Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan bentuk sediaan obat merupakan hal penting yang
harus diperhatikan oleh bidang kefarmasian. Sifat dari penyakit atau
keadaan penyakit yang ingin diberi obat, penting untuk dipertimbangkan
dalam memutuskan bentuk sediaan yang akan dibuat (Ansel, 2005).
Sediaan farmasi yang bermutu adalah sediaan farmasi yang memenuhi
kriteria aman, efektif, efisien, stabil dan nyaman. Untuk memenuhi kriteria
tersebut, obat diformulasikan dalam bentuk sediaan tertentu sehingga
dapat mencapai tempat aksinya, memberikan efek samping yang minimal,
stabilitas sediaan yang optimal serta nyaman dalam pemakaian. Sediaan
obat semisolid merupakan suatu kelompok produk yang diaplikasikan pada
kulit atau membran mukosa. Sediaan semisolid ini antara lain salep, krim,
pasta, dan gel. Sebagai pembawa untuk bahan obat, sediaan ini dapat
dimodifikasi dan disesuaikan dengan cara memformulasikan berbagai
sediaan sebagai sediaan topikal (Agoes, 2008).
Bentuk sediaan semisolida yang saat ini sangat populer dan banyak
digunakan untuk sediaan topikal adalah gel. Gel merupakan sistem semi
padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995).
Gel memiliki kelebihan antara lain memiliki kandungan air yang cukup
besar sehingga dapat memberikan kelembaban dan memberikan
kenyamanan pada kulit. Selain itu sediaan gel mudah dioleskan atau
mudah merata, tidak berminyak serta mudah dicuci sehingga mudah dalam
menggunakannya (Ansel, 1989; Quinones dan Ghaly, 2008, dalam
Indriwinarni, 2011).
Basis gel yang ideal adalah yang bersifat inert dan non reaktif
dengan komponen lain dalam formulasi. Dalam formulasi sediaan gel,
basis gel seringkali ditambahkan bahan humektan untuk memperbaiki
konsistensinya yang juga dapat berfungsi sebagai kosolven yang dapat

meningkatkan kelarutan bahan obat. Dengan meningkatnya kelarutan,


maka bahan obat akan lebih mudah lepas dari basis yang selanjutnya akan
berpengaruh pada efektifitasnya (Barry, 1983). Basis yang baik adalah
basis yang tidak mengikat bahan obat terlalu kuat , karena obat harus lepas
dari basis sebelum menembus kulit (Idson, 1975). Penahan lembab
(humektan) yang ditambahkan pada gel harus memenuhi berbagai hal.
Pertama, harus mampu meningkatkan kelembutan dan daya sebar sediaan.
Kedua, melindungi gel dari kemungkinan menjadi kering. Sebagai
penahan lembab dapat digunakan gliserol, sorbitol, etilenglikol dan 1,2propilenglikol dalam konsentrasi 10-20% (Voight, 1994).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan karena kontak dengan agens,
termal, kimiawi, atau listrik (DL Wong, 2001). Luka akibat tersiram air
panas merupakan salah satu contoh luka bakar termal yang biasanya
menyebabkan luka pada sebagian lapisan kulit atau luka bakar derajat II.
Luka bakar derajat II mengenai epidermis dan sebagian dermis yang
menyebabkan kulit menjadi tidak elastis dan merah (Thakur R, 2011).
Salah satu penanganan pada penderita luka bakar yaitu dengan mengobati
luka tersebut menggunakan sediaan topikal, karena jaringan yang
mengeras akibat luka bakar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat
dalam bentuk sediaan oral maupun paren-teral. Pemberian sediaan topikal
yang tepat dan efektif diharapkan dapat mengurangi dan mencegah infeksi
pada luka. Bentuk sediaan gel topikal dipilih karena mempunyai beberapa
keuntungan yaitu, nyaman dipakai dan mudah meresap pada kulit,
memberi rasa dingin, tidak lengket, dan mudah dicuci dengan air (Eriawan
et. Al, 2012)
Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup
tinggi. Tercatat di RSUP DR Sardjito, jumlah kasus luka bakar yang
dirawat di bagian bedah terjadi peningkatan dari 76 kasus pada tahun
2005 menjadi 82 kasus pada tahun 2006, dengan derajat luka bakar
terbanyak adalah derajat II (81,63%). Luka bakar derajat II masih
memiliki faktor-faktor yang mendukung terjadinya penyembuhan spontan
sehingga dengan penatalaksanaan luka yang baik, luka bakar derajat ini

tidak mudah terinfeksi dan jatuh pada derajat yang lebih parah. Dengan
demikian diharapkan penyembuhan luka bakar ini pun tidak bergantung
pada tindakan bedah (Klingensmith,2003).
Sejumlah studi menunjukkan bahwa tanaman tradisional potensial
sebagai agen penyembuhan luka disamping pengobatan medis untuk luka
bakar

ringan-sedang.

Sebagian

besar

disukai

masyarakat

karena

ketersediaan yang luas dan tidak ada efek samping (Lin TS, 2010). Kedelai
(Glycine max (L.) Merr) merupakan salah satu tanaman yang mengandung
isoflavon genistein, daidzein, dan glycitein (Messina MJ, 2008).
Kandungan isoflavonnya dapat bekerja dalam menghambat pelepasan
berbagai mediator inflamasi dan melindungi jaringan dari radikal bebas.
Ekstrak etanol kedelai yang diberikan secara topikal memperlihatkan hasil
yang mendukung dalam perawatan luka. Pemberian ekstrak etanol kedelai
dapat mempertahankan kelembaban dan menghambat pengeluaran cairan
dari kulit serta adanya efek peningkatan sirkulasi darah ke daerah luka
(Argamula G, 2008). Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol
kedelai juga memberikan pengaruh signifikan terhadap proses proliferasi
luka bakar derajat II pada tikus galur Wistar (Setyaningsih, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat
penelitian mengenai pengaruh perubahan komponen basis terhadap
stabilitas dan sifat fisik formulasi sediaan gel luka bakar ekstrak kedelai
(Glycine Max L. Merr).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh perubahan komponen basis terhadap stabilitas fisik
formulasi sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max L. Merr)?
1.3

Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh perubahan komponen basis terhadap
stabilitas fisik formulasi sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max L.
Merr)
2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui adanya perubahan pH dari perbedaan bermakna


komponen basis sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max L. Merr) ;
b. Untuk mengetahui adanya perubahan daya sebar dari perbedaan
bermakna komponen basis sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max
L. Merr) ;
c. Untuk mengetahui homogenitas sediaan gel dari perbedaan bermakna
komponen basis sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max L. Merr) ;
d. Untuk mengetahui konsistensi sediaan gel dari perbedaan bermakna
komponen basis sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max L. Merr) ;
1.4

Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik
Menginformasikan tentang formulasi sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine
Max L. Merr) yang optimal dengan pH, homogenitas, daya sebar dan
stabilitas fisik yang sesuai kepada mahasiswa dan sebagai acuan bagi
penelitian selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Menginformasikan kepada masyarakat tentang obat luka bakar dari
sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max L. Merr) dengan stabilitas dan
sifat fisik yang baik.
3. Bagi Penulis
Menambah keilmuan dan mengaplikasikan keilmuan penulis selama
mengikuti perkuliahan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang.

1.5

Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian adalah dilakukannya perubahan komponen
basis sediaan gel ekstrak kedelai (Glycine Max L. Merr) berhubungan
dengan pengaruhnya terhadap stabilitas dan sifat fisik diantaranya pH,
homogenitas, daya sebar dan ketahanan sediaan gel. Penelitian ini bersifat
eksperimental dilakukan di Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang.

Anda mungkin juga menyukai