Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI III

ANALGETIKA DAN HUBUNGAN DOSIS-RESPON

Dosen Pembimbing: Marvel Chaidir, M. Si., Apt.

Kelompok 1D

Ghina Khalidah 11171020000076


Alvinia Maulidiah 11171020000086
Salsabila Ineke Putri 11171020000088
Khaerunnisa 11171020000090
Retno Tri Rahayu 11171020000094
Jihan Istiqomah 11171020000096

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

MARET/2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................................................................ 1
BAB II ............................................................................................................................................................. 2
TEORI ............................................................................................................................................................. 2
BAB III ............................................................................................................................................................ 6
METODE KERJA ............................................................................................................................................. 6
BAB IV............................................................................................................................................................ 8
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................................. 8
4.1 Hasil..................................................................................................................................................... 8
4.2 Pembahasan ...................................................................................................................................... 13
BAB V........................................................................................................................................................... 18
KESIMPULAN ............................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 19
LAMPIRAN ................................................................................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang mungkin pernah merasakan nyeri. Nyeri menurut International Association
for the Study of Pain (IASP) merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia, atau
listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu. Ketika sesorang merasakan nyeri, biasanya akan
mengkonsumsi pereda nyeri yang dapat dibeli secara bebas di apotek atau toko obat, dan bila sudah
tidak tertahankan, terkadang harus dibawa ke rumah sakit.

Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
atau obat-obat penghilang rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk
membantu meredakan rasa sakit. Golongan obat analgetik dibagi menjadi dua yaitu analgetik
opiod/narkotik dan analgetik non opiod. Analgetik opiod merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini dugunakan untuk menghilangkan
rasa nyeri seperti pada fraktura atau kanker. Analgetik non opiod adalah kelompok obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja di sentral. Penggunaannya cenderung mampu menghulangkan
rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem saraf pusat.

Maka dari itu dengan dilakukannya praktikum ini, mahasiswa farmasi diharapkan dapat
mengetahui obat analgetik yang paling tepat digunakan sebagai obat penghilang rasa nyeri baik
dari segi farmakokinetik dan farmakodinamik yang dimiliki oleh obat tersebut.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgesik suatu
obat.
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian berbagai
dosis analgetika.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis-respon.
BAB II

TEORI

Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya
akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris dan
emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam
kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang
adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang otot (Tjay 2007).

Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot, tulang,
dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat
dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya substansi
P (Guyton & Hall 1997; Ganong 2003).

Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan prostaglandin
merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan
lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga
terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan
disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via
sumsum belakang, sumsum-lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan
ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay & Rahardja 2007).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di
jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh
rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan
tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain
dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung
saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan
organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari
tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan

2
otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana
impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay 2007).

Obat-obat yang dapat mengatasi nyeri digolongkan dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Analgetik yang bekerja sentral, misal morfin dan sejenisnya.

2. Analgetik yang bekerja perifer.

Pada pemakaian yang tidak hati-hati obat-obat dalam kelopok pertama dapat menimbulkan
ketergantungan, sedangkan kelompok kedua ada kalanya dapat berefek sebagai antipiretik
(Asetosal) dan efek anti radang (Fenilbutazon) selain sebagai analgetik.

Beberapa obat yang termasuk obat analgetik yaitu tramadol, novalgin, dan ketorolac.
Tramadol merupakan analgetik yang bekerja di sentral yang memiliki afinitas sedang pada reseptor
mu (µ) dan afinitasnya lemah pada reseptor kappa dan delta opioid. Obat golongan opioid sendiri
telah banyak digunakan sebagai obat anti nyeri kronis dan nyeri non-maligna.

Tramadol tergolong dalam opioid sintetik lemah, sehingga dapat berikatan dengan reseptor
morfin pada tubuh manusia. Obat ini memiliki efektifitas yang sama dengan morfin atau miperidin
walaupun reseptor tramadol berjumlah lebih sedikit. Tramadol mengikat reseptor µ-opiod,
sehingga menyebabkan potensi kerja tramadol menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan
morfin. Reseptor opioid akan diaktifkan oleh peptide endogen dan juga eksogen ligand. Reseptor-
reseptor ini terdapat pada banyak organ, seperti thalamus, amygdala dan juga ganglia dorsalis. 8
Melalui pengikatan dengan neuron dopaminergik maka akan memodulasi terjadinya hiperkarbia,
hipoksemia, miosis dan juga pengurangan motilitas pada saluran cerna. Di hati, obat ini akan
mengalami konversi menjadi O-dysmetil tramadol, yang merupakan metabolit aktif yang memiliki
pontensi kerja yang lebih besar dibandingkan dengan tramadol. Obat ini dieksresi melalui ginjal.
Tramadol berwarna putih, pahit, berbentuk kristal dan tidak berbau.

3
Gambar : Rumus Bangun Tramadol

Tramadol dapat diberikan secara oral, i.m. atau i.v. dengan dosis 50-100 mg dan dapat
diulang setiap 6-7 jam dengan dosis maksimal 400 mg per hari.19,20Kadar terapeutik dalam darah
berkisar antara 100-300 ng/ml. Obat ini dapat melakukan penetrasi pada sawar darah dengan baik,
sehingga konsentrasi tramadol dapat dihitung pada cairan serebrospinal.21 9

Tramadol 3mg/kg yang diberikan secara oral, i.m. atau i.v. efektif pada pengobatan nyeri
sedang hingga berat. Penurunan yang nyata keadaan menggigil setelah operasi yang telah tercatat
pada pasien yang ditangani dengan obat ini dan efek depresi pernafasan yang minimal merupakan
keuntungan dari obat ini. Tramadol memperlambat pengosongan lambung, meskipun efeknya
kecil dibandingkan dengan opioid lain. Selain itu, tramadol juga dapat menyebabkan sensasi
berputar, konstipasi, pusing, dan penurunan kesadaran. Penggunaan tramadol sebaiknya
dihentikan bila didapatkan gejala seperti kejang, nadi lemah, dan kesulitan bernafas.

Novalgin adalah obat yang mengandung bahan aktif metamizole Na atau dipirone. Obat ini
termasuk dalam golongan obat anti inflamasi non-steroid. Metamizole Na atau dipirone
merupakan derivate metansulfonat dari aminopirin, yang memiliki efek analgetik, antipiretik,
spasmolitik dan juga mempunyai efek anti inflamasi yang lemah. Keamanan pemakaian obat ini
diragukan, sebaiknya obat ini hanya diberikan saat dibutuhkannya analgesik-antipiretik suntikan
atau pasien tidak tahan tahan terhadap analgesik-antipiretik yang lebih aman. Metamizole Na atau
dipirone mempunyai beberapa indikasi diantaranya adalah nyeri akut dan kronik, nyeri kepala,
nyeri pasca trauma atau saat tindakan bedah, nyeri otot dan nyri kolik.

Ketorolak merupakan analgesik poten dengan anti-inflamasi sedang. Ketorolak merupakan


satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral. Absorbsi oral dan intramuskular
berlangsung cepat mencapai puncak dalam 30-50 menit. Bioavailabilitas oral 80% dan hampir

4
seluruhnya terikat protein plasma. Ketorolak IM sebagai analgetik pascabedah memperlihatkan
efektivitas sebanding meperidin dosis umum. Masa kerjanya lebih panjang dan efek sampingnya
lebih ringan. Dosis intramuskular 30-60 mg, IV 15-30 mg dan oral 5-30 mg. Efek sampingnya
berupa nyeri ditempat suntikan, gangguan saluran cerna, kantuk, pusing dan sakit kepala.

5
BAB III

METODE KERJA

3.1. Alat dan Bahan


a. Mencit 3 ekor
b. Obat
1) Tramadol
Dosis : 400 mg/ 60 kg (dosis manusia)
Konsentrasi : 50 mg/ml
2) Novalgin
Dosis : 2500 mg/ 60 kg (dosis manusia)
Konsentrasi : 500 mg/ml
3) Ketolorak
Dosis : 120 mg/ 60 kg (dosis manusia)
Konsentrasi : 30 mg/ml
c. Timbangan hewan
d. Alat suntik
e. Alat untuk pengujian
f. Stopwatch
3.2. Prosedur Kerja
a. Metode Jentik Ekor (Tail Flick)
Rangsang nyeri yang digunakan dalam metode ini berupa air panas dengan suhu 55°C
dimana ekor mencit dimasukkan ke dalam air panas akan merasakan nyeri panas dan ekor
dijentikkan ke luar dari air panas tersebut.
1) Masing-masing mencit ditimbang, diberi nomor, dan dicatat.
2) Sebelum pemberian obat, waktu yang diperlukan mencit untuk menjentikkan ekornya
ke luar dari panas dihitung dengan menggunakan stopwatch. Tiap rangkaian
pengamatan dilakukan tiga kali selang 2 menit. Pengamatan pertama diabaikan, hasil
pengataman terakhir dirata-ratakan dan dicatat sebagai respon normal masing-masing
tikus.

6
3) Obat disuntikkan secara intramuscular atau intaperitoneal dengan dosis yang telah
dikonversikan ke dosis mencit.
4) Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 setalah pemberian obat.

b. Metode Pelat Panas (Hot Plate)


Rangsang nyeri yang digunakan berupa lantai kandang yang panas (55°-56°). Rasa nyeri
panas pada kaki mencit menyebabkan respon mengangkat kaki depan dan jilat. Rata-rata
hewan mencit akan memberikan respon dengan metode ini dalam waktu 3 sampai 6 detik.
5) Masing-masing mencit ditimbang, diberi nomor, dan dicatat.
6) Sebelum pemberian obat, waktu yang diperlukan mencit untuk menjentikkan ekornya
ke luar dari panas dihitung dengan menggunakan stopwatch. Tiap rangkaian
pengamatan dilakukan tiga kali selang 2 menit. Pengamatan pertama diabaikan, hasil
pengataman terakhir dirata-ratakan dan dicatat sebagai respon normal masing-masing
tikus.
7) Obat disuntikkan secara intramuscular atau intaperitoneal dengan dosis yang telah
dikonversikan ke dosis mencit.
8) Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 setalah pemberian obat.

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
a. Perhitungan Dosis

Kelompok 1
Mencit BB Dosis
Obat Konsentrasi Perhitungan
ke- Mencit Manusia
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
400 mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
6,667mg/kg
Dosis Hewan =
0,081
Dosis Hewan = 82,304 mg/kg
0,025 400 mg/60
1 Tramadol 50 mg/ ml
kg kg
𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,025 kg × 82,304 mg/kg
VAO =
50 mg/ml
VAO = 0,041 ml

𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧


𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
0,024 2500mg/60 2500mg 3
2 Novalgin 500 mg/ ml
kg kg = Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
41,667 mg/kg
Dosis Hewan =
0,081

8
Dosis Hewan = 514,403 mg/kg

𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,024 kg × 514,403 mg/kg
VAO =
500 mg/ml
VAO = 0,025 ml
Kelompok 2
Mencit BB Dosis
Obat Konsentrasi Perhitungan
ke- Mencit Manusia
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
400 mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
6,67mg/kg
Dosis Hewan =
0,081
Dosis Hewan = 82,11 mg/kg
0,028 400 mg/60
1 Tramadol 50 mg/ ml
kg kg
𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,028 kg × 82,11 mg/kg
VAO =
50 mg/ml
VAO = 0,04 ml

𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧


𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
0,022 120 mg/60 ×
2 Ketorolac 30 mg/ ml 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
kg kg
120mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37

9
2 mg/kg
Dosis Hewan =
0,081
Dosis Hewan = 24, 67 mg/kg

𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,022 kg × 24, 67 mg/kg
VAO =
30 mg/ml
VAO = 0,018 ml

Kelompok 3
Mencit BB Dosis
Obat Konsentrasi Perhitungan
ke- Mencit Manusia
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
400 mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
6,667mg/kg
Dosis Hewan =
0,081
Dosis Hewan = 82,304 mg/kg
0,030 400 mg/60
1 Tramadol 50 mg/ ml
kg kg
𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,030 kg × 82,3 mg/kg
VAO =
50 mg/ml
VAO = 0,04 ml

10
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
2500mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
41,67 mg/kg
Dosis Hewan =
0,081
Dosis Hewan = 514,4 mg/kg
0,027 2500mg/60
2 Novalgin 500 mg/ ml
kg kg
𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,074 kg × 514,4 mg/kg
VAO =
500 mg/ml
VAO = 0,027 ml

Kelompok 4
Mencit BB Dosis
Obat Konsentrasi Perhitungan
ke- Mencit Manusia
𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧
𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
400 mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
6,67mg/kg
Dosis Hewan =
0,027 400 mg/60 0,081
1 Tramadol 50 mg/ ml
kg kg
Dosis Hewan = 82,11 mg/kg

𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥

11
0,027 kg × 82,041 mg/kg
VAO =
50 mg/ml
VAO = 0,0442 ml

𝐇𝐄𝐃 = 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧


𝒉𝒆𝒘𝒂𝒏 (𝒌𝒎)
×
𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 (𝒌𝒎)
120mg 3
= Dosis Hewan × [ ]
60 kg 37
2 mg/kg
Dosis Hewan =
0,081

0,024 120 mg/60 Dosis Hewan = 24, 6 mg/kg


2 Ketorolac 30 mg/ ml
kg kg
𝐕𝐀𝐎
𝐦𝐠
𝐁𝐁 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐭 (𝐤𝐠) × 𝐃𝐨𝐬𝐢𝐬 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧 ( )
𝐤𝐠
= 𝐦𝐠
𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 ( )
𝐦𝐥
0,024 kg × 24, 6 mg/kg
VAO =
30 mg/ml
VAO = 0,019 ml
b. Hasil Praktikum
1) Respon Normal

Durasi (Detik)
Nama BB VAO
Kelompok Metode
Obat (kg) (ml)
Rata-
1 2 3
Rata

Tail Flick Tramadol 0,025 0,041 01 : 50 01 : 40 01 : 45 01 : 45


1D
Hot Plate Novalgin 0,024 0,025 01 : 50 00 : 75 01 : 02 01 : 09

Hot Plate Tramadol 0,028 0,040 01 : 75 01 : 45 00 : 97 01 : 39


2D
Tail Flick Ketorolac 0,022 0,018 00 : 59 00 : 75 01 : 14 00 : 83

3D Tail Flick Tramadol 0,030 0,027 01 : 30 01 : 66 02 : 22 01 : 73

12
Hot Plate Novalgin 0,027 0,040 05 : 52 04 : 32 06 : 02 05 : 29

Hot Plate Tramadol 0,027 0,044 05 : 03 03 : 02 02 : 08 03 : 38


4D
Tail Flick Ketorolac 0,024 0,019 02 : 05 02 : 06 03 : 00 02 : 37

2) Metode Tail Flick

Durasi (Detik)
Rute Nama BB VAO
Kel
Obat Obat (kg) (ml)
5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’

1D Tramadol 0,025 0,041 01:15:37 02:57:87 15:00:55 - - -


IM
2D Ketorolac 0,022 0,018 00:03:54 00:02:59 00:01:45 00:01:84 00:02:22 00:03:98

3D Tramadol 0,030 0,027 00:03:00 01:17:00 02:32:00 04:23:00 01:45:00 06:16:00


IP
4D Ketorolac 0,024 0,019 00:02:06 00:01:37 00:01:39 00:02:05 00:01:70 00:01:40

3) Metode Hot Plate

Durasi (Detik)
Rute Nama BB VAO
Kel
Obat Obat (kg) (ml)
5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’

1D Novalgin 0,025 0,041 00:01:77 00:01:02 00:00:66 00:00:62 00:02:60 00:01:68


IM
2D Tramadol 0,022 0,018 00:02:64 00:02:38 00:01:85 00:02:01 00:02:16 00:01:55

3D Novalgin 0,030 0,027 00:22:00 00:12:00 00:18:00 00:24:00 00:06:00 00:14:00


IP
4D Tramadol 0,024 0,019 - - - - - -

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengujian efek dari obat analgetik pada mencit yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan obat menghilangkan atau mencegah kesadaran sensasi
nyeri yang ditimbulkan secara eksperimental dengan menggunakan metode tail flick dan
metode hot plate. Setiap kelompok menggunakan 2 mencit betina dengan obat dan rute

13
pemberian obat yang berbeda. Ada tiga jenis obat analgetik yang digunakan dalam praktikum
ini yaitu tramadol, novalgin, dan ketorolac.

Sebelum dilakukan pemberian obat kepada mencit, terlebih dahulu dilakukan


pengukuran waktu respon normal pada masing-masing mencit, baik dengan menggunakan
metode tail flick maupun metode hot plate. Bedasarkan hasil pengamatan, diperoleh respon
normal rata-rata pada mencit dengan menggunakan metode tail flick sebesar 1,59 detik, dan
dengan menggunakan metode hot plate sebesar 3,72 detik.

Respon nyeri pada mencit ditimbulkan secara eksperimental dengan menggunakan


dua metode, yaitu metode tail flick dan metode hot plate. Pada metode tail flick, respon
rangsang diberikan ketika ekor mencit dikibaskan. Metode ini digunakan dalam menentukan
sensitivitas rasa sakit pada hewan dengan mengukur respon penghindaran ketika rasa sakit
disebabkan oleh panas radiasi dari sumber untuk ekor hewan. Obat analgetik yang diberikan
kepada mencit dalam metode tail flick ada dua macam, yaitu tramadol dan ketorolac.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada mencit yang diberikan obat tramadol
secara intamuskular pada menit ke-5, ke-10, dan ke-15 memiliki waktu respon secara berturut-
turut selama 1 menit 15,37 detik, 2 menit 57,87 detik, dan 15 menit 0,55 detik. Sedangkan
pada mencit yang diberikan obat tramadol secara intraperitoneal pada menit ke-5, ke-10, ke-
15, ke-20, ke-25, dan ke-30 memiliki waktu respon secara berturut-turut selama 3 detik, 1
menit 17 detik, 2 menit 32 detik, 4 menit 23 detik, 1 menit 45 detik, dan 6 menit 16 detik.
Berdasarkan hasil tersebut, maka pemberian obat tramadol pada mencit dengan rute
intramuskular lebih baik daripada rute intraperotoneal dikarenakan dengan rute intramuskular
obat mempunyai kemampuan untuk menghilangkan kesadaran sensasi nyeri lebih baik
daripada dengan rute intaperitoneal.

Obat yang kedua yaitu ketorolak. Diperoleh hasil pengamatan melalui rute
intramuskular pada menit ke-5, ke-10, ke-15, ke- 20, ke-25 dan ke-30 berturut-turut yaitu 3,54
detik, 2,59 detik, 1,45 detik, 1,48 detik, 2,22 detik, dan 3,98 detik. Sedangkan untuk rute
pemberian obat secara intraperitoneal secara berturut-tururt diperoleh hasil yaitu 02,06 detik,
01,37 detik, 01,39 detik, 02,05 detik, 01,70 detik, dan 1,40 detik. Dengan ini diketahui bahwa
respon tercepat pada rute intramuskular melalui metode tail flick terjadi pada menit ke 15
sedangkan respon tercepat pada rute intraperitoneal terjadi pada menit ke 10. Durasi terlama

14
pada efek analgetik obat terjadi pada rute intramuskular namun pada menit ke 20 respon
stimulus lebih cepat dari respon stimulus menit yang sama pada rute intraperitoneal.

Apabila digambarkan hubungan antara waktu respon obat dengan waktu pengamatan
akan diperoleh kurva sebagai berikut.

Metode Tail Flick


16
14
12
10
Respon

8
6
4
2
0
5 10 15 20 25 30
Waktu

Ketorolac IP tramadol IM ketorolac IM tramadol IP

Metode kedua yang diujikan yaitu metode hot plate. Pada metode ini lantai yang
dipanaskan pada temperature konstan menghasilkan dua respon yang diukur yaitu mencit
menjilat-jilat telapak kaki dan melompat-lompat. Pada percobaan ini digunakan dua macam
obat analgetik, yaitu Tramadol dan Novalgin. Obat diinjeksikan melalui rute intramuskular
dan intraperitoneal. Diperoleh hasil pengamatan melalui rute intramuskular untuk obat
Novalgin pada menit ke-5, ke-10, ke-15, ke- 20, ke-25 dan ke-30 berturut-turut yaitu 1,77
detik, 1,02 detik, 0,66 detik, 0,62 detik, 02,60 detik dan 01,68 detik. Sedangkan untuk rute
pemberian obat secara intraperitoneal secara berturut-tururt diperoleh hasil yaitu 22,00 detik,
12,00 detik, 18,00 detik, 24,00 detik, 06,00 detik dan 14,00 detik. Dengan ini diketahui bahwa
durasi terlama terjadi pada rute intraperitoneal, sebab waktu respon dari mencit dengan
mengangkat kaki depan lebih lama dari rute intramuskular.

Obat kedua yang diujikan yaitu Tramadol. Obat diadministrasikan melalui rute
intramuskular dan intraperitoneal. Diperoleh hasil pengamatan melalui rute intramuskular
untuk obat Tramadol pada menit ke-5, ke-10, ke-15, ke- 20, ke-25 dan ke-30 berturut-turut

15
yaitu 02,64 detik; 02,38 detik; 01,85 detik; 02,01 detik; 02,16 detik; dan 01,55 detik.
Sedangkan untuk pemberian obat melalui rute intraperitoneal tidak dilakukan percobaan
lanjutan setelah injeksi sebab setelah dilakukan injeksi mencit kejang-kejang lalu beberapa
saat kemudian mencit tersebut mati. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam
menginjeksikan obat melalui rute intraperitoneal. Obat yang diinjeksikan kemungkinan masuk
ke organ lain atau saluran gastrointestinal karena injeksi terlalu dalam.

Apabila digambarkan hubungan antara waktu respon obat dengan waktu pengamatan
akan diperoleh kurva sebagai berikut.

Metode Hot Plate


0,3

0,25

0,2
Respon

0,15

0,1

0,05

0
5 10 15 20 25 30
Waktu

novalgin IM tramadol IM Novalgin IP

Berdasarkan pengamatan, secara keseluruhan metode hot plate lebih cepat merangsang
nyeri pada mencit dibandingkan metode tail flick. Hal tersebut dikarenakan pada metode hot
plate temperatur plat cenderung stabil serta bagian tubuh mencit yang dirangsang yaitu kaki
mencit yang memiliki luas permukaan lebih kecil sehingga respon nyeri lebih cepat.
Sedangkan pada metode tail flick, temperatur water bath kurang stabil serta luas permukaan
ekor mencit yang lebih luas dari pada kaki menyebabkan respon nyeri lebih lambat.

Terdapat adanya perbedaan waktu respon pada setiap hewan uji yang diberi perlakuan
yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jenis obat yang
digunakan, berat badan, dan rute pemberian obat pada hewan uji. Berat badan mencit

16
mempengaruhi jumlah dosis yang diberikan kepada mencit. Semakin berat mencitnya maka
dosis yang diberikan juga lebih besar daripada mencit yang berat badannya lebih ringan.

Dari segi efektivitas obat, obat Tramadol memiliki efek analgetik paling baik dari obat
Ketolorak dengan metode tail flick berdasarkan hasil data durasi respon dari mencit yang
diperoleh. Pada metode hot plate dengan rute administrasi obat intamuskular, Tramadol juga
memiliki efek analgesik yang baik. Sedangkan pada rute intraperitoneal tidak dapat ditentukan
perbandingan efektivitas obat Tramadol dengan Novalgin sebab tidak didapatkan data durasi
respon dari mencit (mati).

17
BAB V

KESIMPULAN

1. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman.


2. Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan eksadaran.
3. Metode yang digunakan yaitu metode tail flick dan metode hot plate.
4. Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa mencit yang diberikan obat
tramadol dengan rute intramuscular menunjukkan waktu respon obat yang paling lama
daripada obat analgesik yang lainnya dikarenakan bioavaibilitas obat sebesar 100% bila
digunakan secara IM pada dosis tunggal.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Indra, Imai. 2013. Farmakologi Tramadol. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 13 Nomor 1 April 2013.

Katzung. B.G.2010. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta: EGC.

Mita, Soraya Ratnawulan dan Husni, Patihul. 2017. Pemberian Pemahaman Mengenai
Penggunaan Obat Analgesik Secara Rasional Pada Masyarakat Di Arjasari Kabupaten
Bandung. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 6, No. 3, September 2017: 193 –
195.

Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia.

Yardi, dkk. 2019. Penuntun Praktikum Farmakologi. Tangerang Selatan: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

19
LAMPIRAN

No Kegiatan Gambar
1 Pengukuran suhu pada hot plate

2 Penginjeksian obat secara intramuskular

3 Penginjeksian obat secara intraperitoneal

20
4 Uji coba hewan mencit pada metode hotplate

5 Uji coba hewan mencit pada metode tail flick

21

Anda mungkin juga menyukai