Anda di halaman 1dari 25

Referat

Hematopoeisis dan Koagulasi

PRESENTAN

Vivinia Rahmi Andika Putri (1410070100104)

Noli Apriani Putri (1410070100155)

Pembimbing :

dr. Ade Ariadi, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

BAGIAN ANESTESI RSUD SOLOK

2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Referat Kepaniteraan Klinik Ilmu
Mata RSUD M.Natsir dengan judul Hemaptopoeisis dan Koagulasi ini dengan sebaik-
baiknya.

Adapun tujuan dari penyusunan Referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik di RSUD M.Natsir. Selain itu, penyusunan Referat ini juga bertujuan agar penulis lebih
memahami tentang Hemaptopoeisis dan Koagulasi

Dalam penulisan Referat ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih
kepada dr. Ade Ariade, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyusunan referat ini.

Kritik dan saran membangun tentu sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan dan
perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
kedokteran dalam memecahkan masalah tentang Hemaptopoeisis dan Koagulasi.

Solok, 13 Juni 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................... 4
1.2 Tujuan ........................................................................................................................................ 4
1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................................................................ 4
1.2.2 Tujuan Khusus ........................................................................................................................... 4
1.3 Metode Penulisan ....................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
1. HEMATOPOIESIS (Pembentukan Sel Darah)............................................................................... 5
a. Eritropoeisis (Pembentukan Eritrosit)........................................................................................ 9
b. Leukopoiesis (Pembentukan Leukosit) .................................................................................... 10
2. FASE KOAGULASI ........................................................................................................................ 12
2.1 Lintasan / Jalur ............................................................................................................................ 12
2.1.1 Lintasan / jalur intrinsic (Intrinsic pathways) ...................................................................... 12
2.1.2 Lintasan / jalur Ekstrinsik (extrinsic Pathways)................................................................... 13
2.1.3 Lintasan / jalur Bersama (common pathways) ..................................................................... 14
2.2 GANGGUAN KOAGULASI PADA SISTEM HEMOSTATIS ................................................ 16
2.2.1 Gangguan Perdarahan Akibat Kelainan Pembuluh Darah .................................................. 16
2.2.2 Pemeriksaan &Pentalaksanaan Koagulasi .......................................................................... 18
2.2.3 Penatalaksanaan ................................................................................................................... 19
BAB III ................................................................................................................................................. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang primitif sampai
manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat
menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen, mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi, dan mekanisme hemostasis.
Darah Membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rerata 5 liter pada
wanita dan 5,5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular khusus, eritrosit (sel
darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping darah) yang membentuk
suspensi dalam cairan kompleks plasma.
Koagulasi darah atau pembekuan darah adalah tranformasi darah dari cairan menjadi
gel padat. Pembekuan darah adalah mekanisme hemostatik tubuh yang paling kuat. Mekanisme
ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan dari semua defekkecuali defek yang paling
kecil.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Refarat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Anestesi RSUD
M. Natsir Solok dan diharapkan agar dapat menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan
informasi bagi para pembaca.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan penulisan dari refarat ini adalah :
- Mengetahui hematopoetik
- Mengetahui faktor-faktor pembekuan darah
- Mengetahui proses pembekuan darah
- Mengetahui gangguan pembekuan darah
- Mengetahui obat yang dapat diberikan pada gangguan pembekuan darah

1.3 Metode Penulisan


Refarat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai
literatur.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. HEMATOPOIESIS (Pembentukan Sel Darah)


Hematopoiesis adalah proses pembentukan dan pematangan sel-sel darah. Berikut ini
adalah fase-fase hematopoiesis yang terjadi secara umum pada manusia :
1. Mesoblastik

Terjadi pada masa prenatal, yaitu saat embrio berumur 2 – 10 minggu. Terjadi
di dalam yolk sac yang berada dekat dengan mesenkim batang tubuh. Mesenkim ini
menyusutkan cabangcabangnya lalu berkembang menjadi eritoblas primitif, sel
basophil bulat yang mengumpul membentuk agregat yang disebut dengan pulau darah.
Mereka berpoliferasi membentuk hemoglobin dan eritrosit polikromatofilik. Lalu
basophil-basofil mulai menghilang dan jadilah eritrosit primitif, yaitu eritrosit yang
memiliki inti sel.
2. Hepatik

Fase ini terjadi pada masa prenatal juga, ketika janin sudah berusia 6 minggu.
Pada usia 6 minggu ini sel basophil muncul di premodium hati lalu berpoliferasi
menjadi eritroblas definit yang berkembang menjadi eritrosit definit yang sudah tidak
berinti lagi. Pada minggu ke-8 ditemukan juga leukosit granuler dan megakariosit pada
hati. Lalu pada usia 12 minggu limfa juga menjadi tempat terjadinya hematopoiesis.
3. Mieloid

Fase ini dimulai saat rangka janin sudah terbentuk yaitu sekitar minggu ke-20.
Rangka yang terbentuk pada janin masih berbentuk tulang rawan hialin. Lalu sel darah
dan mesenkim menerobos masuk ke dalam rongga tulang rawan tersebut kemudian
berdiferensiasi menjadi osteoblast dan sel retikulum yang membentuk stroma sum-sum
tulang. Setelah terbentuknya pusat penulangan, dimulailah proses produksi sel darah
dalam sum-sum tulang dan terjadi pula penurunan produksi sel darah pada hati dan
limfa.

Sel Induk, Faktor Pertumbuhan, dan Diferensiasi


Sel darah matang mempunyai jangka hidup relatif pendek, dan karenanya
populasi itu harus secara tetap diganti oleh turunan sel induk yang dihasilkan dalamorgan
hematopoietik (haima = darah, poiesis= pembuatan). Pada tahap awal embriogenesis, sel-

5
sel darah muncul dari mesoderm yolk sac. Beberapa saat kemudian, hati dan limpa
berfungsi sebagai jaringan hematopoietik sementara, tetapi menjelang bulan kedua
klavikula telah mulai menulang dan mulai membentuk sumsum tulang di pusatnya.
Sewaktu penulangan pralahir dari sisa kerangka melaju,sumsum tulang menjadi jaringan
hematopoietik utama.
Sebelum mencapai kematangan dan sudah dilepaskan ke dalam sirkulasi, sel-sel
darah harus melalui tahap-tahap diferensiasi dan pematangan khusus. Karena proses ini
berlanjut terus, sel-sel dengan ciri-ciri dari berbagai tahap sering ditemukan dalam
sediaan apus darah atau sumsum tulang.
Hematopoiesis adalah proses pembentukan sel-sel darah. Yolk sac, hati dan limpa
adalah pusat hematopoiesisis pada masa janin. Setelah lahir, fungsi ini terjadi disumsum
tulang. Bayi memiliki inti sumsum hematopoiesis pada semua tulangnya, tapi pada
dewasa hal ini hanya terjadi pada ujung proksimal dari tulang-tulang panjang. Dalam
pembentukannya semua berasal dari primitive stem cell yang akan bereplikasi, proliferasi
dan berdiferensiasi menjadi sel-sel matang yang dikenal sebagai sel darahmerah
(eritrosit), sel granulosit, sel monosit, limfosit dan platelet. Tempat hemopoesis pada
manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur :
a) Janin : umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)
umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)
b) Bayi : Sumsum tulang
c) Dewasa. : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum dan pelvis,
ujung proksimal femur.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada
sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan:
1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah,
termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti
fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai pluripotent (totipotent) stem cell.
Sel induk pluripotent mempunyai sifat :
a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan pernah habis
meskipun terus membelah;
b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;

6
c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi-
fungsi tertentu.

Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat dibagi
menjadi :
a. Pluripotent (totipotent)stem cell : sel induk yang mempunyai yang mempunyai kemampuan
untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmet untuk berdiferensiasi melalui
salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang termasuk golongan ini ialah sel induk
myeloid dan sel induk limfoid.
c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya beberapa jenis
sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-granulocytelmonocyte) yang dapat
berkembang hanya menjadi sel-sel granulosit dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis sel saja.
Contoh CFU-E (colony forming unit-erythrocyte) hanya dapat menjadi eritrosit, CFU-G
(colony forming unit-granulocyte) hanya mampu berkembang menjadi granulosit.

2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang


Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel induk
tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi :
a) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b) Sel-sel stroma :
i. Sel endotel
ii. Sel lemak
iii. Fibroblast
iv. Makrofag
v. Sel reticulum
c) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan proteoglikan.

Lingkungn mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk :


a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran darah mikro dalam
sumsum tulang.
b. Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan oleh adanya
adhesion molecule.

7
c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth factor, cytokine, dan
lain-lain.

3. Bahan-bahan pembentuk darah


Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
1. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.
2. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.
3. Cobalt, magnesium, Cu, Zn.
4. Asam amino.
5. Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain

4. Mekanisme regulasi
Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan
sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga sumsum
tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan tepat. Produksi komponen darah yang
berlebihan ataupun kekurangan (defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang
berpengaruh dalam mekanisme regulasi ini adalah :
a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :
i. Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
ii. Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
iii. Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
iv. Thrombopoietin
v. Burst promoting activity (BPA)
vi. Stem cell factor (kit ligand)

b. Sitokon (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-8, IL-9, IL-9,
IL-10.
Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah sendiri, seperti
limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh sel-sel penunjang, seperti fibroblast dan
endotil. Sitokin ada yang merangsang pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine), sebagian
lagi menekan pertumbuhan sel induk (inhibitory cytokine). Keseimbangan kedua jenis sitokin
ini sangat menentukan proses hemopoesis normal.
c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon yang dibentuk
diginjal khusus merangsang precursor eritroid.

8
d. Hormon nonspesifik
Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis, seperti :
i. Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.
ii. Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.
iii. Glukokortikoid.
iv. Growth hormon
v. Hormone tiroid
Dalam regulasi hemopoesis normal terdapat feed back mechanism : suatu mekanisme
umpan balik yang dapat merangsang hemopoesisjika tubuh kekurangan komponen darah
(positive loop) atau menekan hemapoesis jika tubuh kelebihan komponen darah tertentu
(negative loop).

a. Eritropoeisis (Pembentukan Eritrosit)


Mekanisme pembentukan
Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan balik. Ia
dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Ia juga
dirangsang oleh hipoksia dan peningkan aklimatisasi ke tempat tinggi. Eritropoiesis
dikendalikan oleh suatu hormon glikoprotein bersirkulasi yang dinamai eritropoietin yang
terutama disekresikan oleh ginjal.
12
Setiap orang memproduksi sekitar 10 eritrosit baru tiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel induk
menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu
pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti ditengah
dan nucleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan
terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel.
Normoblas ini juga mengandung sejunlah hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna
merah muda) dalam sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya
RNA dan apparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi makin padat.
Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut didalam sumsum tulang dan menghasilkan
stadium retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu
mensintesis hemoglobin.

9
Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam
sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur, terutama
berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda
seluruhnya, adlah cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16
eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis
terjadi diluar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa
penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.
Jumlah produksi eritrosit sama dengan jumlah eritrosit tua yang dirombak di dalam hati.
Sebanyak 2,5x1011 eritrosit dilepaskan ke peredaran darah. Berikut adalah mekanisme
ertropoiesis :

b. Leukopoiesis (Pembentukan Leukosit)


Mekanisme Pembentukan

Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh adanya colony
stimulating (factor perangsang koloni). Colony stimulating ini dihasilkan oleh leukosit dewasa.

Leukosit dibentuk di sumsum tulang terutama seri granulosit, disimpan dalam sumsum tulang
sampai diperlukan dalam sistem sirkulasi. Bila kebutuhannya meningkat maka akan
menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan. Proses pembentukan limfosit, ditemukan pada
jaringan yang berbeda seperti sumsum tulang, thymus, limpa dan limfonoduli. Proses
pembentukan limfosit dirangsang oleh thymus dan paparan antigen.

10
Bertambahnya jumlah leukosit terjadi dengan mitosis (suatu proses pertumbuhan dan
pembelahan sel yang berurutan). Sel-sel ini mampu membelah diri dan berkembang menjadi
leukosit matang dan dibebaskan dari sumsum tulang ke peredaran darah. Dalam sirkulasi darah,
leukosit bertahan kurang lebih satu hari dan kemudian masuk ke dalam jaringan. Sel ini
bertahan di dalam jaringan hingga beberapa minggu, beberapa bulan, tergantung pada jenis
leukositnya

Pembentukan leukosit berbeda dengan pembentukan eritrosit. Leukosit ada 2 jenis, sehingga
pembentukannya juga sesuai dengan seri leukositnya. Pembentukan sel pada seri granulosit
(granulopoiesis) dimulai dengan fase mieloblast, sedangkan pada seri agranulosit ada dua jenis
sel yaitu monosit dan limfosit. Pembentukan limfosit (limfopoiesis) diawali oleh fase
limphoblast, sedangkan pada monosit (monopoiesis) diawali oleh fase monoblast.

Granulopoiesis adalah evolusi paling dini menjadi myeloblas dan akhirnya menjadi sel yang
paling matang, yang disebut basofil, eosinofil dan neutrofil. Proses ini memerlukan waktu 7
sampai 11 hari. Mieloblas, promielosit, dan mielosit semuanya mampu membelah diri dan
membentuk kompartemen proliferasi atau mitotik. Setelah tahap ini, tidak terjadi lagi
pembelahan, dan sel mengalami pematangan melalui beberapa fase yaitu: metamielosit,
neutrofil batang dan neutrofil segmen. Di dalam sumsum tulang sel ini mungkin ada dalam
jumlah berlebihan yang siap dibebaskan apabila diperlukan. Sel-sel ini dapat menetap di
sumsum tulang sekitar 10 hari, berfungsi sebagai cadangan apabila diperlukan.

Limfopoiesis adalah pertumbuhan dan pematangan limfosit. Hampir 20% dari sumsum tulang
normal terdiri dari limfosit yang sedang berkembang. Setelah pematangan, limfosit masuk ke
dalam pembuluh darah, beredar dengan interval waktu yang berbeda bergantung pada sifat sel,
dan kemudian berkumpul di kelenjar limfatik (Sacher, 2004).

Monopoiesis berawal dari sel induk pluripoten menghasilkan berbagai sel induk dengan
potensi lebih terbatas, diantaranya adalah unit pembentuk koloni granulosit yang bipotensial.
Turunan sel ini menjadi perkusor granulosit atau menjadi monoblas. Pembelahan monoblas
menghasilkan promonosit, yang sebagiannya berpoliferasi menghasilkan monosit yang masuk
peredaran. Yang lain merupakan cadangan sel yang sangat lambat berkembang. Waktu yang
dibutuhkan sel induk sampai menjadi monosit adalah sekitar 55 jam. Monosit tidak tersedia
dalam sumsum dalam jumlah besar, namun bermigrasi ke dalam sinus setelah dibentuk.

11
Monosit bertahan dalam pembuluh darah kurang dari 36 jam sebelum akhirnya masuk ke dalam
jaringan.

2. FASE KOAGULASI
Koagulasi merupakan suatu proses perubahan bentuk darah dari bentuk cair hingga
mengental sebagai hasil dari transformasi protein yang larut menjadi tidak larut serta perubahan
fibrinogen menjadi fibrin. Proses ini melibatkan sejumlah besar faktor-faktor protein yang
sebagian besar merupakan pro-enzym (zymogens) yang diubah oleh partial proteolysis menjadi
bentuk aktif. Tahapan ini disebut sebagai Hemostasis sekunder. Koagulasi merupakan bagian
dari hemostasis yang bertanggung jawab terhadap proses pembekuan darah. Produk dari
prosedur ini adalah fibrin yang mengandung gumpalan untuk menghentikan perdarahan dan
memperbaiki pembuluh darah yang rusak. Ketidaknormalan pada proses koagulasi berakibat
pada peningkatan risiko perdarahan, penggumpalan (clotting) dan penyumbatan (embolism).

Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan
ekstrinsik. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons terhadap cedera
jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan intrinsic pengaktifannya berhubungan
dengan suatu permukaan yang bermuatan negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu
dalam sebuah lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi
thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk fibrin.
Pada peristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat diklasifikaskan
sebagai berikut:
a. Zimogen protease yang bergantung pada serin dan diaktifkan pada proses koagulasi
b. Kofaktor
c. Fibrinogen
d. Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin
e. Protein pengatur dan sejumla protein lainnya

2.1 Lintasan / Jalur

2.1.1 Lintasan / jalur intrinsic (Intrinsic pathways)


Mekanisme Lintasan jalur intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII dan X di samping
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit.
Lintasan ini membentuk faktor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak” dengan
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dan XI terpajan pada

12
permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut
teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada
permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh
kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak
kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbal balik. Begitu terbentuk, faktor XIIa
mengaktifkan faktor XI menjadi XIa, dan juga melepaskan bradikinin (vasodilator) dari
kininogen dengan berat molekul tinggi. Factor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan
faktor IX, menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan
ikatan Arg-Ile dalam faktor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu faktor Xa.
Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks
tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan faktor IXa dan faktor X. Semua
reaksi dalam hemostasis yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (faktor II, VII, IX
dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai
tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+.
Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka
fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat
pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor
protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor untuk faktor IXa dan X pada
permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil
hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses
pemecahan lebih lanjut.

2.1.2 Lintasan / jalur Ekstrinsik (extrinsic Pathways)


Mekanisme lintasan jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII,X serta Ca2+
dan menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan
ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan
mengaktifkannya; faktor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam
darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa dengan
menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan faktor X. faktor VII memutuskan ikatan
Arg-Ile yang sama dalam faktor X yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic.
Aktivasi faktor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik.
Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa kompleks
faktor jaringan dengan faktor VIIa juga mengaktifkan faktor IX dalam lintasan intrinsic.

13
Sebenarna, pembentukan kompleks antara faktor jaringan dan faktor VIIa kini dianggap
sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan darah secara in vivo.
Makna fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut melibatkan faktor XII,
prekalikrein dan kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih
penting dari fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, faktor XIIa dan Xia
dapat memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan faktor jaringan (TFPI: tissue faktor fatway inhibitior) merupakan inhibitor
fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang beredar
didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung faktor Xa dengan terikat
pada enzim tersebut disekitar area aktifnya. Kemudian kompleks faktor Xa-TFPI ini
manghambat kompleks faktor VIIa-faktor jaringan.

2.1.3 Lintasan / jalur Bersama (common pathways)


Pada lintasan / jalur bersama yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsic
dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan
trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompelks protrombinase yang terdiri atas fosfolipid
anionic platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protrombin. Factor V yang disintesis dihati,
limpa serta ginjal dan ditemukan didalam trombosit serta plasma berfungsi sebagai kofaktor
dng kerja mirip faktor VIII dalam kompleks tenase. Ketika aktif menjadi Va oleh sejumlah
kecil thrombin, unsure ini terikat dengan reseptor spesifik pada membrane trombosit dan
membentuk suatu kompleks dengan faktor Xa serta protrombin. Selanjutnya kompleks ini
diinaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut, dengan demikian akan menghasilkan sarana
untuk membatasi pengaktifan protrombin menjadi thrombin.
Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati. Region
terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh residu Gla, dan tempat protease aktif
yang bergantung pada serin berada dalam region-terminalkarboksil molekul tersebut. Setelah
terikat dengan kompleks faktor Va serta Xa pada membrane trombosit, protrombin dipecah
oleh faktor Xa pada dua area aktif untuk menghasilkan molekul thrombin dua rantai yang aktif,
yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan
oleh ikatan disulfide.

14
Ada 12 faktor-faktor pembekuan darah adalah sebagai berikut :
Nomor Nama factor Asal dan fungsi

I Fibrinogen Protein plasma yang disintesis dalam hati,


diubah menjadi fibrin

II Protombin Protein Plasma yang disintesis didalam hati,


diubah menjadi trombin

III Tromboplastin Lipoprotein yang dilepas jaringan rusak.


Mengaktivasi faktor VII untuk pembentukan
thrombin

IV Ion kalsium Ion anorganik dalam plasma, didapat dari


makanan dan tulang diperlukan dalam setiap
pembekuan darah

V Proakselerin Protein plasma yabg disintesis di dalam hati,


diperlukan dalam mekanisme intrinsik dan
ekstrinsik

VI Tidak dipakai lagi Fungsinya sama dengan nomor V

VII Prokonvelin Protein plasma yang disintesis dalam hati


diperlukan dalam mekanisme intrinsik

VIII Faktor Antihemolitik Protein plasma (enzim) yang disintesis


didalam hati dalam mekanisme ekstrinsik
(memerlukan vitamin K )

IX Plasma Tromboplastin Protein plasma yang disintesis didalam hati


berfungsi dalam mekanisme ekstrinsik

X Faktor Stuart-power Protein plasma yang disintesis didalam hati


berfungsi dalam mekanisme intrinsik

Nomor Nama factor Asal dan fungsi

15
XI Anteseden tromboplastin plasma Protein plasma yang yang disintesis didalam
hati berfungsi dalam mekanisme intrinsik

XII Faktor Hageman Protein plasma yang disintesiis didalam hati,


berfungsi dalam mekanisme intrinsik

2.2 GANGGUAN KOAGULASI PADA SISTEM HEMOSTATIS

2.2.1 Gangguan Perdarahan Akibat Kelainan Pembuluh Darah


Trombosis Vena Dalam

Dalam keadaan normal, darah yang bersikulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan
membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan. Virchow
mengungkapkan suatu trias yang merupakan dasar terbentuknya trombus, yang dikenal sebagai
trias virchow. Trias ini terdiri dari :

1. Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan stasis


2. Gangguan keseimbangan antara prokoagulan dan anti koagulan yang menyebabkan
aktivasi faktor pembekuan,
3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan
Trombosis terjadi jika, keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme
protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi : gangguan sel endotel, terpaparnya
subendptel akibat hilangnya sel endotel, aktivasi trombosit atau interaksinya dengan
kolagen subendotel, aktivasi koagulasi, terganggunya fobrinolisis, stasis.
Trombus terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang cepat,
terdiri dari trombosis yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena
terutama terbentuk didaerah stasis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah
yang besar dan sedikit trombosit.15

Sepsis

Gangguan koagulasi pada sepsis terjadi melalui tiga mekanisme :

1. Pembentukan trombin yang diperantarai TF Tranfer factor diekspresikan pada


permukaan sel endotel, monosit, dan platelet ketika sel-sel ini distimulasi oleh toksin,

16
sitokin atau mediator lain. Adanya endotoksin menyebabkan peningkatan beberapa
sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin (IL)-6. Sitokin
IL-6 merupakan sitokin proinflamasi yang paling berhubungan dengan klinis sepsis dan
komplikasi. Pembentukan trombin yang diperantarai oleh TF merupakan tahap penting
dari patogenesis sepsis. Secara fisiologis pembentukan ini segera dihambat oleh
antitrombin, namun dengan pembentukan trombin yang sangat cepat jalur inhibisi ini
bisa fatigue sehingga terjadi trombinemia. Setelah trombin terbentuk maka fibrinogen
dipolimerasi sehingga terbentuk bekuan fibrin dan terdeposisi di mikrosirkulasi.
Deposisi fibrin ini dapat menyebabkan disfungsi organ.16

2. Gangguan mekanisme antikoagulan Terdapat tiga mekanisme antikoagulan yang


terganggu pada sepsis,

a. Sistem antitrombin

Secara teori antitrombin memiliki peran penting dalam kekacauan koagulasi pada
sepsis, dibuktikan dengan jumlah antitrombin rendah pada sepsis. Jumlah antitrombin
berkurang disebabkan karena antitrombin digunakan untuk menghambat formasi
trombin, didegradasi oleh elastase yang dilepaskan sel neutrofil serta gangguan sintesis
antitrombin akibat gagal hati pada sepsis.16

b. Sistem protein C

Protein C disintesis di hati dan diaktivasi menjadi activated protein C (APC) yang
berfungsi dalam menghambat FVIII dan FV. Pada sepsis, terjadi depresi sistem protein
C yang disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan, gangguan hati, perembesan
vascular, dan aktivasi TNF-α.16

c. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI)

Tissue factor pathway inhibitor disekresi oleh sel endotel dan berfungsi untuk
menghambat aktivasi FX oleh kompleks TF-FVIIa. Penurunan TFPI dapat dijumpai
pada sepsis.16

3. Penghentian sistem fibrinolisis

Pada kondisi bakteremia dan endotoksemia dijumpai peningkatan aktivitas fibrinolisis


yang mungkin disebabkan oleh pelepasan plasminogen activator oleh sel endotel. Keadaan
tersebut diikuti dengan supresi aktivitas fibrinolisis secara cepat oleh PAI-1. Jumlah PAI-
1 yang tinggi dipertahankan sehingga menghentikan kemampuan fibrinolisis yang

17
mengakibatkan penumpukan bekuan fibrin pada mikrosirkulasi. Pada sepsis terjadi
trombositopenia pada pasien berat. Faktor utama yang menyebabkan penurunan jumlah
trombosit pada sepsis adalah produksi trombosit yang terganggu, peningkatan pemakaian
maupun destruksi, atau sekuestrasi trombosit di limpa.16

DIC

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-


bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan
perdarahan. Secara klinis, DIC ditandai oleh thrombosis maupun perdarahan. DIC dihasilkan
oleh aktivasi koagulasi lokal atau sistemik yang tidak terkendali, yang menyebabkan deplesi
faktor-faktor koagulasi dan fibrinogen sampai dengan trombositopenia karena trombosit
diaktifkan dan dikonsumsi.17

DIC merupakan komplikasi suatu penyakit. Berbagai penyakit yang mendasari DIC
yaitu, sepsis (koagulasi diaktifkan karena adanya lipopolisakarida), leukemia akut, kanker,
trauma, luka bakar, emboli cairan ketuban atau kematian pada kehamilan (dilepasnya factor
jaringan/tissue faktor). Aneurisma aorta dan hemangioma kavernosum dapat memicu DIC
melalui stasis vaskuler, bisa gigitan ular dapat menyebabkan DIC akibat adanya toksin
eksogen.17

2.2.2 Pemeriksaan &Pentalaksanaan Koagulasi


Pemeriksaan Fungsi Biokimia

Pemeriksaan kelainan jalur intrinsik

Koagulasi jalur intrinsik melibatkan aktivasi faktor kontak prekalikrein, HMWK, faktor
XII dan XI. Faktor-faktor ini berinteraksi pada permukaan untuk mengaktifkan faktor IX
menjadi IXa. Faktor IXa bereaksi dengan faktor VIII, PF3, dan kalsium untuk mengaktifkan
faktor X menjadi Xa. Bersama faktor V, faktor Xa mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi
trombin, yang selanjutnya mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pemeriksaan kelainan jalur
intrinsik dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktor-faktor pembekuan
darah pada jalur ini, seperti faktor XII, IX, X, VIII, V, II, I. Jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan antara lain pemeriksaan aPTT (activated Partial Tromboplastin Time).

Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time = aPTT)


adalah uji laboratorium untuk menilai kelainan koagulasi pada jalur intrinsik dan jalur bersama,

18
yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin
antecendent), faktor IX (faktor Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor), faktor X (faktor
Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen). Masa
pembekuan yang memanjang pada PT dan aPTT terjadi karena defisiensi faktor akan terkoreksi
dengan penambahan plasma normal ke dalam plasma yang diuji. Jika koreksi tidak ada atau
tidak lengkap dengan plasma normal, maka dicurigai terdapat inhibitor koagulasi. Pemeriksaan
masa perdarahan (bleeding time = BT) dan masa pembekuan (clotting time = CT) memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dalam memprediksi risiko perdarahan, sedangkan
pemeriksaan masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time =
aPTT) lebih sensitif dan mempunyai reprodusibilitas yang lebih baik dibanding clotting time.

Pemeriksaan kelainan jalur ekstrinsik

Koagulasi jalur ekstrinsik distimulus oleh masuknya tromboplastin jaringan ke dalam


sirkulasi darah. Tromboplastin jaringan berasal dari phospolipoprotein dan membran organel
dari sel-sel jaringan yang terganggu. Faktor VII akan mengikat fosfolipid pada membran seldan
jaringan membentuk faktor VIIa, yang merupakan enzim kuat yang mampu mengaktifkan
faktor X menjadi Xa bersama dengan ion kalsium terionisasi. Pemeriksaan kelainan jalur
ekstrinsik dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktor-faktor pembekuan
darah pada jalur ini. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan PT
(Protrombin Time).

2.2.3 Penatalaksanaan
Obat Antikoagulan

Obat antikoagulan ialah golongan obat yg kerjanya menghalangi pembekuan darah.


Menurut cara kerjanya ada dua jens obat anti koagulan yaitu : a). Langsung(direk) pada
pembekuan darah dan antitrombin III baik in vivo maupun in vitro, b). Yg tak langsung
(indirek) mempunyai khasiat menghambat pembekuan darah dengan mamutuskan hubungan
antara faktor pembekuan yg dibentuk dihati yg memerlukan vitamin K. Obat yang termasuk
golongan ini bekerja in vivo termasuk didalamnya golongan anti koagulan oral.

Heparin

19
 Definisi

Heparin untuk pertama kali diisolasi dari hati anjing. Zat dtersebut terdiri dari banyak
asam gukoronat(26%) dan glukosamin(27%). Sekarang heparin dapatdiisolasi dari sel maupun
jaringan yaitu : mast cell dan mukosa usus, paru dan dinding pembulu darah. Heparin
merupakan mukopolisakarid (glukosaminoglikan) yg terdiri dari glukosamin sulfat dan asam
glukoronat atau iduronat.

Fungsi fisiologi dari heparin belum jelas, diperkirakan berkaitan dengan fungsi mast
cell, metabolisme lemak, dan pemeliharaan sifat nontrombogenik sel endotel permukaan
pembulu darah. Heparin bersifat antikoagulan langsung. Aksi untuk mengadakan gangguan
terhadap gangguan terhadap perkembangn aktivitas tromboplastin ini tampak terjadi baik in
vivo maupun in vitro. Secara tak langsung heparin bekrja sebagai kofaktor plasma. Kofaktor
heparin atau antitombin III adalah suatu alfa 2 globulim dan suatu inhibitor protase yg dapat
menetralisir bebrapa faktor pembekuan yg telah diaktifkan yaitu XIIa, kalikrein, Ixa, Xa, IIa
dan XIIa. Pengaruh ini lebih dipercepat dengan adanya heparin. Meskipun antitrombin III
diperkirakan menginaktifkan trombin, namun, plasma protein lain juga ikut terpengaruh.

Ada petunjuk bahwa antitrombin III berperan dalam menghambat pengaktifan faktor
XI dan heparin memperceoat reaksi ini. Jadi heparin dapat menurunkan aktifitas antitrombin
III, hal demikian akan tampak pada pasien yg mendapatkan pengobatan baik secara teru
menerus ataupun terputus. Pengaruh lain suntikan heparin ialah dapat membersihkan plasma
lipid pada pasien dengan plasma keruh(lipemia).

 Cara Pemberian dan Dosis

Heparin dapatdisuntikkan intravena maupun subkutan, dan jangan berikan


intramuskular. obat yg tersedia biasanya berbentuk heparin sodium injection USP.
Penggumpalan darah in vitro dapat dicegah dengan kadar 1 unit/ml darah dalam badan.
Pemberian 10.000 unit bolus heparin intravena pada pasien seberat 70kg akan menghasilkan
kadar awal hepari 3 unit/ml darah, dan aktivitas koagulan lenyap dengan paruh waktu 1,5 jam.
pengobatan intravena secara berulang adalah baik. Dosis awal 10.000 unit diikuti dosis ulang
5.000 unit sampai 10.000 unit tiap 4 atau 6 jam.

 Efek Samping

20
Efek samping biasanya jarang terjadi. Bila hendak memberi heparin pada pasien, perlu
diketahui obat apa yg diminum oleh pasien. Demikian pula dengan riwayat alergi terhadap
jaringan hewan.sevaiknya jgn dulu memberikan 1.000 unit. Reaksi hipersensitifitas dapat berua
: menggigil, demam, urtika dan rejatan anafilaktik.

Efek samping dapat berupa : - terjadinya rambut rontok yg sifatnta reversibel

- Osteoporosis sampai patah dilaporkan pada pasien yg


mendapat heparin.
- Perdarahan merupakan komplikasi utama pemberian heparin.
Perdarahan dapat dikurangi dengan kontrol yg cermt pada
dosis yg diberikan.
- Trombositopeni dapat terjadi setelah pemberian heparin.

Antikoagulan Oral

Yang termasuk kedalam golongan obat ini adalah kelas kumarin (bishidroksikumarin)
dan indandion (fenindion). Strukturnya mirip dengan vitamin K yg sintetik. Diperkirakan kerja
golongan antikoaguln ini kompetitif terhadap vitamin K, sehingg faktor-faktor pembekuan
darah yg membutuhkan vitamin K dalam pembentukannya akan terganggu. Jadi obat
antikoagula oral tidak bekerja secara lansung. Mereka tidak mempengruhi pembekuan in vitro
melainkan in vivo. Gangguan pembekuan darah tidak langsung terjadi melainkan tergantung
penyusutan atau hilangnya faktor-faktor pembekuan yg bersangkutan, dimana masing-masing
mempunyai waktu paruh yg berbeda. Yg pertama hilng adalah faktor VII karena wktu paruhnya
terpendek dan diikuti IX, X, dan II. Dengan demikian efek antikoagulan baru nyata terasa
setelah masa laten 12-24 jam.

 Faktor yg Mempengaruhi Aktivitas

Beberapa faktor yg mempengaruhi obat antikoagulan oral :

1. Faktor yg meningkatkan hipoprotrombinemia


- Faktor yg mengakibatkan defisiensi vitamin K (diet yg kurang, penyakit usus
halus)
- Penyakit hati dengan berbagai etiologi
2. Keadaan hipermetabolik spt : demam, hipertiroidisme

21
3. Faktor yg menurunkan respons hipoprotrombinemia : kehamilan sindrom nefrotik,
uremia.

Beberapa jenis obat yg dapat mempengaruhi kerja antikoagukan oral :

1. Yang meningkatkan resspons : aspirin, fenilbutason, oksifenbutason, metronidazol,


moral hidrat, d-tiroksin, steroid anabolik, kinidin dan glukagon.
2. Yg mengurangi respons : barbiturat, griseofulvin, vitamin K, vitamin C dosis tinggi dan
adrenokortikosteroid.

 Cara Pemberian dan Dosis


A. Warfarin sodiun USP (koumadin, panwarfarin)
Dapat diperoleh dalam betuk tablet 2, 2,5, 5, 7,5, 10 dan 25mg, terapi dapat dimulai
dengan 10-15mg dan untuk dosis pemeliharanantara 2-15mg tiap hari.
B. Dicumarol U.S.P (bishidroksikumarin)
Pada manusia obat ini lambat dan tidak sempurna diserap. Waktu paruh tergantung
dosis yg diberikan. Sering memberikan gangguan gastrointestinal (mual, kembung,
nyeri dan diare. Dosis yg dianjurkan pada hari pertama 300mg,hari kedua 200mg dan
dosis pemeliharaan 25-150mg. Dan kemasan berupa tablet 25, 50 dan 100mg
sedangkan kapsul 25 dan 60mg.
C. Ansenokoumarol
Waktu paru pada manusia sekitar 8jam. Dosis yg dianjurkan pada hari pertama, hari
kedua 16mg. Efek samping yg pernah dilaporkan seoerti iritasi gastrointestinal,
dermatitis, urtikaria, dan alopesia.
D. Fenindion U.S.P (hedulin)
obat ini banyak efeksamping dan toksisnya, karenanya pemakiannya tidak dianjurkan.
E. Difenadion U.S.P (dipaksin)
Efek sampingny berupa ganggun gastrointestinal yg ringan. Dosis awal pada hari
pertama 20-30mg, hari kedua 10-15mg, dan dosis pemeliharaan 2,5-5mg 5setiap hari.
Sediaan berupa 5mg
F. Fenprokoumon U.S.P (likuamar)
Waktu paruh obat ini 6 hari. Efek samping yg dilaporkan adalah seperti nausea, diare
dan dermatitis. Dosis hari pertama 21mg, hari kedua 9mg dan untuk dosi pemeliharaan
0,5-6 mg. Terseda dalam bentuk tablet 3mg.
G. Anisidion

22
Penggunaan sangat terbatas. Hari pertama diberikan 300mg, hari kedua diberikan
200mg, dan hari ketiga diberikan 100mg

23
BAB III
KESIMPULAN

Hematopoiesis adalah proses pembentukan dan pematangan sel-sel darah. Dan terdapat
fase-fase hematopoiesis yang terjadi secara umum pada manusia diantaranya fase Mesoblastik,
Hepatik, dan Mieloid. Tempat hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan
umur saat janin umur 0-2 bulan (kantung kuning telur), umur 2-7 bulan (hati, limpa), umur 5-
9 bulan (sumsum tulang), saat bayi di sumsum tulang dan saat Dewasa di vertebra, tulang iga,
sternum, tulang tengkorak, sacrum dan pelvis, ujung proksimal femur.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum tulang.
Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan,(1) Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem
cell) mempunyai sifat (Self renewal) (Proliferative) (Diferensiatif). Menurut sifat kemampuan
diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat dibagi menjadi Pluripoten, Committeed stem
cell, Oligopotent stem cell dan Unipotent stem cell Lingkungan mikro (microenvirontment)
(2) sumsum tulang, (3) Mekanisme regulasi. Dalam Hematopoeisis terdapat Eritropoeisis
(Pembentukan Eritrosit) dan Leukopoiesis (Pembentukan Leukosit).

Fase koagulasi merupakan suatu proses perubahan bentuk darah dari bentuk cair hingga
mengental sebagai hasil dari transformasi protein yang larut menjadi tidak larut serta perubahan
fibrinogen menjadi fibrin. Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan
instrinsik dan ekstrinsik. Terdapat 12 faktor-faktor pembekuan darah,yaitu Fibrinogen,
Protombin, Tromboplastin, Ion kalsium, Proakselerin, Tidak dipakai lagi, Prokonvelin, Faktor
Antihemolitik, Plasma Tromboplastin, Faktor Stuart-power, Anteseden tromboplastin plasma,
dan Faktor Hageman.

Dapat terjadi gangguan koagulasui pada sistem hemostasis, yaitu Trombosis Vena
Dalam, Sepsis, DIC. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan kelainan jalur
intrinsik , pemeriksaan kelainan jalur ekstrinsik. Penatalaksanaannya dapat diberikan Obat
Antikoagulan ialah golongan obat yg kerjanya menghalangi pembekuan darah. Menurut cara
kerjanya ada dua jens obat anti koagulan yaitu : a). Langsung(direk) pada pembekuan darah
dan antitrombin III baik in vivo maupun in vitro, b). Yg tak langsung (indirek) mempunyai
khasiat menghambat pembekuan darah dengan mamutuskan hubungan antara faktor
pembekuan yg dibentuk dihati yg memerlukan vitamin K. Obat yang termasuk golongan ini
bekerja in vivo termasuk didalamnya golongan anti koagulan oral.

24
Daftar Pustaka

1. Sherwood, Lauralee.2002.Fisiologi Manusia.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran


2. Atul, B. M & Victor,H.(2008). Haematology at a glance (Edisi2). Penerjemah: H.
Hartanto.Jakarta: Erlangga
3. Sukrisman,Lugganti.Trombosis vena dalam & Emboli Paru.Buku Ajar Penyakit
Dalam.Jakarta:Interna Publishing.2016:2818-2819
4. Knoebl P.Blood Coagulation disOrders in Septic patients wien med wochenschr
2013;160:129-38
5. Levi M. Dissoeninated Intravaskuler Coagulation. British Jurnal of
haematology.2016;145:24-33.

25

Anda mungkin juga menyukai