Anda di halaman 1dari 5

Lembar Tugas Kardiovaskular

Nadhira Nuraini Afifa, 1106003932

Penggunaan Beta Blocker dalam Infark Miokard Akut


Pendahuluan
Beta blocker merupakan obat yang memiliki beberapa manfaat
pada pasien IMA, salah satunya untuk mengurangi ukuran infark. Beta
blocker mampu mengurangi kebutuhan oksigen, mengurangi risiko
fibrilasi ventrikel, mengurang automatisitas dan memperpanjang fase
diastole. Oleh karena itu, beta blocker mampu meningkatkan perfusi
diastolik koroner, mengurangi remodeling jantung, meningkatkan fungsi
hemodinamik ventrikel kiri, dan meningkatkan fungsi diastolic ventrikel
kiri.1-2
Isi
Beta blocker pada pasien pasca infark miokard akut (IMA) telah
digunakan secara ekstensif dalam 40 tahun terakhir sebagai bagian dai
terapi dan dalam prevensi sekunder. Obat ini dapat digunakan untuk
banyak indikasi seperti hipertensi, kardioproteksi perioperative, angina
pasca operasi jantung, prevensi atrial fibrilasi, dan aritmia. Penggunaan
beta

blocker

secara

dini

direkomendasikan

sebagai

bagian

dari

tatalaksana emergensi pada pasien suspek IMA, terutama pasien dengan


takikardi atau hipertensi. Rekomendasi terbaru dari penggunaan beta
blocker pada pasien IMA mengacu pada Guideline ACCF/AHA 2013
mengenai penanganan infark miokard. 1-3
Beta blocker bekerja dengan mengurangi myocardial workload,
dengan begitu juga mengurangi kebutuhan oksigen melalui penurunan
denyut jantung dan tekanan darah. Beta blocker mengurangi kadar
katekolamin, menurunkan iskemi miokard dan ukuran infark, dan dapat
mencegah perkembangan infark pada pasien sindrom koroner akut
(SKA).1-2
Penggunaan beta bloker pada pasien IMA telah terbukti dapat
menurunkan insidens aritmia supraventricular dan malignant ventricular,
menurunkan penggunaan obat antiaritmia, menurunkan gejala nyeri

dada, dan menurunkan angka kejadian sudden cardiac death dan reinfark.1,4
Rekomendasi terbaru mengenai penggunaan beta blocker sebagai
tatalaksana dari IMA seperti yang tercantum pada guideline ACC/AHA
yang perlu digarisbawahi adalah: beta blocker saat ini direkomendasikan
sebagai tatalaksana jangka panjang pada penyakit jantung iskemik stabil
kronik untuk mengkontrol iskemi, mencegah infark, dan meningkatkan
survival. Obat ini direkomendasikan untuk digunakan secara dini pada
pasien IMA, kecuali pada pasien dengan risiko rendah (ejection fraction
ventrikel kiri normal atau mendekati normal, yang telah direperfusi
dengan sukses, atau tanpa signifikan ventricular aritimia). Salah satu
kontraindikasinya

adalah

disfungsi

ventrikel

kiri.

Rekomendasi

ini

didasarkan pada beberapa trial seperti ISIS-1, MIAMI, TIMI-IIb dan GUSTOI, dimana semua trial ini mengevaluasi efek beta blocker selama fase akut
infark miokard.5
REKOMENDASI AHA PENGGUNAAN BETA BLOCKER PADA IMA
Kelas I
1. Beta blocker oral harus diinisiasi dalam 24 jam pertama pada pasien
dengan STEMI tanpa tanda-tanda: gagal jantung, output rendah,
dan risiko tinggi syok kardiogenik, atau kontraindikasi lain terhadap
penggunaan oral beta blocker (PR interval lebih dari 0.24 s, blok
jantung derajat dua atau tida, asma aktif, atau penyakit saluran
nafas reaktif). (Level of Evidence: B)
2. Beta blocker harus dilanjutkan selama dan setelah hospitalisasi
untuk semua pasien STEMI dan tanpa kontraindikasi terhadap
penggunaannya. (Level of Evidence: B)
3. Pasien dengan kontraindikasi inisial terhadap penggunaan beta
blocker dalam 24 jam pertama setalah STEMI harus direevaluasi
untuk menentukan eligibilitas. (Level of Evidence: C)3
Kelas IIa

1. Penggunaan beta blocker intravena dapat dilakukan pada pasien


STEMI tanpa kontraindikasi dengan hipertensi atau sedang iskemi.
(Level of Evidence: B)3

MANFAAT JANGKA PANJANG BETA BLOCKER


Salah satu penelitian terbaru mengenai manfaat beta blocker pasca
IMA adalah Norwegian Timolol Trial. Penelitian ini merupakan studi acak
1.884 pasien untuk menghitung efek timolol yang diberikan 7-28 hari
pasca IMA, dan mengikuti perkembangan pasien selama 12-33 bulan.
Peneiti menemukan bahwa penggunaan timolol memberikan hasil 39,4%
reduksi mortalitas, 44,6% reduksi sudden-death, dan 28,4% reduksi reinfark. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan American beta-blocker Heart
Attack Trial (BHAT), the Goteborg Metoprolol Trial, dan Stockholm
Metoprolol Trial.5
Pedersen et al melaporkan hasil 6 tahun follow-up dari pasien
Norwegian Timolol Trial dengan angina berat, hipertensi, atau aritmia
jantung yang ditatalaksana dengan beta blocker selama lebih dari 36
bulan (vs pasien dengan tatalaksana placebo di periode yang sama).
Manfaat hanya dapat terlihat pada pasien dengan usia lebih tua dan
berisiko tinggi.2
Analisis BHAT lainnya oleh Hawkins et al menemukan bahwa
propranolol dapat menurunkan mortalitas pada pasien lanjut usia. Studi
memeriksa pasien dengan usia 30-59 tahun vs 60-69 tahun. Kelompok
lebih tua menunjukkan 33,3% reduksi pada mortalitas versus placebo,
dibandingkan dengan 18,9% reduksi pada kelompok lebih muda.2
Pada pasien tanpa kontraindikasi, penggunaan beta blocker sebagai
upaya prevensi sekunder untuk pasca STEMI direkomendasikan sebagai
kelas IIa oleh ESC, dan kelas IIb oleh ACCF/AHA, tanpa mempedulikan
metode reperfusi apa yang dilakukan. Pada pasien dengan gagal jantung
atau disfungsi ventrikel kiri, rekomendasi ini ditingkatkan menjadi kelas
Ia.4
Kesimpulan
Kesimpulannya, Norwegian Timolol Trial, BHAT, dan Stockholm trial
semuanya menunjukkan reduksi mortalitas, sudden death, dan re-infark
sampai hingga 30-36 bulan. Namun, manfaat beta blocker terbatas pada

pasien risiko tinggi, pasien usia lanjut, dan pasien dengan infark Q-wave.
Manfaatnya juga dapat terlihat pada pasien dengan angina berat,
hipertensi, dan aritmia. Reduksi pada sudden cardiac death
pada seluruh trial.
Sebagai konklusi,

beta

blocker

dapat

signifikan

direkomendasikan

pada

keadaan akut di semua IMA stabil secara hemodinamis untuk menurunkan


nyeri dada, begitu juga untuk menurunkan risiko re-infark dan aritmia
ventrikular. Hal yang penting untuk digarisbawahi adalah trial yang
dilakukan di atas dilakukan sebelum penggunaan luas dari revaskularisasi
baik dengan trombolisis maupun PCI. Studi lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan

efek

durasi

tatalaksana

beta

blocker

pada

pasien

asimtomatik yang ditatalaksana dengan obat-obatan dan intervensi


terbaru.
Referensi
1

Lopez-Sendon J, Swedberg K, McMurray. Expert consensus document on


beta-adrenergic receptor blockers. Eur Heart J. 2004;25(15):1341-62.
Kezerashvili A, Marzo K, Leon JD. Beta blocker use after acute myocardial
infarction in the patient with normal systolic function: When is it ok

to discontinue?. Curr Cardiol Rev. Feb 2012; 8(1):77-84.


OGara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, Lemos JA, et
al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation
Myocardial Infarction: A Report of the American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association Task Force on Practice

Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2013; 61(4):e78-e140.


Nuttall SL, Toescu V, Kendall MJ. beta Blockade after myocardial
infarction. Beta blockers have key role in reducing morbidity and

mortality after infarction. BMJ 2000; 320:581.


Pfisterer M, Cox JL, Granger CB, et al. Atenolol use and clinical outcomes
after thrombolysis for acute myocardial infarction: the GUSTO-I
experience. Global Utilization of Streptokinase and TPA [alteplase] for
Occluded Coronary Arteries. J Am Coll Cardiol. 1998;32(3):6344.

Anda mungkin juga menyukai