Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PATOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN HEMATOLOGI
(DARAH PERIFER LENGKAP/DPL)

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

1. Alif Febrian Handoko 08061181823119


2. Putri Pajariana 08061181823020
3. Putri Fatimah 08061281823032
4. Arrum Wardina 08061381823075
5. Rachel Gabriella 08061281823053
6. Setia Hardiyanti 08061381823074
7. Amira Auline Salsabila 08061181823008
8. Ayu Purnama 08061381823068
9. Kholifatul aulia umar 08061181823021
10. Khalis Nasrullah 08061481823086
11. Rahmada Ayu Aulia 08061281823038
12. Nafisah Ramadona 08061181823117
13. Asih Margiati 08061181722073
14. Sela Angreni 08061381823083

Dosen Pengampu: apt. Vitri Agustiarini, M.Farm

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
KATA PEGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Patologi Klinik dengan judul “PEMERIKSAAN HEMATOLOGI (DARAH
PERIFER LENGKAP/DPL)”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Patologi Klinik ibu apt. Vitri
Agustiarini, M.Farm dan seluruh pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan
kritik yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi pembaca umumnya serta penulis pada khususnya.

Indralaya, 24 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pemeriksaan Hematologi (Darah Perifer Lengkap)................... 2
2.2 Jenis-jenis Pemeriksaan Hematologi (Darah Perifer Lengkap).............. 2
2.2.1 Pemeriksaan Hemoglobin .................................................................. 2
2.2.2 Pemeriksaan Hematokrit ................................................................... 6
2.2.3 Perhitungan Jumlah Trombosit ...................................................... 11
2.2.4 Perhitungan Jumlah dan Jenis Leukosit ........................................ 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 26
3.2 Saran ............................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sel Basofil ..........................................................................................19

Gambar 2. Sel Eosinofil .......................................................................................20

Gambar 3. Sel Neutrofil Stab ..............................................................................21

Gambar 4. Sel Neutrofil Segmen ........................................................................21

Gambar 5. Sel Monosit ........................................................................................22

Gambar 6. Sel Limfosit ........................................................................................23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan laboratorium hematologi adalah pemeriksaan cairan darah
yang berhubungan dengan sel-sel darah dan biokimiawi yang berhubungan
dengan sel darah (Riswanto, 2013). Pemeriksaan laboratorium hematologi secara
umum dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan hematologi darah rutin dan
hematologi darah lengkap. Pemeriksaan hematologi rutin meliputi hemoglobin
(Hb), hematokrit, hitung jumlah sel darah merah (eritrosit), hitung jumlah sel
darah putih (leukosit), hitung jumlah trombosit dan indeks eritrosit. Pemeriksaan
hematologi lengkap meliputi pemeriksaan darah rutin ditambah hitung jenis
leukosit dan pemeriksaan morfologi sel (Kemenkes RI, 2011).
Pemeriksaan hematologi lengkap dilakukan untuk mendeteksi adanya
gangguan kesehatan tertentu yang dapat memengaruhi kondisi sel-sel darah,
seperti infeksi, anemia, dan leukemia. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat
dimanfaatkan untuk memantau perkembangan penyakit dan hasil pengobatan.
Banyaknya manfaat serta kegunaan dari pemeriksaan laboratorium hematologi
inilah yang mendorong penulis untuk membahas mengenai materi ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu pemeriksaan hematologi (darah perifer lengkap)?
2. Apa saja jenis pemeriksaan hematologi (darah perifer lengkap)?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan hematologi (darah
perifer lengkap).
2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis pemeriksaan hematologi (darah
perifer lengkap).
1.4 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber referensi dalam
mempelajari materi mengenai pemeriksaan hematologi (darah perifer lengkap).

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pemeriksaan Hematologi (Darah Perifer Lengkap)


Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) adalah jenis
pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu,
pemeriksaan ini juga sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi
pada pasien yang menderita suatu penyakit infeksi. Terdapat beberapa tujuan dari
pemeriksaan ini, diantaranya adalah sebagai pemeriksaaan penyaring untuk
menunjang diagnosa, untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu
penyakit dan untuk melihat kemajuan atau respon terapi Pada lembar hasil
pemeriksaan, yang umum tercatat adalah kadar hemoglobin, jumlah eritrosit,
jumlah leukosit, jumlah trombosit dan hematokrit (perbandingan antara sel darah
merah dan jumlah plasma darah.). Kadang juga dicantumkan LED (Laju Endap
Darah), indeks eritrosit, hitung jenis leukosit, PDW dan RDW.

2.2 Jenis-jenis Pemeriksaan Hematologi (Darah Perifer Lengkap)


2.2.1 Pemeriksaan Hemoglobin
2.2.1.1 Definisi Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan porfirin besi yang terikat pada protein
globin. Protein terkonyungasi ini mampu berikatan secara reversible dengan O2
dan bertindak sebagai transpor O2 dalam darah. Hb adalah suatu molekul alosterik
yang terdiri atas empat subunit polipeptida dan bekerja untuk menghantarkan O2
dan CO2. Hb mempunyai afinitas untuk meningkatkan O2 ketika setiap molekul
diikat, akibatnya kurva disosiasi berbelok yang memungkinkan Hb menjadi jenuh
dengan O2 dalam paru dan secara efektif melepaskan O2 ke dalam jaringan.
Hb suatu protein yang kaya akan zat besi. Hb dapat membentuk
oksihemoglobin (HbO2) karena terdapatnya afinitas terhadap O2 itu sendiri.
Melalui fungsi ini maka O2 dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan-jaringan.
Hb adalah suatu kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Pigmen
pada kompleks tersebut berwarna merah, lantas hal inilah yang menjadikan

2
eritrosit juga berwarna merah. Molekul ini diberi nama Hb karena memiliki empat
gugus heme yang mengandung besi ferro dan empat rantai globin.

2.2.1.2 Faktor-faktor mempengaruhi kadar hemoglobin


Menurut Zarianis (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar
hemoglobin, diantaranya adalah:
a. Perdarahan
Pada saat tubuh kehilangan darah dalam waktu yang lama, tubuh tidak
dapat mengabsorbsi cukup besi dari usus untuk membentuk hemoglobin
secepat darah yang hilang. Ketika mengalami perdarahan yang cepat, tubuh
akan berusaha mengganti cairan plasma dalam waktu satu sampai tiga hari
yang akan menyebabkan konsentrasi sel darah merah menjadi rendah. Bila
perdarahan tidak berlanjut maka dalam waktu tiga sampai enam minggu
konsentrasi sel darah merah akan kembali ke keadaan normal. Maka
terbentuklah sel darah merah yang berukuran jauh lebih kecil dari ukuran
normalnya dan mengandung sedikit hemoglobin. Keadaan inilah yang dapat
menimbulkan anemia.
b. Kelainan pada sel darah merah
Kelainan sel darah merah seringkali didapat secara keturunan. Sel-sel
darah merah bersifat rapuh sehingga akan mudah pecah ketika melewati
kapiler terutama ketika melalui limpa. Kelainan sel darah merah dapat berupa
ukurannya yang sangat kecil dan berbentuk sferis, terdapat kandungan
hemoglobin abnormal dalam darah serta reaksi antibodi yang abnormal dalam
darah yang menyebabkan rapuhnya sel darah merah. Keadaan anemia yang
parah dapat terjadi jika mengalami keadaan-keadaan tersebut.
c. Usia
Semakin bertambah usia semua fungsi organ manusia akan semakin
mengalami penurunan fisilogis termasuk penurunan sum-sum tulang yang
memproduksi sel darah merah. Selain itu kemampuan sistem pencernaan
dalam menyaerap zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh terutama dalam hal ini
adalah Fe juga berkurang. Sehingga ketika terjadi perdarahan atau ketika
melakukan aktivitas berat, orang tua atau usia lanjut mudah mengalami
penurunan kadar hemoglobin. Pada orangtua toleransi terhadap penurunan
3
kadar hemoglobin kurang baik karena adanya efek kekurangan oksigen pada
organ jika terjadi gangguan kompensasi kardiovaskular normal.
d. Aktivitas fisik
Kegiatan fisik yang berat seperti olahraga dapat meningkatkan resiko
penurunan kadar hemoglobin. Hal ini dikarenakan saat berolahraga
meningkatkan kebutuhan metabolik sel-sel otot. Dimana dalam sistem
metabolik tubuh dibutuhkan oksigen yang memadai sedangkan oksigen
dibawa oleh hemoglobin. produksi hemoglobin juga dapat menurun jika
pembentuk hemoglobin yaitu Fe dalam tubuh tidak memadai.

2.2.1.3 Jenis – Jenis Hemoglobin


a. Hemoglobin Embrio
Hemoglobin Emrbio (HbE) merupakan Hb primitif yang dibentuk oleh
eritrosit imatur di dalam yolk sac. HbE ditemukan di dalam embrio dan akan
tetap ada sampai umur gestasi 12 minggu. Terdapat beberapa rantai di
dalamnya, seperti rantai ζ yang merupakan analog dari rantai α dan rantai ε
yang merupakan analog dari rantai γ, β serta δ.
b. Hemoglobin Fetal
Hemoglobin Fetal (HbF) merupakan Hb utama pada fetus dan newborn.
Hb jenis ini memiliki dua rantai α dan dua rantai γ. HbF sudah mulai disintesis
di hepar sejak umur gestasi lima minggu dan akan tetap ada sampai beberapa
bulan setelah kelahiran. Pada saat lahir masih terdapat sekitar 60% sampai
dengan 80% HbF dan secara perlahan akan mulai tergantikan dengan
hemoglobin dewasa (HbA).
c. Hemoglobin Adult
Hemoglobin Adult (HbA) tersusun atas dua rantai α dan dua rantai β. HbA
merupakan jenis Hb yang utama (95%-97%), namun masih terdapat pula
sebagian kecil HbA2 (2%-3%) dan HbA1. HbA2 tersusun atas dua rantai α
serta dua rantai δ dan mulai muncul pada akhir masa fetus sampai memasuki
masa anak-anak. HbA1 merupakan Hb yang terbentuk selama proses
pematangan eritrosit. Hb jenis ini biasa disebut dengan nama glycosylated
hemoglobin dan memiliki tiga subfraksi yaitu A1a, A1b dan A1c.

4
2.2.1.4 Metode Pemeriksaan Hemoglobin
a. Metode Sahli
Ada dua metode pemeriksaan yang sering digunakan dalam pemeriksaan
Hb yaitu pemeriksaan Hemoglobin metode Sahli dan Hemoglobin metode
Cyanmeth (Suriadi, 2003). Hemoglobin metode Sahli didasarkan atas
pembentukan hematin asam setelah darah ditambah dengan larutan HCL 0,1N
kemudian diencerkan dengan aquadest.Pengukuran secara visual dengan
mencocokan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar.Metode
ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk
menghitung indeks eritrosit (Suriadi, 2003).
b. Metode Cyanmeth
Hemoglobin metode Cyanmeth berdasarkan pada penetapan
cyanmethemoglobin yang telah diadaptasi sebagai standar.Hemoglobin dari
sampel darah lengkap dilepaskan eritrosit dan dioksidasi oleh fericyanida
menjadi methemoglobin.methemoglobin ini selanjutnya diubah oleh cyanide
menjadi cyanmethemoglobin yang stabil.Absorbansi dari cyanmethemoglobin
ini diukur pada 540nm dan secara langsung hasilnya sebanding dengan
konsentrasi dalam sampel (Suriadi, 2003). Pengukuran kadar Hemoglobin
Metode cyanmeth dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1) Cara langsung yaitu dengan mencampur darah dengan larutan drabkin
kemudian dibaca dengan fotometer.Pembacaan dapat ditunda selama 24 jam
dalam suhu kamar 15- 25ºC.
2) Cara tidak langsung biasa dilakukan sebagai alternative dalam kepentingan
penelitian kesehatan masyarakat. Hal ini mengingat karena tempat
pengambilan sampel yang jauh dari laboratorium.Cara pemeriksaannya
adalah dengan meneteskan sejumlah volume tertentu darah keatas kertas
saring, lalu dikeringkan. Untuk pemeriksaannya dengan merendam kertas
saring tadi kedalam larutan drabkin selama 24 jam kemudian dibaca dengan
spektrofotometer (Depkes RI, 1989).

5
2.2.2 Pemeriksaan Hematokrit
2.2.2.1 Definisi Hematokrit
Hematokrit adalah persentase volume seluruh eritrosit yang ada di dalam
darah dan diambil dalam volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan
cara memutarnya di dalam tabung khusus dalam waktu dan kecepatan tertentu
yang nilainya dinyatakan dalam persen (%), nilai untuk pria 40-48 vol % dan
untuk wanita 37-43 vol %. Nilai hematokrit dari sampel adalah perbandingan
antara volume eritrosit dengan volume darah secara keseluruhan. Nilai hematokrit
dapat dinyatakan sebagai presentase atau sebagai pecahan desimal (unit SI),
liter/liter (L/L) (Sadikin, 2014).

2.2.2.2 Fungsi Hematokrit


Hematokrit digunakan untuk mengukur derajat anemia dan polisetemia.
Untuk mengetahui adanya ikterus yang dapat diamati dari warna plasma. Di mana
plasma terbentuk warna kuning atau kuning tua (Gandasoebrata, 2008).
a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada penderita DBD syok yang terjadi adalah syok hipovolemik akibat
dari adanya kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular yang akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai hematokrit. Hematokrit adalah
volume eritrosit dalam 100 mL (1 dL) darah dan dinyatakan dalam persen.
Pemeriksaan hematokrit digunakan untuk mengukur konsentrasi eritrosit
dalam darah dan merupakan salah satu pemeriksaan yang berguna dalam
membantu diagnosa beberapa penyakit seperti Demam berdarah. Pada
penderita DBD untuk dapat menentukan prognosis dan mencegah
terjadinya syok dapat dilakukan dengan diagnosis yang tepat dan seawal
mungkin serta penilaian yang akurat terhadap kondisi penderita.
Pemeriksaan hematokrit merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
yang dapat membantu dalam diagnosis dan menentukan prognosis dari
DBD (Meilanie, 2019).
b. Anemia
Anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi
atau berada dibawah batas normal. Gejala yang sering dialami antara lain
lesu, lemah, pusing, mata berkunang-kunang, dan wajah pucat. Anemia

6
dapat menimbulkan berbagai dampak pada remaja antara lain menurunkan
daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit, menurunnya aktivitas
dan prestasi belajar karena kurangnya konsentrasi. Anemia dapat
mengakibatkan penurunan nilai hematokrit dan hemoglobin (Corwin,
2009).
c. Polisitemia
Polisitemia merupakan peningkatan jumlah sel darah merah. Polisitemia
vera ditandai dengan adanya peningkatan jumlah trombosit dan granulosit
serta sel–sel darah merah juga diyakini sebagai awal terjadinya
abnormalitas sel. Didalam sirkulasi darah polisitemia vera terjadi
peninggian nilai hematokrit yang menggambarkan terjadinya peningkatan
konsentrasi eritrosit terhadap plasma (Corwin, 2009).
d. Diare berat
Diare Berat adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk
cairan atau setengah cairan (setengah padat) sehingga kandungan air pada
tinja lebih banyak dari biasanya normal 100-200 ml/ jam tinja. Seseorang
terkena diare biasanya akan mengalami dehidrasi yaitu kehilangan cairan
sebagai akibat kehilangan air dari badan baik karena kekurangan
pemasukan air atau kehilangan air yang berlebih dapat menyebabkan nilai
hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi (Syafaati, 2017).

2.2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kadar Hematokrit


Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar nilai hematokrit (Frandson,1992):
a. Faktor Jenis Kelamin
b. Faktor Jumlah Sel Darah Merah
Dimana sel darah merah Pria lebih banyak dari pada Wanita, apabila
jumlah sel darah merah meningkat atau bnayak maka jumlah nilai
hematokrit juga akan mengalami peningkatan.
c. Aktivitas dan keadaan patologis
d. Ketinggian Tempat
Kadar oksigen dalam udara berkurang sehingga oksigen yang masuk ke
dalam paru – paru berkuran , oleh karena itu supaya terjadi keseimbangan
maka sumsum tulang belakang memproduksi sel – sel darah merah.
7
2.2.2.4 Metode Pemeriksaan Kadar Hematokrit
a. Makrometode menurut Wintrobe
Prinsip pemeriksaan hematokrit metode makrohematokrit adalah darah
vena dengan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung wintrobe dan
dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm sehingga terjadi pemadatan sel
darah merah di bawah tabung. Tingginya kolom sel darah merah diukur dan
dibaca sebagai nilai hematokrit yang dinyatakan dalam %. Cara
makrohematokrit menggunakan tabung wintrobe dengan diameter dalam 2,5-
3 mm, panjang 110 mm, skala interval 1 mm sepanjang 100 mm. volume
tabung adalah 1 mililiter.
Padatnya kolom eritrosit yang didapat dengan memusing darah di tentukan
oleh faktor: radius sentrifuge, kecepatan sentrifuge dan lamanya pemusingan.
Dalam sentrifuge yang cukup besar, dengan memakai makrometode dicapai
kekuatan pelantingan (relative centrifugal force) sebesar 2.260 g, untuk
memadatkan sel – sel merah dengan memakai sentrifuge itu diperlukan rata –
rata 30 menit (Gandasoebrata, 2008)
b. Mikrometode
Bahan pemeriksaan hematokrit metode mikro dapat menggunakan darah
kapiler atau darah vena. Cara mikrohematokrit menggunakan pipet kapiler
yang panjangnya 75 mm dan diameter dalam 1 mm. Pipet ada dua jenis, ada
yang dilapisi antikoagulan Na2EDTA atau heparin dibagian dalamnya dan
ada yang tanpa antikoagulan. Pipet yang mengandung antikoagulan heparin
mempunyai tanda garis melingkar warna merah, dipakai bila menggunakan
darah tanpa antikoagulan seperti darah kapiler. Pipet kapiler tanpa
antikoagulan mempunyai tanda garis melingkar warna biru, dipakai bila
menggunakan darah dengan antikoagulan seperti darah vena. Metode
mikrohematokrit menggunakan centrifuge mikrohematokrit yang mencapai
kecepatan jauh lebih tinggi, sehingga lamanya centrifuge dapat dipersingkat
(Widman FK, 2005).
Sentrifuge mikrohematokrit mencapai kecepatan yang jauh lebih tinggi,
maka dari itu lamanya erpusingan dapat diperpendek. Tabung mikrokapiler
yang khusus dibuat untuk mikro hematokrit panjangnya 75 mm dan diameter

8
dalamnya 1,2 sampai 1,5 mm. Ada tabung yang sudah dilapisi heparin,
tabung itu dapat dipakai untuk darah kapiler ada pula tabung kapiler tanpa
heparin yang dipergunakan dengan darah oxalat atau darah EDTA dari vena
(Gandasoebrata, 2008).
Lama – kelamaan penetapan nilai hematokrit dengan mikromrtode
menggeserkan makrometode karena hasilnya dapat diperoleh dalam waktu
singkat. Hasil itu kadang – kadang sangat penting untuk menentukan keadaan
klinis yang mrnjurus kepada tindakan darurat (Gandasoebrata, 2008).
c. Metode Otomatis Menggunakan Hematologi Analizer
Pengukuran hematokrit juga dapat ditentukan dengan instrumen elektronik
otomatis (hematology analyzer), dengan menggunakan 3 detector block dan 2
jenis reagen untuk analisa darah. Pada pemeriksaan hematokrit reagen yang
digunakan adalah cell pack yang berfungsi untuk pengenceran atau diluents,
stromatolyser dan cell clean yang memiliki prinsip yaitu metode deteksi
berdasarkan tinggi pulsa erytrosit. Dimana nilai hematokrit didapat dari
perbandingan antara volume erytrosit dengan volume darah keseluruhan
dinyatakan dalam % (Mindray, 2017). Metode analyzer lebih unggul dari
mikrokapiler, karena dapat mengeluarkan hasil dengan cepat, harga alat
cukup mahal, dan penggunaannya terbatas (Riswanto, 2013).
Hematologi analyzer menggunakan prinsip flow cytometri yang
memungkinkan sel-sel masuk flow chamber untuk dicampur dengan diluent
kemudian dialirkan melalui apertura berukuran kecil yang memungkinkan sel
lewat satu per satu. Aliran yang keluar dilewatkan medan listrik untuk
kemudian sel dipisah-pisahkan sesuai muatannya. Teknik dasar pengukuran
sel dalam flow cytometri ialah impedansi listrik (electrical impedance) dan
pendar cahaya (light scattering). Teknik impedansi berdasar pengukuran
besarnya resistensi elektronik antara dua elektroda. Teknik pendar cahaya
menghamburkan, memantulkan atau membiaskan cahaya yang berfokus pada
sel, oleh karena tiap sel memiliki granula dan indek bias berbeda maka akan
menghasilkan pendar cahaya berbeda dan dapat teridentifikasi (Koeswardani,
2001).

9
Kelebihan alat hematologi analizer diantaranya efisiensi waktu dan sampel
pemeriksaan. Efisiensi waktu artinya pemeriksaan dapat dilakukan dengan
cepat. Pemeriksaan hematokrit secara manual membutuhkan waktu 20 menit.
Alat hematologi otomatis hanya memerlukan waktu sekitar 1 menit. Volume
sampel pemeriksaan yang dibutuhkan sedikit, dalam beberapa kasus
pengambilan darah pasien kadang sulit mendapatkan darah yang dibutuhkan,
namun dengan alat hematologi otomatis ini sampel darah yang digunakan
dapat menggunakan darah perifer dengan jumlah darah yang lebih sedikit.
Hasil yang dikeluarkan biasanya sudah melalui quality control yang
dilakukan oleh intern laboratorium (Mindray).

2.2.2.5 Bahan Pemeriksaan Hematokrit


Spesimen atau bahan pemeriksaan hematokrit adalah darah lengkap
(whole blood) yang diperoleh dari darah vena maupun darah kapiler. Darah
lengkap yaitu darah yang sama bentuk atau kondisinya seperti ketika beredar
dalam aliran darah (Riswanto, 2013). Pembuluh darah vena adalah pembuluh
berdinding tiga lapis seperti arteri, tetapi lapisan tengah berotot lebih tipis,
kurang kuat, lebih mudah kempes dan kurang elastis dibandingkan dengan
arteri. Pengambilan darah vena dilakukan pada vena difossa cubiti.
Pengambilan darah vena perlu diperhatikan tempat yang akan dilakukan
pengambilan harus diperiksa dengan seksama antara lain letak dan ukuran
vena. Darah vena dalam pemeriksaan perlu ditambahkan antikoagulan EDTA
untuk menghindari terjadinya pembekuan (Gandasoebrata, 2013).
Pengambilan darah kapiler dilakukan pada ujung jari tangan ketiga atau
keempat serta pada anak daun telinga. Pengambilan darah kapiler dilakukan
bila jumlah darah yang dibutuhkan sedikit, atau dalam keadaan emergency
(Gandasoebrata, 2013).

2.2.2.6 Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan kadar Hematokrit


a. Pembendungan Vena
Pemasangan torniquet (tali pembendung) hendaknya tidak lebih dari 2
menit. Pemasangan tali pembendung dalam waktu lama dan terlalu keras
dapat menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hemoglobin,
hematokrit dan elemen sel) (Riswanto, 2009).

10
b. Kecepatan centrifuge
Makin tinggi kecepatan centrifuge semakin cepat terjadinya pengendapan
eritrosit dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah kecepatan centrifuge
semakin lambat terjadinya pengendapan eritrosit. Pengaruh kecepatan
centrifuge, dapat kita lihat pada hasil pemeriksaan hematokrit dengan
menggunakan kecepatan centrifuge 16.000 rpm dan selama 2-3 menit yang
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna.
c. Waktu centrifugasi
Selain radius dan kecepatan centrifuge, lamanya centrifugasi juga
berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan hematokrit. Makin lama centrifugasi
dilakukan maka hasil yang diperoleh semakin maksimal.

2.2.3 Perhitungan Jumlah Trombosit


2.2.3.1 Definisi Trombosit
Trombosit atau keping darah (platelet) merupakan fragmen kecil dari
sitoplasma megakariosit. Jumlah trombosit pada orang dewasa antara 150.000-
400.000 keping/mm3. Trombosit menjadi komponen yang sangat penting dalam
respon homeostasis yang berkaitan dengan komponen homeostasis lainnya.
Ukuran trombosit sangat kecil (2-4 ) dengan bentuk lonjong. Trombosit dapat
bergerak aktif karena mengandung protein rangka sel yang dapat menunjang
perpindahan trombosit secara cepat dari keadaan tenang menjadi aktif, jika terjadi
kerusakan pembuluh darah (Nugraha, 2015).
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah yang diaktivasi
setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam
sumsum tulang yang umumnya memiliki masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari.
Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di
limfa. Jumlah trombosit merupakan salah satu pemeriksaan penyaring hemostasis
yang digunakan untuk menilai kelainan perdarahan yang terjadi pada keadaan
trombositopenia, uremia, penyakit hati atau keganasan. Nilai normal jumlah
trombosit sekitar 150.000-400.000 /ul, apabila nilai trombosit < 20.000/ul
menunjukkan adanya perdarahan spontan, pemanjangan masa perdarahan (BT),

11
petechiae, ecchymosis. Peningkatan jumlah trombosit disebut trombositosis,
sedangkan penurunan jumlah disebut trombositopenia.
Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang dengan fragmentasi
sitoplasma megakariosit. Prekusor megakriosit – megakarioblas timbul dengan
proses diferensiasi dari sel asal haemopoietik. Megakariosit matang dengan proses
replikasi endomitotik inti secara sinkron, yang memperbesar volume sitoplasma
saat jumlah inti bertambah dua kali lipat. Tingkat perkembangan bervariasi
terbanyak pada stadium 8 inti, replikasi inti lebih lanjut dan pertumbuhan sel
berhenti, sitoplasma menjadi granular dan selanjutnya trombosit dibebaskan
(Hoffbrand, 2005).
Produksi trombosit mengikuti pembentukan mikrovesikulus dalam
sitoplasma sel yang bersatu (Koalesensi) membentuk membran batas pemisah
(demarkasi) trombosit. Tiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000 trombosit.
Produk trombosit berada di bawah kontrol zat humoral yang dikenal sebagai
trombopoietin yang dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombopoietin memiliki
homologi yang substansial dengan eitropoitein dan meningkatkan produksi
trombosit dan proliferasi megakarosit. Trombosit yang baru dibentuk berukuran
lebih besar dan memiliki kapasitas hemostatik yang lebih kuat daripada trombosit
matang. Jumlah trombosit normal adalah sekitar 150-400 x 109/l dan lama hidup
yang normal ialah antara 7 sampai 10 hari (Hoffbrand, 2005).
Nilai normal trombosit bervariasi sesuai metode yang dipakai. Jumlah
trombosit normal menurut Daecie adalah 150 – 400 x 109/ L. Menurut metode
Rees Ecker jumlah normal trombosit 140 – 340 x 109/ L, bila menggunakan
Coulter Counter jumlah normal trombosit 150 – 350 x 109/L. Kelainan trombosit
meliputi kuantitas dan kualitas trombosit. Kelainan kuantitas trombosit
diantaranya trombositopeni, trombositosis dan trombositemi. Trombositopeni
merupakan berkurangnya jumlah trombosit dibawah normal, yaitu kurang dari
150 x 109/ L. Trombositosis merupakan peningkatan jumlah trombosit pada
peredaran darah diatas normal, yaitu lebih dari 400x10 9. Trombositemi yaitu
peningkatan jumlah trombosit oleh proses ganas, misalnya pada leukemia
mielositik kronik jumlah trombosit melebihi 1.000x109/L (Wirawan, 2006).

12
2.2.3.2 Metode Pemeriksaan Jumlah Trombosit
1. Cara Langsung
a. Metode Reees Ecker
Darah diencerkan dengan larutan BCB (Brilliant Cresyl Blue),
sehingga trombosit akan tercat terang kebiruan. Trombosit dihitung
dengan bilik hitung di bawah mikroskop, kemungkinan kesalahan metode
Rees Ecker 16-25% (Gandasoebrata, 2013)
b. Metode Brecher Cronkite
Darah diencerkan dengan larutan amonium oksalat 1% untuk
melisiskan eritrosit, trombosit dihitung pada bilik hitung menggunakan
mikroskop fase kontras. Kemungkinan kesalahan Brecher Cronkite 8-
10% (Dacie, 2002).
c. Metode Automatic Cell Counter
Metode automatik menggunakan prinsip flow cytometri yang
memungkinkan sel-sel masuk flow chamber untuk dicampur dengan
diluent yang dialirkan melalui apertura berukuran kecil sehingga
memungkinkan sel lewat satu per satu. Aliran yang keluar dilewatkan
medan listrik untuk kemudian sel dipisah-pisahkan sesuai muatannya.
Teknik dasar pengukuran sel dalam flow cytometri ialah impedansi listrik
(electrical impedance) dan pendar cahaya (light scattering.) Teknik
pendar cahaya menghamburkan, memantulkan atau membiaskan cahaya
yang berfokus pada sel, oleh karena tiap sel memiliki granula dan indek
bias berbeda maka akan menghasilkan pendar cahaya berbeda dan dapat
teridentifikasi (Sysmex).
Prinsip kerja hematology analyzer adalah sampel darah yang sudah
dicampur dengan reagen dilusi sebanyak 200X dan melalui proses
hemolyzing untuk mengukur jumlah lekosit, serta didilusi lagi sebanyak
200x (jadi 40.000x) untuk mengukur eritrosit dan trombosit, kemudian
diproses pada blok data processing dan hasilnya akan ditampilkan pada
monitor dan dicetak dengan mesin print.

13
Alat autoanalyzer ini memiliki beberapa kelebihan yaitu efisiensi
waktu, volume sampel, dan ketepatan hasil. Pemeriksaan dengan
autoanalyzer dapat dilakukan dengan cepat hanya memerlukan waktu
sekitar 2-3 menit. Pemeriksaan secara manual membutuhkan lebih
banyak sampel darah, namun hematology autoanalyzer hanya
menggunakan sedikit sampel. Beberapa kasus pengambilan darah pasien
kadang sulit mendapatkan darah yang dibutuhkan, namun dengan
hematology autoanalyzer ini sampel darah yang digunakan dapat
menggunakan darah perifer dengan jumlah darah yang lebih sedikit.
Hasil yang dikeluarkan alat ini biasanya sudah melalui quality control
yang dilakukan oleh intern laboratorium (Sysmex).
Beberapa kekurangan hematologi autoanalyzer antara lain tidak dapat
menghitung sel abnormal, misalnya sel-sel yang belum matang pada
lekemia, infeksi bakterial, sepsis dan sebagainya, dan tidak mampu
menghitung ketika jumlah sel sangat tinggi. Pembacaan alat otomatis,
lekosit yang rusak berupa pecahan-pecahan atau butiran-butiran kecil
terbaca sebagai trombosit (Gandasoebrata, 2013).
2. Cara Tak Langsung
a. Metode Fonio
Darah dicampur dengan larutan magnesium sulfat 14%. Kemudian
dibuat apusan darah tepi dan diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau
wright. Trombosit dihitung dalam 1000 eritrosit menggunakan
mikroskop perbesaran 40x, jumlah mutlak trombosit dapat
diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit. Cara ini lebih kasar daripada
cara langsung.
b. Estimasi Barbara Brown
Trombosit pada metode ini dihitung dari 5-10 lapang pandang pada
apusan darah tepi, Eritrosit akan terlihat menyebar pada apusan darah
tepi bagian ekor, Kemudian rata-rata jumlah trombosit dikali
20.000/mm3. Metode ini mempunyai kelebihan yaitu trombosit mudah
dihitung karena tidak berpindah-pindah. Sedangkan kekurangannya yaitu
dibutuhkan waktu lama karena pengecatan membutuhkan waktu 20

14
menit. Trombosit dihitung dalam keadaan menurun, normal, dan
meningkat.
Cara estimasi jumlah trombosit pada SADT, semua hasil hitung
trombosit baik normal maupun abnormal yang diperiksa secara langsung
harus dilakukan cross check dengan SADT yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan hitung trombosit secara langsung
dan estimasi (Gandasoebrata, 2013).

2.2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah trombosit


1. Kondisi pasien
Jenis kelamin, umur, genetik, ras dan penggunaan obat (Pambayun, 2015).
2. Penerimaan spesimen
Petugas harus selalu memeriksa kesesuaian antara spesimen yang diterima
dengan formulir permintaan pemeriksaan. Petugas juga harus mencatat
kondisi fisik spesimen, antara lain warna, volume, kekeruhan dan
konsistensi. Spesimen yang tidak memenuhi syarat hendaknya ditolak.
3. Sampel darah
Menghitung jumlah trombosit menggunakan darah kapiler dapat
menyebabkan jumlah trombosit menjadi rendah.
4. Antikoagulan
Perbandingan antikoagulan dengan darah harus sesuai. Apabila volume
antikoagulan terlalu sedikit, trombosit akan mengalami disintegrasi dan
membesar, sedangkan eritrosit mengalami krenasi, sehingga jumlah
trombosit akan menjadi rendah. Apabila volume antikoagulan terlalu
banyak, trombosit akan menurun karena terbentuk jendalan. Berikut ini
adalah macam-macam antikoagulan:
a. EDTA (Etilen Diamin Tetracetate)
EDTA tersedia dalam bentuk garam atau natrium. Garam tersebut
mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentuk bukan ion. EDTA
tidak berpengaruh terhadap bentuk sel-sel darah dan juga EDTA dapat
mencegah trombosit menggumpal. Tiap 1 mg EDTA untuk 1 mL darah.
b. Heparin

15
Heparin menjadi antikoagulan pilihan karena heparin tidak mengubah
komposisi darah. Antikoagulan ini jarang digunakan dalam
pemeriksaan dilaboratorium karena harganya relatif mahal. Pada
pemeriksaan apusan darah tepi tidak dianjurkan menggunakan
antikoagulan heparin karena dapat mengakibatkan latar belakang
berwarna biru gelap (Nugraha 2015).
c. Natrium citrat
Larutan dengan konsentrasi 3,8%. Natrium citrat mengendapkan ion
kalsium sehingga menjadi bentuk bukan ion. Antikoagulan ini sangat
baik untuk tes koagulasi dan laju endap darah.
d. Oksalat
Oksalat merupakan antikoagulan yang banyak digunakan dalam bentuk
kalsium oksalat. Oksalat dapat mencegah koagulasi dengan
mengendapkan kalsium. Kalsium oksalat tidak berpengaruh terhadap
morfologi leukosit.
5. Waktu penyimpanan spesimen
Batas waktu penyimpanan darah EDTA pada suhu kamar untuk
pemeriksaan trombosit adalah 1 jam. Pemeriksaan hitung jumlah trombosit
yang ditunda selama 1 jam dapat menyebabkan menurunnya jumlah
trombosit. Trombosit akan mudah pecah, proses agregrasi dan adhesi
sehingga menyebabkan trombosit bergabung satu sama lain.
6. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan trombosit.
Pemeriksaan pada suhu kamar memiliki batas tertentu. Suhu yang baik
untuk pemeriksaan trombosit adalah 4°C. Pada suhu tersebut trombosit
akan lebih stabil.

2.2.3.4 Kelainan Jumlah Trombosit


Salah satu kondisi dimana terjadi kelainan jumlah trombosit adalah
trombositosis. Trombositosis didefinisikan sebagai peningkatan jumlah trombosit
lebih dari 400.000 sel/mm³ baik itu primer maupun sekuder.
1. Trombositosis primer timbul dalam bentuk trombositemia primer.
Trombositemia primer adalah kondisi medis yang ditandai denhgan jumlah

16
sel-sel keeping darah merah yang lebih dari jumlah normal didalam darah
dan sumsum tulang akibat produksi oleh sumsum tulang. Trombositemia
primer yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit dengan jumlah
trombosit melebihi satu juta. Trombositosis primer ditemukan dengan
gangguan mieloproliferatif lain seperti polisitemiavera atau leukemia
granulositik kronis yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit bersama
dengan sel-sel lain dalam sumsum tulang.
2. Trombositosis sekunder terjadi sebagai akibat adanya penyebab-penyebab
lain sementara setelah stress atau olahraga dengan pelepasan trombosit
dari sumber cadangan atau dapat disertai dengan meningkatnya perminttan
sumsum tulang seperti pada pendarahan, anemia hemolitik atau anemia
defisiensi besi.

2.2.3.5 Bahan Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit


Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan hitung jumlah lekosit dan
jumlah trombosit adalah darah vena dengan antikoagulan EDTA.
1. Darah Vena
Prinsipnya semua vena superficial dapat dipakai sebagai tempat
pengambilan, tetapi untuk memudahkan pengambilan, karena fiksasinya baik,
biasanya darah diambil dari vena difosa cubiti. Sedangkan pada bayi pada
percabangan vena femoralis di daerah inguinal.
2. Antikoagulan EDTA
Untuk pemeriksaan hematologi rutin, terutama pemeriksaan hitung jumlah
trombosit dan hitung jumlah lekosit, biasa digunakan antikoagulan EDTA
(Ethylen Diamine Tetra Acetat). Keunggulan dari EDTA dibandingkan denga
antikoagulan lain adalah tidak mempengaruhi sel-sel darah sehingga ideal
untuk pengujian hematologi rutin. EDTA yang tersedia biasanya dalam
bentuk garam Natrium dan Kalium, namun garam Kalium lebih sering
digunakan dibanding garam Natrium karena lebih mudah didapat dan lebih
cepat larut.
Aturan pemakaian EDTA adalah 1-1,5 mg/ml darah. Penggunaannya harus
tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi.
Sebalikya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi, trombosit
17
membesar dan mengalami disintegrasi ( Gandasoebrata, 2009 ; Dacie and
Lewis, 2012; Wirawan, 2011 ).

2.2.3.6 Sumber Kesalahan Pemeriksaan Jumlah Trombosit


Tahap Pra Analitik atau tahap persiapan awal sangat menentukan kualitas
sampel yang akan dihasilkan dan mempengaruhi proses kerja berikutnya. Tahap
pra analitik meliputi kondisi pasien, pengambilan dan persiapan sampel. Sebelum
pengambilan spesimen form permintaan laboratorium diperiksa. Identitas pasien
harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis dan
sebagainya) disertai diagnosis atau keterangan klinis.
Teknik atau cara pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar
sesuai Standard Operating Procedure (SOP). Volume darah mencukupi, kondisi
baik, tidak lisis, segar atau tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah
bentuk. Kesalahan dalam pengambilan darah vena antara lain menggunakan spuit
dan jarum yang basah, mengenakan ikatan pembendung terlalu lama atau terlalu
keras sehingga dapat mengakibatkan hemokonsentrasi. Adanya bekuan dalam
spuit karena lambatnya bekerja, dan bekuan dalam botol karena darah tidak
tercampur merata dengan antikoagulan (Gandasoebrata, 2013).
Perbandingan jumlah darah dengan antikoagulan yang kurang
menyebabkan hitung jumlah trombosit menurun. Antikoagulan berlebihan
menyebabkan hitung jumlah trombosit menurun tetapi dapat juga meningkat.
Darah EDTA yang ditunda lebih dari 1 jam akan menyebabkan penyimpangan
jumlah trombosit (Wirawan, 2002).
Tahap Analitik adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga
diperoleh hasil pemeriksaan. Tahap analitik perlu memperhatikan reagen, alat,
metode pemeriksaan, pencampuran sampel dan proses pemeriksaan. Penggunaan
hematology analyzer pada darah EDTA yang mengalami penundaan akan
menyebabkan hasil yang tidak akurat. Tahap paska analitik yang dikeluarkan
untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar – benar valid
atau benar (Hill dalam Marpiah, 2017; Budiwiyono, 2002).

18
2.2.4 Perhitungan Jumlah dan Jenis Leukosit
2.2.4.1 Definisi Leukosit
Leukosit adalah bagian dari komponen darah, secara alamiyah leukosit
tidak memiliki warna, warna putih baru dapat dilihat ketika sel tersebut
membentuk kelompok melekat satu sama lain. Bentuknya lebih besar dari sel
darah merah tetapi jumlahnya lebih sedikit dari sel darah merah (Guyton, 2008).
Didalam tubuh leukosit tidak berasosiasi dengan jaringan tubuh tertentu, leukosit
bekerja secara independent. Leukosit dapat bergerak dengan bebas, berinteraksi
dan menangkap partikel, serpihan atau mikroorganisme asing. Leukosit memiliki
bermacam macam inti sehingga dapat dibedakan berdasarkan intisel (Benedicta,
2014).

2.2.4.2 Jenis-jenis Leukosit


a. Basofil
Sel ini jarang ditemukan dalam darah tepi yang normal. Basofil
mempunyai banyak granula sitoplasma yang gelap, menutupi inti, serta
mengandung heparin dan histamin. Di dalam jaringan, basofil berubah
menjadi sel mast. Basofil mempunyai tempat perlekatan imunoglobulin E (Ig
E) dan degranulasinya disertai dengan pelepasan histamin. Dalam keadaan
normal, basofil berjumlah kurang dari 1%. Peningkatan jumlah basofil dalam
darah jarang terjadi. Namun apabila terjadi peningkatan tersebut dikarenakan
kelainan mieloproliteratif seperti leukemia myeloid kronik atau polisitemia
vera. Peningkatan basofil reaktif kadang-kadang ditemukan pada miksedema,
selama infeksi cacar atau cacar air dan pada kolitis ulseratif (Hoffbrand, dkk,
2012 hal. 106).

Gambar 1. Sel Basofil


19
b. Eosinofil
Eosinofil memiliki ciri-ciri granula sitoplasma yang kasar, berwarna merah
tua dan memiliki 2-3 inti lobus. Sel ini berperan khusus dalam respon alergi,
pertahanan terhadap parasit dan pembuangan fibrin yang 8 terbentuk selama
inflamasi. Eosinofil bergerak lebih lamban dan kurang efisien dalam
fagositosis dan pemusnahan bakteri. Eosinofil juga memiliki kemampuan
khas untuk merusak larva parasit cacing tertentu. Nilai normal eosinofil
adalah 1-3%. Peningkatan eosinofil disebut dengan eosinofilia. Penyebab
tingginya jumlah eosinofil dikarenakan adanya alergi khususnya
hipersensitivitas jenis atopik seperti asma, penyakit parasit misalnya
amubiasis, cacing tambang, askariasis, pemulihan dan infeksi akut, penyakit
kulit seperti psoriasis, pemfigus dan dermatitis herpetiformis juga dapat
menyebabkan eosinofilia. Dengan pemberian steroid, jumlah eosinofil akan
menurun. Penurunan eosinofil ditemukan pada hiperfungsi adreno kortikol,
stress, shock dan luka bakar (Hoffbrand, dkk. 2012 hal. 105).

Gambar 2. Sel Eosinofil

c. Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi,
Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak
diisi oleh granula-granula spesifik (0,3-0,8um) mendekati batas resolusi optik,
berwarna salmon pink oleh campuran jenis 9 romanovky. Granula pada
neutrofil ada dua yaitu neutrofil batang dengan nilai normal 2-6 % dan
neutrofil segmen dengan nilai normal 50-70 %. Granula spesifik lebih kecil
mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein kationik) yang
dinamakan fagositin. Neutrofil aktif bergerak dan sejumlah besar dapat

20
berkumpul di tempat jaringan cedera dalam waktu singkat. Sel-sel ini tertarik
ke tempat cedera dan peradangan oleh suatu proses yang disebut kemotaksis.
Neutrofil merupakan lini pertama pertahanan tubuh apabila jaringan rusak
atau benda asing masuk ke dalam tubuh. Fungsi sel-sel ini berkaitan erat
dengan fungsi sistem pertahanan tubuh yang lain termasuk pembentukan
antiodi (imunoglobulin) dan pengaktifan sistem komplemen.
Neutrofil mampu mengeluarkan enzim ke dalam sitoplasmanya sendiri
untuk menghancurkan bahan yang tertelan atau difagositosis dan neutrofil
juga dapat mengeluarkan enzim-enzim ke lingkungan sekitarnya. Fungsi
utama neutrofil adalah fagositosis dan pembersih debris, partikel, dan bakteri
serta pemusnahan organism mikroba. Neutrofil juga dapat mematikan sel-sel
yang terikat antibody melalui suatu proses yang disebut Antibody Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC, sitotoksisitas sel dependen antibody).
Peningkatan jumlah neutrofil biasanya pada kasus infeksi akut, penyakit
radang, kerusakan jaringan, penyakit Hodkin’s hemolitik pada bayi baru lahir,
apendiksitis akut, dan pankreatitis akut. Penurunan jumlah neutrofil terdapat
pada infeksi virus, leukemia, granulositosis, anemia aplastik dan anemia
defisiensi besi.

Gambar 3. Sel Neutrofil Stab

Gambar 4. Sel Neutrofil Segmen


21
d. Monosit
Monosit memiliki ukuran yang lebih besar dari jenis leukosit lainnya dan
mempunyai inti sentral berbentuk lonjong atau berlekuk dengan kromatin
yang menggumpal. Setelah bersirkulasi selama 20-40 jam, monosit akan
meninggalkan darah dan memasuki jaringan untuk menjadi matur. Monosit
adalah pertahanan baris kedua terhadap infeksi bakteri dan benda asing. Sel
ini lebih kuat daripada neutrofil dan dapat memakan partikel debris yang
lebih besar. Monosit berespon lambat selama fase infeksi akut dan proses
inflamasi dan terus berfungsi selama fase kronis dari fagosit (Kee, 2007).
Peningkatan jumlah monosit disebut sebagai monositosis, monositosis
dapat terjadi karena infeksi bakteri kronik 11 seperti tuberkulosis, bruselosis,
endokarditis, infeksi protozoa, penyakit Hodgkin dan keganasan lain
(Hoffbrand, dkk. 2012 hal. 112). Peradangan dapat merangsang monosit
bermigrasi dari darah ke jaringan, tetapi dengan kecepatan yang lebih kecil
dari pada neutrofil. Peningkatan monosit terlihat pada peradangan subakut
dan kronis. Selsel ini sangat aktif dalam fagositosis dan pemusnahan
mikroorganisme, serta dalam banyak interaksi kompleks dengan
imunogendan dengan konstituen seluler dan protein sistem imun. Monosit
mengekskresikan berbagai subtansi larut yang aktif secara biologis yang
disebut monokin.

BAB III

PENUTUP

Gambar 5. Sel Monosit

e. Limfosit
Limfosit merupakan leukosit kedua terbanyak di darah perifer. Sel-sel ini
merupakan komponen esensial pada sistem pertahanan imun. Fungsi
utamanya adalah berinteraksi dengan antigen dan menimbulkan respon imun.

22
Leukosit yang tak bergranula dengan inti besar, ukurannya lebih besar sedikit
dari eritrosit, dihasilkan oleh jaringan limpatik, berperan penting dalam
proses kekebalan dan pembentukan antibodi. Jumlah normal 20-35%.
Limfosit dalam darah adalah sel T dan sel B. limfosit T berperan dalam
imunitas selular dan memodulasi responsivitas imun. Limfosit B terutama
bertanggungjawab untuk imunitas humoral dan 12 membentuk antibody
(Sacher, 2004). Peningkatan limfosit (limfositosis) terdapat pada leukemia
limfositik, infeksi virus dan bakteri, infeksi kronik, penyakit Hodkin’s,
multipel myeloma, dan hipofungsi adrenokortikal. Penurunan limfosit
terdapat pada penderita kanker, leukemia myeloid, hiperfungsi
adrenokortikal, anemia aplastik, agranulositosis, gagal ginjal, multipel
sklerosis dan sindrom nefrotik.

Gambar 6. Sel Limfosit

2.2.4.3 Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit


Perhitungan jenis leukosit yang ada dalam darah berdasarkan atas
proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Hasil pemeriksaan ini
dapat menggambarkan kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama
penyakit infeksi. Lima sel darah putih yang dihitung adalah neutrofil, eosinofil,
basofil, monosit, dan limfosit merupakan 80-90% dari total leukosit. Hasil
pemeriksaan hitung jenis leukosit memberi informasi spesifik berhubungan
dengan infeksi dan proses penyakit.

23
Hitung jumlah leukosit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara
manual improved neubauer dan metode automatic hematology analyzer.
Menghitung jumlah leukosit baik secara manual dan mesin sama-sama
mempunyai kebaikan dan keburukan. Kebaikan menghitung secara manual
diantaranya harga alatnya (mikroskop) jauh lebih murah jika dibandingkan dengan
menggunakan mesin, melatih mata untuk selalu teliti, tidak bergantung mesin.
Sedangkan keburukannya adalah membutuhkan waktu yang lama untuk
menghitung. Apabila mata sudah lelah dapat menghasilkan perhitungan yang
tidak akurat. Adapun kebaikan dengan menggunakan mesin adalah cepat, lebih
dari satu jenis pemeriksaan dapat diperiksa hasilnya dan praktis. Sedang
kelemahannya adalah alatnya mahal sehingga membutuhkan dana yang besar
untuk membelinya, harus dikalibrasi agar hasilnya selalu tepat.
Kesalahan-Kesalahan Pada Tindakan Menghitung Leukosit:
a. Jumlah darah / larutan Turk yang dihisap ke dalam pipet tidak tepat
b. Tidak menghomogenkan tabung sebelum mengisi kamar hitung.
c. Kamar hitung atau kaca penutup dalam keadaan kotor dan berminyak.
d. Ada gelembung udara masuk bersama dengan cairan.
e. Letaknya kaca penutup salah.
f. Memakai pipet / Tip basah.
g. Terjadi gelembung udara.
h. Pencampuran darah tidak sempurna.
i. Terjadi bekuan darah.
j. Meja mikroskop tidak rata

2.2.4.4 Hemositometer
Hemositometer adalah alat yang digunakan untuk menghitung jumlah sel
darah dan yang terdiri dari kamar hitung, kaca penutup dan dua macam pipet,dan.
Mutu kamar hitung serta micro pipet harus memenuhi syarat-syarat ketelitian
tertentu. Cara–cara menghitung sel darah secara manual dengan memakai pipet
dan kamar hitung tetap menjadi upaya penting didalam suatu laboratorium klinik.
Disamping itu cara tabung sering juga dipergunakan yaitu darah diencerkan dalam
pipet atau tabung leukosit, kemidian dimasukan kedalam kamar hitung. Jumlah
leukosit dihitung dalam volume tertentu, dengan mengenakan faktor konfersi

24
jumlah leukosit per ul darah dapat diperhitungkan. Larutan pengencer adalah
larutan turk yang mempunyai susunan sebagai berikut, larutan gentian violet 1 %
dalam air 1 ml aquadest, asam asetat glacial 1 ml; aquadest 100ml.
(Gandasoebrata, R, 2007).

2.2.4.5 Cara Kerja Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit


1. Dihisap darah kapiler, darah EDTA atau darah oksalat sampai tanda 0,5
2. Diapus kelebihan darah diujung pipet
3. Dimasukkan ujung pipet ke dalam larutan Turk dengan sudut 45º, tahan
agar tetap ditanda 0,5. Diisap larutan Turk hingga mencapai tanda 11.
Jangan sampai ada gelembung udara.
4. Ditutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap
5. Dikocok selama 15 – 30 detik
6. Diletakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horizontal
diatas meja
7. dikocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari pipet.
8. Dibuang semua cairan di batang kapiler ( 3 – 4 tetes) dan cepat sentuhkan
ujung pipet ke kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup
dengan sudut 30º. Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya
kapilaritas.
9. Dibiarkan 2-3 menit supaya leukosit mengendap dan sel-sel selain leukosit
dilisiskan.
10. Digunakan lensa obyektif mikroskop dengan perbesaran 10 kali, focus
diarahkan ke garis-garis bagi.
11. Dihitunglah leukosit di empat bidang besar dari kiri atas ke kanan, ke
bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kanan dan seterusnya. Untuk sel-sel
pada garis yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas (metose L atas)
atau garis kiri dan bawah (metode L bawah) dipilih salah satu saja.
12. Jumlah leukosit per µl darah adalah : jumlah sel x 50

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan laboratorium hematologi adalah pemeriksaan cairan darah
yang berhubungan dengan sel-sel darah dan biokimiawi yang berhubungan
dengan sel darah. Pemeriksaan laboratorium hematologi secara umum dibagi
menjadi dua yaitu pemeriksaan hematologi darah rutin dan hematologi darah
lengkap. Pemeriksaan hematologi darah lengkap (Complete Blood Count / CBC)
adalah jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit
dan atau untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit.
Disamping itu, pemeriksaan ini juga sering dilakukan untuk melihat
kemajuan atau respon terapi pada pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.
Pemeriksaan darah lengkap terdiri dari pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah
eritrosit, jumlah leukosit, jumlah trombosit dan hematokrit (perbandingan antara
sel darah merah dan jumlah plasma darah.). Kadang juga dicantumkan LED (Laju
Endap Darah), indeks eritrosit, hitung jenis leukosit, PDW dan RDW.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik
dari sebelumnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Benedicta, Giaanni. 2014, Perbedaan Hasil Hitung Lekosit yang Langsung


Diperiksa dan Ditunda 2 Jam, Universitas 17 Agustus Semarang,
Semarang, Indonesia.
Budiwiyono I, et al. 2002, Pemantapan Mutu Laboraatorium, Pemeriksaan
Hematologik dan Imunologi, Semarang, Indonesia.
Dacie JV. 2002, Practical Haematology, Churchill Livingstone, Britain.
Depkes R.I. 1989, Hematologi, Pusdiknakes, Jakarta, Indonesia.
Elizabeth J. Corwin. 2009, Buku Saku Patofisiologi Corwin, Aditya Media,
Jakarta, Indonesia.
Faatih, M., Sariadji, K., & Susanti, I. 2017, Penggunaan alat pengukuran
hemoglobin di puskesmas polindes dan pustu. Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 8.
Fitriany, J., & Saputri, A. I. 2018, Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Averrous, 4(2),
https://doi.org/10.24893/jkma.2.1.14 0-145.2007.
Frandson, R.D. 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak, UGM. Press, Yogyakarta,
Indonesia.
Gandasoebrata R. 2008, Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat, Jakarta,
Indonesia.
Gandasoebrata R. 2013, Penuntun Laboratorium Klinis. Edisi 15, Dian Rakyat,
Jakarta, Indonesia.
Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta
Gandasoebrata, R. 2013, Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat, Jakarta,
Indonesia.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC,
Jakarta, Indonesia.
Hoffbrand Dkk., 2012, Kapita Selekta Hematologi Ed. 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Hoffbrand, J.E. Petit, et al. 2005, Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia.
Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemerik saan Laboratorium dan Diagnostik
Edisi 6. Jakarta: EGC. Pp: 232.
27
KEMENKES RI. 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan,
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia.
Koeswardani R, dkk. 2001. Flow Cytometri dan Aplikasi Alat Hitung Sel Darah
Otomatik Technicon H-1 dan H3. Malang: Laboratorium Patologi Klinik
FK Unibraw RSUD Dr. Syaiful Anwar
(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/082001/hor-1.htm), di akses 21
oktober 2021.
Maria-Benedicta Edwards, J. M., Solomonidis, S., Condon, B., & Gourlay, T.
2014. In vitro assessment of the lenz effect on heart valve prostheses at 1.5
T. Journal of Magnetic Resonance Imaging, 8, 258-265.
Meilanie, A. D. R. 2019, Perbedaan Nilai Hematokrit Metode Mikrohematokrit
Dan Metode Otomatis Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Dengan
Hemokonsentrasi, Journal of Vocational Health Studies, 03, pp. 67–71.
doi: 10.20473/jvhs.V3I2.2019.67.
Nugraha, Gilang. 2015, Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar,
CV Trans Info Medika, Jakarta, Indonesia.
Pambayun, R. (2015). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Trombosit pada Darah
EDTA yang disimpan pada suhu 2 C selama 0 jam, 1 jam, 2 jam menggunakan
metode otomatis, Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang, Semarang, Indonesia
Riswanto. 2009, Pemeriksaan Laboratorium Hematologi, Alfamedika dan Kanal
Medika, Yogyakarta, Indonesia.
Riswanto. 2013, Pemeriksaan Laboratorium Hematologi, Alfamedika dan Kanal
Medika, Yogyakarta, Indonesia.
Sacher, R. A., and McPherson, R. A., 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, 519, EGC, Jakarta.
Sadikin M. 2014, Biokimia darah, Widya medika. Jakarta, Indonesia.
Sugiarsih U, Wariyah. 2013, Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan kadar
haemoglobin, Jurnal Kesehatan Reproduksi, 04, 89-90.
Suriadi. 2003, Metode Hematologi Dalam Tinjauan Klinik Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11 hal 21, EGC, Jakarta, Indonesia.

28
Syafa’ati, F. L. 2017, Perbedaan Hasil Kadar Hematokrit Metode
Mikrohematokrit Dengan Antikoagulan Edta Cair Dan Serbuk, pp. 5–18.
tersedia dalam http://repository.unimus.ac.id/1046/, diakses pada 21
oktober 2021.
Widman, F. K. 2005, Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Alih
bahasa: Siti Boedina Kresno, Gandasoebrata, J.Latu, EGC, Jakarta,
Indonesia.
Wirawan, Riadi, 2011. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi, Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, Indonesia.

29

Anda mungkin juga menyukai