Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI IV

ANTIKOAGULAN

Dosen Pembimbing: Marvel Chaidir, M. Farm., Apt.

Kelompok 1D

Ghina Khalidah 11171020000076

Alvinia Maulidiah 11171020000086

Salsabila Ineke Putri 11171020000088

Khaerunnisa 11171020000090

Retno Tri Rahayu 11171020000094

Jihan Istiqomah 11171020000098

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

APRIL/2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... ii


BAB I.............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................................................................ 1
BAB II............................................................................................................................................................. 2
TEORI............................................................................................................................................................. 2
BAB III ......................................................................................................................................................... 12
METODE KERJA ........................................................................................................................................... 12
3.1. Alat dan Bahan ................................................................................................................................. 12
a. Alat .................................................................................................................................................. 12
b. Bahan .............................................................................................................................................. 12
3.2. Cara Membuat Suspensi Na CMC 50 ml .......................................................................................... 13
3.3. Cara Membuat Suspensi Obat Antikoagulan .............................................................................. 13
3.4. Prosedur Kerja............................................................................................................................. 13
BAB IV ......................................................................................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 14
4.1 Hasil................................................................................................................................................... 14
a. Perhitungan Dosis ........................................................................................................................... 14
b. Hasil Pengamatan ........................................................................................................................... 15
4.2 Pembahasan ...................................................................................................................................... 16
BAB V .......................................................................................................................................................... 20
KESIMPULAN .............................................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 21
LAMPIRAN .................................................................................................................................................. 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam tubuh manusia, terdapat banyak aliran darah yang disebut dengan pembuluh darah.
Bila pembuluh darah pecah, maka penting untuk dilakukan penghentian terhadap keluarnya
darah dari sistem sebelum kematian. Jika seseorang mengalami luka maka akan terjadi
perdarahan. Setiap makhluk hidup memiliki waktu pembekuan darah yang berbeda. Proses ini
disebut dengan koagulasi.

Antikoagulan merupakan sebuah zat atau bahan yang digunakan untuk mencegah
pembekuan atau penggumpalan pada darah. Antikoagulan bertujuan agar darah tidak
membeku, sehingga kondisi darah dapat dipertahankan dalam lama waktu tertentu.
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat
pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Antikoagulan
digunakan pada keadaan dimana terdapat peningkatan kecenderungan darah untuk membeku.

Maka dari itu dengan dilakukannya praktikum ini, mahasiswa farmasi diharapkan dapat
mengetahui obat antikoagulan yang paling tepat digunakan sebagai obat penghambat
pembekuan darah yang baik dari segi farmakokinetik dan farmakodinamik yang dimiliki oleh
obat tersebut.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mampu melaksanakan pengujian antikoagulan.
2. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari manifestasi efek
entikoagulan.
BAB II

TEORI

Hemostasis adalah penghentian kehilangan darah dari pembuluh yang rusak. Mula-mula
platelet melekat pada makromolekul di daerah subendotelium pembuluh darah yang luka, diikuti
dengan terjadinya agregasi platelet membentuk sumbat hemostatik utama. Platelet merangsang
aktivasi local faktor-faktor koagulasi di dalam plasma, menyebabkan pembentukan bekuan fibrin
yang mendorong terbentuknya agregat platelet. Kemudian setelah sembuh, agregat platelet dan
gumpalan fibrin akan terurai. Trombosis merupakan suatu proses patologis, pada peristiwa ini
agregat platelet dan atau bekuan fibrin menutup pembuluh darah. Trombosis arteri dapat
menyebabkan nekrosis iskemik pada jaringan yang disuplai oleh arteri bersangkutan. Trombosis
vena dapat menyebabkan jaringan yang dialiri oleh vena tersebut mengalami edema dan radang.
Trombosis vena bagian dalam dapat menjadi komplikasi oleh adanya emboli pulmonal.

Darah membeku dalam waktu 4 sampai 8 menit jika ditempatkan pada tabung reaksi.
Pembekuan dapat dicegah jika kedalamnya ditambahkan senyawa pengkelat seperti EDTA.
Plasma yang direkalsifikasi membeku dalam 2 hingga 4 menit. Waktu pembekuan darah setelah
rekalsifikasi dipersingkat menjadi 26-33 detik pada penambahan fosfolipid bermuatan negative
dan senyawa partikulat seperti kaolin, waktu ini dinamakan waktu tromboplastin parsial teraktivasi
(aPPT). Kemungkinan lain, plasma yang direkalsifikasi akan membeku dalam waktu 12 hingga 14
detik setelah penambahan tromboplastin, ini dinamakan waktu protombin (PT).

Ada dua jalur koagulasi. Individu dengan aPTT diperpanjang dan PT normal diperkirakan
memiliki gangguan pada jalur koagulasi intrinsic, karena semua komponen pada uji aPTT terdapat
dalam plasma. Pasien dengan PT diperpanjang dan aPTT normal memiliki gangguan pada jalur
koagulasi ekstinsik, karena tromboplastin terdapat di luar plasma. Perpanjangan aPTT dan PT
menunjukkan adanya gangguan pada jalur umum.

Koagulasi melibatkan suatu rangkaian reaksi aktivasi zymogen. Pada tiap tahap, protein
precursor, atau zymogen, diubah menjadi protease aktif melalui pemutusan satu ikatan peptide
atau lebih pada molekul precursor. Komponen yang dapat terlihat pada tiap tahap meliputi protease

2
dari tahap sebelumnya, zymogen, kofaktor protein nonenzimatik, Ca2+, dan suatu permukaan
terorganisasi yang disediakan oleh suatu emulsi fosfolipid secara in vitro atau oleh platelet secara
in vivo. Protease terakhir yang terbentuk adalah thrombin faktor IIa).

Adapun prosesnya sebagai berikut.

1. Pengubahan Fibrinogen menjadi Fibrin


Fibrinogen merupakan protein yang bermassa 330.000 dalton terdiri atas 3 pasang rantai
polipeptida yang terikat secara kovalen oleh ikatan disulfida. Trombin mengubah fibrinogen
menjadi monomer-monomer fibrin dengan memutuskan fibrinopeptida A dan B, masing-
masing dari ujung amino rantai Aα dan Bβ. Pemindahan fibrinopeptida memungkinkan
monomer fibrin membentuk gel, yang meruoakan titik akhir uji aPTT dan PT. Pada awalnya,
monomer fibrin saling terikat satu sama lain secara nonkovalen. Kemudian, faktor XIIIa
mengkatalis reaksi transglutaminasi antarrantai yang menyambung silang monomer fibrin
yang berdekatan untuk meningkatkan kekuatan bekuan.
2. Struktur Zymogen Protease Koagulasi
Zymogen protease yang terlibat dalam koagulasi meliputi faktor II (prootmbin), VII, IX,
X, XI, XII, dan prekaliprein. Sekitar 200 residu asam amino pada ujung karboksil tiap zymogen
merupakan homolog tripsin dan mengandung sisi aktif protease. Selain itu, 9 hingga 12 residu
gutamat di dekat ujung amino faktor II, VII, IX, dan X diubah menjadi residu γ-

3
karboksiglutamat (GIa) selama biosintesis dalam hati. Residu GIa mengikat ion Ca2+ dan
residu ini penting untuk aktivasi koagulan protein-protein ini.
3. Kofaktor Protein Nonenzimatik
Faktor V dan VIII merupakan protein bermassa 350.000 dalton yang satu sama lainnya
homolog. Faktor VIII bersirkulasi di plasma yang berikatan dengan faktor von Willebrand,
sementara faktor V terdapat di plasma dalam keadaan bebas dan sebagai komponen platelet.
Thrombin memecah faktor V dan VIII menghasilkan faktor teraktivasi (Va dan VIIIa) yang
paling tidak memiliki aktivitas koagulan 50 kali lipat daripada bentuk prekursornya. Faktor Va
dan VIIIa sendiri tidak memiliki aktivitas enzimatis, tetapi molekul ini bertindak sebagai
kofaktor, yaitu faktor Va meningkatkan efisiensi proteolitik Xa dan faktor VIIIa meningkatkan
efisiensi proteolitik IXa. Faktor jaringan merupakan kofaktor lipoprotein nonenzimatik yang
sangat meningkatkan efisiensi proteolitik VIIa. Faktor jaringan terdapat pada permukaan sel
yang secara tidak normal berkontak dengan plasma dan faktor ini menimbulkan koagulasi di
bagian luar pembuluh darah yang rusak. Monosit dan sel endotelium juga dapat
memperlihatkan faktor jaringan jika dirangsang oleh berbagai stimulus, seperti endotoksin,
faktor nekrosis tumor, dan interleukin-1. Dengan demikian, sel-sel ini dapat terlibat dalam
pembentukan thrombus pada keadaan patologi. Kininogen berbobot molekul besar merupakan
protein plasma yang bertindak sebagai kofaktor untuk XIIa pada saat pembentukan diinisiasi
secara in vitro pada uji aPTT.
4. Aktivasi Protombin
Faktor Xa memutuskan dua ikatan peptide pada protombin untuk membentuk trombin.
Aktivasi protombin oleh Xa dipercepat oleh Va, fosfolipid, dan Ca2+. Jika semua komponen
ini ada, protombin diaktivasi hampir 20.000 kali lebih cepat daripada kecepatan yang diperoleh
jika yang ada hanya Xa dan Ca2+. Kecepatan aktivasi maksimal terjadi hanya jika protombin
dan Xa mengandung residu GIa, sehingga mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan
fosfolipid. Platelet yang dimurnikan dapat menggantikan fosfolipid dan faktor Va untuk
memfasilitasi aktivasi protombin secara in vitro, yaitu jika platelet distimulasi untuk
melepaskan platelet endogen faktir Va, atau jika faktor Va ditambahkan secara eksogen ke
platelet yang tidak distimulasi. Permukaan-permukaan platelet yang teragregasi pada lokasi
hemostasis menghimpun faktor-faktor yan dibutuhkan untuk aktivasi protombin.
5. Awal Proses Koagulasi

4
Pembekuan melalui jalur intrinsik diinisiasi secara in vitro ketika faktor XII, prekaliprein,
dan kininogen berbobot molekul besar berinteraksi dengan kaolin, kaca, atau permukaan
lainnya, membentuk sejumlah kecil XIIa. Peristiwa ini diikuti dengan aktivasi XI menjadi Xia
dan IX menjadi IXa, IXa kemudian mengaktivasi X dalam suatu reaksi yang dipercepat oleh
VIIIa, fosfolipid, dan Ca2+. Aktivasi faktor X dan IXa tampaknya terjadi melalui mekanisme
yang sama dengan mekanisme aktivasi protombin dan dapat juga dipercepat oleh platelet
secara in vivo. Aktivasi faktor XII tidak dibutuhkan oleh hemostasis karena pasien dengan
defisiensi faktor XII, prekaliprein, dan kininogen berbobot molekul besar tidak mengalami
perdarahan yang abnormal, meskipun nilai aPTTnya diperpanjang.
Koagulasi diinisiasi secara in vivo melalui jalur ekstrinsik. Pada jalur ini, faktor VII
diaktivasi oleh senyawa yang dibentuknya, yakni faktor Xa. Faktor jaringan mempercepat
aktivasi faktor X oleh VIIa, fosfolipid dan Ca2+ sekitar 300.000 kali lipat. Adanya faktor
jaringan di tempat luka kemungkinan besar memainkan peran utama pada awal proses
hemostasis. Faktor VIIa juga dapat mengaktivasi IX jika terdapat faktor jaringan, yang
memberikan titik persilangan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik.

5
6. Mekanisme Antikoagulan Alami
Aktivasi platelet dan koagulasi biasanya tidak terjadi pada pembuluh darah utuh.
Thrombosis dicegah melalui beberapa mekanisme pengaturan yang membutuhkan endotelium
vaskular normal. Protasiklin (PGI2), yang merupakan metabolit asam arakidonat, disintesis
oleh sel endotelium. PGI2 menghambat agregasi dan sekresi platelet. Antitrombin adalah
protein plasma yang menghambat faktor koagulasi pada jalur intrinsik dan jalur umum.
Proteoglikan heparin sulfat yang disintesis oleh sel-sel endotelium melawan aktivitas
antitrombin. Protein C adalah zymogen plasma yang merupakan homolog faktor II, VII, IX,
dan X, aktivitasnya tergantung pada perikatan Ca2+ ke residu GIa di dalam domain ujung
amino. Kombinasi protein-C-teraktivasi dengan kofaktornya yang mengandung GIa enzimatis
(protein S) menguraikan kofaktor Va dan VIIIa sehingga mengurangi laju aktivasi protombin
dan kovaktor X. protein C diaktivasi oleh trombin hanya jika ada trombomodulin, suatu protein
membrane pada sel-sel endotelium. Seperti hanya antitrombin, protein C tampaknya
memberikan efek antikoagulan di daerah sel endotelium yang utuh. Inhibitor pada jalur faktor
jaringan (TFPI) ditemukan pada fraksi lipoprotein plasma. Bila berikatan pada faktor Xa, TFPI
menghambat faktor Xa dan faktor VIIa, yakni kompleks faktor jaringan. Melalui mekanisme
ini, faktor Xa dapat mengatur produksinya sendiri.
Adapun obat-obatan antikoagulan antara lain sebagai berikut:
1. Heparin
Heparin adalah salah satu jenis obat golongan antikoagulan yang mencegah
pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi
beberapa faktor pembekuan darah. Meningkatkan efek antitrombin III dan menginaktivasi
trombin (demikian juga dengan faktor koagulan IX, X, XI, XII dan plasmin) dan mencegah
konversi fibrinogen menjadi fibrin, heparin juga menstimulasi pembebasan lipase
lipoprotein.
Heparin pertama kali ditemukan dari ekstrak hati pada tahun 1916, dan selanjutnya
kini secara umum didapat dari ekstrak paru sapi atau mucosa usus babi.1 Heparin endogen
merupakan mukopolisakarida yang mengandung sulfat. Secara umum ditemukan di
jaringan manusia dan sel radang seperti sel jaringan ikat (mast). Heparin sulfat terdapat di
sel endotel sepanjang dinding pembuluh darah. Heparin dan heparin sulfat mengikat

6
antitrombin, protein penghambat utama proses koagulasi. Ikatan heparin dan antitrombin
mempercepat daya hambat terhadap serin protease yaitu: faktor IXa, Xa, XIa, XIIa,
kallikrein, dan trombin. Kemudian terjadi hambatan berupa perubahan fibrinogen menjadi
fibrin dan hambatan pengumpulan (agregasi) trombosit oleh trombin. Kegiatan (aktivitas)
antikoagulan bergantung berat molekul heparin. Heparin dengan berat molekul yang
rendah (yang berasal dari mukosa babi) lebih sedikit menyebabkan perdarahan atau HIT
karena lebih sedikit perubahan yang terjadi pada fungsi trombosit dibandingkan dengan
heparin dengan berat molekul yang besar (dari paru sapi). Terdapat 3 macam jalan tempuh
(rute) pemberian heparin: suntikan subkutan, infus intravena berkala, dan infus intravena
terus-menerus.
Kepekatan (konsentrasi) heparin yang sesuai dan penyulit (komplikasi) yang
ditimbulkan minimal adalah 0,2–0,5 unit/ml plasma. Pemantauan dosis heparin dilakukan
dengan pemeriksaan APTT (activated partial thromboplastin time) dan TT (thrombin time).
Heparin dapat disuling-tingkat (fraksinasi) menjadi dua (2) bagian dengan kromatografi
gaya gabung (affinity chromatography) dengan menggunakan antitrombin nirlasak
(immobilized antithrombin). Fraksi pertama, heparin dengan gaya gabung (afinitas) tinggi,
bertanggung jawab untuk hampir semua kegiatan (aktivitas) anti koagulan. Suling-tingkat
(fraksi) kedua, heparin bergaya gabung (afinitas) rendah, tidak mempunyai kegiatan
(aktivitas) anti koagulasi. Kegiatan (aktivitas) antikoagulan dinyatakan dalam satuan nisbi
(relative unit) yaitu bakuan internasional (internasional standard/ IU). Dari proses suling-
tingkat (fraksinasi) di atas didapatkan LMWH suling-tingkat (fraksi) pertama.
a. Penggunaan Heparin
Indikasi penggunaan heparin adalah untuk pencegahan serta pengobatan trombosis
vena dan emboli paru. Pada penggunaan jangka panjang heparin juga dapat bermanfaat
bagi pasien yang mengalami tromboemboli berulang meskipun telah mendapat
antikoagulan oral. Selain itu, pada dosis rendah heparin juga dapat digunakan untuk
pencegahan tromboemboli vena pada pasien beresiko tinggi, misalnya operasi tulang.
b. Farmakokinetik
Absorpsi Heparin tidak di absorpsi secara oral. Karena itu diberikan secara
subkutan atau intravena. Pemberian secara subkutan
bioavaibilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-2 jam tetapi

7
masa kerjanya lebih lama, puncaknya tercapai dalam beberapa
menit, dan lama kerjanya singkat.
Distribusi Ikatan dengan protein sangat tingi. Heparin tidak melalui plasenta
dan tidak terdapat dalam air susu ibu.
Metabolisme Heparin cepat dimetabolisme terutama dihati. Masa paruhnya
tergantung dosis yang digunakan, suntikkan IV 100, 400, atau 800
unit/kgBB memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1,
2 ½ dan 5 jam.
Ekskresi Heparin diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
c. Mekanisme Kerja
Meningkatkan efek antitrombin III dan menginaktivasi trombin (demikian juga
dengan factor koagulan IX, X, XI, XII dan plasmin) dan mencegah fibrinogen menjadi
fibrin, heparin juga menstimulasi pembebaasan lipase lipoprotein (lipase lipoprotein
menghidolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas.
d. Interaksi Dengan Obat Lain
Resiko perdarahan berhubungan dengan heparin dapat ditingkatkan dengan
antikoagula oral (warfarin), trombolitik, dekstran dan obat yang mempengaruhi fungsi
flateled (misalnya aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid, dipiridamo, tiklopidin,
klopidogrel, antagonis IIb/IIIa. Namun heparin masih digunakan bersamaan dengan
terapi trombolitik atau pada awal terapi dengan warfarin unuk memastikan efek
antikoagulan dan melindungi kemungkinan hiperkoagulasi transien, nitrogliserin iv
mungkin menurukan efek antikoagulan heparin.
e. Komplikasi Penggunaan Heparin
Komplikasi utama pemberian heparin adalah perdarahan. Penelitian-penelitian
akhir ini pada pasien tromboemboli vena yang mendapat heparin intravena terjadi
perdarahan kurang dari 3%. Pada perdarahan ringan akibat heparin, cukup diatasi
dengan menghentikan pemberian heparin. Tetapi bila perdarahan cukup berat perlu
dihentikan secara cepat dan tepat dengan pemberian protamin yang diberikan melalui
infus intravena.
Heparin induced trombositopenia (HIT) merupakan efek samping yang penting
pada penggunaan heparin. HIT ringan bersifat sementara, dapat timbul pada sekitar

8
25% pasien. HIT ringan ini terjadi akibat agregasi trombosit yang diinduksi heparin.
Sedangkan HIT berat terjadi akibat terbentuknya antibodi antiplatelet, dan didapat
sekitar 5% pada pasien yang menerima heparin. Para ahli menyarankan jika pasien
rentan terjadi trombositopenia, maka terapi heparin sebaiknya digantikan oleh
fondaparinux.
Penggunaan jangka panjang (selama 4-5 bulan) dengan dosis 15.000 U atau lebih
setiap harinya dari heparin dapat mengakibatkan osteoporosis melalui mekanisme yang
masih dalam penelitian lebih lanjut. Penelitian pada hewan coba menunjukan bahwa
penggunaan heparin ini akan menyebabkan pengeroposan tulang baik dengan
peningkatan resorpsi tulang maupun penurunan laju pembentukan tulang. Kejadian
osteoporosis pada heparin berat molekul rendah lebih kecil dari heparin standar.
Reaksi alergi pada heparin juga bisa terjadi, karena heparin terbuat dari jaringan
hewan. Beberapa penelitian juga telah dilakukan mengenai alergi terhadap heparin,
tetapi karena kurang populer, prevalensinya rendah dan sulit untuk mendiagnosis maka
banyak penelitian yang hasilnya kurang memuaskan. Gambaran pertama dari kasus
alergi pada heparin dilakukan oleh Chernoff tahun 1951. Sejak saat itu, ada beberapa
karya penelitian seperti Serradimigni tahun 1968 yang menggambarkan tiga kasus
alergi terhadap heparin, dan Curry pada 1973. Umumnya hanya satu kasus yang
dijelaskan di setiap publikasi karena ini adalah kasus yang jarang.
2. Warfarin
Warfarin merupakan antikoagulan oral dari derivat 4-hidroksikumarin yang berupa
antagonis vitamin K. Vitamin K ialah kofaktor yang berperan dalam faktor pembekuan
darah II, VII, IX, X yaitu dalam mengubha residu asam glutamat menjadi residu asam
gama-karboksiglutamat. Untuk berfungsi vitamin K mengalami siklus oksidasi dan reduksi
di hati. Warfarin mencegah reduksi vitamjn K teroksidasi sehingga aktivasi faktor-faktor
pembekuan darah terganggu/ tidak terjadi.
Semua derivat 4-hidroksikumarin dan derivat indan-1,3-dion dapat diberikan per
oral, warfarin juga dapat diberikan IM dan IV. Warfarin diabsorpsi lebih cepat dan hampir
sempurna kecepatan absorpsi berbeda untuk tiap individu. Dalam darah warfarin hampir
seluruhnya terikat pada albumin plasma. Ikatan ini tidak kuat dan mudah digeser oleh obat
tertentu misalnya fenilbutazon dan asam mefenamat. Hanya sebagian kecil warfarin yang

9
terdapat dalam bentuk bebas dalam darah, sehingga degradasi dan ekskresi menjadi lambat.
Masa paruh dari warfarin yaitu 48 jam.
Efek terapi baru tercapai 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam plasma, karena
diperlukan waktu untuk mengosongkan faktor-faktor pembekuan darah dalam sirkulasi.
Makin bedar dosis awal, makin cepat timbulnya efek terapi. Tetapi dosis harus tetap
dibatasi agar tidak sampai menimbulkan efek toksik .lama kerja sebanding dengan masa
paruh obat dalam plasma.
Efek toksik yang paling sering akibat pemakaian antikoagilan oral ialah perdarahan
dengan frekuensi 2-4%. Namun, perdarahan juga dapat terjadi pada dosis terapi karena itu
pemberian antikoagulan kral harus disertai pemeriksaan waktu protombin dan pengawasan
terhadap terjadinya perdarahan. Perdarahan hebat memerlukan suntikan vitamin K,
(filokuinon) IV, dan biasanya perdarahan dapat diatasi dalam beberapa jam setelah
penyuntikan.
Antikoagulan oral juga digunakan untuk mencegah progresivitas atau kanbuhnya
trombosis vena dalam atau emboli paru setelah terapi awal dengan heparin. Antikoagulan
oral dikontraindikasikan pada pengakit-penyakit dengan kecenderungan perdarahan,
diskrasia darah, tukak saluran cerna, keguguran yang mengancam, dan tuberkulosis aktif.
3. Klopidogrel
Klopidogrel adalah salah satu obat anti platelet selain aspirin, dipiridamol dan
tiklodipin. Klopidogrel mengurangi agregasi trombosit dengan menghambat jalur ADP
trombosit. Obat-obat ini secara irreversibel menghambat reseptor ADP di trombosit. Tidak
seperti aspirin, obat ini tidak berefek pada metabolisme prostaglandin.
Penggunaan klopidogrel tidak seluas tiklodipin sehingga frekuensi munculnya
toksisitas yang jarang masih belum dapat dipastikan. Obat ini hampir sama dengan
tiklodipin dalam hal juga merupakan prodrug dengan onset kerja lambat. Dosis lazim 75
mg per hari dengan atau tanpa dosis muatan 300 mg. Obat ini ekuivalen dengan aspirin
dalam pencegahan stroke sekunder, dan pada kombinasi dengan aspirin obat ini tampak
seefektif tiklodipin dan aspirin (Quinn and Fitzgerald, 1999).
Klopidogrel memiliki efek samping yang lebih sedikit dari pada tiklodipindan
jarang menyebabkan neutropenia. Purpura trombositopenik trombotik pernah dilaporkan.
Karena profil efek samping yang lebih baik dan kebutuhan dosis yang sederhana
klopidogrel lebih disukai dari tiklodipin.
Efek antitrombosis kopidogrel bergantung pada dosis; dalam 5 jam setelah dosis
oral 300 mg 80% aktivitas trombosit akan terhambat. Masa kerja efek anti trombosit adalah
7-10 hari.
Farmakokinetik klopidogrel yaitu sebagai berikut.

10
Penyerapan: Setelah dosis oral tunggal dan berulang 75 mg per hari, clopidogrel cepat
diserap. Tingkat puncak plasma rata-rata dari clopidogrel yang tidak berubah (sekitar 2,2-
2,5 ng / mL setelah dosis tunggal 75 mg) terjadi sekitar 45 menit setelah pemberian dosis.
Penyerapan setidaknya 50%, berdasarkan ekskresi metabolit clopidogrel urin.
Distribusi: Clopidogrel dan metabolit inaktif utama yang bersirkulasi mengikat secara in
vitro dengan protein plasma manusia (masing-masing 98% dan 94%). Ikatan tidak dapat
diminum secara in vitro hingga konsentrasi 100 mcg / mL.
Metabolisme: Clopidogrel secara ekstensif dimetabolisme oleh hati. In vitro dan in vivo,
clopidogrel dimetabolisme menurut dua jalur metabolisme utama: satu dimediasi oleh
esterase dan mengarah ke hidrolisis menjadi turunan asam karboksilat tidak aktif (85% dari
metabolit bersirkulasi), dan satu dimediasi oleh beberapa sitokrom P450. Sitokrom
pertama-tama mengoksidasi clopidogrel menjadi metabolit menengah 2-okso-clopidogrel.
Metabolisme lanjutan dari metabolit antara 2oxo-clopidogrel menghasilkan pembentukan
metabolit aktif, turunan tiol dari clopidogrel. Secara in vitro, jalur metabolisme ini
dimediasi oleh CYP3A4, CYP2C19, CYP1A2 dan CYP2B6. Metabolit tiol aktif, yang
telah diisolasi secara in vitro, berikatan dengan cepat dan ireversibel dengan reseptor
trombosit, sehingga menghambat agregasi trombosit.
Eliminasi: Mengikuti dosis oral clopidogrel berlabel 14C pada manusia, sekitar 50% dari
total radioaktivitas diekskresikan dalam urin dan sekitar 46% dalam tinja selama 5 hari
pasca
Setelah dosis tunggal 75 mg oral, clopidogrel memiliki waktu paruh sekitar 6 jam.
Waktu paruh eliminasi metabolit asam tidak aktif adalah 8 jam setelah pemberian tunggal
dan berulang. Ikatan kovalen ke trombosit menyumbang 2% dari radiolabel dengan waktu
paruh 11 hari. Dalam plasma dan urin, glukuronida dari turunan asam karboksilat juga
diamati.

11
BAB III

METODE KERJA

3.1. Alat dan Bahan


a. Alat
1) Alat suntik
2) Jarum oral (kanula)
3) Jarum iv
4) Timbangan hewan
5) Gunting
6) Timbangan analitik
7) Kapas
8) Gelas ukur
9) Lumping
10) Stemper
11) Spatel
12) Sudip
13) Jarum
14) Stopwatch
15) Beaker Glass
16) Tube plastic
17) Thermometer

b. Bahan
1) Warfarin
2) Heparin
3) Klopidogrel
4) Aquades
5) Na CMC
6) NaCl fisiologis

12
3.2. Cara Membuat Suspensi Na CMC 50 ml
a. Alat dan bahan disiapkan.
b. Air panas sebanyak 1 ml disiapkan.
c. Na CMC sebanyak 0,05 g ditimbang.
d. Air 1 ml yang telah dipanaskan dituang ke dalam lumpang, lalu Na CMC dimasukkan ke
dalam lumpang, diaduk secara searah hingga Na CMC mengembang.
e. Setelah Na CMC mengembang, ditambahkan air 49 ml kedalam lumpang secara perlahan-
lahan, sambil diaduk.

3.3. Cara Membuat Suspensi Obat Antikoagulan


a. Obat antikoagulan disiapkan.
b. Suspensi Na CMC diambil sebanyak 5 ml lalu dituangkan ke dalam lumping.
c. Obat disuspensikan ke dalam suspense Na CMC lalu digerus hingga tercampur
homogen.

3.4. Prosedur Kerja


a. Hewan coba hendaknya dipuasakan semalam sebelum percobaan.
b. Sebelum digunakan hewan tersebut harus terlebih dahulu ditimbang.
c. Diberikan tanda pada hewan tertentu dari hewan coba untuk menyatakan berat hewan coba.
d. Dosis pemberian antikoagulan dan VAO-nya dihitung sebelum diberikan.
e. Obat antikoagulan diinjeksikan ke hewan percobaan.
f. 30 menit setelah diinjeksi, ekor mencit dipotong dengan alat pemotong yang tajam kira-
kira 3 mm dari ujung paling distal.
g. Ekor mencit cepat-cepat dicelupkan ke dalam NaCl fisiologis.
h. Waktu perdarahan dicatat mulai pada saat ekor dipotong sampai darah berhenti mengalir.
i. Waktu perdarahan antara control dengan perlakuan antara kelompok-kelompok obat lain
dibandingkan.
j. Hasil dibahas dan disimpulkan.

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
a. Perhitungan Dosis

BB Dosis
Kel Obat Konsentrasi Perhitungan
Mencit Manusia
0,025 Kontrol VAO = 0,05 ml
1 0,1% -
kg Negatif
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
5 mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
0,083 mg/kg
Dosis Hewan =
0,081
0,031 Suspensi Dosis Hewan = 1,028 mg/kg
2 2mg/5ml 5 mg
kg Warfarin
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
𝐕𝐀𝐎 = 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,031 kg × 1,028 mg/kg
VAO =
2 mg/5 ml
VAO = 0,075 ml
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
10000 IU 3
= Dosis Hewan × [ ]
0,027 Suspensi 60 kg 37
3 5000 IU/ml 10000 IU
kg Heparin 166,67 IU/kg
Dosis Hewan =
0,081
Dosis Hewan = 2057,6 IU/kg

14
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
𝐕𝐀𝐎 = 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,027 kg × 2057,6 UI/kg
VAO =
5000 UI/ml
VAO = 0,01 ml
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
300mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
5 mg/kg
Dosis Hewan =
0,081
Suspensi
0,026 Dosis Hewan = 61,5 mg/kg
4 Klopidog 75mg/5ml 300 mg
kg
rel
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
𝐕𝐀𝐎 = 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,026kg × 61,5mg/kg
VAO =
75mg/5ml
VAO = 0.10 ml

b. Hasil Pengamatan

No Kelompok Obat Waktu Berhenti Mengalirnya Darah (menit)

1 1 Suspensi Na CMC 02:20.56

2 2 Suspensi Warfarin 10:48.00

- Darah yang mengalir sedikit : 00:45.00


3 3 Suspensi Heparin - Darah yang mengalir mulai banyak : 11:02.91
- Darah belum berhenti mengalir : 30:00.00

4 4 Suspensi Klopidogrel 04:41.02

15
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengujian efek obat antikoagulan pada empat mencit
yang mempunyai bobot badan yang berbeda. Masing-masing mencit diperlakukan dengan
perlakuan yang berbeda pula. Pada mencit pertama diinjeksikan secara oral dengan
menggunakan suspense Na CMC sebagai kontrol negatif. Pada mencit kedua, dan keempat
diinjeksikan obat yang berbeda secara oral dengan suspensi warfarin dan suspensi
klopidogrel. Sedang pada mencit ketiga diinjeksikan suspense obat heparin secara
intraparenteral.

Sebelum diinjeksikan dengan obat, mencit terlebih dahulu dipuasakan selama satu
malam. Berpuasa pada mencit bertujuan untuk mengakuratkan hasil percobaan nantinya,
supaya hasil yang didapat sebenar-benarnya tidak dipengaruhi oleh makanan, minuman
atau obat-obat lain bahkan fisiologis tubuh yang mungkin mempengaruhi hasil percobaan.
Setelah mencit puasa, diberikan obat yang berbeda pada masing-masing mencit.
Sebelumnya, mencit ditimbang berat badannya terlebih dahulu untuk menentukan nilai
VAO pada mencit supaya tidak menimbulkan toksisitas atau kurangnya dosis obat yang
akan diberikan. Kemudian setelah mencit diinjeksikan dengan obat, mencit dibiarkan
selama 30 menit guna untuk memberikan waktu kepada obat tersebut untuk berinteraksi
memberikan efeknya ke dalam tubuh mencit. Semua suspense diinjeksikann secara oral
kepada mencit kecuali suspensi obat heparin. Suspense heparin diinjeksikan secara
intraperitoneal dikarenakan heparin tidak dapat diabsorbsi di jalur gastrointestinal.

Setelah 30 menit dilakukan pemotongan pada ujung bagian distal dari ekor mencit.
Dilakukan pemotongan pada ujung bagian distal pada ekor mencit dikarenakan mencit
termasuk hewan vertebrata, dimana pada hewan vertebrata terdapat vena kaudal yang
merupakan vena terbesar pada ekor hewan vertebrata. Vena kaudal ini mengarah langsung
ke vena cava inferior. Vena ini merupakan salah satu tempat diambilnya darah pada
spesimen mencit.

Setelah dilakukan pemotongan pada ekor mencit, ekor mencit dengan cepat
dimasukkan ke dalam larutan NaCl fisiologis. NaCl fisiologis merupakan cairan kristaloid
isotonis yang sedikit hipertonik dengan komposisi natrium dan klorida yang lebih tinggi

16
dari plasma. Cairan ini tidak mengandung kalsium sehingga digunakan untuk dilusi produk
transfusi darah, supaya tidak timbul kemungkinan terjadinya gangguan dengan
antikoagulan sitrat. Pemberian NaCl fisiologis pada sel darah akan menghasilkan sel darah
merah yang ukurannya tetap normal karena larutan NaCl fisiologis adalah larutan isotonis,
yaitu larutan yang mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan cairan, dikatakan bahwa
yang isotonis dengan yang lainnya jika suatu larutan yang digunakan benkontak dengan
sel, air akan masuk ke dalam sel karena perbedaan osmotik dari larutan di sekitarnya.
Larutan NaCl fisiologis merupakan larutan NaCl 0,9%. Jika diberikan larutan NaCl dengan
konsentrasi yang lebih besar akan menyebabkan sel darah merah yang mengkerut dari
ukuran normalnya, sedang jika diberikan NaCl dengan konsentrasi yang lebih rendah dari
NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya hemolisis pada sel.

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan data waktu behentinya keluar darah pada ekor
mencit berbeda-beda pada setiap kelompok. Pada kelompok 1 yang menggunakan suspensi
Na CMC waktu berhentinya keluar darah dari mencit sebanyak 2 menit 2,56 detik. Pada
kelompok 2 yang menggunakan suspensi warfarin waktu berhentinya keluar darah dari
mencit sebanyak 10 menit 48 detik. Pada kelompok 3 yang menggunakan suspensi heparin
sampai kemenit 30 darah belum juga berhenti mengalir. Dan Pada kelompok 4 yang
menggunakan suspensi klopidogrel waktu berhentinya keluar darah dari mencit sebanyak
4 menit 41,02 detik.

Pada mencit pertama yang diberikan suspensi Na CMC dijadikan sebagai kontrol
negatif berfungsi sebagai pembanding. Hal ini dilakukan agar pengamatannya
mendapatkan hasil yang cukup signifikan sehingga dapat dengan mudah membandingkan
efek dari masing-masing obat antikoagulan yang telah disuntikkan ke hewan mencit.

Pada mencit kedua yang diberikan suspensi warfarin didapati bleeding time yang lebih
lama dibandingkan dengan mencit kontrol. Warfarin merupakan antikoagulan yang bekerja
dihati dengan menghambat sintesis vitamin K dan protein prekursornya. Warfarin bekerja
dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari protrombin sehingga dapat
menghentikan atau menghambat pembentukan fibrin dari fibronegen didalam darah
sehingga darah sukar membeku.

17
Pada mencit ketiga yang diberikan suspensi heparin didapati bleeding time yang lebih
lama dibandingkan dengan mencit kontrol. Heparin juga memimiki efek antikoagulasi, hal
ini disebabkan karena heparin dapat meningkatkan aktivitas antitrombin, dan sebaliknya
heparin dapat menurunkan aktivias trombin sehingga darah sukar membeku.

Pada mencit keempat diberikan suspensi klopidogrel didapati bleeding time yang lebih
cepat daripada kontrol. Hal tersebut telah sesuai kerena fungsi dari klopidogrel yaitu
sebagai antikoagulan serta mencegah trombosit (platelet) saling menempel membentuk
gumpalan darah sehingga perdarahan pada mencit yang diberikan obat tersebut
berlangsung lebih cepat.

Berdasarkan teori yang didapat, warfarin mempunyai onset kerja obat selama 8-12 jam
setelah pemberian obat, dan pada literature lain disebutkan warfarin mempunyai onset kerja
obat selama 24 jam setelah pemberian obat dan dapat mengalami penundaan efek
puncaknya selama 72-96 jam. Sedangkan durasi kerja obat pada warfarin yaitu selama 2-5
hari. Untuk obat heparin mempunyai onset kerja obat langsung setelah dilakukan injeksi
obat dan ditunda sampai 20-60 menit jika diinjeksikan secara subkutn. Sedang durasi kerja
dari obat heparin tidak ditemukan di literatur, pada literature hanya disebutkan t1/2 dari
heparin yaitu selama 1-2 jam. Untuk obat klopidogrel mempunyai onset kerja obat 5 jam
setelah pemberian obat dimana 80% aktivitas trombosit akan dihambat. Sedang durasi kerja
dari obat klopidogrel selama 7-10 hari. Berdasarkan teori tersebut maka seharusnya mencit
yang diinjeksikan dengan obat warfarin akan mengalami perdarahan paling lama,
kemudian klopidogrel lalu heparin dikarenakan onset kerja warfarin paling lama diantara
obat yang lain.

Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, mencit yang diinjeksikan dengan suspensi
heparin mengalami perdarahan paling lama kemudia warfarin lalu klopidogrel. Pada hal
ini, mencit yang diinjeksikan dengan suspense klopidogrel mengalami perdarahan selama
4 menit 41,02 detik. Onset kerja dari obat klopidogrel yaitu sebesar 5 jam setelah
pemberian obat. Sedang pada praktikum ini rentang waktu pemberian obat dengan
pemotongan ekor hanya 30 menit. Dari hal tersebut dapat diketahui waktu untuk obat
klopidogrel tersebut bekerja masih kurang dari semestinya, maka dari itu pada menit ke 4
lebih 41,02 detik sudah terbentuk adanya koagulasi darah pada ekor mencit. Begitu juga

18
pada mencit yang diinjeksikan dengan suspense warfarin yang mengalami perdarahan
selama 10 menit 48 detik. Onset kerja dari obat warfarin itu sendiri selama 8-12 jam setelah
pemberian obat, dan pada literatur lain disebutkan warfarin mempunyai onset kerja obat
selama 24 jam setelah pemberian obat dan dapat mengalami penundaan efek puncaknya
selama 72-96 jam. Dan rentang waktu antara pemberian obat warfarin dan pemotongan
ekor mencit juga sama yaitu selama 30 menit. Dengan waktu selama 30 menit tersebut
dapat diketahui bahwa obat warfarin belum bisa melakukan kerjanya sebagai antikoagulan.
Maka dari itu pada menit ke 10 lebih 48 detik terjadi koagulasi pada ekor mencit. Terdapat
perbedaan lama koagulasi antara mencit yang diberi obat warfarin dan klopidogrel, padahal
keduanya sama-sama diberi waktu 30 menit di bawah onset obat dari kedua obat tersebut.
perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan panjang pemotongan pada setiap
mencit dikarenakan pengukuran panjang pemotongan ekor tersebut dilakukan oleh orang
yang berbeda dan penggaris yang berbeda. Selain itu, anatomis dari menit itu sendiri juga
dapat mempengaruhi banyak sedikitnya perdarahan yang terjadi pada mencit.

Sedang pada mencit yang diinjeksikan dengan suspense heparin mengalami perdarhan
yang cukup lama yakni perdarahan belum berhenti sampai menit ke 30. Heparin
diinjeksikan ke mencit secara intraperitoneal, oleh karena itu mempunyai onset kerja obat
yang segera setelah dilakukan penginjeksian. Setelah 30 menit dari penginjeksian obat
dapat dipastikan obat heparin tersebut sudah bekerja pada mencit untuk menghambat
koagulasi darah. Maka dari itu setelah dilakukan pemotongan pada ekor mencit terjadi
perdarahan yang lama pada mencit. Sampai menit ke-30 perdarahan belum juga berhenti
karena heparin sendiri mempunyai waktu paruh obat selama 1-2 jam. Maka dapat
dipastikan selama waktu itu heparin masih bekerja untuk menghambat koagulasi darah.

Pada penggunaan klinis, heparin lebih sering digunakan sebagai antikoagulan daripada
warfarin. Selain karena memiliki onset kerja yang lebih cepat, heparin juga lebih aman
daripada warfarin dikarenakan heparin tidak dapat menembus plasenta dan tidak dapat
menyebabkan malformasi pada fetus.

19
BAB V

KESIMPULAN

1. Obat antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan darah dengan jalan menghambat
pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah.
2. Koagulan adalah zat atau obat yang dapat menghambat atau menghentikan proses
penggumpalan darah.
3. Heparin, warfarin, dan klopidogrel merupakan obat yang termasuk antikoagulan dikarenakan
kerjanya yaitu memcegah koagulasi darah.
4. Bleeding time merupakan suatu parameter yang dapat memonitor status fungsi trombosit,
dengan cara mengamati waktu perdarahannya mulai dari terjadinya perdarahan sampai
terbentuk bekuan darah pada luka tersebut.
5. Hasil pengamatan menyatakan bahwa semua mencit yang diinjeksikan dengan obat
antikoagulan mengalami perdarahan yang lebih lama daripada mencit control yang diberikan
suspense Na CMC.
6. Hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan teori dapat disebabkan karena faktor dari
kesalahan praktikan dan kondisi fisiologis dari masing-masing individu hewan percobaan
selama perlakuan dan juga faktor lingkungan, posisi ekor, dan cara pemotongan ekor pada
mencit serta rute pemberian obat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Plavix. Diakses dari


https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2009/020839s044lbl.pdf pada 7
April 2019.

Anonim. Farmakokinetik. Diambil dari Direktori File UPI pada 8 April 2019.

Anonim. Coumadin® Tablets (Warfarin Sodium Tablets, Usp) Crystalline Coumadin® For
Injection (Warfarin Sodium For Injection, Usp). Diakses dari
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2010/009218s108lbl.pdf pada 8
April 2019.

B. Mulyadi, dan J. Soemasono. 2007. Indonesian Journal Of Clinical Pathology And Medical
Laboratory. Diakses dari
https://indonesianjournalofclinicalpathology.org/index.php/patologi/article/download/913/6
40.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Erlanda, Wiza dan Karan, Yerizal. 2018. Penggunaan Antikoagulan pada Penyakit Ginjal Kronik.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2).
Goodman & Gildman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10, Vol 4: 1433-2008.
Diterjemahkan oleh Tim Ahli Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Ido, Posangi. 2012. Penatalaksanaan Cairan Perioperatif Pada Kasus Trauma. Jurnal Biomedik,
Volume 4, Nomor 1, hlm. 5-12.

Isnanta, Rahmat. Dkk. Antikoagula Pada Atrial Fibrilasi. Diakses dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/62797/5_644256781006012433.p
df?sequence=1&isAllowed=y pada 05 April 2019.

Katzung, B.G., Masters, S.B. danTrevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2,Edisi
12,Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

21
Siswanto. 2017. Darah Dan Cairan Tubuh. Denpasar: Universitas Ubaya.

22
LAMPIRAN

NO. Keterangan Gambar


1. Pemberian control negative Na CMC

2. Pemberian suspensi warfarin

3. Pemberian suspensi heparin

23
4. Pemberian suspensi klopidogral

24

Anda mungkin juga menyukai