Anda di halaman 1dari 5

Continous ambulatory peritoneal dialysis / CAPD Saat ini CAPD sebagai salah satu bentuk dialisis yang cukup

mantap, menjadi pilihan bagi pasien anak-anak, usia lanjut dan pasien nefropati diabetik. Kesederhanaan keamanan hidup tanpa mesin, perasaan nyaman, kebebasan pasien merupakan daya tarik bagi dokter (Burkart,2004). Perkembangan CAPD di Indonesia tertinggal dari negara ASEAN lainnya, karena masalah finansial/biaya.) Di Thailand telah dilakukan pada penyakit ginjal kronis stadium lanjut (CKD stage V) selama 15-20 tahun Sedangkan di

Hongkong menjadi lini pertama dialysis (Pongskal, 2006; Sukandar, 2006; Chun, 2002). Cairan dekstrose merupakan komposisi pada dialisat yang berfungsi

menarik air dari sirkulasi darah menuju ruang peritoneum melalui proses osmosis. Standar cairan peritoneal berisi elektrolit, laktat (buffer) yang diserap melalui sistem sirkulasi dan diubah menjadi bikarbonat dalam liver. Dekstrose sebagai osmotic agent, dengan berbagai (Sukandar, 2006; Gonin, 2005) Tabel 5. Komposisi cairan dialisat
Konsentrasi Dekstrose
1,5% 2,5%

jenis konsentrasi

1.5%, 2,5% dan 4.25%

Osmolalitas (mOsM/L)
347 398

pH

Na

Ca

Mg

Cl

Laktat

5,5 5,5

132 132

3,5 3,5

1,5 1,5

102 102

35 35

4,25%

486

5,5

132

3,5

1,5

102

35

(dikutip dari: Gonin, 2005)

Tranfer set pada CAPD berbentuk Y merupakan bentuk standar. Variasi sambungan untuk CAPD seperti catheter-to-transfer set connectors, transfer setto-container connector. Modifikasi sistem konektor pada CAPD untuk

mengurangi risiko infeksi peritonitis yaitu mechanical devices to assist in spikeport insertion, UV light sterilization device, the sterile connection device. beberapa macam bentuk kateter seperti : Ada

1). kateter sederhana/ simple catheter

(standard double-cufft tenckhoff, culred tenckhoff ) 2). kateter komplek / complex catheter ( toronto western II,. lifecath catheter ). Bentuk simple catheter

Tenckhoff bi

di

dengan ci i ouble cuff, ilicon catheter. Prosedur

pemili an kateter umumnya di Indone memakai kateter standard duble-cuff sia Tenckhoff (Sukandar, 2006; Gonin, 2005).

Gbr.3 tipe kateter C PD (a).standard straight tenckhoff, tenckhoff, (c).Toronto western II, (d). lifecath (Dikutip dari: Gonin, 2005)

Prosedur C PD dan dialisat menggunakan peritoneum sebagai sarana pertahanan tubuh, secara awal mengontrol mikroorganisme patogen. Sistem limfatik peritoneum akan membersihkan dan memfagositosis mikroorganisme . Cairan peritoneum merupakan barier anti bakteri, fibrin berperanan dalam mengikat sequestran. Opsonin, makrofag peritoneum merupakaninfiltrating cell dan sitokin Peritoneum terdiri dari rongga jaringan yang mendasarinya seperti parenchymal cell, interstitial cell, interstitial matri , pericytes dan endothelial cell merupakan bentuk mikrovasculer pada ruang peritoneum. Para ahli nefrologi mengganggap peritoneum merupakan analog membran artifisial ginjal

(Ksiazek ,1999; Flessner, 2005).

(b).culred

Gbr.4. Model Barier Peritoneum (Dikutip dari : Flessner,2005) Prinsipnya kerja CAPD adalah difusi dan ultrafiltrasi. Hal ini merupakan konsep untuk mengeliminasi toxin azotemia, mengembalikan gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit bersifat kontinue sepanjang hari serta tidak fluktuasi seperti hemodialisis. Ultrafiltrasi berarti pergeseran air dan dialyble

solute melalui selaput semi permiabel. Pada prinsipnya sesuai dengan hukum straling tergantung tekanan hidrostatik dan osmotik gradien transmembran.

Sedangkan difusi berarti pergeseran substansi terlarut (solute) dari kompartemen darah melalui membran semipermiabel peritoneum yang berisi dialisat. peritoneum, menuju ke rongga

Darah mengalir dari peritoneum parietal ke

dalam v.cava inferior dan sirkulasi sistemik porta. Hal ini penting pada pasien dengan nefropati diabetik dengan program CAPD implikasi klinik kemungkinan terjadi hiperglikemia bila dipakai dialisat hipertonis (Schulman, Sukandar,2006). Posisi penanaman implantasi pada peritoneal menggunakan strict steril tehnique, dengan cara surgical method, peritoneoscopic method dan blind 2004;

method. Penentuan letak exite site oleh dokter atau perawat dilakukan saat pasien tidur dan berdiri. Hindari daerah lipatan lemak, exite site yang tidak terlihat, luka bekas operasi dan daerah beltline. Keadaan konstipasi harus diatasi dan kosongkan kandung kemih ( Sukandar, 2006)

Gbr 5. Posisi kateter peritoneal (standard tenckhoff). (Dikutip dari : Sukandar,2006)

Pelaksanaan C PD dilakukan 3-4 kali @ 2 liter pergantian cairan setiap hari dan 7 kali seminggu. Pergantian cairan setiap 4 jam pada siang hari dan -6 saat sebelum tidur dengan dwelling time 10 jam malam hari ketika pasien tidur. Proses pertukaran cairan terdiri dari 4 tahap yaitu : (Drain) proses pengeluaran cairan dari rongga peritoneum, (flush) proses pembilasan yang bertujuan untuk mengeluarkan udara dari selang dan juga berguna untuk mengeluarkan kuman 95% kuman staph. epidermidis dari selang. (Fill) memasukan cairan dialisat yang baru ke dalam rongga peritoneum dengan kecepatan 200 ml/menit dan Dwell) ( merupakan tahap akhir dimana cairan telah masuk didiamkan di dalam rongga peritoneum. Tahap ini sangat penting karena proses dialisis sedang berlangsu ng. (Fresenius Fundamentalis Indonesia)

Grafik.2 Ultrafiltrasi dan Dwell Time (Dikutip dari: Fresenius Fundamentalis Indonesia)

Proses ultrafiltrasi dari plasma ke peritoneum akan meningkatkan volume cairan intraperitoneal. Peningkatan volome cairan intraperitoneal ini berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dari cairan dialisat. Mencapai puncak (selama ultrafiltrasi), selanjutnya akan menurun. Sebanyak 2 liter cairan peritoneal

didiamkan selama 24 jam akan diabsorbsi kembali. Hal ini karena efek convective dari tekanan onkotik plasma dan aliran sirkulasi. Optimalisasi ultrafiltrasi tidak hanya konsentrasi glukosa dari cairan peritoneal saja lamanya dwell time ( Sukandar, 2006). tapi dipengaruhi oleh

Anda mungkin juga menyukai