Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIS

“ANALISIS BIOKOIMIA DARAH”

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Biokimia Klinis

Disusun oleh kelompok 1D


Ulvi Anawati 11161020000091
Dhiya Carissa Anggraini 11171020000076
Ghina Khalidah 11171020000078
Anida Yuana Muslim 11171020000079
Shabrina kamila 11171020000080
Barokah Nurilah 11171020000082
Jubaidah 11171020000084
Revina Amorita 11171020000087
Salsabila Ineke Putri 11171020000088
Citri Ayu Bleyzensky 11171020000092
Farida Putri Syayaroh 11171020000093
Diah Jayani 11171020000095

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SEPTEMBER/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tidak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah
SWT yamg telah memberikan rahmat, nikmat dan anugerah-Nya sehimgga Laporan
Praktikum Biokimia Klinis ini dapat terselesaikan dengan baik, meski jauh dari kata
sempurna.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan terlibat dalam proses pembuatan Laporan Praktikum ini, terkhusus kepada
dosen pengampu mata kuliah Praktikum Biokimia Klinis.

Demikianlah Laporan Praktikum Biokimia Klinis ini kami buat dengan


sepenuh hati. Tidak lupa kritik da saran kami harapkan agar laporan ini dapat dapat
menjadi lebih baik lagi.

Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi semua dan terkhusus bagi penulis.

Terima kasih.

Ciputat, 18 September 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1


DAFTAR ISI .................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 3
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
BAB II .......................................................................................................................... 5
TEORI .......................................................................................................................... 5
2.1 Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein (Folin-Wu)................................ 5
2.2 Uji Biuret ..................................................................................................... 10
2.3 Uji Kadar Gula Darah ............................................................................... 13
2.4 Uji Kadar Kreatinin Darah (Jaffe) ........................................................... 15
BAB III ....................................................................................................................... 18
METODE KERJA .................................................................................................... 18
BAB IV ....................................................................................................................... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 21
4.1 Hasil Pengamatan ....................................................................................... 21
4.2 Pembahasan ................................................................................................ 23
BAB V......................................................................................................................... 27
KESIMPULAN .......................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 28
LAMPIRAN ............................................................................................................... 30

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pengembangan ilmu biokimia S1 farmasi, dilaksanakan perkuliahan
teori dan praktik. Adapun dalam pelaksanaan praktik dilakukan uji biokimia, dan uji
biokimia itu sendiri adalah uji yang digunakan pada pemeriksaan laboratorium untuk
menunjang diagnosis suatu penyakit. Dalam uji biokimia dilakukan beberapa uji
untuk menunjang deteksi penyakit dengan mengambil sampel dari tubuh pasien.
Salah satu sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah darah. Darah
merupakan sampel yang diambil dari tubuh pasien untuk menguji kesehatan pasien
karena dengan darah banyak uji laboratorium yang dapat dilakukan. Darah tersusun
dari plasma darah, keeping darah, sel darah merah, dan sel darah putih.
Glukosa, kreatinin, dan protein merupakan komponen yang dapat diuji
keberadaannya di dalam darah melalui beberapa uji analisis darah. Adapun glukosa
merupakan simpanan sumber tenaga dalam tubuh manusia. Kadar glukosa dalam
tubuh sering diuji untuk adanya beberapa penyakit baik kelebihan glukosa ataupun
kekurangan glukosa. Salah satu penyakit yang berkaitan dengan kelebihan glukosa
dalam tubuh manusia adalah diabetes militus.
Kreatinin adalah produk sisa dari perombakan kreatinin fosfat yang terjadi di
otot sehingga merupakan zat racun dalam darah. Kadar kreatinin dapat dideteksi
melalui uji analisis darah untuk melihat penyakit yang berkaitan dengan kelebihan
kadar kreatinin atau sebaliknya. Adapun penyakit yang berkaitan dengan
meningkatnya kadar kreatinin dalam darah adalah fungsi ginjal seorang pasien.
Beberapa uji biokimia yang dilakukan pada praktikum kali ini menunjukkan bahwa
dengan uji biokimia, dapat menganalisis adanya beberapa penyakit yang diderita
oleh pasien ataupu hal lainnya yang tidak berkaitan dengan penyakit .

3
1.2 Tujuan
1. Untuk membuat filtrat darah bebas protein dengan metode Follin-Wu
2. Untuk menentukan adanya ikatan peptida dalam filtrat
3. Untuk menentukan kadar gula darah dengan metode Folin-Wu
4. Untuk menghitung kadar kreatinin darah/plasma

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pembuatan filtrat darah bebas protein dengan metode Folin-Wu?
2. Bagaimana menentukan adanya ikatan peptida dalam filtrat darah
menggunakan uji biuret?
3. Bagaimana menentukan kadar gula darah dengan metode Folin-Wu ?
4. Bagaimana menghitung kadar kreatinin darah/plasma ?

4
BAB II

TEORI

2.1 Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein (Folin-Wu)

a. Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme,
dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang
berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo-atau hemato- yang berasal dari
bahasa Yunani haima yang berarti darah. Darah manusia berwarna merah, antara
merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen.
Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan
tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.

Komposisi darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk


45% bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel
darah merah yang dipadatkan yang berkisarantara 40 sampai 47. Bagian 55% yang
lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut
plasma darah.
Korpuskula darah terdiridari:
 Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%)
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan
oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang
yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia.

5
 Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)
Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
 Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh,
misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk
yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia,
sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.

Susunan darah. Serum darah atau plasma terdiri atas:


1. Air: 91,0%
2. Protein: 8,0% (Albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen)
3. Mineral: 0.9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, fosfor,
magnesium dan zat besi, dll)

Plasma darah pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung :


1. albumin
2. bahan pembeku darah
3. immunoglobin (antibodi)
4. hormon
5. berbagai jenis protein
6. berbagai jenis garam

Serum merupakan bagian dari plasma darah yang telah dihilangkan fibrinogen
terlebih dahulu. Salah satu zat yang terkandung di dalam serum adalah albumin yang
merupakan protein globular (Podjiadi, 1994). Protein ini memiliki sifat-sifat yang
khas, salah satunya dapat terdenaturasi atau terjadi perubahan struktur, hal ini dapat
di tandai dengan terbentuknya endapan. Terbentuknya endapan dapat di lakukan
dengan penambahan asam, ion logam, gram divalent, atau dengan pemanasan
(Arakawa dan Timashiff, 1984).

6
b. Pemisahan Protein
Pada analisis kuantitatif darah senyawa tertentu, protein dapat mengganggu,
terutama pada analisis senyawa yang mengandung nitrogen amin atau amido serta
reaksi yang melibatkan reduksi atau oksidasi ion metal. Sebelum analisis dilakukan,
protein dapat harus dipisahkan terlebih dahulu dengan cara pengendapan. Cara
pengendapan protein yang biasa dilakukan antara lain dengan penambahan asam
tungstat, seng hidroksida dan asam trikoloasetat.

Pemisahan protein acap kali dilakukan dengan menggunakan berbagai pelarut,


elektrolit atau keduanya, untuk mengeluarkan fraksi protein yang berbeda menurut
karakteristiknya (Murray et al., 1990). Pemisahan protein dari berbagai campuran
yang terdiri dari berbagai macam sifat asam-basa, ukuran dan bentuk protein dapat
dilakukan dengan cara elektrofesa, kromatografi, pengendapan, dan perbedaan
kelarutan (Wirahadikusumah, 1981). Prinsip dari masing-masing metode pemisahan
fraksi protein tersebut adalah sebagai berikut:
1. Elektroforesa
Elektroforesa merupakan teknik pemisahan senyawa yang tergantung dari
pergerakan molekul bermuatan. Jika suatu larutan campuran protein diletakkan di
antara kedua elektroda, molekul yang bermuatan akan berpindah kesala satu electrode
dengan kecepatan tergantung pada muatan bersihnya, dan tergantung pada medium
penyangga yang digunakan (Montgomery et al., 1983). Kecepatangerak albumin
dalamelektroforesaadalah 6,0dalam buffer berkekuatan ion 0,1 pH 8,6 (Pesce and
Lawrence, 1987)
2. Kromatografi
Kromatografi meliputi cara pemisahan bahan terlarut dengan memanfaatkan
perbedaan kecepatan geraknya melalui medium berpori (Sudarmadji, 1996). Metode
ini didasarkan pada perbedaan kelarutan dan sifat asam basa pada masing-masing
fraksi protein. Ada tiga teknik kromatografi yang biasanya dipergunakan untuk

7
pemisahan protein yaitu kromatografi partisi dan kromatografi penukar ion, dan
kromatografi lapis tipis (Wirahadikusumah, 1981).
3. Pengendapan protein sebagaigaram
Sebagian besar protein dapat diendapkan dari larutan air dengan penambahan
asam tertentu, seperti asam triklor asetat dan asam perklorat. Penambahan ini
menyebabkan terbentuknya garam protein yang tidak larut. Zat pengendap lainnya
adalah asam tungstat, fosfotungstat, dan metafosfat. Protein juga dapat diendapkan
dengan kation tertentu seperti Zn dan Pb (Wirahadikusumah, 1981).
4. Pengendapan protein dengan penambahan garam
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan pada
pengaruh yang berbeda daripada penambahan garam tersebut pada kelarutan protein
globuler (Wirahadikusumah, 1981). Lebih lanjut Thena wijaya (1987) menjelaskan
bahwa pada umunya dengan meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein semakin
besar, tetapi setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru akan semakin
menurun. Pada kekuatan ion rendah gugus protein yang terionisasi dikelilingi oleh
ion lawan sehingga terjadinya interaksi antar protein, dan akibatnya kelarutan protein
akan menurun. Jenis garam netral yang biasa digunakan untuk pengendapan protein
adalah magnesium klorida, magnesium sulfat, natriumsulfat, dan ammonium sulfat.
5. Pengendapan pada titiki soelektrik
Titiki soelektrik adalah pH pada saat protein memiliki kelarutan terendah dan
mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan (Sudarmadji, 1996). Berbagai
protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda di dalam air. Variable yang
mempengaruhi kelarutan ini adalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut dan
temperature. Setiap protein mempunyai pH isoelektrik, dimana pada pH isoelekrik
tersebut molekul protein mempunyai daya kelarutan yang minimum. Thena wijaya
(1987) menjelaskan bahwa perubahan pH akan mengubah ionisasi gugus fungsional
protein, yang berarti pula mengubah muatan protein. Protein akan mengendap pada
titik isoelektriknya, yaitu titik yang menunjukkan muatan total protein sama dengan
nol (0), sehingga interaksi antar protein menjadi maksimum.
6. Pengedapan protein denganpemanasan

8
Temperatur dalam batas-batas tertentu dapat menaikkan kelarutan protein. Pada
umunya kelarutan protein naik pada suhu lebih tinggi (0-40°C). pada suhu di atas
40°C kebanyakan protein mulai tidak mantap dan mulai terjadi denaturasi
(Wirahadikusumah, 1981). Suwandi dkk. (1989) menjelaskan bahwa denaturasi dapat
didefinisikan sebagai perubahan struktur sekunder, tersier, dan kuartener dari molekul
protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan peptide. Peristiwa denaturasi biasanya
diikuti dengan koagulasi (penggumpalan). De Man (1989) menjelaskan bahwa
rentang suhu denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein sekitas 55 sampai 75°C.
suhu koagulasi albumin telur 56°C, albumin serum sapi 67°C, dan albumin susu dapi
72°C.

c. Metode Folin-Wu
Metode Folin-Wu dikenalkan pertama kali oleh Folin dan Wu pada tahun 1919
(Berkman 2002). Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk membuat
filtrat darah bebas protein dengan pengendapan protein oleh pembentukan asam
tungstat. Endapan terjadi akibat adanya kombinasi anion asam dengan bentuk
kationik dari protein. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain hanya
dibutuhkan dua pelarut, filtrat yang terbentuk lebih netral, dan proses filtrasi lebih
cepat (Suharso 2008).
Kupritartrat + glukosa Cu2O (endapan)
Cu2O (endapan) + fosfomolibdat oksida Mo (biru tua)
Pada tahun 1919 Folin dan Wu (1) mengusulkan persiapan protein bebas
filtrat darah dengan presipitasi dari protein dengan asam tungstat terbentuk dengan
penambahan 1 bagian 10 per tungstat natrium persen dan 1 bagian 8 N asam sulfat
untuk 1 darah bagian dan 7 bagian air. Mereka menyatakan bahwa filtrat hampir
"netral,". filtrat harus memerlukan hanya sekitar 0,2 ml sebesar 0,1 N NaOH untuk
netralisasi; nilai pH filtrat tidak diberikan. Merrill melaporkan bahwa pengendapan
maksimal nitrogen dari serum antitoksin difteri oleh asam tungstat terjadi pada pH
5.0 atau lebih rendah. Pengendap protein asam Tungstat biasanya dianggap hasil dari
kombinasi dari anion asam dengan bentuk kationik protein (protein+), kembali yang

9
membutuhkan protein untuk berada di sisi asam dari titik isoelektriknya. Titik
isoelektrik protein serum jatuh pada kisaran sekitar pH 5 sampai 7 . Ini yang
diharapkan, karena itu, bahwa filtrat Folin-Wu akan harus memiliki pH sekitar 5 atau
kurang dengan kadar protein yang minimal.

2.2 Uji Biuret

Dalam kehidupan, protein memegang peranan yang penting. Proses kimia


dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang
berfungsi sebagai biokatalis. Di samping itu hemoglobin dalam butir-butir darah
merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru
keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang
berperan untuk melawan bakteri penyakit atau yang disebut antigen, jugasuatu protein
(Poedjiadi, 2005).

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang


merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Suatu molekul protein disusun
oleh sejumlah asam amino tertentu dengan susunan yang sudah tertentu pula dan
bersifat turunan (Girindra, 1986). Struktur protein dapat dikelompokkan menjadi
empat kelas, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kwartener. Keempat struktur
tersebut pada dasarnya dibedakan atas jenis dan jumlah ikatan atau interaksi kimia

Sebagian besar ilmu kimia organisme hidup menyangkut 5 golongan senyawa


utama, yaitu: karbohidrat, lipida, mineral, asam nukleat dan protein. Protein
menentukan kebanyakan sifat-sifat yang ditemukan dalam kehidupan. Menurut
(Ngili, 2010) Protein memiliki berbagai fungsibiologis yang berbeda-beda yaitu,
Katalis enzim, Transport dan penyimpanan, Fungsi mekanik, Pergerakan, Pelindung
dan Proses informasi.

10
Protein adalah molekul penyusun tubuh kita yang terbesar setelah air. Hal ini
mengindikasikan pentingnya protein dalam menopang seluruh proses kehidupan
dalam tubuh. Dalam kenyataannya, memang kode genetik yang tersimpan dalam
rantaian DNA digunakan untuk membuat protein, kapan, dimana dan seberapa
banyak. Protein berfungsi sebagai penyimpan dan pengantar seperti hemoglobin yang
memberikan warna merah pada sel darah merah kita, bertugas mengikat oksigen dan
membawanya kebagian tubuh yang memerlukan. Selain itu juga menjadi penyusun
tubuh, "dari ujung rambut sampai ujung kaki", misalnya keratin di rambut yang
banyak mengandung asam amino Cysteine sehingga menyebabkan bau yang khas bila
rambut terbakar karena banyaknya kandungan atom sulfur di dalamnya, sampai
kepada protein-protein penyusun otot kita seperti actin, myosin, titin, dsb. Kita dapat
membaca juga antara lain berkat protein yang bernama rhodopsin, yaitu protein di
dalam sel retina matakita yang merubah photon cahaya menjadi sinyal kimia untuk
diteruskan keotak. Masih banyak lagi fungsi protein seperti hormon, antibodi dalam
system kekebalan tubuh, dll (Witarto, 2001).
Menurut Poedjiaji, 2007 pemeriksaan protein umumnya berdasarkan reaksi
warna. Reaksi ini adalah reaksi-reaksi khas protein yang berdasarkan ikatan peptide
maupun adanya sifat-sifat tertentu dari asam amino yang dikandungnya. Beberapa
reaksi-reaksi khusus protein yaitu:
1. Uji xantoprotein, reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzene yang
terdapat pada molekul protein. Reaksi positif ditandai dengan timbulnya warna
kuning dan negative selain warna kuning.
2. Uji biuret, reaksi ini umumnya untuk peptide dan protein, termasuk diantaranya
hasil hidrolisis protein seperti metaprotein, protease, pepton, polipeptida, kecuali
asam amino. Reaksi positif terjadi dengan adanya warna ungu atau merah muda
akibat terjadinya senyawa antara Cu dan N dari air. Bila ikatan peptide panjang
warnanya ungu sebaliknya bila pendek warnanya merah muda.
3. Uji millon, reaksi millon adalah larutan merkuro atau merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena tebentuk senyawa
merkuri dengan gugus hidriksi fenil yang berwarna (merah terang). Protein yang

11
mengandung tyrosin akan memberikan hasil positif. Pereaksi Millon adalah
larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini
ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat
berubah merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-
fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksi fenil yang
berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil positif.
4. Uji sulfur, untuk menguji sulfur yang terkandung dalam asam amino. Reaksi
positif ditandai dengan warna coklat dan hitam.
5. Uji ninhidrin, untuk mengetahui dekarboksilasi oksidatif dan α-amino. Ninhidrin
adalah suatu oksidator yang menyebabkan dekarboksilasi oksidatif dari α-amino
yang menghasikan CO2, NH3, dan aldehid dengan kehilangan 1 atom karbon.
Warna biru terjadi berhubungan reaksi ninhidrin menghasilkan aldehid yang
rendah dan melepaskan CO2 dan amoniak.

Uji biuret digunakan untuk menunjukkan adanya ikatan peptida dalam suatu
zat yang diuji. Adanya ikatan peptida mengindikasikan adanya protein, karena asam
amino berikatan dengan asam amino yang lain melalui ikatan peptida membentuk
protein. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terbentuk ketika atom karbon dari
gugus karboksil suatu molekul berikatan dengan atom nitrogen dari gugus amina
molekul lain. Reaksi tersebut melepaskan molekul air sehingga disebut reaksi
kondensasi.

12
Mekamisme reaksi:

2.3 Uji Kadar Gula Darah

Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah
(Dorland, 2010). Glukosa darah puasa merupakan salah satu cara untuk
mengidentifikasi diabetes melitus pada seseorang. Pada penyakit ini, gula tidak siap
untuk ditransfer ke dalam sel, sehingga terjadi hiperglikemia sebagai hasil bahwa
glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah (Sherwood, 2011).

Gula darah pada orang sehat dikendalikan oleh insulin. Insulin adalahhorm yang
dibuat oleh pankreas. Insulin membantu glukosa dalam darah masukke sel untuk
menghasilkan tenaga. Gula darah yang tinggi dapat berarti bahwa pankreas tidak
memproduksi cukup insulin, atau jumlah insulin cukup namun tidak bereaksi secara
normal. Hal ini disebut dengan resistensi insulin (Girindra,1989).

Ada beberapa pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah puasa


mengukur kadar selepas tidak makan setidaknya 8 jam. Pemeriksaan gula darah
random mengukur kadar glukosa darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir
(Henrikson J. E. et al., 2009).

Bila kadar gula darah menurun terlalu rendah, disebut dengan hipoglikemia,
yang mempunyai gejala perasaan lelah, fungsi mental menurun, rasa mudah

13
tersinggung dan kehilangan kesadaran. Apabila kadar gula darah tinggi, disebut
dengan hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat.
Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah
kesehatan, berkaitan dengan diabetes, termasuk pada mata, ginjal dan saraf.

Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, penyakit
lain, makanan, latihan fisik, obat hipoglikemia oral, insulin, emosi danstress.
Makanan atau diet merupakan factor utama yang berhubungan dengan peningkatan
kadar glukosa darah pada pasien diabetes terutama setelah makan (Holt, 2010).
Respon peningkatan kadar glukosa darah setelah makan berhubungan dengan sifat
monosakarida yang diserap, jumlah karbohidrat yang dikonsumsi, tingkat penyerapan
dan fermentasi kolon (Wolever, 2003).

Aktivitas fisik yang kurang juga dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa
darah. Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi otot rangka
yang memerlukan energi melebihi pengeluaran energi selama istirahat. Latihan
merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur dengan gerakan
secara berulang untuk meningkatkan atau mempertahankan kebugaran fisik (Sigal,
2004).

Penggunaan obat hipoglikemia oral maupun insulin dapat mempengaruhi


glukosa darah. Mekanisme kerja obat dalam menurunkan kadar glukosa darah antara
lain dengan merangsang kelenjar pankreas untuk meningkatkan produksi .insulin,
menurunkan produksi glukosa dalam hepar, menghambat pencernaan karbohidrat
sehingga dapat mengurangi absorpsi glukosa dan merangsang receptor. Insulin yang
diberikan lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik
terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas yang ditunjukan dengan adanya
perbaikan fungsi sel beta pankreas (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata & Setiati
2007).

Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stressmen stimulus


organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin mempunyai efek yang

14
sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya prosesglikoneogenesis di dalam hati
sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosake dalam darah dalam beberapa
menit (Guyton and Hall, 2007). Hal ini yang menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah pada saat stress atau tegang.Penyakit ini hanya dapat dikendalikan saja
tanpa bisa diobati dan komplikasi yangditimbulkan juga sangat besar seperti penyakit
jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal dan kerusakan sistem syaraf (Dhania,
2009).

2.4 Uji Kadar Kreatinin Darah (Jaffe)

Pembentukan kreatin berasal di ginjal dan diselesaikan di hati. Pada langkah


pertama pembentukan kreatin, yang terjadi di ginjal, glisin bergabung dengan arginin
untuk membentuk guanidine asetat. Dalam reaksi ini, gugus guanidinium pada
arginin (gugus yang juga membentuk urea), dipindahkan ke glisin, dan molekul
arginin sisanya dibebaskan sebagai ornitin. Guanidino asetat
kemudian mengalami metilasi di hati oleh S-adenosilmetionin (SAM) untuk
membentuk kreatin.

Kreatin mengalir melalui darah ke jaringan lain, terutama otot dan otak, tempat
zat ini bereaksi dengan ATP untuk membentuk membentuk kreatin fosfat
yang berernergi tinggi. Reaksi ini, yang dikatalisis oleh kreatin fosfokinase (CK juga
disingkat sebagai CPK), bersifat reversibel. Dengan demikian, sel dapat
menggunakan kreatin fosfat untuk membentuk kembali ATP.

Kreatin fosfat, yang berfungsi sebagai simpanan fosfat berenergi tinggi (dalam
jumlah kecil) yang cepat menghasilkan ATP dari ADP berperan penting dalam
otot yang berkontraksi. Senyawa ini juga membawa fosfat yang berenergi tinggi dari
mitokondria, tempat pembentukan ATP, ke filamen miosin4 tempat ATP digunakan
untuk kontraksi otot.

Kreatinin merupakan hasil pemecahan keratin fosfat dalam otot,


pada pemecahan ini akan dihasilkan kreatinin dan energi fosfat (Pi). Jadi, keratin

15
fosfat merupakan salah satu senyawa karier energi. Karier energi yang lain 1,2
Biofosfogliserat, Fosfoenol piruvat dan Asetil KoA.

Kreatinin terbuat dari zat yang disebut kreatin, yang dibentuk ketika makanan
berubah menjadi energi melalui proses yang disebut metabolisme. Sekitar 2% dari
kreatin tubuh diubah menjadi kreatinin setiap hari. Kreatinin diangkut melalui aliran
darah ke ginjal. Ginjal menyaring sebagian besar kreatinin dan membuangnya dalam
urin. Bila ginjal terganggu, kreatinin akan meningkat. Tingkat kreatinin abnormal
tinggi kemungkinan terjadi kerusakan atau kegagalan ginjal.

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatinin terutama


disintesis oleh hati, tedapat hampir semuanya dalam otot rangka yang terikat secara
reversible dengan fosfat dalam bentuk fosfokreatin atau keratinfosfat, yakni senyawa
penyimpan energi. Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu
parameter penting untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan ini juga sangat
membantu kebijakan melakukan terapi pada penderita gangguan fungsi ginjal. Tinggi
rendahnya kadar kreatinin dalam darah digunakan sebagai indikator penting dalam
menentukan apakah seorang dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan
hemodialysis (Alfonso, 2016). Pemeriksaan kreatinin berguna untuk mengevaluasi
fungsi dari glomerulus yang hasilnya lebih spesifik. Peningkatan kadar kreatinin
menunjukkan indikasi penyakit ginjal atau kerusakan nefron lebih dari 50% (Soewoto
H,dkk, 2001).

Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin mengindikasikan adanya penurunan


fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar kreatinin tiga kali
lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75%. (Soeparman dkk, 2001).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah,diantaranya
adalah :

a) Perubahan massa otot.


b) Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam
setelah makan.

16
c) Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin
darah.
d) Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole
dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar
kreatinin darah.
e) Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.

Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi dari pada
orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi dari pada
wanita.(Sukandar E, 1997).

17
BAB III

METODE KERJA
3.1 Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein (Folin-Wu)
a. Alat
1. Tabung reaksi
2. Corong
3. Kertas saring
4. Pipet volume
b. Bahan dan Cara Kerja

Bahan Tabung
Aquadest 14 ml
Darah 2 ml
Na-tungstat 10% (ml) 2
H2SO4 2/3 N (ml) 2
Campurkan perlahan lalu disaring,
Ambil filtratnya, lakukan uji biuret

3.2 Uji Biuret


a. Alat dan Bahan
1. Tabung reaksi 4. Sampel: filtrat bebas protein
2. Pipet volume 5. NaOH 10%
3. Pipet tetes 6. CuSO4
b. Cara Kerja
1 ml sampel + 1 ml NaOH + 3 tetes CuSO4lembayung/ ungu (positif
terdapat ikatan peptide)

3.3 Pengukuran Kadar Gula Darah (Kuantitatif)


a. Alat dan Bahan
1. Tabung reaksi

18
2. Pipet tetes
3. Pipet volume
4. Penjepit kayu
5. Water bath
6. Filrat darah Folin -Wu
7. Larutan tembaga alkalis (mengandung natrium karbonat, tembaga
alkalis, dan asam tartrat).
8. Pereaksi asam fosfomolibdat (mengandung asam molibdat dan
natrium tungstate).
9. Larutan standar glukosa (0,1 mg/ml)
b. Cara Kerja

Tabung Folin-Wu
Bahan
Uji 1 Uji 2
Filtrat Folin-Wu 2 ml 2 ml
Standar glukosa 0,1 g/ml (ml) - -
Aquadest - -
Tembaga alkalis (ml) 2 2
Panaskan dalam air 1000C selama 8 menit lalu dinginkan
Asam fosfomolibdat (ml) 2 2
Encerkan sampai 25 ml, kemudian baca pada λ = 420 nm

3.4 Penetapan Kadar Kreatinin Darah (Jaffe)


a. Alat dan Bahan
1. Pipet volume
2. Tabung reaksi
3. Darah/plasma bebas protein
4. Larutan asam pikrat jenuh
5. Latutan NaOH 10%

19
6. Larutan standar kreatinin 0,005 mg/ml
b. Cara Kerja

Tabung Uji
Filtrat Folin-Wu 2 ml
Standar
Aquadest 2 ml
Larutan asam pikrat jenuh 1 ml
NaOH 10 % 1 ml
Campurkan asam pikrat dan NaOH, lalu filrat
dan aquadest, campur sampai homogen.
Diamkan selama 15 menit. Warna yang
terbentuk akan stabil selama 20 menit. Baca
serapan dalam batas waktu 30 menit pada λ
520 nm.

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan

1. Pembuatan Filtrate Darah Bebas Folin-Wu


Sampel : Darah Mahasiswa Farmasi FikesUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil bening dan jernih setelah disaring

2. Uji Biuret
Sampel : Darah Mahasiswa Farmasi FikesUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil Negatif tudak menunjukan adanya warna lembayung ungu

3. Pengukuran Kadar Gula Darah(Kuantitatif)

Sampel : Darah Mahasiswa Farmasi Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

aquadest Au(absorban Ab (absorban blanko) As (absorban standar glukosa)


unknown)
0,000 0,135 0,007 0,210
0,000 0,142 0,009 0,212
0,000 0,139 0,012 0,212

𝐴𝑢 −𝐴𝑏 2 𝑚𝐿 100
a. Kadar glukosa darah (mg/dl) = × ×
𝐴𝑠 −𝐴𝑏 10 0,2

0,135 −0,007 2 𝑚𝐿 100


= × ×
0,210−0,007 10 0,2

0,128
= 0,203
× 100

21
= 63,054 𝑚𝑔/𝑑𝑙

𝐴𝑢 −𝐴𝑏 2 𝑚𝐿 100
b. Kadar glukosa darah (mg/dl) = × ×
𝐴𝑠 −𝐴𝑏 10 0,2

0,142 −0,009 2 𝑚𝐿 100


= × ×
0,212−0,009 10 0,2

0,133
= × 100
0,203

= 65,517 𝑚𝑔/𝑑𝑙

𝐴𝑢 −𝐴𝑏 2 𝑚𝐿 100
c. Kadar glukosa darah (mg/dl) = × ×
𝐴𝑠 −𝐴𝑏 10 0,2

0,139 −0,012 2 𝑚𝐿 100


= × ×
0,212−0,012 10 0,2

0,127
= × 100
0,2

= 63,5 𝑚𝑔/𝑑𝑙

4. Penetapan Kadar Kreatinin Darah (Jaffe)


Sampel :Darah Mahasiswa Farmasi Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Au(absorban unknown) Ab (absorban blanko) As (absorban standar glukosa)


0,085 0,059 0,163
- 0,055 0,168

Konsentrasistandar= 0,006
𝐴𝑢 −𝐴𝑏
a. Kadar kreatinindarah (mg/dl) = × 0,006 × 100
𝐴𝑠 −𝐴𝑏

0,085 −0,059
= × 0,006 × 100
0,163−0,059

0,026
= × 0,6
0,104

= 0,15 𝑚𝑔/𝑑𝑙

22
𝐴𝑢 −𝐴𝑏
b. Kadar kreatinindarah (mg/dl) = × 0,006 × 100
𝐴𝑠 −𝐴𝑏

0,085 −0,055
= × 0,006 × 100
0,16−0,055

0,03
= × 0,6
0,113

= 0,159 𝑚𝑔/𝑑𝑙

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, kami melakukan uji Analisis Biokimia Darah. Adapun uji yang
dilakukan pada praktikum kali ini diantaranya pembuatan filtrate darah bebas protein (metoda
Folin-Wu), uji biuret, pengukuran kadar gula darah secara kuantitatif, penetapan kadar kreatinin
darah (metoda Jaffe). Tujuan dilakukan uji ini ialah untuk mengukur molekul tertentu dalam
darah. Uji pertama yang dilakukan pada praktikum ini, yaitu pembuatan filtrate darah bebas
protein dengan menggunakan metoda Folin-Wu.Metode Folin-Wu ini dikenalkan pertama kali
oleh Folin dan Wu pada tahun 1919 (Berkman 2002). Metode ini merupakan metode yang
digunakan untuk membuat filtrate darah bebas protein dengan pengendapan protein oleh
pembentukan asam tungstat. Endapan terjadi akibat adanya kombinasi anion asam dengan bentuk
kationik dari protein. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yang mana salah satunya ialah
hanya memerlukan dua pelarut filtrat yang terbentuk lebih netral, dan proses filtrasi lebih cepat
(Suharso 2008). Uji pertama yang dilakukan pada praktikum ini ,yaitu pembuatan filtrate darah
bebas protein dengan menggunakan metoda Folin-Wu.

Hal yang dilakukan pertama kali pada praktikum ini adalah membuat sampel darah bebas
protein (Deproteinasi), tujuan deproteinasi ini adalah untuk mengendapkan sebagian protein
yang terdapat didalam serum atau darah. Sampel darah yang digunakan ialah darah mahasiswi
Farmasi UIN Jakarta sebanyak 2 ml, aquadest 7 ml, Na tungstat 10% 1 ml, H2SO4 2/3 N 1 ml.
Pada uji ini, aquadest digunakan untuk mengencerkan darah sehingga albumin pada darah larut
dalam aquadest. Albumin merupakan protein yang terdapat dalam serum darah dan putih telur
(Poedjiadi, 1994). Penambahan Na tungstat pada uji ini ialah untuk mengendapkan albumin yang
terlarut dalam air. Sedangkan penambahan H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi pengendapan albumin oleh Na tungstat. Semuabahan yang disebutkan,

23
dicampurkan kedalam beaker glass sambil di aduk perlahan, kemudian diamkan selama 5-10
menit agar mengendap dengan sempurna. Sehingga ketika disaring menggunakan kertas saring
akan terpisah secara sempurna.

Hasil yang diperoleh pada pembuatan filtrate darah bebas protein ialah berwarna bening
dan jernih setelah disaring. Hasil filtrate darah bebas protein ini akan digunakan untuk menguji
kadar glukosa dalam darah dan uji kadar kreatinin darah.

Uji yang kedua ialah uji biuret. Setelah dilakukan pembuatan filtrat darah bebas protein
dengan metode Folin-Wu, selanjutnya pada praktikum kali ini kami melakukan uji biuret, yaitu
dengan tujuan untuk menentukan adanya ikatan peptidapada protein yaitu diantaranya: protein,
hormon-reseptor, enzim dan antigen-antibodi, yang nantinya jika pada filtrat terdapat perubahan
warna menjadi ungu atau lembayung, maka masih terdapat ikatan peptida didalam darah.

Uji biuret ini dilakukan dengan cara menambahkan CuSO4 dan NaOH 10% ke dalam
filtrat bebas protein. Hasil yang kami dapat pada praktikum kali ini yaitu tidak terjadi perubahan
warna menjadi ungu atau lembayung. Hasil yang didapatkan tidak berwarna / bening yang
artinya filtrat sudah bebas dari ikatan peptida. Tahap selanjutnya yaitu hasil darah bebas fitrat ini
akan digunakan untuk pengujian kadar glukosa dalam darah dan uji kadar kreatinin darah.

Uji ketiga ialah uji pengukuran kadar gula darah. Dari hasil filtrat darah bebas protein yang
diperoleh melalui metode Folin Wu, filtrat ini kemudian diujikan kadar glukosa darah dengan
menggunakan metode yang sama, yaitu metode Folin-Wu. Kadar glukosa darah adalah istilah
yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi glukosa darah atau tingkat
glukosa serum diatur dengan ketat di dalam tubuh.

Pada proses analisa gula darah ini, kami menggunakan empat larutan, yaitu; dua filtrat
darah bebas protein yang masing-masing sebanyak 2 ml, larutan standar glukosa dan blanko.
Semua larutan ini kami tambahkan larutan tembaga alkalis ( Cu²⁺) yang bertujuan untuk
mengikat glukosa dan akan menyebabkan terjadinya reduksi tembaga oleh adanya glukosa.
Setelah ditambahkan tembaga alkalis, keempat larutan ini dipanaskan diatas penangas air
bersuhu 100˚C selama 8 menit untuk mempercepat reaksi antara glukosa dengan tembaga alkalis.
Tembaga alkalis akan tereduksi oleh glukosa dan akan membentuk warna biru serta endapan
didasar tabung. Warna biru yang terbentuk ini bergantung dari seberapa banyak glukosa yang

24
terikat oleh tembaga alkalis, makin banyak glukosa yang terikat maka makin pekat warna
birunya. Setelah pemanasan, keempat larutan ini didiamkan sebentar kemudian ditambahkan
dengan asam fosfomolibdat, penambahan asam fosfomolibdat ini bertujuan untuk melarutkan
kembali glukosa dan tembaga alkalis yang mengendap agar dapat terbaca di spektrofotometri
UV-Vis. Setelah penambahan asam fosfomolibdat keempat larutan ini diencerkan dengan
penambahan air hingga 25 ml dan diaduk sampai homogen, kemudian dianalisa dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 420 nm.

Dari hasil analisa menggunakan spektofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 420
nm. Hasilnya nilai serapan larutan uji Adalah 0,135, 0,142. 0,139 nilai serapan larutan standar
glukosa adalah 0,07, 0,009. 0,012 dan nilai serapan larutan blanko adalah 0,210.0,212. 0,212.
Dari ketiga nilai serapan tersebut kadar glukosa yang didapat oleh kelompok kami adalah 63,054
mg/dL, 65,517 𝑚𝑔/𝑑𝑙, 63,5 𝑚𝑔/𝑑𝑙

Sampel kami memiliki kadar gula darah rendah yaitu sebesar 63,054 mg/dL. Pada orang
normal, glukosa normal berkisar antara 80 dan 90 mg/ dL darah pada orang yang berpuasa yang
diukur sebelum makan pagi. Konsentrasi ini meningkat menjadi 120 sampai 140 mg/ dL selama
kira – kira satu jam pertama setelah makan. (Guyton dan Hall, 2011)

Uji yang terakhir ialah penetapan kadar kreatinin darah. Percobaan ini dilakukan untuk
memeriksa kreatinin yang terdapat dalam darah. Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan
ada atau tidaknya kreatinin dalam darah atau plasma dengan menggunakan metode jaffe.
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolism otot yang
dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan
kecepatan yang sama (Corwin J.E, 2001).

Kreatinin disintesis dalam hati, pancreas dan ginjal dari asam amino arginin, glisin dan
metionin. Senyawa ini dihasilkan ketika terjadi kontraksi pada otot. Dalam darah, kreatinin
dihilangkan dengan proses filtrasi melalui glomerulus ginjal dan disekresikan dalam bentuk urin.
Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada urin untuk
dikeluarkan dari tubuh.

Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar kreatinin pada darah atau plasma
dengan metode jaffe, reaksi jaffe merupakan reaksi yang sederhana dan mudah dimana metode
25
ini merupakan salah satu pengembangan metode kolorimetri berdasarkan reaksi antara kreatinin
dengan pikrat dalam suasana basa. Prinsip dari metode ini adalah reaksi antara asam pikrat dalam
suasana basa untuk membentuk kompleks kreatinin pikrat yang berwarna merah (reaksi jaffe).
bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis, yang kadarnya dapat diukur dengan
spektrofotometer visibel pada Panjang gelombang520 nm.

Adapun dari hasil pemeriksaan kadar kreatinin (jaffe) dari hasil praktikum kami kali ini
diperoleh kadar kreatinin yang berbeda dari setiap sampel yang diuji, pada praktikum ini kami
mempunyai 2 sampel, sampel yang pertama memperoleh hasil rata-rata sebesar 0,15 mg/dL,
sedangkan untuk sampel yang ke 2 memperoleh hasil sebesar 0,159 mg/dL. Dilihat dari hasil
pemeriksaan kadar kreatinin bahwa hasil dari kadar kreatinin dalam darah dari kelompok kami
dibawah kadar kreatinin normal atau menunjukan kadar kreatinin darah yang sangat rendah,
dimana kadar normal untuk perempuan yaitu 0,5- 1,0 mg/dL (sacher 2004) Atau 0,6- 1,1 mg/dL
( sodeman 1995).

Kadar kreatinin dapat meningkat karena penyakit kanker, lupus, diabetik, syok yang
alam dan gagal jantung. Sedangkan kadar kreatinin dapat menurun karena distrofiobat (tahap
akhir) dan myasthenia gravis. Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang tergantung pada
masa otot dari pada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga
menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cidera
fisik atau penyakit degenerative yang menyebabkan kerusakan massif otot. (sukandar,1997)

Ada beberapa factor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah, diantaranya adalah :

1. Perubahan massa otot


2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan.
3. Aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah.
4. Mengkonsumsi obat-obatan dapat meninggatkan kadar kreatinin darah.
5. Kenaikan sekresi tubulus dan dekstruksi kreatinin internal.
6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi dari pada orang muda,
serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi dari pada wanita.

26
BAB V

KESIMPULAN

1. Hasil yang diperoleh pada pembuatan filtrate darah bebas protein ialah berwarna bening
dan jernih setelah disaring
2. Hasil yang kami dapat pada praktikum kali ini yaitu tidak terjadi perubahan warna
menjadi ungu atau lembayung. Hasil yang didapatkan tidak berwarna / bening yang
artinya filtrat sudah bebas dari ikatan peptida.
3. Pada kadar glukosa hasil analisa menggunakan spektofotometri UV-Vis dengan panjang
gelombang 420 nm. Hasilnya nilai serapan larutan uji Adalah 0,135, 0,142. 0,139 nilai
serapan larutan standar glukosa adalah 0,07, 0,009. 0,012 dan nilai serapan larutan
blanko adalah 0,210.0,212. 0,212. Dari ketiga nilai serapan tersebut kadar glukosa yang
didapat oleh kelompok kami adalah 63,054 mg/dL, 65,517 𝑚𝑔/𝑑𝑙, 63,5 𝑚𝑔/𝑑𝑙
4. Pada keratinin kadar yang diperoleh berbeda dari setiap sampel yang diuji, pada
praktikum ini kami mempunyai 2 sampel, sampel yang pertama memperoleh hasil rata-
rata sebesar 0,15 mg/dL, sedangkan untuk sampel yang ke 2 memperoleh hasil sebesar
0,159 mg/dL.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alfonso, A. A., & Mongan, A. E., 2016. Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Manado: Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Berkman B. 2002. Dasar-Dasar Kimiawi dan Biologis Biokimia. Jakarta (ID) : EGC.
Dawn B, Marks. 2000. Dasar – Dasar Kimiawi dan Biologis Biokimia. Dalam : Biokimia
Kedokteran Dasar. Jakarta : EGC.
Dorland, W. A. N. 2010. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary (29ed.).Hartanto, H. et al.
(ahli bahasa). Jakarta: EGC
Ganong, WF. 1994. Fisiologi Kedokteran Edisi 14. Jakarta : EGC.
Girinda A. 1989. Biokimia Patologi. Bogor: IPBCorwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku
Patafisiologi (Hands Books of Pathophysiology). Jakarta: EGC.
Guyton, A.C. 1983. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Edisi V bagian 2, terjemahan Adji Dharma
et al. Jakarta: EGC
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2008. Metabolisme Karbohidrat Dan Pembentukan Adenosin
Tripospatdalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton dan Hall. (2011). Textbook Of Medical Physiology. Singapore; Elsevier

Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-DasarBiokimia :Jilid I. Diterjemahkanoleh :


MaggyThenawidjaja. Jakarta :Erlangga.
Marks DB, Allan DM, Collen MS. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC
Murray, RK. 2003. Harper’s Biochemistry. Edisi ke – 25. Karolina SK, penerjemah. Jakarta :
EGC.
Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper, Edisi 27. Jakarta : EGC.
Pearce, C.E. 1991. Anatomi dan fisiologiuntukparamedis. Jakarta: PT. Gramedia

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-DasarBiokimia. Jakarta (ID) : UI Press.

28
Sabrina A. 2012. Perbandingan metode spektrofotometri UV-Vis dan KCKT (Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi) pada analisis kadar asam benzoat dan kafein dalam teh
kemasan.[Skripsi]. Malang (ID): Universitas Negeri Malang.
Sacher RA dan RA McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi
11. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Sherwood, L. 1989. Organ Endokrin Perifer dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Jakarta: EGC
Sodeman, W.A dan Sodeman T.M. (1995). Sodeman Patofisiologi. Edisi 7. Jilid II . Penerjemah:
Andry Hartono. Jakarta: Hipokrates.
Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Suarsana IN. 2010. Sintesis glikogen hati dan otot pada tikus diabetes yang diberi ekstrak tempe.
Jurnal Veteriner. 11(3):190-195.
Sudoyo, AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Interna Publishing. Jakarta.
Sukandar , E . 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik. Edisi ke – 2.
Bandung: ITB.
Suharso M. 2008. EnzimdalamBiokimia. Yogyakarta (ID) : UGM Press.

29
LAMPIRAN

 Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein


Gambar keterangan
Pengambilan darah dari salah satu
praktikkan.

Pencampuran aquadest, darah, Na tungstat


10%, H2SO4 2/3N.

Penyaringan hasil Pencampuran aquadest,


darah, Na tungstat 10%, H2SO4 2/3N. lalu
diambil filtratnya

30
Gambar Keterangan
Penyiapan filtrate bebas protein

31
 Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Gambar Keterangan
Standar. Berisi standar glukosa 0,1g/ml,
tembaga alkalis 2ml, lalu dilakukan
pemanasan.

Blanko. Berisi 2 ml aquadest, 2 ml


tembaga alkalis dan dilakukan pemanasan
.

Standar yang dimasukkan ke dalam tabung


follin yang sebelumnya sudah dilakukan
pendinginan setelah pemanasan dan
dilakukan penambahan asam
fosfomolibdat.

32
Blanko yang dimasukkan ke dalam tabung
follin yang sebelumnya sudah dilakukan
pendinginan setelah pemanasan dan
dilakukan penambahan asam
fosfomolibdat

Uji 1 dan 2. Berisi filtrate folin wu,


tembaga alkalis, dilakukan pemanasan lalu
didinginkan dan ditambahkan asam
fosfomolibdat dan dimasukkan ke dalam
tabung follin.

 Penetapan Kadar Kreatinin Darah(Jaffe)

Gambar Keterangan
Penyiapan 2 ml aquadest

33
Penyiapan 2 ml larutan alkalis

Penyiapan filtrat dan campuran aquadest


dengan larutan alkalis

Pencampuran semua bahan(2 ml aquadest, 2


ml larutan alkalis, dan 2 ml filtrat)

Pengujian

34
35

Anda mungkin juga menyukai