktor
pengenceran, jumlah kotak hitung dan ketebalan Haemacytometer.
Jumlah sel darah merah dari ikan lele yang kami uji sampel darahnya adalah
2.090.000 sel/mm3. Nilai tersebut berada pada kisaran normal karena
berdasarkan litelatur jumlah sel darah merah pada ikan lele adalah 3,18 x 106
sel/ mm3.
Persentase normal limfosit pada ikan teleostei berkisar antara 71,12 82,88%
(Affandi dan Tang 2002). Jumlah limfosit di dalam darah ikan lebih banyak
dibandingkan dengan limfosit pada mamalia. Kepadatan limfosit pada ikan
34
35
3,
5.2 Saran
Praktikum ini memberi pelajaran bagi kita untuk bisa mengetahui kondisi
ikan dengan cara menghitung sel darah merah pada ikan. Namun dalam praktikum
ini terdapat kesulitan dalam mengamati haemacytometer yaitu untuk menemukan
kotak hitungnya. Hal ini dikarenakan kondisi mikroskop yang kurang baik
sehingga pengamatan membuang waktu yang cukup lama.
Sebaiknya mikroskop yang akan digunakan untuk praktikum harus dalam
kondisi baik. Ketepatan menyedot darah menggunakan pipet thoma harus
diperhatikan karena jika tidak tepat pada skala yang diinginkan akan memperlama
pekerjaan. Pengenceran pun harus dilakukan sampai sampel darah merah
tercampur secara homogen dengan larutan Hayems dan sel darah putih dengan
larutan turks.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Yusuf. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Paci Paci Leucas Lavandulaefolia
Untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Penyakit Mas Motile Aeromonad
Septicaemia Ditunjau Dari Patologi makro Dan Hematologi Ikan Lele Dumbo
Clarias Sp. Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. IPB : Bogor.
Affandi R, Tang UM.2002. Fisiologi Hewan Air. Riau : Uni Press.
Amlacher E. 1970. Text Book of Fish Disease. D.A.T.F.H. Publication. New York.
USA. hlm 302.
Angka SL, GT Wongkar, Karwani. 1985. Blood Picture and Bacteria Isolated From
Ulcered and Crooked-Black Clarias Batrachus. Symposium On Pract. Measure
for Preventing and Controlling Fish Disease. BIOTROP. 17 P.
Anonim. 2007. Perhitungan Sel Darah Merah. http://www.unsjournal.com/. Diakses
tanggal 5 Desember 2012 Pukul 20.15WIB.
Anonim. 2008. Haemacytometer. http//id.wikipedia.com/haemacytometer. Diakses tanggal
5 Desember 2012 Pukul 20.17WIB.
Arry. 2007. Pengaruh Suplementasi Zat Besi (Fe) Dalam Pakan Buatan Terhadap
Kinerja Pertumbuhan dan Imunitas Ikan Kerapu Bebek Cromileptes Altivelis.
Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Blaxhall PC. 1972. The Haemothological Assessment of The Health of Fresh Water
Fish. A Review of Selected Literature. Journal of Fish Biology 4 : 593-604.
Boyd CE. 1990. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elsevier Science
Publishing Company Inc, New York. Hal 146 159.
Chinabut S, Limsuwan C, and Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking Catfish,
Clarias bathracus. IDRC Canada. hlm 96.
Dellman HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi 3. Hartono
(Penerjemah). UI Press, Jakarta.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta. Hal 95-109.
36
37
Ganong WF. 1995. Buku Ajar fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiologi). Ed
ke-4. Terjemahan P Adianto. EGC, Jakarta.
Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Irawati Setiawan
(Penerjemah). Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Hesser EF. 1960. Methods for Routine Fish Hematology. Progressive Fish Culturist.
Irianto Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Khairuman, K Amri. 2002. Budidaya Lele Lokal Secara Intensif. PT Agromedia
Pustaka, Tangerang.
Lagler KF, Bardach JE, RR Miller, Passino DRM. 1977. Ichthyology. John Willey and
Sons. Inc. new York-London. Hlm 506.
Maryani M. 2003. Interaksi Antara Logam Berat Kadmium(Cd) dan Infeksi Bakteri
Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Mas Cyprinus Carpi. Skripsi Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan, IPB.
Michael, P. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI
Press, Jakarta.
Moyle PB, Cech Jr JJ. 1988. Fishes An Introduction to Icthyology. Prentice Hall, Inc.
USA. hlm 559.
Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo di Pekarangan. PT Agromedia Pustaka,
Tangerang.
Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi Dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. IPB
Primandaka JT. 1992. Pengaruh Penyuntikan Isolat Virulen Aeromonas hydrophila
Secara Intramuskular Terhadap Gambaran Darah Lele Dumbo (Clarias sp.)
Ukuran Fingerling. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB.
Puspowardoyo H dan Djarijah AS. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele Dumbo
Hemat Air. Kanisius, Yogyakarta.
Roberts RJ. 1978. Fish Pathology. Ballier Tindall London.
38
Swenson MJ. 1977. Dukes Physiology of Domestic Animal. Ed ke-9. Cornell Univ.
Press, London.
Tizard I. 1982. Veterinary Immunology, An Introduction. Ed Ke-3. W,B. Saunders
Company, Canada.
Weatherley AH. 1972. Growth and Ecology of Fish Population. Academy Press,
London. 293p.
Wedemeyer GA, Yasutke. 1977. Clinical Methods for The Assessment on The Effect of
Enviromental Stress on Fish Health. Technical Paper of The US Departement of
The Interior Fish ang the Wildlife Service, 89 : 1-17.
Wells RMG, Baldwin J, Seymour RS, Chirtian K, Britain T. 2005. Blood Cell Function
and Haematology In Two Tropical Frehswater Fishes From Australia.
Comparative Biochemistry and Physiology.
Zonneveld NE, EA Huisman, JH Boon. 1991. Prinsip - Prinsip Budidaya Ikan.
Terjemahan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 381 hal.
LAMPIRAN
Pipet Thomma
Mikroskop
Hand counter
Pipet tetes
Cover glass
Pisau bedah
Talenan
Larutan Hayems
39
Alkohol 70%
40
Larutan Turks
Tissue
Aquabidest
41